Risâlah al-Nûr

E. Risâlah al-Nûr

1. Proses Penulisan

  Proses penulisan Risâlah al-Nûr merupakan suatu proses perjalanan panjang yang mengisahkan bagian dari kehidupan Nursi, suatu narasi kehidupan

  62 Afriyantoni, “Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda Menurut Bediuzzaman Said Nursi, ” (S2 Program Pascasarjana, Jurusan Ilm u Pendidikan Islam, Konsentrasi

  Pemikiran Pendidikan Islam, IAIN Raden Fatah Palembang, 2007), h. 91 -94, diakses dari http:www.risalahnur.com?page_id=34, tgl. 27 Oktober 2009. Buku -buku lain itu diantaranya “Al-Ayat al-Kubra; Menemukan Tuhan Pada Wajah Alam Semesta ” yang berisikan tentang Tauhid, dan bagaimana manusia bisa memahami kebenaran Tuhan lewat ciptaanNya alam semesta, “Tuntunan Bagi Perempuan ” yang berisikan tentang pesan -pesan Nursi bagi perempuan dan juga membahas tentang cinta dalam perspektif islam, dua buku ini diterbitkan di Jakarta oleh Penerbit Anatolia tahun 2009. Ada juga buku “ Dari Balik Lembaran Suci ” diterjemahkan dari The Mysteries of The Qur'an, “Dimensi Abadi Kehidupan” diterjemahkan dari The Resurrection and The Hereafter, “Alegori Kebenaran Ilahi” diterjemahkan dari Humanity; Belief and Islam, “ Al- Ahad; Menikmati Ekstase Spiritual Cinra Ilahi ” diterjemahkan dari Existance and Divine Unity. Keempat buku ini sebagian besar diambil dari cuplikan kitab Sozler dan Mektubat, dikumpulkan secara tematik dan dicetak dalam sebuah buku. Keempat buku ini diterbitkan di Jakarta oleh penerbit Siraja pada tahun 2003.

  63 40 bahasa tersebut, di antaranya adalah: Bahasa India, Hungaria, Indonesia, Itali,

  Jepang, Kazakstan, Kirgistan, Korea, Bahasa Kurdi, Masedonia, Melayu, Ottoman, Persia, Portugis, Rumania, Rusia, San sekerta, Spanyol, Swedia, Filipina, Tatar, Thailan, , Uigur, Urdu, Usbekistan, Afganistan, Albania, Arab, bahasa Azarbaijan, Banglades, Bosnia, Bulgaria, Cina, Denmark, Belanda, Inggris, Perancis, Georgia, Jerman, Yunani, Gujarat. The World is Reading Risale-i Nur (Istanbul; Sözler Publication).

  yang penuh makna bagi generasi setelahnya. Perjuangan untuk kebenaran yang diyakini, perjuangan dengan semangat yang tak pernah padam.

  Ketika Nursi berada di Istanbul, eksistensi dan kapasitas keilmuannya mulai dikenal masyarakat luas. Dan pada tahun 1910 M. Nursi menuju ke kota

  Van setelah dia dinyatakan bebas oleh pengadilan. 64 Disana dia mengisi hari - harinya dengan mengajar masyarakat dan membimbing pada kebenaran. Dan

  disanalah beliau menyusun bukunya al-Munâzarât (merupakan salah satu judul dalam karyanya Saiqâl al-Islâm), yang kemudian diterbitkan di Istanbul pada

  Tahun 1913 M. 65

  Pada musim dingin tahun 1911 M. Nursi berkunjung ke Syam, di sana dia berkesempatan menyampaikan khutbahnya di Masjid Raya Umawi Damaskus, yang kemudian pidato tersebut dicetak dan diterbitkan dengan judul al-Khutbatu al-Syâmiyyah, berisikan tentang penyak it-penyakit yang melanda umat Islam saat

  itu serta obatnya. 66 Lima tahun kemudian tepatnya pada tanggal 16 Februari 1916 M. Rusia berupaya menguasai Anatoli dan berhasil menduduki kota Ardaru m.

  Nursi bersama para muridnya turut serta dalam menghadapi tentara Rusia, dan selama dalam pertempuran tersebut Nursi berhasil menyusun tafsirnya Isyârât al- I’jâz Fî Mazhân al-Ijâz, yang penyusunannya dengan cara beliau diktekan kepada

  muridnya yang bernama Habib 67 di dalam medan peperangan.

