Konsep dan Kebijakan Pengembangan Permukiman Pinggiran Kota

48

2.3 Konsep dan Kebijakan Pengembangan Permukiman Pinggiran Kota

Dikemukakan oleh Sujarto 1995:5 bahwa, agar pengembangan wilayah pinggiran tidak hanya bersifat dormitory atau sebagai tempat istirahat dormitory town sebaiknya juga untuk menghadapi ketergantungan terhadap pusat kota. Kemudian ditegaskan lagi oleh Lee 1984:30-34 bahwa, pengembangan kegiatan ke wilayah pinggiran dalam upaya mengurangi tekanan terhadap pusat kota, harus didukung oleh unsur tempat tinggal yang lengkap dengan berbagai prasarana dan sarananya. Beberapa kebijakan,yang mendukung pembangunan permukiman sebagai tempat tinggal yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia antara lain yakni: 1 Undang-undang Perumahan dan Permukiman 1992 : pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa, Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasilguna; 2 Sehubungan dengan fenomena perkembangan permukiman pada pinggiran kota, maka perlunya dilakukan pengembangan pada wilayah pinggiran kota sebagai upaya untuk menampung kegiatan perkotaan dan mengurangi tekanan ketergantungan terhadap pusat kota perlu kebijakan untuk mnigkatkan daya dukung ruang lingkungan perumahan pada kawasan yang mengalami penurunan. P3P 1978:57 mengemukakan mengenai pendekatan penanganan pada kawasan perumahan permukiman yang telah mengalami penurunan yakni: • Gentrifikasi perbaikan dan peningkatan, merupakan penanganan untuk meningkatkan vitalitas kawasan permukiman perkampungan melalui upaya 49 meingkatkan kualitas lingkungan, namun tanpa menimbulkan perubahan, berarti dari struktur fisik kawasan kampung bersangkutan. Tujuan penanganan ini, adalah untuk memperbaiki dan mendorong ekonomi kawasan dengan cara memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana eksisting yang ada, meningkatkan kualitas serta kemampuan prasarana dan sarana. • Rehabilitasi perbaikan, dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi fisik kelompok permukiman perkampungan, yang telah mengalami kemunduran kondisi atau degradasi, sehingga dapat berfungsi kembali, seperti perbaikan prasarana jalan, saluran air bersih, drainase dan sebagainya. • Renovasi, yaitu merupakan jenis penanganan dengan melakukan perubahan sebagian atau beberapa bagian dari komponen pembentuk kampung prasarana dan sarana dengan tujuan agar kampung masih dapat beradaptasi dan menampung fungsi baru yang diberikan kepada komponen tersebut, seperti peningkatan saluran drainase untuk memenuhi peningkatan kebutuhan debit air hujan yang membesar. Termasuk renivasi adalah penyesuaian organisasi ruang pemanfaatan ruang dan peningkatan sistem prasaranautolitas dan penyesuaian arah hadap bangunan, ukuran bangunan penyesuaian bangunan agar sesuai dengan tuntutan kebutuhan penanganan dan orientasi ruang. • Rekonstruksi, yakni jenis penanganan dengan tujuan mengembalikan kondisi kualitas dan fungsi komponen kampung kedalam kondisi asalnya, baik persyaratan maupun penggunaannya. • Preservasi pemeliharaan dan pengendalian, yakni merupakan jenis penanganan yang dilakukan dengan tujuan memlihara komponen-komponen kampung yang masih berfungsi dengan baik dan mencegah dari proses 50 kerusakan. Pada penggunaan untuk pengendalian, maka preservasi dilakukan dengan melakkukan penegasan melalui aturan-aturan pemanfaatan ruang dan bangunan seperti: KDB, KLB, GSB, GSJ, IMB dan sebagainya sifat penanganan cenderung lebih bersifat pencegahan dari timbulnya kampung kumuh. Oleh karenanya upaya penanganan ini dilakukan bersamaan dengan restorasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi

2.4 Ringkasan teori