Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara masyarakat dan hukum diungkapkan dengan sebuah adagium yang sangat terkenal dalam ilmu hukum yaitu :ubi so cietes ibi ius dimana ada masyarakat di sana ada hukum. 1 Melihat perkembangan hukum dalam masyarakat, maka akan ditemukan bahwa peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat mengalami perubahan dan perbedaan dari suatu kurun waktu ke waktu lain. Dalam masyarakat yang sederhana, hukum berfungsi untuk menciptakan dan memelihara keamanan serta ketertiban.Fungsi ini berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri yang meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat yang bersifat dinamis yang memerlukan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kehidupan masyarakat yang berkembang memerlukan kepastian hukum dalam sektor pelayanan jasa publik.Salah satu pekerjaan yang menawarkan pelayanan jasa dalam bidang hukum khususnya hukum perdata ialah Notaris.Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian- perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.Perlunya perjanjian-perjanjian tertulis ini dibuat dihadapan seorang notaris adalah untuk menjamin kepastian hukum serta untuk memenuhi hukum pembuktian yang kuat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. 1 Satjipto Raharjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, h. 127. Kebutuhan akan pembuktian tertulislah yang mengkehendaki pentingnya lembaga notariat ini. 2 Notaris merupakan profesi hukum sehingga profesi notaris merupakan suatu profesi mulia nobile officium. Notaris disebut sebagai pejabat mulia karena profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan.Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban seseorang.Kekeliruan atas akta yang dibuat notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban, oleh karena itu notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus mematuhi berbagai ketentuan yang tersebut dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. 3 Peran notaris dalam kehidupan masyarakat turut membantu upaya untuk mewujudkan prinsip negara hukum.Secara konstitusional, Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 UUDNRI 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara hukum. Eksistensi notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang kemudian dilakukan perubahan-perubahan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Selanjutnya disebut UUJN. Sebelum berlakunya Undang-Undang ini pengaturan notaris tertuang dalam Peraturan Jabatan Notaris Ord. Stbl. 1860 Nomor 3. Kewenangan notaris dalam menjalankan tugasnya tertuang dalam Pasal 15 UUJN, yang mengatur sebagai berikut : 1 Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang 2 R. Soegondo Notodisoerjo, 1993,Hukum Notariat Di Indonesia, PT Raja Grafindo, Jakarta, h. 1. 3 Abdul Ghofur Anshori, 2009,Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, h.28. pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2 Selain kewenangansebagaimana dimaksud pada ayat 1, Notaris berwenang pula : a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat Akta risalah lelang. 3 Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pada umumnya kewenangan atau tugas notaris adalah membuat suatu perjanjian atau akta otentik.Menurut A. Kohar akta adalah tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti.Apabila akta dibuat dihadapan notaris maka akta tersebut dikatakan sebagai akta notarial, atau akta otentik, atau akta notaris. Suatu akta dikatakan otentik apabila dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. 4 Tujuan akta dibuat dihadapan pejabat berwenang adalah agar supaya akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau ada gugatan dari pihak lain.Berdasarkan uraian diatas, jelas begitu pentingnya fungsi dari akta notaris tersebut. Tidak jarang dalam penerbitan suatu akta yang dibuat oleh notaris menimbulkan suatu persoalan hukum baik itu berupa suatu sengketa atau suatu perbuatan hukum yang dikategorikan sebagai tindak pidana.Pada umumnya persoalan hukum yang sering terjadi dengan terbitnya suatu akta oleh notaris adalah adanya sengketa antara para pihak. Misal adanya sengketa antara para pihak dalam proses sewa menyewa, pinjam-meminjam uang, atau sebagainya. Oleh karena itu perlu suatu bentuk penyelesaian suatu sengketa yang berorientasi pada penyelesaian yang menguntungkan semua pihak. 4 A. Kohar, 1983, Notaris Dalam Praktek Hukum ̧ Alumni, Bandung, , h. 64. Secara teoritis penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 dua cara. Cara penyelesaian sengketa pertama melalui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerjasama kooperatif di luar pengadilan. Proses litigasi menghasilkan putusan yang bersifat pertentangan adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, bahkan cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan diantara pihak yang bersengketa. 5 Dari beberapa permasalahan hukum yang timbul dalam masyarakat, munculah pemikiran untuk melahirkan sebuah bentuk Alternatif Dispute Resolution atau Alternatif Penyelesaian Sengketa, termasuk di Indonesia.Hadirnya alternatif penyelesaian sengketa tersebut bukan bermaksud untuk mengacaukan pelaksanaan hukum acara sebagai hukum formil dari hukum publik dan hukum privat yang berlaku.Hal tersebut membuka pintu baru bagi masyarakat selaku pencari keadilan, agar setiap sengketa tidak selalu diproses di pengadilan dengan waktu yang lama dan biaya yang mahal serta untuk tetap membantu pencapaian tujuan hukum keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.Salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif adalah mediasi. Mediasi adalah proses negoisasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak imparsial bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. 