  64 Nursi didakwa terlibat dalam peristiwa 31 Maret 1909 M. yaitu pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok al-Ittihâd Wa al-Tarâqî atau Vahide menyebutnya dengan Komite

  Persatuan dan Kemajuan ( Committee of Union and Progres , CUP), dia ditangkap dan dibawa ke Mahkamah Militer, dia juga dituduh terlibat dengan Serikat Muhammad ( al-Ittihâd al- Muhammadî) yang disinyalir menjadi penyebab terjadinya pemberontakan, namun akhirnya dia dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Lihat Vahide, Bediuzzaman, h. 75, lihat juga Salih, Said Nursi, h. 24.

  65 Salih, Said Nursi, h. 26. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Sîrah Dzâtiyyah Penerjemah Ihsân Qâsim al -Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004) h. 113.

  66 Salih, Said Nursi, h. 26. Lihat Nursi, Sîrah Dzâtiyyah, h. 115. 67 Salih, Said Nursi, h. 29. Dan lihat Nursi, Sîrah Dzâtiyyah, h. 124.

  Empat tahun berselang, tepatnya pada tanggal 16 Maret 1920 M. ketika Istanbul berada di bawah kekuasaan Inggris, Nursi berh asil menyelesaikan buku yang berjudul al-Khutuwât al-Sitti (enam langkah), berisi refleksi Nursi terhadap kebijakan Inggris dan mengklarifikasi berbagai isu yang berkembang di

  masyarakat dengan diperkuat dalil yang argumentatif. 68

  Buku Isyârât al-I’jâz Fî Mazhân al-Ijâz, adalah buku pertama yang diterbitkan dalam bahasa Arab. Kemudian pada tahun 1921 M. disusul

  diterbitkannya buku Qazil Ijâz Fî al-Mantîq. Dan selama beliau di Ankara 69 buku Dzail al-Dzail al-Habbâb dan beberapa bagian dari buku al-Matsnâwî al-‘Arabî

  al-Nûrî juga berhasil disusun oleh Nursi. Sedangkan karyanya dalam bahasa Turki, al-Sânihât terbit pada tahun 1923 M. dan sebelumnya yaitu pada tahun 1921 M. makalah-makalahnya terbit secara berturut -turut; Rumuz, Isyârât, Tulu’ât, Lama’ât, Syuâ’ât, Min Ma’rifah al-Nabi Saw., Nuqtah Min Ma’rifatillâh

  Jalla Jalâluhu. 70

  Hingga pada tahun 1925 Nu rsi ditangkap dan dibuang, karena dia dicurigai termasuk dalam golongan Syaikh Said Chiran yang memberontak terhadap

  pemerintahan 71 Mustafa Kemal waktu itu. Dan Nursi sampai di Barla, yaitu

  68 Salih, Said Nursi, h. 40. Lihat juga Nursi, Sîrah Dzâtiyyah, h. 144. 69 Pada waktu itu Ankara berada di bawah pimpinan Mustafa Kemal Attaturk, dan karena

  Nursi tersohor sebagai seorang ulama yang berpengaruh dan memusuhi kaum penjajah, maka beliau pun diundang oleh Mustafa Kamal untuk datang ke Ankara supaya bergabung denganny a. Akan tetapi ajakan itu ditolak oleh Nursi. Salih, Said Nursi, h. 41.

  70 Salih, Said Nursi, h. 43. Bandingkan dengan apa yang ditulis oleh Vahide, bahwa Nursi menerbitkan dua belas karyanya yang beberapa di antaranya adalah berupa tulisan ringkas,

  tepatnya sebelum bulan oktober 1921 M. karya -karya tersebut: Isyârat al-I’jâz (1918), Nokta (1918-1919) Hakikat Cekirdekleri 1 (1919-1920), Hutuvat-i Sittie (1929), Tuluat (1920-1921), Sunuhat (1919-1920), Lemeat (1921), dan Hakikat Cekirdekleri 2 (1920-1921). Lihat Vahide, Bediuzzaman, h. 173.

  71 Pemberontakan meletus di bawah pimpinan Syaikh Said Chiran, seorang pemimpin Tarîqah Naqsyabandiyyah dan juga seorang pemimp in terkemuka suku Kurdi. Salih, Said Nursi, h.

