PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DAN TIPE STAD BERBASIS SAINTIFIK DI SMPN 1 BENDAHARA.

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP

INVESTIGATION DAN TIPE STAD BERBASIS SAINTIFIK DI SMPN 1 BENDAHARA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:

MASITAH PUSPA SARI NIM: 8146172042

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

MASITAH PUSPA SARI. Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan Tipe STAD Berbasis Saintifik di SMPN 1 Bendahara. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan tipe STAD berbasis saintifik, interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dan proses jawaban siswa yang diajar dengan kedua tipe pembelajaran kooperatif. Jenis penelitian kuasi eksperimen. Populasi seluruh siswa SMP Negeri 1 Bendahara. Sampel menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis siswa. Data dianalisis menggunakan ANAVA dua jalur dan analisis deskriptif untuk proses jawaban siswa . Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis saintifik (2) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa (3) Proses jawaban siswa pada tes kemampuan komunikasi matematis melalui pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yang termasuk kategori baik sebanyak 44,80%, kategori cukup sebanyak 39,08% dan kategori kurang baik sebanyak 16,13% (4) Proses jawaban siswa pada tes kemampuan komunikasi matematis melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD yang termasuk kategori baik sebanyak 71,89%, kategori cukup sebanyak 19,8% dan kategori kurang baik sebanyak 7,3%. Hal ini menunjukkan bahwa proses jawaban siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibanding dengan siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.


(7)

ii ABSTRACT

MASITAH PUSPA SARI. The Difference Of The Student's Mathematical Communication Ability Between The Cooperative Learning Model Group Investigation and The Cooperative Learning Model STAD Based Scientific in SMPN 1 Bendahara. Thesis. Medan: Postgraduate School of the State University of Medan, 2016.

This study aims to determine: the difference of student's mathematical communication ability between cooperative learning model of Group Investigation and STAD-based scientific, the interaction between the learning model and initial ability (high, medium, low) of mathematical for the student’s mathematical communication ability, the process of the student's answer that taught by both of cooperative learning’s model. This study is a quasi experimental research. The population in this study are all students of SMP Negeri 1 Bendahara. The instrument is test of mathematical communication ability. The data analysis used was ANOVA two ways and a descriptive analysis for the answers process of each learning. The results showed that: (1) There are differences in the ability of mathematical communication between students learning with cooperative learning model Group Investigation and cooperative learning model STAD-based scientific (2) There is no interaction between the learning model and initial ability (high, medium, low) of mathematical for the student’s mathematical communication ability (3) The process of the student's answer that taught by cooperative learning model Group Investigation in solving problems on tests of mathematical communication ability is categorized as good as 44.80%, a category quite as much as 39.08% and the unfavorable category as 16.13%. (4) The process of the student's answer that taught by cooperative learning model STAD in solving problems on tests of mathematical communication ability is categorized as good as 44.80%, a category quite as much as 39.08% and the unfavorable category as 16.13%. This indicates that the process of student answers by STAD cooperative learning is better than the students who were given a type of cooperative learning Group Investigation.


(8)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 13

1.3 Batasan Masalah ... 13

1.4 Rumusan Masalah ... 14

1.5 Tujuan Penelitian... 15

1.6 Manfaat Penelitian... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 17

2.1 Kerangka Teoritis ... 17

2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 17

2.1.2 Pendekatan Saintifik ... 24

2.1.2.1Karakteristik dan Langkah-langkah Pendekatan Saintifik ... 26

2.1.2.2Teori Pendukung Pendekatan Saintifik ... 32

2.1.2.3Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran ... 34

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif ... 37

2.1.3.1Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 40

2.1.3.2Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation 41 2.1.3.3Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 43

2.1.3.4Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 45

2.1.4 Kemampuan Awal Matematika ... 48

2.1.5 Interaksi ... 50

2.1.6 Proses Jawaban Siswa ... 51

2.1.7 Hasil Penelitian yang Relevan ... 53

2.2 Kerangka Konseptual ... 55

2.2.1 Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan Tipe STAD Berbasis Saintifik ... 55

2.2.2 Interaksi Antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 58

2.2.3 Proses Jawaban Siswa dalam Menyelesaikan Masalah dalam Tes Kemampuan Komunikasi Matematis pada Masing-masing Pembelajaran ... 59


(9)

vii

BAB III METODE PENELITIAN ... 61

3.1 Jenis Penelitian ... 61

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 62

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 62

3.2.2 Waktu Penelitian ... 62

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 62

3.3.1 Populasi ... 62

3.3.2 Sampel ... 63

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 63

3.4 Variabel Penelitian ... 63

3.4.1 Variabel Bebas ... 63

3.4.2 Variabel Terikat ... 64

3.4.3 Variabel Kontrol ... 64

3.5 Desain Penelitian ... 64

3.6 Definisi Operasional ... 66

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 69

3.7.1 Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 69

3.7.2 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 71

3.7.3 Proses Jawaban Siswa ... 73

3.8 Uji Coba Instrumen ... 74

3.8.1 Validitas ... 75

3.8.2 Reliabilitas ... 76

3.8.3 Daya Pembeda ... 77

3.8.4 Indeks Kesukaran ... 78

3.8.5 Perangkat Pembelajaran ... 79

3.9 Prosedur Penelitian ... 80

3.10 Teknik Analisis Data ... 83

3.10.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 83

3.10.2 Analisis Statistik Inferensial ... 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 89

4.1 Hasil Penelitian ... 89

4.1.1 Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa . 90 4.1.2 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa .... 94

4.1.2.1 Analisis Statistik ANAVA Dua Jalur ... 97

4.1.2.2 Uji Hipotesis ... 98

4.1.3 Analisis Proses Jawaban Siswa ... 101

4.1.3.1 Analisis Proses Jawaban Siswa Menyelesaikan Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 101

4.1.4 Temuan Penelitian ... 116

4.1.4.1 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 117

4.1.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) ... 118

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 120

4.2.1 Faktor Pembelajaran ... 120


(10)

viii

4.2.3 Interaksi antara Model Pembelajaran (Group Investigation dan STAD) dan KAM terhadap Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa ... 124

