PENGARUH DOSIS BATUAN FOSFAT ALAM (BFA) DAN PUPUK KANDANG KOTORAN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.)

(1)

PENGARUH DOSIS BATUAN FOSFAT ALAM (BFA) DAN PUPUK KANDANG KOTORAN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI JAGUNG (Zea maysL.)

Oleh Rizki Hidayat

Usaha Budidaya Jagung pada tanah masam seringkali menghadapi masalah

ketersediaan unsur hara P. Oleh sebab itu mengatasi hal tersebut, pemberian

batuan fosfat alam dan pupuk kandang kotoran sapi dapat menjadi salah satu

solusi dalam menyediakan unsur hara P yang cukup bagi tanaman Jagung.

Penelitian bertujuan untuk: 1) mengetahui dosis batuan fosfat alam yang terbaik

untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea maysL) , (2) mengetahui dosis

pupuk kandang kotoran sapi yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi jagung

(Zea maysL), (3) dan mengetahui pengaruh interaksi antara dosis batuan fosfat

alam dan pupuk kandang kotoran sapi untuk pertumbuhan dan produksi jagung

(Zea maysL). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai

Maret di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Kedaton, dan di Laboratorium


(2)

P2(1500 kg/ha) . Faktor kedua adalah pupuk kandang kotoran sapi dengan

3 taraf, yaitu S0 (0 ton/ha), S1 (15 ton/ha), S2 (30 ton/ha). Homogenitas ragam

data yang diperoleh diuji dengan Uji Bartlett, sedangkan untuk sifat

kemenambahan diuji dengan Uji Tukey. Bila kedua uji tidak nyata, data dianalisis

ragam. Pemisahan nilai tengah dilakukan dengan uji polinomial ortogonal pada

taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pemberian batuan fosfat alam

pada dosis 750 kg/ha mampu menghasilkan bobot berangkasan kering tanaman

jagung (Zea mays L) tertinggi 11,4 ton/ha. (2) pemberian pupuk kandang kotoran

sapi pada dosis 30 ton/ha mampu mampu menghasilkan bobot berangkasan

kering tanaman jagung (Zea mays L) secara linier . (3) terdapat interaksi antara

dosis batuan fosfat alam dan pupuk kandang kotoran sapi terhadap bobot

berangkasan kering tanaman jagung (Zea mays L), didapatkan dosis optimum

batuan fosfat alam 655,5 kg/ha dan pupuk kandang kotoran sapi 13,09 ton/ha

dengan hasil bobot berangkasan kering tanaman jagung (Zea mays L), tertinggi

16,05 ton/ha.

Kata kunci: Batuan fosfat alam, jagung (Zea mays L), pupuk kandang kotoran sapi.


(3)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia seperti di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, komoditi ini juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya).

Secara Nasional, produksi jagung tahun 2012 (Aram II) sebesar 19,38 juta ton meningkat 1,73 juta ton (9,83 persen) dibanding tahun 2011 (Angka Tetap) yang sebesar 17,64 juta ton. Peningkatan ini diperkirakan terjadi karena pertambahan luas panen sebesar 95.220 hektar (3,44 persen). Begitu juga dengan produktivitas


(4)

mengalami peningkatan sebesar 3,28 ku/ha (7,19 persen) dari tahun 2011 (BPS, 2013)

Dari sisi lain seiring dengan semakin meningkatknya laju pertambahan penduduk menyebabkan permintaan pasar akan jagung terus mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan berkembangnya industri peternakan yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan jagung sebagai campuran pakan ternak. Selain bahan pakan ternak, jagung mempunyai hasil olahan lain yang berupa tepung jagung dan minyak jagung yang beredar di masyarakat (Purwono dan Hartono, 2005).

Pada tahun 2012 produksi jagung Provinsi Lampung sebesar 1.741.988 ton pipilan kering atau turun sebesar 75.918 ton dibandingkan dengan produksi tahun 2011. Penurunan produksi tersebut terjadi karena penurunan luas panen (BPS Lampung, 2013). Melihat masalah diatas diperlukan suatu usaha untuk meningkatakan produksi jagung di Lampung, yakni penerapan teknologi budidaya yang memanfaatkan sumber daya sekitar. Salah satunya pengunaan pupuk penggati atau pupuk alternatif yang murah dan mudah didapatkan,

Lahan di Indonesia umumnya didominasi oleh tanah masam seperti ordo Ultisols, yang dicirikan dengan reaksi tanah (pH) yang asam yang disertai dengan

keracunan Al, Fe, dan Mn, adsorpsi P tinggi, kapasitas tukar kation rendah dan ketersediaan N, P, K, Ca, Mg, dan Mo relatif rendah ( Kaya, 2009;

Soelaeman, 2008; Ismangil dan Ma’as, 2006; Fahmi dkk., 2009). Tanah Ultisols dengan kemasaman tinggi (pH < 5,2), cukup menghalangi produksi tanaman karena berhubungan dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah. pH tanah rendah akan menyebabkan tingginya kelarutan ion Al, Fe, dan Mn yang


(5)

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kandungan logam yang tinggi dapat meracuni/menyebabkan toksisitas pada tanaman dan dapat memfiksasi P yang tersedia dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kurang baik (Indranada, 1989dalamKaya, 2009).