  45. Orang-orang Kurdi mulai menginginkan kemerdekaan semenjak dihapuskannya sistem kekhalifahan, dan disusunnya serangkaian undang -undang pada bulan Maret dan April 1924, yang semakin menjadikan negara tersebu t benar-benar sekuler. Disamping itu nasionalisme ke -Turkian

  tempat pembuangannya, 72 pada tahun 1926 M. dan di sinilah kemudian menjadi titik balik bagi perjalanan kehidupan Nursi, delapan setengah tahun lamanya

  beliau berada di sini, dan di sinilah Nursi menulis banyak bagian Risâlah al-Nûr, 73 Barla menjadi pusat terpancarnya “ cahaya keimanan” yang pada waktu itu

  hendak dipadamkan. Risalah pertama yang beliau susun di Barla adalah Risâlah al-Hasyr, risalah yang membahas tentang hari kiamat dan hari kebangkitan yang akan mengumpulkan semua manusia sejak Adam As. sampai manusia te rakhir di suatu tempat yang disebut Mahsyar dengan diilhami oleh al-Asmâ' al-Husnâ dan disertai dengan penjelasan yang argumentatif serta contoh -contoh yang mudah

  difaham. 74

  Setelah itu, Nursi dipindahkan ke Asbarithah pada tahun 1934 M. disana Nursi hanya memfokuskan diri untuk menyusun Risâlah al-Nûr, yakni risalah- risalah al-Iqtisâd, al-Ikhlâs, al-Hijâb, al-Isyârât al-Tsalâtsah, al-Mardâ, dan al-

  Syuyûkh. 75 Yang kesemuanya adalah kandungan dari kitab al-Lama'ât. Berkali- kali Nursi dipindah dari satu pengasingan ke pengasingan lain, selama dalam

  pengasingan dia selalu diawasi oleh polisi pada setiap kegiatan dan aktifitasnya, dan berkali-kali juga dia dimasukkan penjara -yang kemudian disebut dengan

  istilah Madrâsah Yûsufiyyah 77 - dengan berbagai macam tuduhan -tuduhan yang dialamatkan padanya meskipun akhirnya t idak terbukti.

  yang digalakkan pemerintah waktu itu dirasa merugikan identitas -identitas lainnya. Vahide, Bediuzzaman, h. 203.

  72 Tujuan pembuangan Nursi ke sebuah tempat terpencil adalah, supaya dia terlarut dalam dzikir dan ibadahnya, agar pengaruhnya pudar dan terlupakan oleh masyarakat, dan juga supaya

  ajarannya tidak tersebar luas. Salih, Said Nursi, h. 51.

  73 Vahide, Bediuzzaman, h. 213. 74 Salih, Said Nursi, h. 58. 75 Ibid., h. 65.

  76 Penamaan penjara dengan Madrâsah Yûsufiyyah, adalah terilhami dengan cerita kisah Nabi Yusuf yang juga dipenjara justru karena membela kebenaran yang diyakininya (QS. Yusuf,

  ayat 42). Salih, Said Nursi, h. 61. Lihat juga Vahide, Bediuzzaman, h. 245.

  Tercatat tiga kali Nursi dimasukkan penjara dengan tuduhan -tuduhan yang tidak benar. Mulai pada penjara Eskisehir 78 pada tahun 1935 M. kemudian ke

  penjara Denizli 80 pada tahun 1943 M. hingga menuju penjara Afyon 1948 M. akan tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat Nursi dan para pengikutnya untuk

  terus memperjuangkan kebenaran yang mereka yakini. Karena mereka bersemboyan bahwa penjara merupakan imbalan minimal yang harus diterima sebagai konsekwensi orang -orang beriman untuk mendapatkan manisnya Ri do Ilahi. Hal ini tidak menyurutkan semangat Nursi untuk memperjuangkan kebenaran dan memberikan pendidikan melalui cahaya al -Qur'an melalui Risâlah al-Nûr sampai akhir hayatnya. Hingga beliau meninggal pada hari Rabu 25

  Ramadhan 1379 H. atau 23 Maret 1960 M. 81 Justru di dalam beberapa Madrâsah

  Yûsufiyyah inilah kemudian lahir banyak karya -karya Nursi dari Risâlah al-Nûr.

  77 Secara umum, tuduhan yang selalu dialamatkan pada Nursi dan para muridnya, adalah bahwa dia dituduh membentuk organisasi bawah tanah, menghasut masyarakat agar memberontak

  pada pemerintahan yang sekuler, melakukan upaya untuk meruntuhkan sistem pemerintahan, dan juga menghina penguasa atau Mustafa Kemal. Salih, Said Nursi, h. 75.