4.2.4 Proses Jawaban Siswa ... 126

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 129

5.1 Kesimpulan ... 129

5.2 Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 133


(11)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Hasil Ulangan Harian Siswa Semester Ganjil 2015/2016 ... 4

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 65

Tabel 3.2 Tabel Weiner Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol ... 66

Tabel 3.3 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Matematika Siswa ... 71

Tabel 3.4 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori KAM ... 71

Tabel 3.5 Kisi-kisi Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 72

Tabel 3.6 Pedoman Penskoran Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis ... 73

Tabel 3.7 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis .... 74

Tabel 3.8 Interpretasi Daya Pembeda ... 78

Tabel 3.9 Interpretasi Indeks Kesukaran ... 78

Tabel 3.10 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ... 88

Tabel 4.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 91

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 91

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 93

Tabel 4.4 Sebaran Sampel Penelitian ... 93

Tabel 4.5 Deskripsi Post Test Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Model Pembelajaran ... 94

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Post Test Kemampuan Komunikasi Matematis ... 95

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Skor Post Test Kemampuan Komunikasi Matematis ... 96

Tabel 4.8 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur untuk Kemampuan Komunikasi Matematis ... 97

Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Taraf Signifikansi 5% ... 100

Tabel 4.10 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis .... 102

Tabel 4.11 Rangkuman Kategori Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis pada Indikator Menuliskan Ide Matematika ke dalam Model Matematika ... 107

Tabel 4.12 Rangkuman Kategori Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis pada Indikator Menghubungkan Gambar dan Diagram ke dalam Model Matematika ... 110

Tabel 4.13 Rangkuman Kategori Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis pada Indikator Menuliskan Prosedur Penyelesaian ... 116


(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 5 Gambar 1.2 Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 6 Gambar 2.1 Dampak Instruksional dan Pengiring Model Pembelajaran

Group Investigation ... 45 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 82 Gambar 4.1 Interaksi antara Model Pembelajaran dan KAM Terhadap

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 99 Gambar 4.2 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 2a

pada Kelas Eksperimen 1 ... 103 Gambar 4.3 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 2a

pada Kelas Eksperimen 2 ... 103 Gambar 4.4 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

2a pada Kelas Eksperimen 1 ... 103 Gambar 4.5 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

2a pada Kelas Eksperimen 2 ... 103 Gambar 4.6 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 2a pada Kelas Eksperimen 1 ... 103 Gambar 4.7 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 2a pada Kelas Eksperimen 2... 104 Gambar 4.8 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 3a

pada Kelas Eksperimen 1 ... 104 Gambar 4.9 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 3a

pada Kelas Eksperimen 2 ... 104 Gambar 4.10 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

3a pada Kelas Eksperimen 1 ... 105 Gambar 4.11 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

3a pada Kelas Eksperimen 2 ... 105 Gambar 4.12 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 3a pada Kelas Eksperimen 1 ... 105 Gambar 4.13 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 3a pada Kelas Eksperimen 2 ... 105 Gambar 4.14 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 1a

pada Kelas Eksperimen 1 ... 106 Gambar 4.15 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 1a

pada Kelas Eksperimen 2 ... 106 Gambar 4.16 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

1a pada Kelas Eksperimen 1 ... 106 Gambar 4.17 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

1a pada Kelas Eksperimen 2 ... 106 Gambar 4.18 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 1a pada Kelas Eksperimen 1 ... 107 Gambar 4.19 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir


(13)

xi

Gambar 4.20 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 1b pada Kelas Eksperimen 1 ... 108 Gambar 4.21 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 1b

pada Kelas Eksperimen 2 ... 108 Gambar 4.22 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

1b pada Kelas Eksperimen 1 ... 109 Gambar 4.23 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

1b pada Kelas Eksperimen 2 ... 109 Gambar 4.24 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 1b pada Kelas Eksperimen 1 ... 110 Garam 4.25 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 1b pada Kelas Eksperimen 2 ... 110 Gambar 4.26 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 2b

pada Kelas Eksperimen 1 ... 111 Gambar 4.27 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 2b

pada Kelas Eksperimen 2 ... 111 Gambar 4.28 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

2b pada Kelas Eksperimen 1 ... 112 Gambar 4.29 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

2b pada Kelas Eksperimen 2 ... 112 Gambar 4.30 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 2b pada Kelas Eksperimen 1 ... 113 Gambar 4.31 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 2b pada Kelas Eksperimen 2 ... 113 Gambar 4.32 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 3b

pada Kelas Eksperimen 1 ... 114 Gambar 4.33 Proses Jawaban Siswa Kategori Baik untuk Butir Soal No. 3b

pada Kelas Eksperimen 2 ... 114 Gambar 4.34 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

3b pada Kelas Eksperimen 1 ... 115 Gambar 4.35 Proses Jawaban Siswa Kategori Cukup untuk Butir Soal No.

3b pada Kelas Eksperimen 2 ... 115 Gambar 4.36 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 3b pada Kelas Eksperimen 1 ... 115 Gambar 4.37 Proses Jawaban Siswa Kategori Kurang Baik untuk Butir

Soal No. 3b pada Kelas Eksperimen 2 ... 116


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, matematika merupakan salah satu pelajaran penting dilihat dari kedudukannya sebagai pelajaran yang dapat menentukan kenaikan kelas maupun kelulusan siswa. Matematika juga termasuk dalam pelajaran wajib di jenjang pendidikan atas, baik pada kelompok ilmu pengetahuan alam, sosial maupun bahasa. Siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan lain yang memerlukan penalaran serta keterampilan dalam penerapan matematika. Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika pada setiap kurikulum yang berlaku di Indonesia yaitu untuk mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan yang selalu berkembang.