Pemupukan merupakan salah satu cara atau teknik yang dapat dilakukan untuk menambahkan unsur hara ke dalam tanah (Hasibuan,2003). Pemupukan bertujuan untuk mengembalikan unsur hara yang hilang akibat panen. Namun dengan semakin langka dan tingginya harga pupuk anorganik, menimbulkan masalah tersendiri bagi petani. Oleh sebab itu diperlukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Penggunaan bahan organik seperti pupuk kandang dan fosfat alam merupakan salah satu cara untuk mengatasi beberapa masalah di atas. Pupuk kandang dan fosfat alam banyak tersedia di alam, sehingga memudahkan petani untuk memperoleh dan mengelolanya. Selain itu beberapa penelitian sudah membuktikan bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat

memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Wang dkk., 2006; Sykes dkk., 1981; Pietri dan Brookes, 2008; Okonokhua dkk., 2007; Annisa dkk., 2007; Prasetyo dan Suriadikarta, 2006 ).

Penggunaan fosfat alam sebagai sumber P khususnya pada tanah mineral masam mempunyai prospek yang cukup baik karena mudah larut dalam kondisi masam, dapat melepas fosfat secara lambat (slow release), harga lebih murah, serta pengadaan lebih mudah. Kualitas fosfat alam dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat mineralogi, kelarutan, kehalusan pupuk, kadar karbonat bebas, kadar P2O5, dan jenis deposit batuan bebas. Keefektivan penggunaan fosfat alam secara


(6)

waktu, dosis, cara aplikasi, pola tanaman, dan lingkungan (Diamond dkk., 1986; Rajan. dkk., 1996).

Menurut Setyorini dkk. (2006), bahan organik memiliki peran penting,

diantaranya : 1) membantu menahan air, sehingga ketersediaan air tanah lebih terjaga, 2) membantu memegang ion sehingga meningkatkan kapasitas tukar ion atau ketersediaan hara. 3) menambah hara terutama N, P, dan K setelah bahan organik terdekomposisi sempurna, 4) membantu granulasi tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur atau remah, yang akan memperbaiki aerasi tanah dan perkembangan sistem perakaran, serta 5) memacu pertumbuhan mikroba dan hewan tanah lainnya yang sangat membantu proses dekomposisi bahan organik tanah. Berdasarkan penelitian Indrasari dan Syukur (2006), menunjukkan bahwa pemberian bahan organik seperti pupuk kandang sapi sampai dengan 30 ton per ha masih meningkatkan kandungan bahan organik, Zn jaringan tanaman, berat segar maupun berat kering akar tanaman jagung.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas dan untuk membantu petani mengatasi masalah pemupukan, maka peneliti memilih campuran pupuk kandang sapi dan batuan fosfat alam sebagai pupuk alternatif untuk meningkatkan produksi tanaman jagung.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Berapa dosis batuan fosfat alam yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea maysL) ?


(7)

2. Berapa dosis pupuk kandang kotoran sapi yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea maysL)?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara dosis batuan fosfat alam dan pupuk kandang kotoran sapi untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea maysL)?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui dosis batuan fosfat alam yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea maysL).

2. Mengetahui dosis pupuk kandang kotoran sapi yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea maysL).

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara dosis batuan fosfat alam dan pupuk kandang kotoran sapi untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea maysL).

1.3. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah. Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman yang sangat respon terhadap pemupukan,khususnya pupuk P. Unsur P merupakan salah satu hara makro yang esensial bagi tanaman. Fosfor umumnya diserap tanaman dalam bentuk anion orthofosfat H2PO4-atau HPO42-, ini tergantung dengan tingkat


(8)

berada dalam kondisi toksik bagi tanaman, karena kelarutannya tinggi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Dengan tingginya kelarutan Fe dan Al menyebabkan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Umumnya, pada tanah-tanah yang masam, banyak dilakukan pemupukan P untuk meningkatkan serapan hara P oleh tanaman. Jenis pupuk P yang diberikan berpengaruh terhadap bentuk-bentuk P dalam tanah. Salah satu alternatif sumber P untuk tanaman yaitu dengan pemanfaatan fosfat alam. Annisa dkk. (2007) menyimpulkan bahwa pemberian fosfat alam asal Maroko (27%, P2O5) dengan

dosis 250 kg /ha sudah dapat meningkatkan hasil dari gabah tertinggi sebesar 3,11 ton/ ha sampai pada musim tanam keempat. Walaupun ketersediaan P yang diberi FA sebanyak 500 kg /ha dan 1000 kg/ha lebih tinggi, tetapi hasil yang didapatkan tidak berbeda dengan yang hanya diberi 250 kg /ha. Residu fosfat alam asal Maroko dari 4 musim tanam pada lahan sulfat masam mampu memperbaiki reaksi tanah (pH), dan kandungan P-tersedia tanah. Residu pupuk P pada tanah Ultisols memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai

(Suriadikarta dan Widjaja-Adhi, 1986), bahkan residu P sebesar 3 x 60 kg P ha-1 dapat menaikkan ketersediaan P dalam tanah dari 3,30 menjadi 10,10 ppm P2O5.

Pupuk fosfat alam yang digunakan secara langsung umumnya mempunyai kelarutan yang lebih rendah dibandingkan dengan pupuk kimia, sehingga diperlukan suatu usaha untuk dapat meningkatkan kelarutannya seperti penggunaan mikroorganisme pelarut fosfat dan bahan organik ( Noor, 2008).

Selain itu pemberian bahan organik juga dapat meningkatkan ketersediaan P pada tanah masam. Hasil penelitian Fahmi dkk. (2009), menunjukan bahwa pemberian


(9)

pupuk kandang menyebabkan pH tanah meningkat, konsesentrasi Fe2+menurun serta P memiliki kandungan yang tinggi. Hal ini diduga karena, bahan organik tanah telah dapat mempengaruhi ketersediaan fosfat melalui hasil dekomposisinya yang menghasilkan asam–asam organik dan CO2. Asam–asam organik seperti

asam malonat, asam oxalate, asam tatrat akan menghasilkan anoin organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion Al, Fe, dan Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut. Dengan demikian konsentrasi ion–ion Al, Fe, dan Ca yang bebas dalam larutan akan berkurang dan diharapkan fosfor akan tersedia lebih banyak.