6 Mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa atau biasa dikenal dengan istilah ”mekanisme alternatif penyelesaian sengketa” yang merupakan terjemahan dari ”alternative dispute resolution ” yang tumbuh pertama kali di Amerika Serikat. Mediasi sebagai salah satu 5 Rachmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya disebut Rachmadi Usman I h..3. 6 Garry Goospaster, 1993, Negoisasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negoisasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negoisasi, ELIPS Project, Jakarta, h.201. alternatif penyelesaian sengketa yang sudah lama dikenal dalam berbagaikepercayaan dan budaya.Berbagai fakta telah menunjukan bahwa pada dasarnya mediasi bukan merupakan suatu metode yang asing dalam upaya menyelesaikan sengketa di tengah masyarakat.Hanya saja konteks pendekatan dan caranya berbeda yang lebih disesuaikan dengan budaya hukum setempat. Mediasi ini lahir dilatarbelakangi oleh lambatnya proses penyelesaian sengketa di pengadilan, oleh karena itu mediasi ini muncul sebagai jawaban atas ketidakpuasan yang berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada persoalan waktu, biaya dan kemampuannya dalam menangani kasus yang kompleks. Dalam Pasal 17 ayat 1 UUJN dijelaskan bahwa notaris tidak boleh rangkap jabatan, yang mengatur sebagai berikut : Notaris dilarang : a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 tujuh hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; c. merangkap sebagai pegawai negeri; d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat; f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swastamerangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah danatau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris; Secara teoritis menurut ketentuan Pasal 17 ayat 1 UUJN disebutkan bahwa seorang notaris tidak boleh rangkap jabatan sebagaimana dijabarkan dalam aturan tersebut diatas.Akan tetapi dalam praktiknya ada notaris yang berpikir progresif berpikir tidak berpatokan pada aturan hitam putih perundang-undangan yakni berperan menjadi mediator dalam menyelesaikan sengketa diantara para pihak.Mediator disini diartikan sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.Syarat seorang mediator adalah memahami suatu persoalan-persoalan tertentu yang akan dibantu proses penyelesaiannya. Misal mediator pasar modal berarti disini orang-orang yang dapat dijadikan sebagai mediator adalah orang yang memahami seluk beluk pasar modal. Jadi dapat dikatakan bahwa mediator adalah pihak-pihak yang memahami persoalan yang akan dibahas. Pelaksanaan notaris menjadi mediator bagi para pihak yangbersengketa dikarenakan suatu akta yang dibuat oleh notaris, merupakan suatu bentuk tanggung jawab atau bentuk kepedulian oleh notaris dalam membantu penyelesaian suatu sengketa.Disamping itu tujuan notaris sebagai mediator disini adalahmembantu meringankan penumpukan berkas perkara di pengadilan dan melaksanakan asas trilogy peradilan cepat, sederhana, biaya ringan. Permasalahan yang terjadi adalah berkenaan dengan kewenangan notaris sebagai mediator. Dalam UUJN tidak diatur bahwa notaris dapat atau tidak bertindak sebagai mediator, hal ini bukan berarti bahwa notaris boleh bertindak sebagai mediator. Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat 3 UU Nomor 30 Tahun 1999 dapat diketahui bahwa : “dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.” Penyelesaian melalui mediasi merupakan penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator.Mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa haruslah orang atau lembaga yang netral di mana mereka mampu menjembatani keinginan para pihak. Oleh karena mediasi belum diatur dengan jelas dan tuntas oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka pembahasan mengenai proses mediasi, para pihak yang terkait seperti mediator serta peran dan fungsinya tidak dapat diuraikan secara lengkap. Mediasi sangat tergantung pada lakon yang dimainkan oleh pihak yang terlibat dalam penyelesaian masalah.Pihak yang terlibat adalah pihak yang sedang bersengketa dan mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian atau pandangan penilaiannya atas masalah-masalah kepada para pihak selama proses mediasi berlangsung. Intervensi mediator ke dalam proses perundingan antara para pihak hanya dapat dilakukan apabila para pihak itu sendiri dapat menerimanya. Proses mediasi jauh lebih murah biayanya, seperti halnya apabila yang menjadi mediator adalah notaris yang bersangkutan dalam akta yang dibuatnya, maka kita hanya perlu membayar biaya pembuatan akta notaris saja. Hasil mediasi tidak dapat diajukan banding, karena sifatnya adalah ”perdamaian”, sedangkan proses litigasi dapat dilakukan upayabanding dan kasasi, maka bagi pihak yang bersengketa pengeluaran biaya terus bertambah dan cenderung sulit di prediksi. Jadi dalam hal notaris dapat bertindak sebagai mediator hanya terkait dengan akta yang dibuatnya terhadap para pihak yang terikat di dalamnya. Berdasarkan latar belakang diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuh skripsi yang berjudul “PERAN NOTARIS SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTAR PARA PIHAK DI DENPASAR ”

1.2 Rumusan Masalah