  78 Hampir satu tahun Nursi berada di Eskisehir, dan disana dia berhasil menyusun karyanya al-Lam'ah yang kedua puluh delapan, d ua puluh sembilan, dan dan yang ketiga puluh .

  Salih, Said Nursi, h. 66. Vahide menambahi bahwa selama di Eskisehir Nursi juga sempat menulis Su’â (sinar pertama) dan Su’â (sinar kedua). Lihat Vahide, Bediuzzaman, h. 245. Dari Iski Syahr, pada tahun 1936 M. Nursi sempat diasingkan menuju Qastumi selama tujuh tahun. Di sana beliau terus berkarya dan menulis bagian Risâlah al-Nûr; Al-Syâ’â as-Sâbi’, al-Syâ’â al-Tsâlits, al-Syâ’â al-Râbi’, al-Syâ’â al-Tsâmin, al-Syâ’â al-Tâsi’, dan al-Syâ’â al-Khâmis. Lihat Salih, Said Nursi,

  h. 69.

  79 Nursi berada dalam penjara Denizli selama sembilan bulan, dan selama disana beliau berhasil menyusun Risâlah al-Tsamrah, yang ditulis dalam kertas lalu dipotong kecil -kecil

  kemudian dimasukkan ke dalam korek api. Kemudian secara sembunyi -sembunyi beliau melemparkannya melalui jedela kamarnya ke sel para muridnya -yang ikut dipenjara juga - untuk kemudian disalin oleh para m uridnya. Salih, Said Nursi, h. 78.

  80 Afyon adalah Madrasah Yusufiyyah terakhir bagi Nursi, selama dua puluh bulan beliau berada di sini. Dalam penjara ini, beliau tetap saja melaksanakan misi dakwahnya, dan b anyak

  para nara pidana dan penghuni penjara lainnya yang akhirnya mendapatkan hidayah dari Allah melalui perantara Nursi. Disamping beliau juga tetap menulis, dan berhasil menyeseaikan karyanya al-Sya’â yang kelima belas, yakni Risâlah al-Hujjah al-Zahrâ' yang berisikan dalil-dalil argumentatif tentang wujud Allah Swt. dan ke -esaan-Nya serta bahwa Muhammad Saw. adalah benar-benar seorang nabi akhir zaman. Salih, Said Nursi, h. 89.

  81 Salih, Said Nursi, h. 118.

2. Metodologi Penafsiran

  Kajian kritis terhadap al-Qur'an akan selalu memunculkan beragam penafsiran, baik dari segi metodologi maupun karakteristik penafsiran. Ketika berbicara tentang metodologi penafsiran al -Qur'an, banyak orang yang merujuk al-Farmawi yang memetakan metode penafsiran al -Qur'an menjadi empat bagian

  pokok, yaitu : tahlîlî, ijmâlî, muqâran, dan maudû’î. 82 Hal tersebut merupakan konsekwensi logis dari adanya keinginan umat Islam untuk mendialogkan al -

  Qur'an sebagai teks yang terbatas dengan perkembangan problem sosial kemanusiaan sebagai konteks yang tak terbatas.

  Ali Iyâzî dalam bukunya al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum memaparkan bahwa terdapat empat istilah yang berkaitan dengan metodologi

  penafsiran, yaitu : manhaj, tarîqah, laun, dan ittijâh. 83 Dari keempat metodologi ini, kemudian akan kita coba terapkan dalam konteks tafsir Risâlah al -Nûr karya

  Bediuzzaman Said Nursi.

  Pertama, dari sisi manhaj atau sumber penafsira n al-Qur'an, dibedakan

  menjadi dua, tafsîr bi al-ma'tsûr atau bi al-naqlî 84 dan tafsir bi al-ma'qûl atau bi

  al-ra'yî 85 . Perbedaan antara keduanya adalah perbedaan pada penekanan sumber penafsiran yang digunakan. Jika yang pertama lebih cenderung pada nu kilan

  82 ‘Abd Hayy al-Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î (Kairo: Al-Hadârah al- ‘Arabiyyah, 1997), h. 23.

