Teknik Sampling (cuplikan)

D. Teknik Sampling (cuplikan)

Lexy J. Moleong (2000) berpendapat ada dua maksud dari adanya cuplikan. Pertama, untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (construction). Kedua, maksud dari cuplikan adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan sesuai dengan fokus penelitian. Pada penelitian ini peneliti tidak menentukan jumlah sampel seperti yang sering dijelaskan pada penelitian kuantitatif, tetapi peneliti menentukan sejumlah informan untuk diwawancarai guna memperoleh informasi tentang permasalahan yang sedang diteliti. Bukan banyaknya orang yang akan diwawancarai, namun yang terpenting adalah mencari kelengkapan informasi sebanyak mungkin untuk dijadikan data yang akurat dalam membahas permasalahan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan H. B. Sutopo (2002: 55) sebagai berikut:

Cuplikan/sampling dalam penelitian kualitatif sering juga dinyatakan sebagai internal sampling. Dalam cuplikan yang bersifat internal, cuplikan diambil untuk mewakili informasinya dengan kelengkapan dan kedalamannya yang tidak sangat perlu ditentukan oleh jumlah sumber datanya, karena jumlah informan yang kecil saja bisa menjelaskan informasi tertentu secara lebih lengkap dan benar dari pada informasi yang diperoleh dari jumlah narasumber yang lebih banyak, yang mungkin kurang mengetahui dan memahami informasi yang sebenarnya.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini tidak sebagai yang mewakili populasinya, tetapi lebih cenderung mewakili informasinya. Peneliti tidak menentukan jumlah sampel, tetapi menentukan informan untuk diwawancarai guna memperoleh informasi tentang permasalahan yang sedang diteliti. Untuk itu teknik pengambilan dalam penelitian ini yaitu Purposive

commit to user

berikut:

1. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu

2. Pemilihan sampel secara berurutan

3. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel

4. Pemilihan sampel berakhir jika sudah terjadi pengulangan Jumlah sampel pada penelitian ini akan berkembang (Snowball) yaitu dari satu informan ke informan lain sampai informasi yang dibutuhkan mencukupi. Peneliti akan bertanya kepada informan pertama dan kemudian memintanya menunjukkan kepada informan yang lain yang dianggap lebih mengetahui mengenai permasalan yang sedang diteliti. Dengan demikian diharapkan agar data yang diperoleh bisa lengkap dan mendalam sehingga hasilnya akan benar-benar sesuai permasalahan. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Yin (dalam H.B. Sutopo, 2002:57) bahwa:

Snowball sampling digunakan bilamana peneliti ingin mengumpulkan data berupa informasi dari informan dalam salah satu lokasi, tetapi peneliti tidak tahu siapa yang tepat untuk dipilih karena tidak mengetahui kondisi dan struktur warga masyarakat dalam lokasi tersebut, sehingga ia tidak bisa merencanakan pengumpulan data secara pasti. Untuk itu peneliti bisa langsung datang memasuki lokasi dan bertanya mengenai informasi yang diperlukannya kepada siapa pun yang dijumpai pertama.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti pertama-tama akan mendatangi salah seorang perajin payung yang dianggap telah lama berkecimpung dalam kerajinan tersebut dan setelah mewawancarainya kemudian meminta untuk ditunjukkan ke informan lain. Selanjutnya dari informan kedua, setelah peneliti bisa mewawancarainya bilamana informan kedua mengetahui orang lain yang lebih memahami informasinya sehingga peneliti bisa menemui informan berikutnya dan bertanya lebih jauh dan mendalam. Demikian seterusnya sampai peneliti merasa sudah mendapat jawaban dari permasalahan yang sedang diteliti.

commit to user

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Dalam penelitian ini ada tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi.

1. Wawancara

Definisi wawancara menurut Andi Prastowo (2011:212) adalah “Suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi atau ide dengan tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu”. Metode ini

menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara pewawancara dan yang diwawancarai sehingga terjadi komunikasi didalamnya.

Ada dua jenis wawancara, “Wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur yang disebut wawancara mendalam (in-depth interviewing )” (H.B.

Sutopo, 2002:58). Kedua jenis wawancara ini mempunyai pengertian yang berbeda. Wawancara terstruktur merupakan wawancara yang terfokus dimana masalah ditentukan oleh peneliti sebelum wawancara dilakukan. Pertanyaan yang akan diajukan sudah dibuat peneliti secara pasti yang kemudian respondennya diharap menjawab sesuai kerangka kerja pewawancara. Wawancara ini biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Sedangkan wawancara tidak terstruktur atau wawancara mendalam biasa digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara ini dilakukan dengan pertanyaan yang mengarah pada kedalaman informasi serta tidak secara formal terstruktur guna menggali pandangan subyek yang diteliti.

Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam wawancara:

a. Penentuan informan Peneliti harus memperoleh informan yang tepat. Agar mendapatkan informasi yang benar, akurat dan terpercaya peneliti sejak awal harus berusaha untuk menentukan informan yang dianggap menguasai permasalahan.

commit to user

Peneliti perlu mempersiapkan diri dan memahami karakteristik informan. Disamping itu peneliti harus mempersiapkan mengenai apa saja yang akan digali dari informan. Informasi yang akan digali tersebut bisa dicatat dalam bentuk tertulis sebagai pedoman supaya peneliti tidak melenceng dari permasalahan.

c. Langkah awal Peneliti diharapkan dapat menciptakan suasana santai dalam proses wawancara. Peneliti perlu menjalin keakraban dengan informan dan memberikan kesempatan untuk menuangkan apa yang ada dipikiran mereka sehingga tercipta suasana akrab.

d. Pelaksanaan wawancara bersifat produktif Proses wawancara tetap dijaga santai tetapi kritis. Peneliti hendaknya memberikan kesempatan seluasnya kepada informan untuk mengungkapkan apa yang diketahuinya dan tetap menjaga topik pembicaran tidak keluar dari fokus masalah.

e. Penghentian wawancara dan mendapatkan simpulan. Wawancara dianggap cukup ketika peneliti merasa informasi yang diperoleh sudah mencakup permasalahan yang sedang diteliti. Peneliti bisa menghentikan wawancara dan menarik simpulan sementara atas informasi yang baru saja diperolehnya. Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur atau

sering disebut wawancara mendalam (in-depth interviewing) karena peneliti ingin mendapatkan informasi yang rinci sejujurnya, dan lebih mendalam dalam suasana yang santai, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan santai dalam kehidupan sehari-hari.

2. Observasi

Metode observasi sangat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif. Melalui observasi, peneliti mengoptimalkan kemampuan dari segi kepercayaan, perhatian, kebiasaan dan sebagainya yang memungkinkan peneliti untuk melihat suatu gejala yang tampak pada obyek penelitian sebagaimana yang dilihat oleh subyek

commit to user

dimiliki oleh peneliti. Sesuai pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 128) “Observasi dapat dilakukan melalui pengelihatan, penciuman, pendengaran,

peraba dan penyerap”. Teknik observasi dalam penelitian dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung seperti ungkapan Spardley yang dikutip H.B Sutopo (2002: 65)

menjelaskan “Peran dalam observasi dapat dibagi menjadi (1) tidak berperan sama sekali, (2) berperan yang terdiri dari berperan pasif dan berperan aktif dan (3)

berperan penuh”. Pengambilan peran dalam metode observasi dapat dijelaskan seperti berikut:

a. Observasi tak berperan yaitu kehadiran peneliti untuk melakukan observasi sama sekali tidak diketahui oleh subjek yang diamati.

b. Berperan pasif yaitu peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai pengamat pasif, namun hadir dalam konteksnya. Sedangkan berperan aktif ialah peneliti memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitiannya dan bisa mengarahkan kepada peristiwa yang sedang dipelajari demi kemantapan datanya.

c. Observasi berperan penuh yaitu peneliti benar-benar terlibat dan memiliki peran dalam lokasi studinya seperti sebagai penduduk ataupun anggota lembaga yang sedang dikaji.

Dalam penelitian ini peneliti tergolong dalam kategori observasi dengan berperan pasif karena peneliti mendatangi lokasi penelitian dan berperan sebagai pengamat pasif.

3. Dokumentasi

Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film yang digunakan sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moleong , 2000). Peran dokumen juga menjadi penting, disebabkan manfaat dokumen bisa dijadikan sebagai alat menguji, menafsir bahkan meramalkan data-data yang sudah didapat sebelumnya.

commit to user

Dokumen pribadi merupakan catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengamatan atau pengalamannya. Diantara dokumen pribadi yang ada seperti buku harian, surat pribadi dan autobiografi. Sedangkan dokumen resmi merupakan catatan tertulis yang dikeluarkan oleh lembaga atau instansi resmi. Dokumen resmi terdiri dari dua macam, internal dan eksternal. Dokumen internal meliputi memo, pengumuman, instruksi, laporan rapat, keputusan pinpinan kantor serta aturan lembaga yang digunakan untuk kalangan sendiri. Dokumen eksternal berisi informasi yang dikeluarkan oleh lembaga sosial, seperti majalah, buletin dan berita yang disiarkan media massa.

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa data tentang jumlah perajin payung, data penduduk kecamatan Juwiring dan kondisi geografisnya. Dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini maupun literatur lainnya juga dapat digunakan untuk menambah kedalaman atas permasalahan yang sedang diteliti.