Pemerintahan Oleh Sedikit Orang

40 Ini sangat bertentangan dengan sejarah lembaga monarki di Prancis selama abad ke delapan belas dan sembilan belas, di Rusia selama dasawarsa pertama abad ke dua puluh, dan Mesir serta Iran dalam pertengahan abad ke dua puluh. Dalam negara-negara ini dan negara-negara lainnya yang telah menghapuskan monarkinya, kekuasaan kerajaan terbukti tidak mampu atau tidak mau mengubah fungsi politiknya sejalan dengan perubahan sosial dan politik. Raja selalu berkeras dengan kekuasaannya dan gagal untuk memperbesar pertumbuhan otonomi parlemen serta pelaksanaan kekusaan eksekutif yang tidak besar dari para pemimpin politik untuknya. Karena itulah kemudian ia sering kehilangan tahta dan kadang-kadang jiwanya serta kehidupan keluarganya serta para pendukungnya yang setia. Kaisar rusia memperlihatkan nasib yang demikian. Sekalipun Revolusi 1905 telah berhasil menekannya untuk mengadakan sidang parlemen Duma, tetapi Kaisar Nicholas II memanipulasi lembaga perwakilan tersebut untuk memperoleh hasil yang diinginkan, menyensor pidato para delegasi, dan menolak nasehat para menterinnya. Ia tetap ngotot agar pemerintahan haruslah didasarkan pada gagasan usang tentang “hak ketuhahan raja” yang membuatnya hanya bertanggu jawab kepada tuhan terutama yang berkenaan dengan kekalahan tentara Rusia dalam Perang Dunia I yang memalukan itu. Sebenarnya kita bisa saja menghipotesakan bahwa semakin raja bertahan terhadap pengurangan kekuasaannya, semakin besar pula kemungkinan ia akan diganti oleh rejim revolusioner yang menggunakan kekerasan secara luas untuk membasmi sisa-sisa monarki dan dominasi kaum aristokrat.

9. Pemerintahan Oleh Sedikit Orang

Kendati hak ketuhanan raja telah diterima sebagai formula untuk mensahkan kekuasaan raja, tetapi tidak bisa disangkal bahwa raja tergantung pada dukungan kader-kader penasehat dan para birokrat yang loyal untuk melaksanakan kebijakannya. Perubahan bertahap dan pelembagaan peranan para penasehat dan pegawai negeri ini, di perancis dan di berbagai tempat lain, telah 41 memungkinkan terbentuknya parlemen para penasehat dan aparatur administrasi negera para pegawai negeri. Kesadaran terhadap kecenderungan sejarah ini, serta keyakinan bahwa lembaga-lembaga demokratis merupakan khayalan yang menyembunyikan dominasi politik dan sekelompok minoritas, telah meyakinkan beberapa ilmuan politik khususnya Guetano Mosca dan Robert Michels bahwa dimanapun pemerintahan selalu menyangkut urusan sedikit orang bukan hanya seorang atau banyak orang. Dalam hubungan ini, aristokrasi merupakan pemerintahan oleh sekelompok elit masyarakat yang mempunyai status sosial, kekayaan, dan kekuasaan politik yang besar. Keberuntungan-keberuntungan ini dinikmati oleh satu generasi ke generasi aristokrasi yang lain. Status, kekuasaan, dan kekayaan diwariskan. Kita juga bisa mengatakan bahwa status dalam masyarakat aristokrasi diberikan berdasarkan norma-norma askriftif dari pada prestasi. Kedudukan anda dalam masyarakat ditentukan oleh siapakah anda atau siapakah orang tua anda daripada oleh apakah yang anda kerjakan. Siapa anda dicirikan oleh gaya bicara, pakaian, dan sikap anda; latar belakang keluarga anda; tempat anda memperoleh pendidikan lebih daripada apa yang telah anda pelajari; dan kemampuan anda untuk hidup lebih nyaman tanpa harus bekerja untuk itu. Tidak heran kalau dalam sejarahnya para pekerja, petani, dan intelektual di dalam kebanyakan masyarakat memandang rendah kaum aristokrat dan lembaga-lembaganya. Di mana ada kelas aristokrat yang dominan secara politik, maka di sana tanpa kecuali ada pula lembaga-lembaga monarki. Pada tahun 1820 di Inggris misalnya, monarki masih merupakan lembaga yang penting secara politik, majelis tinggi parlemen House of Lords menggunakan pengaruhnya yang besar dalam proses legislatif, dan kurang dari 500 warga negara, kebanyakan dari mereka teman sejawat dalam House of Lords, mampu meraih suara mayoritas untuk keanggotaan House of Commons. Bahkan setelah undang-undang pembaharuan 1932 diterima, hak pilih tidak lebih dari 12 persen dari semua pria dewasa yang ada di Inggris. Tetapi setelah undang-undang perbaharuan 1867, pemberian hak suara kepada mereka menjadi 30 persen maka muncul masalah lain, yaitu bahwa 42 politik Inggris tidak lebih dikendalikan oleh aristokrasi melainkan oleh oligarki. Oligarki berarti pemerintahan oleh suatu minoritas dalam masyarakat, suatu minoritas yang tidak perlu dibedakan oleh gelar aristokrasi atau hak istimewa. Tetapi dalam pertegahan abad kesembilan belas, Inggris juga bisa digambarkan sebagai pluktokrasi – pemerintahan oleh beberapa orang kaya.

10. Aristokrasi dan Adaptasi Politik