  83 Muhammada ‘Alî Iyâzî, Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum (Teheran: Mu'assasah al-Tibâ’iyyah wa al-Nasr Wizarât al-Tsaqâfah wa al-Irsyâd al-Islâmî, 1373 H), h. 31-

  84 Tafsîr bi al-ma'tsûr atau bi al-naqlî adalah bentuk penafsiran yang ayat dengan ayat, ayat dengan hadits Nabi Saw. atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para sahabat, atau

  penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para tabi’in. Mu hammada Husein al-Dzahabî, Al-Tafsîr wa al- Mufassirûn,vol. 1 (Kairo: Madanî, 2000), h. 76.

  85 Tafsir bi al-ma'qûl atau bi al-ra'yî adalah penafsiran yang dilakukan dengan menggunakan akal atau rasio sebagai titik tolak. Dalam menjelaskan makna al -Qur'an, seorang

  mufassir berpegang pada pandangannya sendiri dan penyimpulan yang diadasarkan pada rasio, sesuai dengan kemampuan dan keilm uan yang dimilikinya. Manna’ al -Qattân, Mabâhits fi ‘Ulûm al-Qur'ân (t.tp.: Mansyûrât al-‘Ashr al-Hadîts, t.t.), h. 351.

  riwayat ataupun ayat, sedangkan yang kedua cenderung mengandalkan akal. Akan tetapi kategorisasi seperti ini tidaklah mutlak, karena yang pertama juga tidak akan mengabaikan peran akal sepenuhnya, dan begitu juga dengan yang kedua, tidak berarti meninggalkan nukilan riwayat sepenuhnya . Oleh karena itu, kategorisasi tersebut adalah bermakna dominasi, yaitu mana yang lebih dominan dalam sebuah karya tafsir.

  Dalam konteks tafsir Risâlah al-Nûr karya Nursi, dapat dikatakan bahwa Nursi mempunyai metode dan cara khusus dalam penafsira nnya. Dalam metode penafsiran berdasarkan sumber penafsirannya, dia menggunakan metode penafsiran bi al-Ra'yi atau pendekatan logika. Hal ini dapat dilihat bahwa, dalam tafsirnya Nursi banyak menggunakan penjelasan -penjelasan yang logis dan tidak jarang memberikan berbagai contoh yang dekat dengan kehidupan supaya lebih mudah dipahami.

  Adapun kerangka berfikir yang digunakan Nursi adalah dengan menggunakan kaidah yang berbeda dari kaidah yang ada umum nya. Kaidah umum kausalitas atau “sebab-akibat” (al-Mu’tsir ‘alâ al- tsar) tidak digunakan, akan tetapi digunakan kerangka berfikir secara terbalik oleh Nursi yaitu dengan

  kaidah “akibat-sebab” (al- tsar ‘alâ al-Mu’tsir) 86 , karena menurut Nursi

  pengambilan dalil dengan menggunakan metode ini lebih selamat . 87

  Bagi Nursi pengambilan dalil pada metode “akiba t-sebab” telah memalingkan pandangan man usia pada hikmah suatu peristiwa atau kejadian alam

  86 Seperti contoh adanya api menimbulkan adanya asap, adalah contoh al-Mu’tsir ‘alâ al- tsar atau “sebab-akibat”, sedangkan contoh asap disebabkan oleh adanya api disebut al- tsar

  ‘alâ al-Mu’tsir atau “akibat-sebab”. Menutur Nursi pengambilan dalil dengan menggunakan metode “akibat-sebab” dianggap lebih selamat, karena mencari penyebab timbulnya asap itu lebih selamat, karena bisa jadi penyebab asap itu bukan api. Lihat Salih, Said Nursi, h. 205.

  87 Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Isyârât al-I’jâz (Qâhirah: Sözler, 2004), h. 150

  baik akibat yang telah diketahui atau belum diketahui. Nursi memilih definisi berdasarkan sebab yang sebenarnya yaitu Sifat -sifat Allah dan Nama-nama-Nya yang Indah. Setiap kali ilmu modern mendengungkan berbagai macam penemuan barunya, maka penemuan tersebut akan menjadi perantara untuk memahami sesuatu yang lebih jelas bagi masalah keimanan. Metode Risâlah al-Nûr terangkum dalam ungkapan “ setiap kali zaman ini menjadi muda, maka al -Qur'an akan lebih bertambah muda dan indah dengan simbol -simbolnya yang menjadi

  jelas.” 88 Dari sini jelas bahwa Nursi dalam menyusun Risâlah al-Nûr adalah tidak lepas dari pengaruh dan merespon kondisi dunianya waktu itu.