Lebih lanjut Dahlan dan Kaharuddin (2007) menyatakan bahwa penggunaan pupuk kotoran sapi 15 ton/ha memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat basah pipilan dan berat kering pipilan tanaman jagung . Hal ini disebabkan pupuk kandang sapi mengandung sejumlah unsur hara dan dapat memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah.

Pemberian batuan fosfat alam dan pupuk kandang sapi apabila diaplikasikan secara bersamaan akan semakin meningkatkan kelarutan batuan fosfat alam. Hal ini disebabkan fosfat alam mempunyai sifat pelepasan hara lambat (slow release) dan kandungan P rendah, oleh sebab itu untuk meningkatkan kecepatan kelarutan P, penggunaan fosfat alam harus dikombinasikan dengan bahan organik. Djuniwati dkk, (2007), menyatakan bahwa fosfat alam yang dikombinasikan dengan bahan organik berpengaruh nyata dalam meningktakan P-tersedia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap dosis P-alam, peningkatan dosis bahan organik meningkatkan P-tersedia tanah, kecuali pada dosis P-alam 40 ppm P. Peningkatan P-tersedia pada peningkatan dosis bahan organik di setiap dosis


(10)

P-alam, menunjukkan bahwa bahan organik berperan dalam meningkatkan ketersediaan P-tanah.

1.4. Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat dosis batuan fosfat alam yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea maysL).

2. Terdapat dosis pupuk kandang kotoran sapi untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea maysL).

3. Terdapat pengaruh interaksi antara dosis batuan fosfat alam dan pupuk kandang kotoran sapi untuk pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L).


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) adalah salah satu jenis tanman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminae)yang sudah popular di seluruh dunia. Menurut sejarahnya tanaman jagung berasal dari Amerika (Warsino, 1998).

Jagung merupakan tanaman yang sangat dikenal oleh sebagian masyarakat. Tanaman jagung termasuk jenis tanaman pangan dari keluarga rumput-rumputan yang berasal dari Amerika dan tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskan tanaman jagung ke Asia termasuk Indonesia.

Klasifikasi tanaman jagung (Zea maysL.) adalah sebagai berikut (Rukmana, 1997) :

Kingdom :Plantae

Divisi :Spermatophyta

Subdivisi :Angiospermae

Kelas :Monocotyledonae

Ordo :Poales


(12)

Spesies :Zea maysL.

Jagung merupakan tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh dari radikula dan embrio, akar adventif disebut juga akar tunjang, akar ini tumbuh dari buku yang paling bawah yaitu sekitar 4 cm dibawah permukaan tanah. Sementara akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat permukaan tanah. Perkembangan akar jagung tergantung dari varietas, kesuburan tanah, dan keadaan air tanah. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Batang jagung berbentuk silinder, tidak bercabang, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60 300 cm (Purwono dan Hartono, 2005). Jagung merupakan tanaman semusim (annual) yang siklus hidupnya diselesaikan dalam waktu 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus hidupnya merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.

Daun jagung adalah daun sempurna dengan bentuk memanjang dan memiliki pelepah. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga


(13)

pada tongkol (Purwono dan Hartono, 2005).

2.2 Syarat Tumbuh

Daerah yang dikehendaki sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah beriklim sedang sampai dengan daerah yang beriklim subtropik/tropis basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 50° LS – 40° LU. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dalam masa pertumbuhan (Soemadi dan Mutholib, 1990).

Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Intensitas matahari sangat penting bagi tanaman, terutama dalam masa pertumbuhan. Sebaiknya tanaman jagung mendapatkan pasokan sinar matahari langsung. Dengan demikian hasil yang akan diperoleh maksimal. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat atau merana. Produksi biji yang dihasilkan pun akan kurang baik, bahkan tidak akan terbentuk buah (Adisarwanto dan Widyastuti,1999).

Suhu yang dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 27° C-32° C. Pada proses perkecambahan benih, jagung membutuhka suhu sekitar 30° C. Panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim penghujan karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).


(14)

pertumbuhan,saat berbunga dan waktu pengisian biji. Kekurangan air pada stadia tersebut akan mengakibatkan hasil yang menurun. Kebutuhan air pada setiap varietas jagung sangat beragam. Namun secara umum, tanaman jagung membutuhkan 2 Liter air pertanaman perhari pada kondisi panas dan berangin (Soemadi dan Mutholib, 1990).

Tanaman Jagung dapat tumbuh dengan baik pada pH tanah berkisar 5,5-6,8. Sedangkan pH yang ideal untuk pertumbuhan adalah 6,5. Untuk pertumbuhan dibutuhkan tanah yang relatif netral. Tanah yang bersifat masam dengan pH tanah kurang dari 5,5 dapat digunakan bila telah dilakukan pengapuran (Rosmarkam dan Yuwono, 2001).

2.3 Batuan Fosfat Alam

Fosfat alam adalah batuan apatit dengan rumus molekul Ca10(PO4)6F2 mengandung

fosfat cukup tinggi sehigga dapat digunakan sebagai pupuk. Batuan fosfat sangat tidak larut, sehingga ketersediaan P rendah bagi pertumbuhan tanaman (Fort, 1998). Pemberian fosfat alam secara langsung ke tanaman merupakan salah satu alternatif yang efisien untuk mengatasi kekahatan P karena kelarutan fosfat alam secara perlahan (Slow release) dibandingkan pupuk superfosfat (TSP dan Sp-36) yang mudah larut dalam air, sehingga residunya lebih lama serta mengandung unsur Ca yang cukup tinggi (Soelaeman, 2008).


