1.2 Mediator Pada Umumnya
1.2.1 Pengertian Mediasi
Mediasi merupakan adopsi dari bahasa latinmediare yang berarti berada di tengah.
7
Pengertian ini lebih mengarah kepada fungsi dan peranan mediator yakni sebagai penengah antara dua orang atau lebih yang saling bersengketa, oleh
sebab itu mediator harus mampu menjaga independensi serta menjaga keberpihakan kepada salah satu pihak agar menumbuhkan kepercayaan antara
para pihak yang bersengketa.Ramadi Usman mendefinisikan kata mediasi berasal dari bahasa Inggris
“mediation” yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara
menengahi, sedangkan orang yang menengahi disebut mediator atau orang yang menjadi penengah.
8
Mediasi merupakan metode penyelesaian sengketa yang berkembang pesat di berbagai belahan dunia sejak tiga dasawarsa terakhir.Penggunaan mediasi
tidak hanya dilakukan di luar pengadilan oleh lembaga swasta dan swadaya masyarakat, tetapi juga terintegrasi dalam sistem peradilan.Perkembangan mediasi
merupakan hal yang menggembirakan di tengah mandeknya mekanisme peradilan di dunia.
9
Secara umum, kamus besar bahasa Indonesia, disebutkan bahwa yang dimaksuddengan mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam
menyelesaikan suatu perselisihan sebagai penasehat.
10
Sedangkan pengertian perdamaian menurut hukum positif sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1851
7
Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 1-2
8
Rahmadi Usman, I, Op.cit, h. 79
9
Fatahillah A. Syukur, 2012, Mediasi Yudisial Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, h. 1
10
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2000, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, h. 640
KUHPerdata adalah “suatu perjanjian dimana kedua belah pihak dengan dalam
menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara kemudian.
” Dalam pengertian lain, mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui
cara perundinganmusyawarah mufakat para pihak dengan bantuan pihak netral mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus dengan tujuan
menghasilkan kesepakatan damai untuk mengakhiri sengketa secara yuridis, pengertian mediasi hanya dapat dijumpai dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008
dalam pasal 1 ayat 7, yang menyebutkanbahwa : “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.” Beberapa unsur penting yang terdapat dalam mediasi antara lain sebagai
berikut: 1.
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan; 2.
Mediator terlibat dan diterima para pihak yang bersengketa didalam perundingan;
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian; 4.
Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung;
5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan
yang diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
11
Mediasi atau alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia adalah merupakan culture budaya bangsa Indonesia sendiri.Baik dalam masyarakat tradisional
maupun sebagai dasar negara Pancasila yang dikenal istilah musyawarah untuk mufakat. Seluruh suku bangsa di Indonesia pasti mengenal makna dari istilah
tersebut, walaupun penyebutannya berbeda, akan tetapi mempunyai makna yang sama. Dalam klausula-klausula suatu kontrak atau perjanjian, pada bagian
penyelesaian sengketa selalu diikuti dengan kata- kata “kalau terjadi sengketa atau
perselisihan akan diselesaikan dengan caramusyawarah dan apabila tidak tercapai suatu kesepakatan akan diselesaikan di Pengadilan Negeri”
Terdapat dua
bentuk mediasi
bila ditinjau
dari waktu
pelaksanaannya.Pertama yang dilakukan di luar sistem peradilan dan yang dilakukan dalam sistem peradilan. Sistem hukum Indonesia dalam hal ini
Mahkamah Agung selanjutnya disebut MA lebih memilih bagian yang kedua yaitu mediasi dalam sistem peradilan atau court annexed mediation atau lebih
dikenal court annexed dispute resolution.
12
Untuk saat ini, pemberlakuan mediasi dalam sistem peradilan di Indonesia didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung
selanjutnya disebut Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menetapkan mediasi sebagai bagian dari hukum acara dalam
11
Suyut Margono, 2000, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, PT. Graha Indonesia, Bogor, h. 59
12
Suyud Margono, 2002, ADR Alternative Dispute Resolution Arbitrase Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 23-33
perkara perdata, sehingga suatu putusan akan menjadi batal demi hukum manakala tidak melalui proses mediasi Perma Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 2.
Diberlakukannya Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, sebagai pengganti Perma Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan, maka setiap perkara perdata tertentu yang akan diadili oleh hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama
diwajibkan terlebih dahulu untuk menempuh prosedur mediasi di pengadilan. Penginstitusionalisasi mediasi dalam proses berperkara di pengadilan tersebut
dimaksudkan dapat menjadi salah satu instrumen efektif dalam mengatasi masalah penumpukan
perkara di
pengadilan dan
sekaligus memperkuat
dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa. Hal ini
sejalan dengan prinsip penyelesaian sengketa yang cepat dan murah, yang pada akhirnya dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak untuk
menemukan penyelesaian sengketanya secara memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.
Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi selanjutnya disebut Perma Nomor 1 Tahun 2008 di Pengadilan pada bagian menimbang
tertulis “Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada
para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.” Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana pihak
luar yang tidak memihak impartial bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama. Mediator tidak berwenang untuk memutus
sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan- persoalan yang dikuasakan kepadanya.
13
Seseorang yang hendak menjadi mediator secara umum wajib memiliki sertifikat mediator, hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 Perma
Nomor 1 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa : 1.
Kecuali keadaan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat 3 dan Pasal 11 ayat 6, setiap orang yang menjalankan fungsi mediator pada asasnya wajib
memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
2. Jika dalam wilayah sebuah pengadilan tidak ada hakim, advokat,
akademisi hukum dan profesi bukan hukum yang bersertifikat mediator, hakim di lingkungan pengadilan yang bersangkutan berwenang
menjalankan fungsi mediator.
3. Untuk memperoleh akreditasi, sebuah lembaga harus memenuhi syarat-
syarat berikut: a.
Mengajukan permohonan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia;
b. Memiliki instruktur atau pelatih yang memiliki sertifikat telah
mengikuti pendidikan atau pelatihan mediasi dan pendidikan atau pelatihan sebagai instruktur untuk pendidikan atau pelatihan mediasi;
c. Sekurang-kurangnya telah dua kali melaksanakan pelatihan mediasi
bukan untuk mediator bersertifikat di Pengadilan; d.
Memiliki kurikulum atau pelatihan mediasi di pengadilan yang di sahkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Kedudukan mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa di
luar pengadilan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ini berada di bawah payung alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan berupa konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli. Pengaturan mengenai alternatif penyelesaian
sengketa cukup terbatas diatur dalam undang-undang ini, yaitu hanya satu pasal,
13
Khotibul Uman, 2010, Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Pustaka Yustisia, Yogjakarta, h. 10
yaitu pasal 6 dengan 9 ayat. Dalam pasal tersebut tidak ditemukan persyaratan mediator, pengangkatan mediator, kewenangan dan tugas mediator, keterlibatan
pihak ketiga, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses mediasi. Oleh karena itu, sangat tepat bila undang-undang ini disebut sebagai undang-undang arbitrase
dan bukan undang-undang mediasi.
14
1.2.2 Pengertian Mediator