  Dalam tafsir Risâlah al-Nûr, Nursi menjadikan al-Qur'an sebagai satu- satunya rujukan dalam penulisan tafsirnya. Jadi dalam tafsirnya, hampir tidak kita temukan rujukan yang diambil Nursi dari kitab lain, karena memang hanyalah al - Qur'an yang dijadikan rujukan. Proses penulisan dan juga rujukan yang digunakan Nursi dalam menyusun tafsirnya Risâlah al-Nûr adalah suatu yang tidak lazim dan istimewa, seperti dikatakan oleh Ihsan Kasim Salih :

  Risâlah al-Nûr dan penerbitannya merupakan sesuatu yang sangat istimewa dalam sejarah dakwah Islam modern. Hal ini berdasarkan asumsi, bahwa risalah Said Nursi tidak banyak yang dit ulis secara langsung oleh dirinya. Oleh karena itu, kebanyakan dari risalah -risalah beliau selalu didiktekan kepada sebagian para muridnya. Kemudian naskah asli dari risalah -risalah tersebut bereda r dan tersimpan di antara mereka yang selama ini bertugas m enyalin dan mencatatnya. Selanj utnya seluruh naskah tersebut di serahkan kepadanya untuk dikoreksi ulang satu - persatu. Dari seluruh risalah karyanya ini, beliau hanya menjadikan al - Qur'an sebagai satu-satunya sumber rujukan. Semua ini terjadi berkat Rahmat yang dilimpahkan Allah kepadanya, yakni bahwa beliau diberi anugrah berupa daya ingat yang luar biasa dan daya hafal yang sangat mengagumkan. Dengan demikian, saat -saat menyusun risalahnya, beliau hanya bersandar pada al -Qur'an dan ilmu-ilmu agama yang pernah

  88 Lihat Salih, Said Nursi, h. 205.

  dibaca pada awal masa kehidupannya yang tersimpan dalam ingatannya. 89

  Menurut Nursi, tidak ada penafsiran yang paling benar, akan tetapi yang ada hanyalah perbedaan pendekatan terhadap al -Qur'an yang ditentukan oleh

  perbedaan tujuan dan motivasi. 90 Hal ini mengacu pada relativitas kebenaran

  dalam penafsiran dan juga menegaskan bahwa pandangan -pandangannya tidak selamanya benar dan harus didengar serta wajib diikuti.

  Kedua, dari sisi tarîqah atau metode dan cara menafsirkan al -Qur'an. Bila mengikuti pemetaan yang digunakan ‘Abd al -Hayy al-Farmawî, maka cara

  menafsirkan dapat dibedakan menjadi empat; tahlîlî, 91 ijmâlî, 92 muqâran 93 dan

  maudû’î. 94

  Dalam menyusun kitabnya Risâlah al-Nûr, Said Nursi menggunakan metode tematik atau maudû'î jika dilihat dari cara penyajiannya . Nursi

  89 Iibid., h.58.

  90 Penafsiran dan penerjemahan yang benar dan pasti terhadap al -Qur'an adalah tidak mungkin. Keunggulan gaya bahasa al -Qur'an yang merupakan elemen di dalam keajaiban

  maknanya, sama sekali tidak dapat ditiru dalam terjemahan. Jangankan menirunya, menjelaskan dan menerangkan kebenaran dan kenikmatan yang diperoleh dari keunggulan gaya bahasa itu saj a sangatlah sulit. Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Menjawab Yang Tak Terjawab, Menjelaskan Yang Tak Terjelaskan, Penerjemah: Sugeng Hariyanto dkk. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 515 - 516.

  91 Metode tahlili adalah metode menafsirkan ayat -ayat al-Qur'an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalamnya, dan urutannya disesuaikan dengan urutan surat yang

  ada dalam mushaf al-Qur'an. Metode tafsir ini menjelaskan juga kosakata (susunan kalimat), korelasi antar ayat, maupun antar surah, menjelaskan asbâb al-nuzûl dan mengutip dalil-dalil dari Nabi Saw., sahabat, dan tabi’in. Al -Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î, h. 24.

  92 Metode ijmali adalah metode penafsiran al -Qur'an dengan cara mengemukakan makna ayat secara global. Biasanya bentuk penafsiran seperti ini menitikberatkan pada inti dan maksud

  dari ayat-ayat al-Qur'an yang dikaji. Al-Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î, h. 43.