(15)

fosfat buatan maupun fosfat alam. Pupuk fosfat dibuat dari mineral apatit atau mineral lain yang yang mengandung fosfor. Bahan yang mengandung fosfor tersebut sering disebut fosfat alam ( Thompson dan Troeh, 1975).

Batuan fosfat dapat diaplikasikan langsung ke tanah yang secara alami dapat melepaskanH2PO4- dan HPO42 - tersedia bagi tanaman, jika di dalam tanah terdapat

cukup tersedia ion H+untuk membantu melarutkan P dari batuan fosfat, tetapi prosesnya sangat lambat dan hanya terjadi pada tanah yang masam, serta adanya mikroba pelarut fosfat. Penelitian di daerah tropika, menunjukan bahwa pengaruh batuan fosfat secara langsung mempunyai prospek yang baik, jika digunakan pada tanah yang bereaksi asam (Sarno, 1996).

Reaksi batuan fosfat yang diaplikasikan secara langsung pada tanah masam;

Ca (H2PO4)+ H2O<=>CaHPO4+ H3PO4

Proses ini berlangsung lambat. Telah dikenal beberapa pupuk fosfat alam yang bersifat (slow release) yang dapat langsung digunakan sebagai pupuk, terutama pada tanah yang bereaksi masam, miskin bahan organik, memiliki daya fiksasi P tinggi dan cadangan mineral yang rendah. Kelebihan lainnya dari fosfat alam adalah terkandungnya hara lain terutama Ca dan Mg serta unsur mikro seperti Fe, Cu, dan Zn. Kelarutan mineral fosfat alam sangat rendah pada tanah-tanah netral atau alkalin, namun pada tanah-tanah masam akan lebih tersedia bagi tanaman. Hal ini dikarenakan, adanya reaksi aion hydrogen dan asam-asam yang berasal dari dekomposis bahan organik. ( Thompson dan Troeh, 1975).


(16)

merupakan salah satu cara untuk mengatasi mahalnya harga pupuk dan rendahnya efisiensi pemupukan menggunakan pupuk superfosfat (Adiningsih, dkk., 1998). Namun demikian, sifat batuan fosfat yang sukar terlarut dalam air menyebabkan laju pelarutnya tidak berimbang dengan kebutuhan fosfat tanaman (Matunubun, dkk., 1998).

Berdasarkan Penelitian Idris (1995) Pemberian Fosfat alam atau TSP mengakibatkan penurunan Al-dd maupun kejenuhan Al dan kenaikan pH tanah. Tisdale dkk., (1990) mengemukakan bahwa penggunaan fosfat alam apatit pada tanah masam dengan kadar P redah dimungkinkan lebih menguntungkan. Keuntungan yang paling menonjol dalam penggunaan fosfat alam menurut Sediyarso (1987) ialah harga fosfat alam lebih rendah dari pupuk P buatan yang diproduksi dari fosfat alam, sehingga minimal harga pupuk P buatan bernilai sebesar biaya produksi pembuatannya ditambah dengan nilai produksi fosfat alam.

Hampir semua pupuk P dihasilkan dari batuan fosfat alam, akan tetapi penggunaan fosfat alam secara langsung sebagai pupuk masih sangat terbatas. Bahkan pada beberapa Negara, fosfat alam belum dimasukkan dalam daftar pupuk alternatif atau subtistusi, baik dalam perundang-undangan maupun dalam statistik penggunaan pupuk ( Sediyarso, 1999).


(17)

Soepardi (1983) mengemukakan peranan penting P antara lain untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat jerami agar tanaman tidak mudah rebah, memperbaiki kualitas tanaman, pembentukan bunga, buah, dan biji. Serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Fosfor juga berperan memberikan daya serap nutrisi yang lebih baik. Pada proses pembungaan kebutuhan fosfor akan meningkatkan drastis karena kebutuhan energi meningkatkan dan fosfor adalah komponen penyususn enzim dan ATP yang berguna dalam proses transfer energi.

2.3.2 Gejala Defisiensi Fosfor

Jika fosfor dalam keadaan yang kurang, pembelahan sel di dalam tanaman terhambat. Warna hijau gelap berkaitan dengan satu perubahan warna keungu-unguan pada stadia pertumbuhan vegetatif, kemudaian tanaman menjadi kuning, sekali-kali berkembang warna pucat atau hijau kekuning-kuningan. Selanjutnya kekurangan fosfor menghambat penggunaan nitrogen oleh tanaman, daun-daun berwarna perak atau ungu kadang-kadang dijumpai pada bagian atas pucuk baru pada tanaman yang mati akibat kekurangan fosfor. Dengan demikian ketiadakadaan fosfor dalam jumlah yang cukup, kematangan tanaman dan pembentukan biji pada umumnya akan tertunda (Fort, 1984).

2.4 Pupuk Kandang

Pupuk Organik dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang tercampur dengan sisa-sisa makanan ataupun alas kandang. Pupuk kandang dan pupuk buatan kedua-duanya menambah bahan makanan bagi tanaman di dalam tanah, tetapi pupuk kandang


(18)

buatan. Selain dapat menambah unsur hara ke dalam tanah juga dapat mempertinggi humus, memperbaiki struktur tanah san mendorong kehidupan jasad renik tanah (Hakim dkk.,1986). Komposisi unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik yang berasal dari kompos ternak sapi yaitu : N (0,7 –1,3 %), P2O5(1,5–2,0 %), K2O5(0,5–0,8 %),

C organik (10,0 – 11,0 %), MgO (0,5 – 0,7 %) dan C/N ratio (14,0 –18,0 ). Diantara jenis pupuk kandang, pupuk kandang sapilah yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, pupuk kandang sapi dapat memberikan manfaat diantaranya menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, , memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan prorositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, data serap air yang lebuh lama pada tanah. Tingginya kadar C dalam pupuk kandang sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Untuk dapat menggunakan pupuk kandang sapi harus dilakukan pengomposan dengan rasio C/N di bawah 20 (Hartatik dan Widowati, 2010).