Permendikbud No.68 Tahun 2013 menyebutkan bahwa keikutsertaan Indonesia di dalam studi internasional Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) sejak tahun 1999 menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS. Untuk menghadapi tantangan kemajuan arus globalisasi seperti ini, pengembangan kurikulum harus dilakukan. Salah satu dimensi kurikulum adalah cara yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar tercapai tujuan dari pembelajaran tersebut.


(15)

2

Kemampuan memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan merupakan tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam Permendiknas tahun 2006. Kemampuan ini sangat diperlukan siswa pada pembelajaran matematika di sekolah. Hal ini merupakan pengembangan dari standar matematika sekolah menurut NTCM (National Council of Teachers of Mathematics) yaitu meliputi standar isi atau materi (mathematical content) dan standar proses (mathematical process). Standar proses meliputi pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), koneksi (connection), komunikasi (communication), dan representasi (representation). Dengan demikian, keterampilan siswa dalam melakukan komunikasi matematis sebagai salah satu bagian dari standar proses sangat diperlukan untuk memenuhi standar matematika di sekolah.

Pada saat seorang siswa mengemukakan pendapatnya sendiri secara lisan atau tulisan tentang suatu materi pembelajaran, secara tidak langsung siswa tersebut belajar untuk menjelaskan dan meyakinkan orang lain, sekaligus mendengarkan gagasan atau penjelasan orang lain. Menurut Marlina dkk (2014:37) proses komunikasi membantu membangun makna dan kelengkapan gagasan dan membuat hal ini menjadi milik publik. Selanjutnya menurut Darkasyi dkk (2014:22) salah satu bentuk komunikasi matematis adalah kegiatan memahami matematika. Memahami matematika memiliki peran sentral dalam pembelajaran matematika karena kegiatan memahami mendorong siswa belajar bermakna secara aktif.


(16)

3

Steinbring dkk (2001:25) dalam penelitiannya menyatakan “putting communication in the center of our thinking about learning mathematics must amount to not less paradigm shift”. Hal ini menunjukkan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika. Komunikasi matematis sebagai salah satu cara bagi siswa untuk saling berbagi ide dalam memperjelas pemahaman mereka. Kemampuan komunikasi matematis siswa sangat perlu untuk dikembangkan, karena dengan demikian siswa dapat mengorganisasi cara berpikir matematisnya baik dengan lisan maupun tulisan, siswa juga bisa memberi respon dengan tepat, baik di antara siswa itu sendiri maupun antara siswa dengan guru selama proses pembelajaran berlangsung.

Melalui aktivitas komunikasi, ide-ide menjadi objek komunikasi untuk selanjutnya dilakukan diskusi, refleksi, dan perbaikan pemahaman. Ketika siswa ditantang untuk berfikir dan beralasan tentang ide matematis dan kemudian mengkomunikasikan hasil pemikirannya kepada siswa lain, baik secara lisan maupun tulisan maka ide itu semakin jelas dan mantap bagi diri siswa tersebut. Selain itu bagi siswa lain yang mendengarkannya akan berkesempatan untuk membangun pengetahuan dari hasil menyimak penjelasan tersebut. Adanya masalah kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran, memungkinkan terdapat beragam cara yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian siswa mulai dibiasakan untuk bebas berpikir dan berani berpendapat, karena cara yang digunakan satu siswa dengan yang lainnya berbeda atau bahkan berbeda dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya pun benar.


(17)

4

Namun kenyataan yang sering ditemukan adalah siswa belum terampil dalam menyatakan informasi yang diketahui, permasalahan yang ditanyakan, dan mengkomunikasikan gagasan matematis untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Kondisi ini berakibat pada rendahnya hasil belajar yang dicapai dan tidak terpenuhinya kriteria ketuntasan minimal (KKM). Rendahnya hasil belajar dan tidak terpenuhinya KKM tersebut, mengindikasikan bahwa keterampilan komunikasi matematis siswa masih belum optimal.

Kenyataan seperti ini juga terjadi di SMP Negeri 1 Bendahara di Kabupaten Aceh Tamiang. Berdasarkan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) matematika, nilai KKM untuk mata pelajaran matematika di sekolah ini adalah 70. Jika dibandingkan dengan SMP-SMP Negeri lainnya di kabupaten Aceh Tamiang, nilai KKM tersebut masih tergolong rendah. Tim MGMP sulit menaikkan nilai KKM karena hasil belajar siswa yang masih kurang memuaskan seperti terlihat pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1. Hasil Ulangan Harian Siswa Semester Ganjil 2015/2016 No Kelas Nilai Rata-rata Ulangan Harian Siswa

UH 1 UH 2 UH 3 UH 4

1 VIII-A 62.50 63.50 65.00 62.50

2 VIII-B 65.50 65.40 68.00 62.40

3 VIII-C 68.00 63.00 70.00 62.20

Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas, diperoleh beberapa kondisi yang menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi matematis siswa selama pembelajaran berlangsung masih perlu ditingkatkan. Kondisi tersebut antara lain adalah siswa belum mampu untuk menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika, siswa belum


(18)

5

terbiasa untuk berdiskusi secara berkelompok dalam memahami konsep dan menyelesaikan suatu permasalahan matematika, dan siswa belum mampu mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam bahasa sendiri, selain itu siswa juga sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan pada buku yang digunakan apabila soal yang diberikan sedikit berbeda dengan permasalahan sebelumnya.

Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan, siswa juga sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berbentuk kontekstual. Seperti soal dalam materi Persamaan Linier Dua Variabel (PLDV) untuk SMP kelas VIII berikut ini:

1. Jumlah dua bilangan adalah 20, bilangan yang satu adalah enam lebihnya dari bilangan yang lain. Hasil kali kedua bilangan tersebut adalah?

2. Harga dua baju dan satu celana adalah Rp. 220.000 sedangkan harga tiga baju dan dua celana (yang sama) adalah Rp. 380.000. Tentukan berapa harga untuk dua baju dan dua celana (yang sama)!