  93 Metode muqaran adalah metode penafsiran al -Qur'an dengan cara perbandingan, yang mencakup perbandingan ayat al -Qur'an dengan ayat al-Qur'an lain, perbandingan al -Qur'an dengan

  Hadis, dan perbandingan penafsira n mufassir satu dengan mufassir lainnya. Al -Farmawî, Al- Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î, h. 46.

  94 Metode maudu’i ada adalah metode penafsiran al -Qur'an secara tematis sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Metode tafsir ini memiliki dua bentuk, bentuk pertama yaitu

  menafsirkan satu surah al -Qur'an dengan menggabungkan maksud antar ayat serta pengertiannya secara menyeluruh. Bentuk kedua denga n cara menghimpun ayat -ayat al-Qur'an yang memiliki kesamaan tema atau arah tujuan, kemudian dianalisis dan menghasilkan suatu kesimpulan. Al - Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î, h. 51-52.

  menafsirkan kitabnya Risâlah al -Nûr secara tematis dengan tema -tema atau judul yang ada. Kemudian dia memberi ayat -ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan tema dan menjadikan dasarnya, serta dijelaskan dan diberi kesimpulan. Hal ini dapat dilihat dari dua tema besar yang menjadi perhatiannya dalam Risâlah al -Nûr, yaitu keimanan atau tauhid dan persoalan masalah moralitas masyarakat. Yang kemudian dari kedua grand tema tersebut Nursi membuat tema -tema baru yang berkaitan ataupun masuk dalam kerangka dua tema besar tersebut.

  Ketiga, dari sisi laun atau corak penafsiran yang dig unakan mufassir. Corak sebuah sebuah kitab tafsir ditentukan oleh kecenderungan yang mendominasi dalam kitab tersebut, dan tergantung pada ketertarikan mufassir dalam menafsirkan tafsirnya. Secara garis besar, kitab tafsir yang ada dapat diklasifikasikan setidaknya dalam beberapa corak berikut : corak kebahasaan, corak fikih atau hukum, corak teologi atau kalam, corak sufi atau isyârî, corak ilmu pengetahuan atau ‘ilmî, corak pendidikan, corak dakwah, corak hidayah, dan

  corak sosial kemasyarakatan. 95

  Dalam Risâlah al-Nûr banyak sekali kita jumpai pesan -pesan Nursi kepada masyarakat untuk memperkuat akidah dan keimanannya, memahami al-Qur'an dan mukjizatnya, serta membumikannya dengan berakhlak yang terpancar dari al - Qur'an. Tema-tema tersebut kemudian dielaborasi dengan penjelasan yang mengandung pesan moral mendalam dengan perspektif sufi. Maka Risâlah al-Nûr karya Said Nursi ini mempunyai corak sosial kemasyarakatan yang timbul dari paradigma seorang sufi.

  95 Lihat al-Dzahabî, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn.

  Keempat, dari sisi ittijah atau orientasi penafsiran yang digunakan mufassir. Ittijah juga dapat diartikan madzhab atau alur pikiran yang dikesankan mufassir dari aliran-aliran akidah yang ditunjukkan oleh seorang mufassir dalam tafsirnya, seperti madzhab Ahlussunnah, Muktazilah, Syi’ah, ataupun yang lainnya.

  Nursi adalah seorang yang bermadzhab kalam Ahl al-Sunnah, 96 dan mengikuti imam al-Syâfi’î dalam madzhab fiqihnya. 97 Beliau adalah seorang sufi

  yang hidup dari didikan Thariqah Naqsyabandiyyah. Maka dari thariqahnya inilah, yang kemudian banyak penjelasan-penjelasan yang digunakannya menggunakan perspektif sufi. Meskipun beliau tidak menonjolkan sisi thariqahnya secara khusus, akan tetapi jiwa sufi -nya, dipancarkan pada setiap lembar karya Risâlah al-Nûr.

  96 Lihat Risalah Qadr yang ada di ris alah ke dua puluh enam dalam kitab al-Kalimât. Lihat al-Nûrsi, Al-Kalimât, h. 541.

  97 Lihat Said Nursi, Menjawab Yang Tak Terjawab, Menjelaskan Yang Tak Terjelaskan . Penerjemah Sugeng Hariyanto dkk. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 574 -575.