Menurut Rivaie (2006), biasanya pemberian pupuk sapi selalu diikuti dengan peningkatan hasil tanaman. Peningkatan hasil tanaman tersebut tergarntung pada beberapa faktor, seperti tingkat kematangan pupuk kandang sapi itu sendiri, sifat-sifat tanah, cara aplikasi, dan sebagainya. Pengaruh dari pupuk kandang sapi terhadap hasil tanaman dapat disebabkan oleh pengaruh yang menguntungkan terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah.


(19)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Kedaton, Kota Bandarlampung , dan di Laboraturium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, pada November 2012 sampai Maret 2013.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah benih jagung hibrida (P21) , batuan fosfat alam Selagai Lingga (22% ,P2O5), pupuk kandang kotoran sapi, pupuk Urea, pupuk KCl, dan

isektisida untuk pengendalian hama dan penyakit.

Alat yang digunakan adalah saringan ukuran 2 mm, timbangan, timbangan analitik, sekop, cangkul, tugal, koret, jangka sorong, gembor, bambu, tali raffia, oven, pisau, penggaris, meteran dan alat tulis.


(20)

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan rancangan perlakuan faktorial (3 x 3) dengan 3 ulangan.

Sebagai faktor I adalah dosis batuan fosfat alam (P) yang terdiri dari 3 taraf::

P0= kontrol ( tanpa batuan fosfat alam)

P1= 750 kg/ha

P2= 1500 kg/ha

Sebagai faktor II adalah dosis pupuk kandang kotoran sapi (S) yang terdiri dari 3 taraf:

S0= kontrol ( tanpa pupuk kandang kotoran sapi)

S1= 15 ton/ha

S2= 30 ton/ha

Data yang diperoleh di Uji Bartlet untuk mengetahui homogenitas ragam data dan Uji Tukey untuk mengetahui adivitas data. Jika asumsi terpenuhi, data dianalisis ragam. Uji lanjut menggunakan Uji Orthogonal Polynomial pada taraf 5%,


(21)

a. Pembuatan petak percobaan

Petak percobaan berukuran 2,5m x 3m dengan jumlah 9 petak ( sesuai perlakuan) di ulang 3 kali. Jarak antar petak percobaan dalam ulangan yang sama adalah 50 cm, dan jarak antar petak per ulangan adalah 1m.

b. Penanaman benih

Benih ditanam dengan jarak tanam 75cm x 25 cm. Setiap lubang tanam 2 butir benih jagung. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Penjarangan dilakukan 2 MST,

sehingga tersisa satu tanaman per lubang tanam.

c. Pemupukan

Pupuk Urea 300 kg/ha dan KCl 100 kg/ha digunakan sebagai pupuk dasar.

Pemberian pupuk KCl hanya 1 kali pada saat penanaman dan untuk urea diberikan 2 kali yaitu, pada saat awal tanam dan awal premordia bunga. Selanjutnya pemberian pupuk kandang kotoran sapi dan Batuan fosfat alam pada saat pengolahan tanah, sesuai dengan perlakuan.

d. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan penyiraman setiap hari dan penyiangan dilakukan pada umur jagung 3 MST untuk membersihkan petak


(22)

Panen dilaksanakan setelah tanaman berumur sekitar 110 hari dengan ciri-ciri kelobot jagung berwarna cokelat dan daun telah mengering.

3.5 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi:

a. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang (permukaan tanah) sampai ujung daun teratas dan diamati setiap minggu mulai tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST) sampai tanaman berumur 6 (MST). Data tinggi tanaman yang di uji statistik adalah data tinggi tanaman berumur 6 MST .

b. Jumlah daun, yang dihitung yaitu daun muda yang telah membuka sempurna dan berwarna hijau. Pengamatan dimulai 2 MST sampai tanaman berumur 6 MST. Data jumlah daun yang di uji statistik adalah data jumlah daun berumur 6 MST . c. Bobot brangkasan kering , seluruh bagian tanaman diambil saat vegetatif

maksimum terdiri dari akar, batang, daun setelah itu dikeringkan dengan oven dengan suhu 70°C sampai dengan bobotnya stabil.

d. Panjang tongkol, diukur dari pangkal tongkol sampai ujung tongkol yang terdapat biji setelah kelobot dikupas.

e. Diameter tongkol, diukur pada bagian tengah tongkol setelah kelobot dikupas. f. Bobot 100 butir per sampel, diukur setelah biji jagung dipipil dengan kadar air

14% diambil secara acak. Kemudian biji ditimbang masing-masing 100 biji per sampel.


(23)

lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

h. Produksi pipilan kering per hektar, dihitung setelah jagung dipipil dari tongkol lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.


(24)

S0P2 S2P0

S0P1

S0P0 S1P2

S2P1

S1P0 S2P2

S1P1

II

S0P0 S0P1 S2P2

S1P2 S2P0 S1P1

S2P1 S0P2 S1P0

III

S2P1 S0P2 S1P2

S1P1 S2P0 S0P0

S1P0 S2P2 S0P1

Gambar 1. Tata letak percobaan tanaman jagung

Keterangan :

P0: 0 kg/ha S0:0 kg/ha

P1: 750 kg/ha S1: 15 ton/ha


(25)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemberian batuan fosfat alam pada dosis 750 kg/ha mampu menghasilkan bobot

berangkasan kering tanaman jagung (Zea maysL) tertinggi 11,4 ton/ha.