Dari 30 siswa, hanya ada dua siswa yang menjawab benar untuk salah satu soal saja, 20 siswa menjawab tetapi salah dan 8 siswa tidak menjawab sama sekali. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa terlihat pada salah satu jawaban seorang siswa untuk soal no.1 sebagai berikut:

(Sumber: Dokumentasi Pribadi) Gambar 1.1. Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa tidak bisa menuliskankan ide matematis yang disajikan pada soal


(19)

6

Dari gambar 1.1 terlihat bahwa jawaban yang diberikan siswa tidak memenuhi indikator kemampuan komunikasi matematis seperti yang telah dirumuskan oleh NTCM yaitu membaca wacana matematika dengan pemahaman serta mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematik dan hubungannya (Ansari, 2009:9). Siswa langsung melakukan operasi perkalian terhadap angka-angka yang terdapat pada soal tanpa terlebih dahulu memahami makna soal yang diberikan. Selanjutnya rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa juga terlihat pada jawaban soal no.2 seperti berikut ini:

(Sumber: Dokumentasi Pribadi) Gambar 1.2. Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan komunikasi Matematis

Pada gambar 1.2 terlihat bahwa siswa belum mampu menyatakan informasi yang diketahui, permasalahan yang ditanyakan dan mengkomunikasikan gagasan matematis untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum mampu memenuhi indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu menyatakan ide matematisnya ke dalam suatu model matematika.

Standar evaluasi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa adalah 1). menyatakan ide matematika dengan berbicara, menulis, demonstrasi dan menggambarkannya dalam bentuk visual; 2). memahami, menginterpretasi dan menilai ide matematik yang disajikan dalam tulisan, lisan atau bentuk visual; 3). menggunakan kosakata/bahasa, notasi dan struktur

Siswa belum mampu menuliskan ide matematis ke dalam model matematika


(20)

7

matematik untuk menyatakan ide, menggambarkan hubungan dan pembuatan model (Ansari, 2009:10). Dari hasil pengamatan terhadap seluruh lembar jawaban siswa dapat diindikasikan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah karena belum memenuhi hampir semua indikator kemampuan komunikasi matematis. Untuk itu pembelajaran matematika yang berorientasi pada kemampuan siswa untuk menyatakan suatu situasi ke dalam bahasa atau model matematika perlu diperhatikan.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah siswa tidak aktif bahkan cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan kegiatan MGMP yang rutin dilakukan diketahui bahwa guru masih menjadi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Selain itu, pendekatan yang biasa dilakukan guru tidak selalu melibatkan siswa secara aktif seperti masih sering menggunakan metode ceramah dan langsung memberikan materi kepada siswa.

Pendekatan ini sangat tidak mendukung dengan kondisi tempat duduk siswa yang telah diatur dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Guru sangat jarang menggunakan pendekatan yang mampu melibatkan siswa secara aktif. Guru belum sepenuhnya melakukan pendekatan yang mampu meningkatkan peran aktif siswa melainkan guru yang masih memegang peranan penting. Untuk itulah perlu diperhatikan pemilihan berbagai pendekatan, strategi, metode, teknik dan model pembelajaran yang merupakan suatu hal yang utama untuk melihat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dengan pemilihan metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran,


(21)

8

diharapkan siswa tidak hanya sekedar menghafal melainkan mulai terbiasa untuk berpikir dan selanjutnya memahami materi yang disampaikan oleh guru.

Pendekatan saintifik adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered approach) sehingga siswa lebih aktif, seperti yang dinyatakan oleh Hosnan (2014:34) berikut ini:

Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

Pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang menggunakan proses berpikir ilmiah. Atsnan dan Gazali (2013:429) menyatakan pendekatan saintifik dapat dijadikan sebagai jembatan untuk perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa. Sesuai materi Kemendikbud, dinyatakan bahwa dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pendekatan induktif (inductive reasoning) dari pada pendekatan deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk menarik simpulan secara keseluruhan. Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas.

Proses pembelajaran saintifik merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Pada setiap tahapan dalam pembelajaran yang


(22)

9

menggunakan pendekatan saintifik, dapat dilakukan penilaian autentik atau penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) yaitu proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa (Hosnan, 2014:388).

Model pembelajaran yang sering disandingkan dengan pendekatan saintifik adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat belajar salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Hossain dkk (2012:108) meyebutkan bahwa “cooperative learning is used as an alternative to traditional learning as it effectively promotes cognitive and affect outcomes, increases academic performance and helps to develop social skills that are required in the society”. Hal ini senada dengan tujuan model pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil belajar akademik siswa dan siswa dapat menerima berbagai keragaman serta pengembangan keterampilan sosial (Hosnan, 2014:234).

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru, model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Keberhasilan kerja dalam model pembelajaran kooperatif sangat dipengaruhi oleh keterlibatan seluruh anggota kelompok dalam menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan.

Secara umum berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis, langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang sering dilakukan guru di kelas adalah:


(23)

10

1. Penjelasan materi

Pada langkah ini, guru langsung menyajikan materi kemudian memberi contoh-contoh penyelesaian soal kepada siswa.

2. Memberi tugas kelompok

Masing-masing kelompok diberikan maksimal 5 soal yang dikerjakan siswa secara berkelompok. Namun kenyataan yang sering terjadi adalah hanya siswa yang pintar yang mengerjakan tugas tersebut.

3. Evaluasi hasil diskusi kelompok

Setelah waktu yang diberikan untuk berdiskusi selesai, guru meminta siswa untuk saling menukar lembar jawaban antar kelompok untuk diperiksa. Pada tahap ini, penguatan yang dilakukan guru sering hanya berupa perbaikan atas jawaban siswa apabila terjadi kesalahan.

Selanjutnya siswa diberikan soal untuk dijawab secara individu. Namun masih banyak siswa terutama siswa yang kurang pintar tidak mampu memahami soal sehingga menyontek kepada teman satu kelompoknya. Dari gambaran di atas terlihat guru sudah melakukan sebagian dari langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team-Achievement Divisions), namun belum maksimal dan masih menonjolkan pembelajaran langsung.

