Analisis Multivariat HASIL PENELITIAN

Dari hasil uji regresi logistik sederhana untuk mengkaji hubungan antara variabel perancu dengan kejadian leptospirosis, didapatkan dua variabel perancu yang mempunyai nilai p0,05; yaitu keberadaan genangan air di sekitar rumah dan kebiasaan mandi mencuci di sungai lihat Tabel 4.8, sehingga kedua variabel tersebut memenuhi syaratasumsi untuk masuk ke dalam model persamaan regresi logistik. Variabel terpilih dimasukkan ke dalam model dan nilai p yang tidak signifikan dikeluarkan dari model, berurutan dari nilai p tertinggi. Adapun rumus regresi logistik adalah sebagai berikut : 50 .... 2 2 1 1 1 1 bkxk x b x b a e p + + + + − + = P = 1 1 +e –- 0,661+1,239+2,008 = 0, 932 x 100 = 93,2 Jadi responden yang mempunyai keberadaan genangan air disekitar rumah dan kebiasaan mandimencuci di sungai, yang di dalamnya terdapat agent bakteri Leptospira mempunyai probabilitas peluang untuk terjadinya penyakit leptospirosis sebesar 93,2

BAB V PEMBAHASAN

Leptospirosis di Jawa Tengah mulai mendapatkan perhatian sejak tahun 2003. Tahun ke tahun leptospirosis mulai meningkat. Peningkatan jumlah kasus tersebut dapat dilihat dari beberapa sudut. Dari sudut surveilans, bahwa pengelola program, tenaga kesehatan baik di rumah sakit maupun puskesmas mulai mempertimbangkan leptospirosis dalam mendiagnosis penyakit. Selain itu, adanya kegiatan penelitian tentang faktor risiko leptospirosis sejak tahun 2006 yang didalamnya termasuk penjaringan kasus. Hal inilah yang menjadikan leptospirosis seolah-olah meningkat dari tahun ke tahun seperti fenomena gunung es. Penelitian ini dilakukan dengan desain case control, dengan perbandingan kasus : kontrol 1:1 dimana kontrol berasal dari populasi masyarakat population based . Dengan pertimbangan peneliti bahwa kontrol berasal dari daerah yang belum pernah dilaporkan ada kasus leptospirosis diharapkan memiliki kondisi lingkungan yang berbeda dengan kasus, sehingga dapat dianalisis. Dalam menentukan kasus dan kontrol dilakukan dengan pemeriksaan serologi, dimana keberadaan bakteri Leptospira dalam darah dapat diketahui dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan uji diagnostik cepat Rapid test Leptotek, baik jenis Lateral Flow atau Dri Dot, dan uji serologi dengan metode MAT Microscopic Aglutination Test. Leptotek Lateral Flow memiliki sensitifitas 86 dan spesifisitas 92 , sedangkan Leptotek Dri Dot memiliki sensitifitas 91,2 dan spesifisitas 91,0 . Metode MAT merupakan metode yang paling akurat untuk identifikasi Leptospira dalam darah, namun metode ini lebih rumit dan memerlukan waktu yang lama. 55 Penelitian ini dalam menentukan kontrol dengan menggunakan pemeriksaan Rapid tes jenis Leptotek Lateral Flow. Jika dibandingkan dari sensitifitasnya Leptotek Dri Dot lebih sensitif, tetapi secara teknis Leptotek Dri Dot sudah tidak beredar lagi di pasaran. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian leptospirosis tetapi karena pertimbangan waktu, tenaga dan dana, maka penelitian ini tidak dapat meneliti semua faktor penyebab lain yang mendukung pada terjadinya leptospirosis, seperti iklimcuaca, suhu, kelembaban dan saluran wilayah drainage dan sebagainya. Bias- bias yang masih mungkin terjadi pada penelitian ini antara lain bias yang disebabkan perbedaan intensitas dalam memilih kasus dan kontrol. Upaya yang dilakukan peneliti untuk mengatasi bias deteksi ini adalah mencermati dengan seksama data yang diperoleh dari bagian rekam medik di masing-masing rumah sakit lokasi penelitian Kota Semarang, Kabupaten Demak dan Kabupaten Pati. Bias Non- Responden yaitu penolakan dari pihak subyek penelitian untuk turut berpartisipasi. Upaya yang dilakukan peneliti untuk mengatasi bias non-responden ini adalah dengan pendekatan yang baik oleh pewawancara yang sudah berpengalaman sehingga responden bersedia secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini. Bias informasi pada kategori ini biasanya terjadi pada data yang diperoleh berdasarkan dari hasil ingatan subyek penelitian recall bias, untuk mengatasi hal ini dilakukan pengarahan untuk melakukan wawancara mendalam tentang hal-hal yang menjadi kebiasaan subyek dalam kehidupannya sehari-hari, dengan tidak dapat menghindari kemungkinan adanya keterbatasan dalam kemampuan dan kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan dari pewawancara. Petugas wawancara adalah mahasiswa