2. Pemberian pupuk kandang kotoran sapi pada dosis 30 ton/ha mampu menghasilkan

bobot berangkasan kering tanaman jagung (Zea maysL) secara linier .

3. Terdapat interaksi antara dosis batuan fosfat alam dan pupuk kandang kotoran sapi

terhadap bobot berangkasan kering tanaman jagung (Zea mays L), didapatkan dosis

optimum batuan fosfat alam 655,5 kg/ha dan pupuk kandang kotoran sapi 13,09 ton/ha


(26)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan penelitian pada tanah ber pH asam(4,5- 5,6). Menambah variabel pengamatan serapan hara P, Serta mengkombinasikan batuan fosfat alam dengan sumber bahan organik lain pada penelitian selanjutnya.


(27)

PUSTAKA ACUAN

Adisarwanto, T. dan Y.E. Widyastuti. 1999. MeningkatkanProduksi Jagung Di Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Adiningsih. J.S., Kasno, A, dan R. Widarto. 1998. Pembandingan efektivitas fosfat alam Nutrifer dan Hubei dengan pupuk P lainnya pada tanaman

palawija.Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor, 10-12 Pebruari 1998. 297-314.

Annisa, W., A. Fahmi, dan A. Jumberi. 2007. Pengaruh pemberian fosfat alam asal Maroko terhadap pertumbuhan padi sawah di lahan sulfat masam. J. Tanah Trop 12 (2): 85-91.

BPS (2013). Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, Bandar Lampung. Diakses tanggal 12 juni 2013 pukul 21.00 WIB. BPS (2013) . Produksi jagung 2011. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

Jakarta. Diakses tanggal 12 juni 2013 pukul 21.00 WIB.

Chien, SH. 1990. Phosphorous availability to maize from partially acidulated rocks and phosphate rocks compacted with sophera.Plant and Soil127: 123-128. Dahlan, F.H. dan Kaharuddin. 2007. Pengaruh penggunaan pemberian pupuk

bokashi kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Jurnal Agribisnis. 3 (1). Jakarta. 15-18

Dartius. 1989. Fisiologi Tanaman 2. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Das, D.K. 1996. Introductory: Soil Science. Kalyani Publishers.

Deptan. 2003. http://sulsel.litbang.deptan.go.id. Sistem Integrasi Padi - Ternak. Diakses 25 Maret 2012. 22.00 wib.

Diamond, R.B., J.S. Adiningsih, J. Prawirasumantri, dan S. Partohardjono. 1986. Responses of upland crops to water soluble P and phoshate rocks.

DalamProsiding Lokakarya Efisiensi Penggunaan Pupuk. Cipayung, 6-7Agustus 1986.1- 9


(28)

terhadap pertumbuhan dan serapan P jagung (Zea mays) pada Andisol Pasir Sarongge. J. Tanah Lingkungan 8 (2):22.

Ermandani. 2008. Efektifitas Batuan Fosfat Alam terhadap ketersediaan P, serapan P dan Hasil Jagung pada tanah mineral masam. J. Agronomi 12(1) : 28

.

Fahmi, A., B. Radjagukguk, dan B. H. Purwanto. 2009. Kelarutan fosfat dan ferro pda tanah sulfat masam yang diberi bahan organik jerami padi. J. Tanah Trop 14 (2): 119-125.

Fort, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Bharatara Aksara. Jakarta. Hal.: 552–554.

Ginting. 1995. Budidaya Jagung. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Goldsworthy, P, R and Fisher. 1992. Fisiologi tanaman budidaya tropik. Terjemahan Ir. Tohari, MSc, PhD. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal :874. Hakim, N. 2005.Pengelolaan Kesuburan Tanah Masam dengan Teknologi

Pengapuran Terpadu. Andalas University Press. Padang.Hal: 109-116. Hakim.N, M.Y. Nyapka, A.M. Lubis,S.G Nugroho, M.R nSaul, M.A. Diha, B.H. Go,

H.H. Bailey. 1986.Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Harian Kompas. 2006. Produksi Jagung Di Indonesia. Kompas.com. (diakses pada tanggal 18 Maret 2012).

Hartatik, W. dan L.R. Widowati, 2010. Pupuk Kandang

http://www.balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 25 Maret 2012. 23.40 wib

Hasibuan, N.H. 2003. Pengaruh Bahan Organik dan Fosfat Alam Terhadap

Ketersedian Fosfor dan Kelarutan Fosfat alam pada Ultisol Lampung. Skripsi. Institu Pertanian Bogor. Bogor.Hal : 75.

Idris, K. 1995. Evaluasi Pemberian Fosfat Alam dari Jawa dan Pengapuran pada tanah masam: I. Modifikasi Ciri Kimia Tanah. J Ilmu Pertanian. Indo. 5.(2). Indrasari, A dan A. Syukur. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur

hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada tanah Ultisol yang dikapur. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6 (2): 116–123.

Indrayani, F. 2012. Pengaruh Asildulasi Batuan Fosfat dengan Limbah Industri Nanas dan Pelarut Asam terhadap Fosfat–Larut. Skripsi. Universitas Lampung. Bamdarlampung. Hal : 52.

Ismangil dan A. Ma’as. 2006. Potensi batu beku sebagai ameliorant pada tanah mineral masam. J. Tanah Trop 11 (2): 81–88.


(29)

Kaya, E. 2009. Ketersediaan fosfat, serapan fosfat, dan hasil tanaman jagung (Zea maysL.) akibat pemberian bokashi ela sagu dengan pupuk fosfat pada Ultisols. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (1): 30-36.