STAD adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan paling banyak diterapkan. Dalam STAD, guru menyampaikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka, selanjutnya siswa mengerjakan tugas untuk mendapatkan nilai kelompok dan terakhir siswa mengerjakan soal mengenai materi secara sendiri-sendiri dan tidak diperbolehkan untuk saling membantu (Slavin, 2005:143). Dengan dilaksanakannya model


(24)

11

pembelajaran kooperatif secara berkesinambungan dapat dijadikan sarana bagi guru untuk melatih dan mengembangkan siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Selain STAD, banyak tipe model pembelajaran kooperatif diantaranya yaitu Group Investigation (GI). Şimşek dkk (2013:5) menuliskan bahwa “Group investigation: Expanding cooperative learning. Working in small cooperative groups, students investigate a specific topic. The study issue is then divided into working sections among the members of the groups. Model pembelajaran ini mengharuskan guru menyiapkan masalah untuk sekelompok siswa pada jenjang kemampuan tertentu. Akcay dan Doymus (Sari dkk: 2014) menyatakan dalam pembelajaran GI siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan bekerja di antara anggota kelompok.

Siswa menghadapi masalah yang kemudian diarahkan kepada menemukan konsep atau prinsip. Siswa mengumpulkan informasi, analisis, perencanaan, dan mengintegrasikan data dengan siswa dalam kelompok lain. Dalam proses ini, guru harus menjadi pemimpin kelas dan memastikan bahwa siswa memahami penjelasan. Guru berkeliling di antara kelompok-kelompok yang ada untuk melihat bahwa para siswa bisa mengolah tugasnya dan membantu tiap kesulitan yang dihadapi dalam interaksi kelompok termasuk kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran. Karena siswa secara bersama-sama menemukan konsep atau prinsip, maka diharapkan konsep tersebut tertanam dengan baik pada diri siswa yang pada akhirnya siswa menguasai konsep atau prinsip yang baik pula. Dalam Group Investigation, siswa dituntut untuk bekerja dalam kelompok. Kegiatan yang akan dilakukan siswa mulai dari


(25)

12

merencanakan dan melaksanakan penyelidikan sampai mensintesis temuan dalam presentasi kelompok di depan kelas. Sehingga diharapkan metode ini dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Lebih banyaknya peran siswa dibandingkan guru dalam kegiatan pembelajaran menjadi salah satu pertimbangan banyaknya peneliti baik di dalam maupun luar negeri yang menerapkan tipe ini.

Selain itu, kemampuan siswa berbeda-beda dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Hal ini bisa dipengaruhi oleh kemampuan awal matematika siswa. Menurut Krutetski (Fauzi, 2011:9), telah banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa siswa yang berada pada kelompok kemampuan awal yang baik akan memperoleh prestasi yang tinggi. Dengan demikian dapat diduga bahwa siswa yang memiliki kemampuan awal matematis tinggi kemungkinan tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tes kemampuan komunikasi matematis. Sementara itu, siswa yang memiliki kemampuan awal matematis sedang dan rendah, kemungkinan akan kesulitan dalam menyelesaikan tes yang sama.

Perbedaan kemampuan matematis yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah tidak hanya karena bawaan dari lahir dan kemampuan awalnya tetapi bisa juga dipengaruhi oleh lingkungan belajarnya. Menurut Ruseffendi (1991) setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai serta ada yang biasa-biasa saja serta kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir (hereditas), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat


(26)

13

meningkatkan kemampuan matematis siswa yang memiliki kemampuan awal matematika yang heterogen.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menduga bahwa terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa dari dua tipe pembelajaran kooperatif tersebut melalui pendekatan saintifik. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ”Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan Tipe STAD Berbasis Saintifik di SMPN 1 Bendahara.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran di kelas masih belum baik dan tergolong rendah.

2. Siswa belum sepenuhnya mampu menyelesaikan soal dengan benar.

3. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah belum memenuhi langkah-langkah penyelesaian yang benar.

4. Model pembelajaran yang diterapkan guru di kelas dalam menyampaikan materi pelajaran tidak melibatkan siswa secara aktif.

5. Pendekatan pembelajaran yang sering dilakukan masih berpusat pada guru.

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan judul penelitian dan identifikasi masalah di atas, serta mengingat keterbatasan waktu, dan agar penelitian ini nantinya lebih terfokus


(27)

14

pada permasalahan, maka perlu membatasi masalah. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan Tipe STAD Berbasis Saintifik.

2. Interaksi antara penerapan model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

3. Proses jawaban siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam menyelesaikan masalah pada tes kemampuan komunikasi matematis.

4. Proses jawaban siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam menyelesaikan masalah pada tes kemampuan komunikasi matematis.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah dan batasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan tipe STAD berbasis saintifik?

2. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa?

3. Bagaimana proses jawaban siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam menyelesaikan masalah pada tes kemampuan komunikasi matematis?


(28)

15

4. Bagaimana proses jawaban siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam menyelesaikan masalah pada tes kemampuan komunikasi matematis?

1.5. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki kualitas belajar matematika siswa. Dalam penelitian ini tujuan dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan tipe STAD berbasis saintifik.

2. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

3. Untuk mengetahui proses jawaban siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam menyelesaikan masalah pada tes kemampuan komunikasi matematis.

4. Untuk mengetahui proses jawaban siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam menyelesaikan masalah pada tes kemampuan komunikasi matematis.

1.6. Manfaat Penelitian

Dengan berakhirnya penelitian ini nantinya maka diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai berikut:


(29)

16

1. Menjadi bahan masukan bagi kepala sekolah dalam memberdayakan kebijakan penerapan model pembelajaran inovatif sebagai upaya meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran matematika di sekolah.

2. Menjadi acuan bagi guru dalam memilih model dan pendekatan pembelajaran yang relevan dalam bidang matematika dan memberi dampak positif terhadap siswa maupun guru itu sendiri.

