APLIKASI PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

BAB IV APLIKASI PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan islam menurut Fazlur Rahman, kritis dan kreatif dalam pendidikan islam, dan aplikasi pemikiran Fazlur Rahman pada pendidikan islam di Indonesia.

Pendidikan Islam dalam perspektif sejarah menurut Fazlur Rahman

Menurut Rahman, pendidikan islam ketika masa Rasulullah menerapkan metode membaca dan menulis, tetapi yang paling lazim adalah menghafal al-Qur’an dan al-Hadis. Namun ada juga kelompok kecil yang berusaha mengembangkan kemampuan intelektual. Kemudian pada masa abbasiyah, khalifah-khalifah tertentu, sepaerti Harun al- Rayid dan al-Makmun menekankan adu pendapat diantara para pelajar diistana mengenai persoalan logika, hukum, gramatika, dan sebagainya.

Selanjutnya yang dihadapi oleh institusi ini adalah masalah sumberdaya manusia. Selama dipimpin oleh fazlur Rahman (1962-1968) strategi yang dicoba diterapkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah: mengangkat beberapa lulusan madrasah yang mempunyai pengetahuan bahasa inggris, memberikan mereka pelatihan teknik penelitian modern, merekrut sarjana yunior lulusan unuversitas jurusan filsafat atau ilmu-ilmu sosial, dan memberikan mereka pengetahuan bahasa arab dan disiplin ilmu islam klasik yang penting seperti Hadia dan Hukum islam. Disamping usaha-usaha itu, dilakukan juga dengan cara mengirim beberapa orang keluar negeri untuk memperoleh pelatihan dan gelar dalam studi islam, baik dinegara barat maupun timur. Fazlur Rahman juga berusaha mengundang doktor-doktor dari barat untuk menjalin kerjasama dan mengawasi riset yang dilakukan oleh para mahasiswa. Namun, usahanya gagal karena tidak adanya doktor yang seperti itu.

Secara mendasar, pembaharuan pendidikan islam, menurut Rahman, dapat dilakukan dengan menerima pendidikan sekuler modern, kemudian berusaha memasukinya dengan konsep-konsep islam. Secara detail menurut Rahman, pembaharuan pendidikan umat islam mendesak untuk segera dilakukan dengan cara:

Pertama, membangkitkan idiologi umat islam tentang pentingnya belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan . kedua, berusaha mengikis dualisme sistem pendidikan umat islam. Pada satu sisi lain, ada pendidikan modern (sekuler). Kedua sistem pendidikan ini sama-sama tidak beresnya. Karena itu, perlu ada upaya untuk mengintegrasikan keduanya. Ketiga, menyadari betapa pentingnya bahasa dalam pendidikan dan sebagai alat untuk Pertama, membangkitkan idiologi umat islam tentang pentingnya belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan . kedua, berusaha mengikis dualisme sistem pendidikan umat islam. Pada satu sisi lain, ada pendidikan modern (sekuler). Kedua sistem pendidikan ini sama-sama tidak beresnya. Karena itu, perlu ada upaya untuk mengintegrasikan keduanya. Ketiga, menyadari betapa pentingnya bahasa dalam pendidikan dan sebagai alat untuk

Pendidikan Islan menurut Fazlur Rahman

Pendidikan islam menurut Fazlur Rahman bukan sekedar perlengkapan dan peralatan fisik atau kuasi fisik pengajaran seperti buku-buku yang diajarkan ataupun struktur eksternal pendidikan, melainkan sebagai intelektualisme islam karena baginya hal inilah yang dimaksud dengan esensi pendidikan tinggi islam. Hal ini merupakan pertumbuhan suatu pemikiran islam yang asli dan memedai, dan yang harus memberikan kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan sebuah sistem pendidikan islam.

Pendidikan islam dapat mencakup dua pengertian besar. Pertama, pendidikan islam dalam pengertian praktis, yaitu pendidikan yang dilaksanakan didunia islam seperti yang diselenggarakan dipakistan, Mesir, Sudan, Saudi, Iran, Turki, Maroko, dan sebagainya, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Untuk konteks Indonesia, meliputi pendidikan dipesantren, di madrasah (mulai dari ibtidaiyah sampai aliyah), dan diperguruan tinggi islam, bahkan bisa juga pendidikan agama islam disekolah (sejak dari dasar sampai lajutan atas) dan pendidikan agama islam diperguruan tinggi umum. Kedua, pendidikan tinggi islam yang disebut dengan intelektualisme islam. Lebih dari itu, pendidikan islam menurut Rahman dapat juga dipahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang padanya terkumpul sifay-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dan sebagainya.

Dengan mendasarkan pada al-Qur’an, tujuan pendidikan menurut Fazlur Rahman adalah untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkinkan manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia.