Leiwakabessy, F.M. dan Sutandi, A. 1988. Pupuk dan Pemupukan.Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

Lukman Hakim, S. dan S. Moersidi. 1982. Pembandingan dan Pengamatan Residu Beberapa Pupuk Fosfat Alam. Pusat Penelitian Tanah, Bogor

Manutubun, H., B. Radjagukguk dan A. Rosmarkam. 1998. Kajian Pengaruh

Peningkatan pH Tanah Podsolik Merah Kuning Atas Pengambilan Fosfor dari Batuan Fosfat oleh Padi Gogo. Universitas Gajah Mada.

Noor, A. 2008. Perbaikan Sifat Kimia Tanah Lahan Kering dengan Fosfat Alam, Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk Kandang Untuk Meningkatkan Hasil Kedelai. J. Tanah Trop. 13(1): 49–58.

Okonokhua, B. O., Ikhajiagbe, B., Anolifo, G. O., dan Emede, T. O. 2007. The effects of spent engine oil on soil properties and growth of maize (Zea mays L.). J. Appl Sci Environ Manage 11 (3): 147–152.

Pietri, J. C. Aciego dan P. C. Brookes. 2008. Relationships between soil pH and microbial properties in a UK arable soil. J. Soil Biology and Biochemistry 40: 1856-1861.

Prasetyo, B. H., dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah Ultisol untuk pegemba ngan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25 (2): 39-46.

Prawiranata, W. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Jilid 2. Departemen Botani. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.

Purnomo, J. 2001. Pengaruh Fosfat Alam dan Pupuk Kandang terhadap Efisiensi Pemupukan P pada Oxisol Sumatera Barat. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Bogor. Purwono dan R. Hartono. 2005. Bertanam Jagumg Unggul. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Rajan, S., J.H. Watkinson, and A.G. Sinclair. 1996. Phosphate rock for direct appliction to soils. Adv. In Agron. 57:77-159.

Rivaie, A.A. 2006. Pupuk Kandang Sapi. PT. Kreatif Energi Indonesia. http:// www.indobiofuel.com/menu%20artikel%20jarak%209. Diakses pada 23 Maret 2011. 20.45 wib.

Rosmarkam, A dan Y.N. Yuwono. 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta


(30)

Gizi. Terjemahan Catur Horison. ITB Press. Bandung. Rukmana. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Sarno. 1996. Pemupukan Batuan Fosfat Alam pada Tanaman Padi di Tanah Gambut Dalam Keadaan Tidak Tergenang.J Tanah Trop. 2:19-25.

Sediyarso, M. 1987. Kualitas P-Alam di Indonesia Sebagai Pupuk Sumber Fosfat. Prosiding Lokakarya Nasional Pengguna Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah. Departement Pertanian. Bogor. P. Hal :257-268.

Sediyarso, M. 1999. Fosfat Alam Sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Setyorini, D., R. Saraswati, dan Ea Kosman Anwar . 2006. Kompos. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal :11-38.

Sitorus, H. 2008. Uji Efektifitas Pupuk Organik Padat dan NPK Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea maysL). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sykes, I. K., S. Lanning and S. T. Williams. 1981. The effect of pH on soil actinophage. Journal of general microbiology 122: 271-280.

Soelaeman, Y. 2008. Efektivitas Pupuk Kandang dalam meningkatkan Ketersediaan Fosfat, Pertumbuhan dan Hasil Padi dan Jagung Pada Lahan Kering Masam. J Tanah Trop. 13(1): 41-47.

Soemadi, W. dan A. Mutholib. 1990. Sayuran Baby. Penebar Swadaya. Jakarta Sykes, I. K., S. Lanning and S. T. Williams. 1981. The effect of pH on soil actinophage. Journal of general microbiology 122: 271-280.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Hal 591

Suriadikarta, D. A., dan I P.G. Widjaja-Adhi. 1986. Pengaruh residu pupuk fosfat, kapur, dan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan hasil kedelai pada Inseptisols Rangkasbitung. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk 6: 15-19.

Sutriadi, M.T., R. Hidayat, S. Rochayati, dan D. Setyorini. 2005. Ameliorasi lahan dengan fosfat alam untuk perbaikan kesuburan tanah kering masam Typic Hapludox di Kalimantan Selatan.Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Daya Tanah dan Iklim, Bogor, 14-15 September 2004. Puslittanak, Bogor. 143-155

Thompson, L. M. and F. R. Troeh. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. 3rd. Mac Graw Hill. Publ. Co. New York.


(31)

Mac Milla publ. Co. New York.

Warsino. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. Hal :78. Wang, A. S., J. Scott Angle., Rufus L. Chaney., Thierry A. Delome., and Marla

McIntosh. 2006. Changes in soil biological activities under reduced soil pH during Thlaspi caerulescens phytoextraction. J. Soil Biology and Biochemistry 38: 1451-1461


(1)

✆ ✝ 5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan penelitian pada tanah ber pH asam(4,5- 5,6). Menambah variabel pengamatan serapan hara P, Serta mengkombinasikan batuan fosfat alam dengan sumber bahan organik lain pada penelitian selanjutnya.


(2)

✞ ✟

PUSTAKA ACUAN

Adisarwanto, T. dan Y.E. Widyastuti. 1999. MeningkatkanProduksi Jagung Di Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Adiningsih. J.S., Kasno, A, dan R. Widarto. 1998. Pembandingan efektivitas fosfat alam Nutrifer dan Hubei dengan pupuk P lainnya pada tanaman

palawija.Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor, 10-12 Pebruari 1998. 297-314.

Annisa, W., A. Fahmi, dan A. Jumberi. 2007. Pengaruh pemberian fosfat alam asal Maroko terhadap pertumbuhan padi sawah di lahan sulfat masam. J. Tanah Trop 12 (2): 85-91.

BPS (2013). Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, Bandar Lampung. Diakses tanggal 12 juni 2013 pukul 21.00 WIB. BPS (2013) . Produksi jagung 2011. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

Jakarta. Diakses tanggal 12 juni 2013 pukul 21.00 WIB.