3. Menambah pengalaman bagi siswa dalam mengikuti pembelajaran yang menyenangkan dan melibatkan siswa secara aktif yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematikanya

4. Merupakan alternatif dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa terkait dengan konsep matematika yang telah dipelajari dan yang dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari.


(30)

129 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan temuan peneliti dari lapangan tentang perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis saintifik, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas petanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah, diataranya:

1. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis saintifik.

2. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

3. Proses jawaban siswa pada tes kemampuan komunikasi matematis melalui pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yang termasuk kategori baik sebanyak 44,80%, kategori cukup sebanyak 39,08% dan kategori kurang baik sebanyak 16,13%.

4. Proses jawaban siswa pada tes kemampuan komunikasi matematis melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD yang termasuk kategori baik sebanyak 74,48%, kategori cukup sebanyak 18,75% dan kategori kurang baik sebanyak 6,08%. Hal ini menunjukkan bahwa proses jawaban siswa yang diberi


(31)

130

pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibanding dengan siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis saintifik baik diterapkan pada pembelajaran matematika di kelas, karena dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

b. Dari tiga indikator kemampuan komunikasi matematis, yaitu menuliskan ide matematis ke dalam model matematika, menghubungkan gambar dan diagram ke dalam ide matematis, menuliskan prosedur penyelesaian, kelemahan siswa paling banyak ditemui adalah menuliskan prosedur penyelesaian. Oleh karena itu, dalam setiap pembelajaran sebaiknya siswa dibiasakan untuk menuliskan prosedur penyelesaian dengan menggunakan strategi lain.

c. Guru matematika sebaiknya harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran berupa buku-buku yang relevan, LAS, RPP, dan media pembelajaran yang baik pula agar model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis saintifik lebih efektif diterapkan pada pembelajaran matematika di kelas.


(32)

131

d. Guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan dalam meningkatkan kemampuan matematika siswa dengan cara mereka sendiri sehingga dalam belajar matematika mereka lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis saintifik, pada pokok bahasan yang berbeda dengan waktu penelitian yang lebih lama, agar hasil yang diperoleh mencapai maksimal.

2. Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan melakukan penelitian aspek-aspek kemampuan matematis yang lain yaitu kemampuan pemahaman, penalaran, koneksi, dan representasi matematis secara lebih terperinci dan melakukan penelitian di tingkat sekolah yang belum terjangkau oleh peneliti saat ini.

3. Untuk peneliti yang ingin meneliti kemampuan komunikasi matematis lebih lanjut, ataupun kemampuan matematis lain, hendaknya perlu diperhatikan perkembangan siswa untuk setiap indikator kemampuan yang akan diukur, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

3. Bagi Lembaga Terkait

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis saintifik dapat dijadikan


(33)

132

sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa sehingga dapat dijadikan masukan dan bahan referensi bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk materi atau pokok bahasan matematika yang lain.


(34)

133

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B.I. 2009. Komunikasi Matematik; Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Pena.

Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta. Ariyanto. 2012. Penerapan Teori Ausubel pada Pembelajaran Pokok Bahasan

Pertidaksamaan Kuadrat di SMU. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Surakarta.

Asikin, M. 2001. Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional RME, Universitas Sanata Darma, Yogyakarta.

Asmin & Mansur, A. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan Modern. Medan: Larispa

Atsnan, M.F. & Gazali, R.Y. 2013. Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). Prosiding. ISBN: 978-979-16353-9-4, Hal: 429-436. FMIPA: UNY.

Darkasyi, M., Johar, R. & Ahmad, A. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi Siswa dengan Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning pada Siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe. Jurnal Didaktik Matematika. 1(Vol 1): 22, hal: 21-34.

Depdiknas. 2006. Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. (Online). (http://www.puskur.or.id/data/ringkasankbm.pdf, diakses tanggal 5 Mei 2015).

Effendi, L. A. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 13 No. 2 Oktober 2012: hal: 1-10. ISSN 1412-565X.

Fahradina, N., Ansari, B.I. & Saiman. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan Menggunakan Model Investigasi Kelompok. Jurnal Didaktik Matematika. Vol.1 No.1: hal:54-64.

Fauzi, KMS. M. A. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.


(35)

134

Fitriana, L. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Tipe Group Investigation (GI) dan STAD Terhadap Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Gagne, R. 1982. Prinsip-Prinsip Belajar-Mengajar. Bandung: Alumni. Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Bandung: Armico.

Handayani, D. 2011. Modifikasi Quantum Learning dan Metode Ekspositori untuk Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis tidak diterbitkan. Palembang: Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Hariyanto. 2000. Perbandingan Hasil Belajar Matematika antara Siswa yang

Pembelajarannya Menggunakan Model Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Model Tradisional di Kelas II MAN Jember. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : PPS UPI.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hossain, M.A., Tarmizi, R.A. & Ayub, A.F.M. 2012. Collaborative and Cooperative Learning in Malaysian Mathematics Education. Journal. IndoMS. J. M. E, Vol. 3 No. 2 July 2012, pp. 103-114.

Juanda, M. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Means-Ends Analysis. Tesis tidak diterbitkan. Banda Aceh: PPS Universitas Syah Kuala. Kahn, G.N. & Inamullah, H.M. 2011. Effect of Student’s Team Achievement

Division (STAD) on Academic Achievement of Student. Journal. Asian Social Scene Vol. 7 No.12 December 2011, pp. 211-215.

Kemendikbud. 2013. (Online). http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/2011 Kerlinger, F.N. 1986. Asas-asas Penelitian Behavioral. Terjemahan oleh Landung

R. Simatupang. 1996. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Killen, R. 1998. Effective Teaching Strategies. Second Edition. Australia : Social Science Press.

Lambertus, Bey A., Anggo M., Fahinu, Sudia, M., Kadir. 2014. Developing Skills Resolution Mathematical Primary School Students. International Journal of Education and Research, 2 (10): 601-614.