Kritis dan Kreatif dalam Pendidikan Islam

Sifat kritis merupakan karakter utama Rahman. Sifat kritis ini ditujukan oleh Rahman baik pada warisan islam sendiri maupun pada peradaban barat. Kritis terhadap peradaban barat menjadi penting karena peradaban ini telah mendominasi peradaban dunia selama beberapa abad terahir. Dengan domonasinya, peradaban barat sangat besar pengaruhnya pada peradaban umat islam sekarang. Oleh karena itu, para pemikir muslim harus betul-betul kritis terhadap peradaban tersebut. Disamping kritis pada diri Fazlur Rahman juga selalu mengalir sifat kreatif.

Kemampuam memecahkan masalah terkait erat dengan kemampuan kritis dan kreatif. Bahakan, dapat dikatakan bahwa menumbuhkembangkan kemampuan memecahkan masalah juga menumbuhkembangkan sifat kritis dan kreatif. Memecahkan masalah tidak hanya dalam konteks ilmu pengetahuan, tetapi dalam semua aspek kehidupan. Pemecahan masalah bergerak dari masalah sederhana yang hanya menggunakan akal sehat sampai pada pemecahan masalah muskil yang menuntut prosedur berpikir yang lebih kompleks.

Proses berpikir untuk memecahkan masalah berlangsung dalam empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan dimana masalah diselidiki dari segala arah sehingga semua informasi tentang masalah ditemukan. Kemudian masalah dianalisis dan didefinisikan. Proses ini menyangkut klasifikasi dan penilaian masalah. (2) tahap inkubasi dimana masalah seakan-akan terbawa tidur, tidak terpikirkan secara sadar dan dinamis, tetapi masalah itu merasuk kealam pikir yang nantinya akan mengalir keluar dalam wujud iluminasi kreatif. Tahap (3) disebut tahap ilmunisasi dimana ide atau kesimpulan baru muncul tidak terduga. (4) akhirnya suatu usaha sadar dilakukan untuk mencoba menentukan keshahihan dari kesimpulan yang didapat tadi sesuai dengan kriteria atau aturan-aturan ilmiah, baik dengan menggunakan langkah-langkah logika maupun eksperimen.

Pada awalnya sifat kritis dan kreatif yang diperlukan adalah yang memungkinkan peserta didik berani dan memiliki rasa percaya diri untuk memahami wahyu secara langsung. Mereka tidak lagi menganggap bahwa hasil pemahaman ulama terhadap wahyu pada masa lalu merupakan hasil yang sudah fnal. Hasil-hasil ijtihad ulama Pada awalnya sifat kritis dan kreatif yang diperlukan adalah yang memungkinkan peserta didik berani dan memiliki rasa percaya diri untuk memahami wahyu secara langsung. Mereka tidak lagi menganggap bahwa hasil pemahaman ulama terhadap wahyu pada masa lalu merupakan hasil yang sudah fnal. Hasil-hasil ijtihad ulama

Tujuan dikembangkannya daya kritis dan kreatif dalam pendidikan islam adalah untuk menghasilkan output yang kritis dan kreatif. Atau dengan kata lain, pendidikan islam harus dapat mengembangkan anak didik yang kritis dan kreatif. anak didik yang kritis dan kreatif paling tidak mempunyai tiga ciri yang menonjol, yaitu: (1) mempunyai pemikiran asli atau orisinil (originality). (2) mempunyai keluwesan (flixibility), (3) menunjukkan kelancaran proses berfikir (fluency).

Diantara kegiatan pembelajara yang dapat mengembangkan daya kritis dan kreatif subyek didik adalah kegiatan yang meminta mereka, misalnya, mengubah warna, bentuk, disain, atau model, dan sebagainya. Dapat juga dikembangkan dengan cara mengarang. Misalnya, mereka disuruh membuat karangan bebas. Melalui karangan bebas, guru dapat dengan mudah mengetahui tingkat kekritisan dan kreatifitas mereka. Apakah mereka cenderung mencontoh karangan atau model yang sudah ada ataukah menciptakan sesuatu yang lain, menunjukkan kritis dan kreatif, atau tidaknya mereka.

Metode lain yang tidak kalah penting adalah metode diskusi. Sebaiknya, metode diskusi dilakukan dengan terbuka, dalam arti bahwa subyek didik bisa secara leluasa mengadakan diskusi, baik dengan guru maupun sesama teman- teman mereka, tanpa ada rasa takut dan batasan untuk mengemukakan gagasan-gagasan mereka. Guru hendaknya bertugas membuat kondisi semacam itu.

