Deskripsi Lokasi Penelitian

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Usaha kerajinan payung hias terletak di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, berada disekitar 25 Km sebelah timur laut Kota Klaten. Letaknya sangat strategis diantara dua kota besar yang keduanya memiliki keraton, yaitu keraton Ngayogyakarta dan Keraton Surakarta.

Juwiring berbatasan langsung dengan beberapa kecamatan di Kabupaten Klaten. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Wonosari, sebelah barat dengan Kecamatan Delanggu, sebelah selatan dengan Kecamatan Pedan dan Karangdowo, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan Juwiring terbagi menjadi 19 desa dengan jumlah penduduk tahun 2009 mencapai 61.300 jiwa. Secara umum, kecamatan Juwiring merupakan daerah dataran rendah. Sebagian besar wilayahnya merupakan area persawahan dengan padi sebagai komoditi andalan. Selain itu di Kecamatan ini sudah terkenal semenjak dahulu sebagai penghasil kerajinan payung. Perajin kerajinan payung hias tersebar dibeberapa desa, meliputi: Kwarasan, Kenaiban, Tanjung dan Tlogorandu

2. Sejarah Kerajinan Payung Hias di Kecamatan Juwiring

Payung sudah di kenal semenjak era keraton Majapahit. Payung bukanlah barang yang sembarangan, tetapi mempunyai arti mendalam bagi masyarakat jaman dahulu baik secara filosofi maupun dari fungsinya. Selain sebagai simbol kebesaran bagi masyarakat keraton, payung juga bisa diartikan mangayomi, memberikan perlindungan bagi orang lain dan ketika dipakai bisa digunakan untuk melindungi diri dari hujan.

Kerajinan payung di Kecamatan Juwiring dimulai jauh sebelum negara ini merdeka, yaitu sejak negara ini masih dijajah oleh kolonial Belanda. Tahun 1926 pemerintah Belanda mulai mengirim utusan yang bertugas memantau kerajinan

commit to user

keadaan politik semakin berubah. Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Demi melihat potensi payung, pabrik sederhana didirikan untuk mengumpulkan payung-payung dari para perajin. Saat itu payung masih menjadi kebutuhan harian, yaitu sebagai tadah hujan, hanya beberapa perajin tertentu yang diberikan kuasa oleh keraton untuk membuat payung keraton. Pergolakan semakin memanas yang berakibat dibakarnya pabrik payung oleh masyarakat setelah datangnya Belanda yang kedua kali ditahun 1949. Memasuki era kemerdekaan, kerajinan payung mengalami perkembangan pesat. Di tahun 1950-an pabrik payung didirikan kembali di dusun Tanon desa Kenaiban dan dikenal sebagai pabrik payung “PEMDA ANEKA” yang merupakan BUMD Tingkat I Jawa Tengah dan

menjadi induk kerajinan payung di Kecamatan Juwiring. Kerajinan payung mengalami masa kejayaan antara rentang waktu 1950- 1970 di era Presiden Soekarno. Hal itu disebabkan karena adanya dorongan pemerintah untuk berdikari atas semua barang yang dibutuhkan. Akan tetapi lambat laun kerajinan payung ini terdesak oleh masuknya payung Jepang yang dibuat lebih canggih menggunakan mesin sebagai payung tadah hujan, sehingga sejak saat itulah kerajinan payung tadah hujan di Kecamatan Juwiring mengalami kemunduran dan pabrik payung ditutup. Terdesak oleh payung kain buatan pabrik-pabrik atau payung kalong yang lebih ringkas.

Perajin payung di Kecamatan Juwiring mempertahankan kerajinan ini dengan berinovasi produk beralih ke payung hias. Saat ini Kecamatan Juwiring sudah identik dengan kerajinan payung hias. Di wilayah ini payung bukanlah untuk berlindung dari hujan, tapi menjadi benda kerajinan yang unik. Berbeda dengan payung pada umumnya, aneka payung bermacam-macam bentuk ini mempunyai ciri tersendiri. Payung ini yang mempunyai fungsi utama sebagai hiasan. Jenis dari payung hias ada berbagai macam dan fungsi diantaranya ada payung keraton, payung fantasi, payung tari, payung engkel dan ada pula kap lampu.