(36)

135

Maharani, I., Hasratuddin & Syahputra, E. 2013. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED. Vol. 09 No. 3, Hal: 201-212. ISSN 1693 – 7732.

Marlina, Ikhsan, M. & Yusrizal. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Self-Efficacy Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Diskursif. Jurnal Didaktik Matematika. Vol. 1 No. 1, Hal: 35-45.

Muncarno. 2008. Penerapan Model penyelesaian Soal Cerita dengan Langkah- Langkah Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas 1 SMP. Jurnal Nuansa Pendidikan. Vol.VI. No.1. Lampung: LPMP Universitas Lampung.

Nurhadi, Burhan, Y. & Senduk, A.G. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Learning and Teaching/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Nurlaelah, E. 2009. Pengembangan Bahan Ajar Struktur Aljabar yang Berbasis Program Komputer dan Tugas Resitasi untuk Meningkatkan Kreativitas dan Daya Matematik Mahasiswa. Jurnal Pengajaran MIPA. Vol. 14 No. 2, Hal: 10.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Executive Summary: Principles And Standars for School Mathematic (online). Reston: NCTM. (http://www.nctm.org/)

Prihaswati, M. 2014. Keefektifan Buku Peserta Didik (BPD) dengan Metode Group Investigation Berbasis Kontekstual untuk Menunjang Pembelajaran Matematika Materi Segitiga SMP. Jurnal Unimus. JKPM, Volume 1 Nomor 1 Januari 2014, hal: 47-53. ISSN: 2339-2444.

Ramdani, Y. 2011. Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematika Tingkat Tinggi Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Prosiding. SNaPP2011 Sains, Teknologi dan Kesehatan. ISSN 2089-3582.

Riduwan. 2009. Pengantar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Ruseffendi. 1991. Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito. _______. 2005. Dasar – Dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidang Non Eksata

Lainnya. Bandung:Tarsito.

Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press.


(37)

136

Sabandar, J. 2007. Berpikir Reflektif. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika, FPMIPA UPI, Bandung.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sardiman, A.M. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sari R.I., Budiyono & Subanti, S. 2014. Eksperimentasi Model Pembelajaran Group Investigation (GI) dan Think Talk Write (TTW) dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) pada Materi Relasi dan Fungsi Ditinjau dari Kreativitas Belajar Siswa Kelas VIII Semester 1 SMP N di Kabupaten Sragen. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika. Vol.2 No.6, hal 589-600, Agustus 2014. ISSN: 2339-1685.

Şimşek, U., Yilar, B. & Küçük, B. 2013. The Effects of Cooperative Learning Methods on Students’ Academic Achievements in Social Psychology

Lessons. International Journal on New Trends in Education and Their Implications. Volume: 4 Issue: 3 Article: 01 ISSN 1309-6249.

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning;Teori, Riset dan Praktek. Bandung: Nusa Media.

Steinbring, H., Bartolini, M.G.B & Sierpinska, A. 2001. Language and Communication in The Mathematics Classroom. Book Reviews. ZDM 2001 Vol. 33 (1). ISBN 0-87353-441-7.

Sudijono, A. 2010. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Sudjana. 1985. Disain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.

______ . 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudrajat, A. 2013. Pendekatan Saintifik Ilmiah dalam Proses Pembelajaran

(Online),

(https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/07/18/pendekatan-saintifikilmiah-dalam-proses-pembelajaran/, diakses 11 Oktober 2015). Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


(38)

137

Suherman, E. dan Winataputra,S.U. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas terbuka, Departemen Pendidikan.

Sumarmo, U. 2003. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan dalam Pelatihan Guru Matematika di jurusan Matematika ITB, Bandung, April 2004.

Suprijono, A. 2010. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Surya, E. dan Rahayu, R. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Ar-Rahman Percut Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA. Vol: 7, No: 1 Hal: 24-34.

Suwito, U. 1999. Komunikasi untuk Pembangunan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Tanzeh, A. 2009. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasiya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Bandung: Lauser Cita Pustaka. Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Widyantini, T. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan


(1)

132

sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa sehingga dapat dijadikan masukan dan bahan referensi bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk materi atau pokok bahasan matematika yang lain.


(2)

133

Ansari, B.I. 2009. Komunikasi Matematik; Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Pena.

Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta. Ariyanto. 2012. Penerapan Teori Ausubel pada Pembelajaran Pokok Bahasan

Pertidaksamaan Kuadrat di SMU. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Surakarta.

Asikin, M. 2001. Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional RME, Universitas Sanata Darma, Yogyakarta.

Asmin & Mansur, A. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan Modern. Medan: Larispa

Atsnan, M.F. & Gazali, R.Y. 2013. Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). Prosiding. ISBN: 978-979-16353-9-4, Hal: 429-436. FMIPA: UNY.

Darkasyi, M., Johar, R. & Ahmad, A. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi Siswa dengan Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning pada Siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe. Jurnal Didaktik Matematika. 1(Vol 1): 22, hal: 21-34.

Depdiknas. 2006. Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. (Online). (http://www.puskur.or.id/data/ringkasankbm.pdf, diakses tanggal 5 Mei 2015).

Effendi, L. A. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 13 No. 2 Oktober 2012: hal: 1-10. ISSN 1412-565X.

Fahradina, N., Ansari, B.I. & Saiman. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan Menggunakan Model Investigasi Kelompok. Jurnal Didaktik Matematika. Vol.1 No.1: hal:54-64.

Fauzi, KMS. M. A. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.


(3)

134

Fitriana, L. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Tipe Group Investigation (GI) dan STAD Terhadap Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Gagne, R. 1982. Prinsip-Prinsip Belajar-Mengajar. Bandung: Alumni. Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Bandung: Armico.