Aplikasi pemikiran Fazlur Rahman pada Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan islam di Indonesia dapat dibedakan kedalam dua tingkatan, yaitu pendidikan dasar-menengah islam, dan pendidikan tinggi islam. Kemudian pendidikan dasar-menengah islam di Indonesia dapat dibedakan lagi kedalam tiga jenis, yaitu pesantren, sekolah, dan madrasah. Masing-masing dari ketiganya memiliki keunggulan, disamping kelemahan. Pada umumnya pesantren unggul dibidang ilmu-ilmu agama, tetapi lemah dibidang ilmu- ilmu umum, sebaliknya sekolah lemah dibidang ilmu-ilmu agama tetapi unggul dibidang ilmu-ilmu umum. Madrasah didirikan untuk menampung keunggulan pesantren dan sekolah, disamping untuk menghilangkan kelemahan dari keduanya.

Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia, menurut Zamrani, masih merupakan impian belaka. Pendidikan islam dalam realitas, baru merupakan: (a) pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga islam, (b) pendidikan agama Islam yang disampaikan di perguruan tinggi, dan (c) perguruan tinggi yang bertujuan menghasilkan sarjana dibidang ilmu-ilmu agama Islam. Perguruan tinggi Islam jumlahnya sangat banyak, tetapi dalam peta perguruan tinggi di Indonesia, kebanyakan menempati posisi dipinggiran. Untuk meningkatkan kedudukannya, dalam jangka pendek, perguruan tinggi Islam harus mampu memperbarui kurikulumnya secara mendasar. Pendidikan tinggi Islam harus memiliki tipe ideal manusia seutuhnya. Sosok manusia seutuhnya, menurut islam, adalah al- insan al-

kamil. Pendidikan tinggi Islam, menurut Fazlur Rahman, sangat strategis untuk mengurai benang kusut krisis pemikiran

dalam Islam yang berdampak pada stagnasi dan kemunduran peradaban umat islam, yang darinya dapat diharapkan berbagai alternatif solusi atas problem-problem yang dihadapi umat manusia. Bahkan, menurut Rahman, pembaharuan islam dalam bentuk apapun yang berorientasi pada kemajuan, harus bermula dari pendidikan. Hal itu hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Mastuhu. Menurut Mastuhu, IAIN merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam yang strategis untuk mengembangkan tradisi ilmiah umat Islam yang peduli terhadap persoalan- persoalan besar bangsa.

Perguruan tinggi Islam didirikan sesuai dengan kondisi waktu lembaga itu didirikan. Dalam era globalisasi, dalam dunia yang terbuka paradigma-paradigma yang mendasari lahirnya perguruan tinggi Islam perlu ditinjau kembali. Paradigma-paradigma yang mendasari perguruan tinggi Islam dewasa ini sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan pembangunan nasional. Paradigma-paradigma perguruan tinggi

Islam itu sanagat sektoral dan mempunyai visi dan misi sangat terbatas. Paradigma yang sektoral tersebut menganut paham dualisme yang membedakan ilmu agama dari lmu pengetahuan umum. Bahkan, mendikotomikan keduanya. Dikotomi tersebut (pada akhirnya) menghasilkan alumni-alumni yang ketinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, visis dan misi perguruan tinggi Islam menjadi sangat sempit dan terbatas. Barangkali hanya dapat memenuhi satu sektor tertentu saja didalam kebutuhan manusia Indonesia modern.

Fazlur Rahman lebih cenderung mengembangkan ilmuwan-ilmuwan muslim dari pada Islamisasi ilmu pengetahuan. Cara ini dilakukan oleh Rahman dengan memilih ahli-ahli islam muda yang potensial dengan mengajarkannya kepada mereka metodologi barat modern. Cara yang ditempuh Rahman ini, tampaknya efektif untuk mencetak sumber daya manusia muslim yang handal.

Peguruan tinggi Islam dimasa depan perlu diarahkan untuk memberikan solusi atas berbagai problem yang dihadapi umat manusia. Karena problem iti tidak selamanya berasal dari bidang agama, baik bidang agama maupun bidang-bidang lain., dalam kehidupan ini, perlu dikembangkan diperguruan tinggi Islam secara integratif. Karena itu, diperguruan tinggi Islam tidak perlu didikotomikan antara ilmu tradisional dan ilmu modern;antara ilmu agama dan ilmu sekuler, yang kedua-duanya dikembangkan secara bersama-sama dan terpadu.

Secara khusus, cara pembaharuan pendidikan yang disarankan Rahman terhadap pendidikan di Pakistan dapat diaplikasikan pada pendidikan tinggi Islam di Indonesia, dengan cara: pertama, membangkitkan kembali idiologi keharusan belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Kedua, mengintegrasikan ilmu (antara ilmu agama dan ilmu umum) kedalam pendidikan tinggi Islam di Indonesia untuk kemaslahatan umat manusia. Ketiga, menyadari akan pentingnya bahasa, kemudian mengembangkannya sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Keempat, mengganti metode pendidikan secara mengulang-ulang dan menghafal dengan metode memahami dan menganalisis. Hal ini terkait erat dengan inti neomodernisme yang menekankan sifat kritis dan kreatif.