Pembuatan payung hias ini sebenarnya cukup sederhana, proses paling rumit adalah saat memberi ornamen atau melukis payung yang terbuat dari kertas

commit to user

payung biasa. Bahkan setiap perajin mempunyai ciri tersendiri yang merupakan kreativitas dari masing-masing perajin. Ornamen lukisan pada payung ini memang khas, biasanya berupa motif bunga-bunga, burung dan ikan koki. Kekhasan bukan hanya terletak pada gambar, tetapi juga pilihan warna yang digunakan.

Kerajinan payung hias merupakan kerajinan rakyat yang menggunakan tenaga kerja saling berkaitan. Seorang perajin tidak akan mampu menyelesaikan sendiri pekerjaannya tanpa ada kaitan dengan perajin lain. Untuk itu, perajin satu bisa jadi tidak mempunyai ketrampilan dalam bidang lainnya. Sebagai contoh misalkan perajin akhir, perajin akhir tidak mempunyai ketrampilan dalam membuat kerangka payung sehingga diperlukan kerjasama antara dua belah pihak untuk dapat menyelesaikan payung hias. Perajin menggunakan bahan baku kerangka dari daerah sekitar dan bahan baku yang lain seperti kertas, kain dan cat dari toko-toko di Kota Solo.

Rata-rata perajin payung hias di Kecamatan Juwiring sudah puluhan tahun bekerja dalam usaha kerajinan ini. Ada dari mereka yang memulai semenjak tahun 1960 dan ada pula yang berdikari mulai tahun 1990-an. Perajin dalam memilih pekerjaan ini ada beberapa hal yang melatar belakangi . Pertama, mereka memilih pekerjaan ini karena mereka menganggap pekerjaan sebagai perajin payung hias lebih menjanjikan dan mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Kedua, perajin memilih usaha ini karena warisan dari orang tua mereka. Ketiga, perajin mempunyai keinginan untuk melestarikan budaya dan selama ini dengan bekerja sebagai perajin payung hias dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Perajin sudah memiliki ketrampilan dibidang pembuatan payung hias sebelum

mendirikan usaha. Ketrampilan itu diperoleh dari warisan orang tua maupun keluarga, pertama kali perajin ikut membantu keluarga kemudian dengan berjalannya waktu ketrampilan itu diperoleh. Ada pula perajin yang mempunyai ketrampilan awal dari orang tua ditambah dengan pelatihan-pelatihan yang diikuti sehingga kreativitas akan lebih muncul kembali. Namun, tidak semua perajin mendapat ketrampilan membuat payung hias dari warisan keluarga, ada pula yang ikut membantu di tempat perajin lain kemudian berhasil mendirikan usaha sendiri.

commit to user

bekerja sebagai perajin payung hias bukan menggunakan modal awal dalam wujud uang. Akan tetapi modal itu berwujud suatu barang. Dengan dua kodi payung, kemudian dikembangkan sehingga menjadi lebih berkembang dan bertahan sampai sekarang. Melalui payung pemberian keluarga yang sudah lebih dahulu membuat payung, perajin memulai usaha untuk dikembangkan sendiri. Selain itu untuk perajin yang ikut mendirikan usaha diakhir-akhir ini, mereka rata- rata bermodal awal Rp. 700.000,00-Rp.4.000.000,00. Mereka menggunakan modal tersebut untuk membeli bahan baku, membeli peralatan dan ongkos transportasi.

Perkembangan usaha kerajinan payung hias menunjukkan tanda yang baik. Untuk setiap perajin payung hias selama ini bisa berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Payung hias yang diproduksi oleh perajin bisa laku di pasaran dengan bantuan para perantara. Hal ini menjadikan prospek payung hias kedepan akan bisa berkembang selama para perajin sendiri mampu menjaga kualitas dan ciri khas dari payung hias itu sendiri.