Handayani, D. 2011. Modifikasi Quantum Learning dan Metode Ekspositori untuk Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis tidak diterbitkan. Palembang: Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Hariyanto. 2000. Perbandingan Hasil Belajar Matematika antara Siswa yang

Pembelajarannya Menggunakan Model Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Model Tradisional di Kelas II MAN Jember. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : PPS UPI.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hossain, M.A., Tarmizi, R.A. & Ayub, A.F.M. 2012. Collaborative and Cooperative Learning in Malaysian Mathematics Education. Journal. IndoMS. J. M. E, Vol. 3 No. 2 July 2012, pp. 103-114.

Juanda, M. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Means-Ends Analysis. Tesis tidak diterbitkan. Banda Aceh: PPS Universitas Syah Kuala. Kahn, G.N. & Inamullah, H.M. 2011. Effect of Student’s Team Achievement

Division (STAD) on Academic Achievement of Student. Journal. Asian Social Scene Vol. 7 No.12 December 2011, pp. 211-215.

Kemendikbud. 2013. (Online). http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/2011 Kerlinger, F.N. 1986. Asas-asas Penelitian Behavioral. Terjemahan oleh Landung

R. Simatupang. 1996. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Killen, R. 1998. Effective Teaching Strategies. Second Edition. Australia : Social Science Press.

Lambertus, Bey A., Anggo M., Fahinu, Sudia, M., Kadir. 2014. Developing Skills Resolution Mathematical Primary School Students. International Journal of Education and Research, 2 (10): 601-614.


(4)

Maharani, I., Hasratuddin & Syahputra, E. 2013. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED. Vol. 09 No. 3, Hal: 201-212. ISSN 1693 – 7732.

Marlina, Ikhsan, M. & Yusrizal. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Self-Efficacy Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Diskursif. Jurnal Didaktik Matematika. Vol. 1 No. 1, Hal: 35-45.

Muncarno. 2008. Penerapan Model penyelesaian Soal Cerita dengan Langkah- Langkah Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas 1 SMP. Jurnal Nuansa Pendidikan. Vol.VI. No.1. Lampung: LPMP Universitas Lampung.

Nurhadi, Burhan, Y. & Senduk, A.G. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Learning and Teaching/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Nurlaelah, E. 2009. Pengembangan Bahan Ajar Struktur Aljabar yang Berbasis Program Komputer dan Tugas Resitasi untuk Meningkatkan Kreativitas dan Daya Matematik Mahasiswa. Jurnal Pengajaran MIPA. Vol. 14 No. 2, Hal: 10.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Executive Summary: Principles And Standars for School Mathematic (online). Reston: NCTM. (http://www.nctm.org/)

Prihaswati, M. 2014. Keefektifan Buku Peserta Didik (BPD) dengan Metode Group Investigation Berbasis Kontekstual untuk Menunjang Pembelajaran Matematika Materi Segitiga SMP. Jurnal Unimus. JKPM, Volume 1 Nomor 1 Januari 2014, hal: 47-53. ISSN: 2339-2444.

Ramdani, Y. 2011. Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematika Tingkat Tinggi Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Prosiding. SNaPP2011 Sains, Teknologi dan Kesehatan. ISSN 2089-3582.

Riduwan. 2009. Pengantar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Ruseffendi. 1991. Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito. _______. 2005. Dasar – Dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidang Non Eksata

Lainnya. Bandung:Tarsito.

Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press.


(5)

136

Sabandar, J. 2007. Berpikir Reflektif. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika, FPMIPA UPI, Bandung.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sardiman, A.M. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sari R.I., Budiyono & Subanti, S. 2014. Eksperimentasi Model Pembelajaran Group Investigation (GI) dan Think Talk Write (TTW) dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) pada Materi Relasi dan Fungsi Ditinjau dari Kreativitas Belajar Siswa Kelas VIII Semester 1 SMP N di Kabupaten Sragen. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika. Vol.2 No.6, hal 589-600, Agustus 2014. ISSN: 2339-1685.

Şimşek, U., Yilar, B. & Küçük, B. 2013. The Effects of Cooperative Learning Methods on Students’ Academic Achievements in Social Psychology Lessons. International Journal on New Trends in Education and Their Implications. Volume: 4 Issue: 3 Article: 01 ISSN 1309-6249.

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning;Teori, Riset dan Praktek. Bandung: Nusa Media.

Steinbring, H., Bartolini, M.G.B & Sierpinska, A. 2001. Language and Communication in The Mathematics Classroom. Book Reviews. ZDM 2001 Vol. 33 (1). ISBN 0-87353-441-7.

Sudijono, A. 2010. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Sudjana. 1985. Disain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.

______ . 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudrajat, A. 2013. Pendekatan Saintifik Ilmiah dalam Proses Pembelajaran (Online), (https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/07/18/pendekatan-saintifikilmiah-dalam-proses-pembelajaran/, diakses 11 Oktober 2015). Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


(6)

Suherman, E. dan Winataputra,S.U. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas terbuka, Departemen Pendidikan.

Sumarmo, U. 2003. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan dalam Pelatihan Guru Matematika di jurusan Matematika ITB, Bandung, April 2004.

Suprijono, A. 2010. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Surya, E. dan Rahayu, R. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Ar-Rahman Percut Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA. Vol: 7, No: 1 Hal: 24-34.

Suwito, U. 1999. Komunikasi untuk Pembangunan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Tanzeh, A. 2009. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasiya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Bandung: Lauser Cita Pustaka. Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Widyantini, T. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan


Dokumen yang terkait

Perbandingan antara model pembelajaran cooperative learning tipe stad dengan pembelajaran konvensional dalam rangka meningkatkan hasil belajar PAI (eksperimen kelas XI SMA Negeri 3 Tangerang)

2 14 159

Peningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation

0 15 189

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sdit Bina Insani ( Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Sdit Bina Insani Kelas V Semester Ii Serang-Banten )

0 3 184

IMPLEMENTASI METODE KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

0 6 183

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FSLC (Formulate-Share-Listen-Create) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

16 28 186

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DITINJAU DARI KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP MATEMATIS SISWA

0 5 53

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN THINK PAIR SHARE (TPS).

0 4 44

PERBEDAAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI SMP NEGERI 1 PULAU RAKYAT.

2 17 46