Chien, SH. 1990. Phosphorous availability to maize from partially acidulated rocks and phosphate rocks compacted with sophera.Plant and Soil127: 123-128. Dahlan, F.H. dan Kaharuddin. 2007. Pengaruh penggunaan pemberian pupuk

bokashi kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Jurnal Agribisnis. 3 (1). Jakarta. 15-18

Dartius. 1989. Fisiologi Tanaman 2. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Das, D.K. 1996. Introductory: Soil Science. Kalyani Publishers.

Deptan. 2003. http://sulsel.litbang.deptan.go.id. Sistem Integrasi Padi - Ternak. Diakses 25 Maret 2012. 22.00 wib.

Diamond, R.B., J.S. Adiningsih, J. Prawirasumantri, dan S. Partohardjono. 1986. Responses of upland crops to water soluble P and phoshate rocks.

DalamProsiding Lokakarya Efisiensi Penggunaan Pupuk. Cipayung, 6-7Agustus 1986.1- 9


(3)

✠ ✠ Djuniwati, S.A. 2003. Pengaruh bahan organik (Pueraria javanica) dan fosfat alam

terhadap pertumbuhan dan serapan P jagung (Zea mays) pada Andisol Pasir Sarongge. J. Tanah Lingkungan 8 (2):22.

Ermandani. 2008. Efektifitas Batuan Fosfat Alam terhadap ketersediaan P, serapan P dan Hasil Jagung pada tanah mineral masam. J. Agronomi 12(1) : 28

.

Fahmi, A., B. Radjagukguk, dan B. H. Purwanto. 2009. Kelarutan fosfat dan ferro pda tanah sulfat masam yang diberi bahan organik jerami padi. J. Tanah Trop 14 (2): 119-125.

Fort, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Bharatara Aksara. Jakarta. Hal.: 552–554.

Ginting. 1995. Budidaya Jagung. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Goldsworthy, P, R and Fisher. 1992. Fisiologi tanaman budidaya tropik. Terjemahan Ir. Tohari, MSc, PhD. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal :874. Hakim, N. 2005.Pengelolaan Kesuburan Tanah Masam dengan Teknologi

Pengapuran Terpadu. Andalas University Press. Padang.Hal: 109-116.

Hakim.N, M.Y. Nyapka, A.M. Lubis,S.G Nugroho, M.R nSaul, M.A. Diha, B.H. Go, H.H. Bailey. 1986.Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Harian Kompas. 2006. Produksi Jagung Di Indonesia. Kompas.com. (diakses pada tanggal 18 Maret 2012).

Hartatik, W. dan L.R. Widowati, 2010. Pupuk Kandang

http://www.balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 25 Maret 2012. 23.40 wib

Hasibuan, N.H. 2003. Pengaruh Bahan Organik dan Fosfat Alam Terhadap

Ketersedian Fosfor dan Kelarutan Fosfat alam pada Ultisol Lampung. Skripsi. Institu Pertanian Bogor. Bogor.Hal : 75.

Idris, K. 1995. Evaluasi Pemberian Fosfat Alam dari Jawa dan Pengapuran pada tanah masam: I. Modifikasi Ciri Kimia Tanah. J Ilmu Pertanian. Indo. 5.(2). Indrasari, A dan A. Syukur. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur

hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada tanah Ultisol yang dikapur. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6 (2): 116–123.

Indrayani, F. 2012. Pengaruh Asildulasi Batuan Fosfat dengan Limbah Industri Nanas dan Pelarut Asam terhadap Fosfat–Larut. Skripsi. Universitas Lampung. Bamdarlampung. Hal : 52.

Ismangil dan A. Ma’as. 2006. Potensi batu beku sebagai ameliorant pada tanah mineral masam. J. Tanah Trop 11 (2): 81–88.


(4)

✡ ☛

Kaya, E. 2009. Ketersediaan fosfat, serapan fosfat, dan hasil tanaman jagung (Zea maysL.) akibat pemberian bokashi ela sagu dengan pupuk fosfat pada Ultisols. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (1): 30-36.

Leiwakabessy, F.M. dan Sutandi, A. 1988. Pupuk dan Pemupukan.Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

Lukman Hakim, S. dan S. Moersidi. 1982. Pembandingan dan Pengamatan Residu Beberapa Pupuk Fosfat Alam. Pusat Penelitian Tanah, Bogor

Manutubun, H., B. Radjagukguk dan A. Rosmarkam. 1998. Kajian Pengaruh

Peningkatan pH Tanah Podsolik Merah Kuning Atas Pengambilan Fosfor dari Batuan Fosfat oleh Padi Gogo. Universitas Gajah Mada.

Noor, A. 2008. Perbaikan Sifat Kimia Tanah Lahan Kering dengan Fosfat Alam, Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk Kandang Untuk Meningkatkan Hasil Kedelai. J. Tanah Trop. 13(1): 49–58.

Okonokhua, B. O., Ikhajiagbe, B., Anolifo, G. O., dan Emede, T. O. 2007. The effects of spent engine oil on soil properties and growth of maize (Zea mays L.). J. Appl Sci Environ Manage 11 (3): 147–152.

Pietri, J. C. Aciego dan P. C. Brookes. 2008. Relationships between soil pH and microbial properties in a UK arable soil. J. Soil Biology and Biochemistry 40: 1856-1861.

Prasetyo, B. H., dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah Ultisol untuk pegemba ngan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25 (2): 39-46.

Prawiranata, W. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Jilid 2. Departemen Botani. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.

Purnomo, J. 2001. Pengaruh Fosfat Alam dan Pupuk Kandang terhadap Efisiensi Pemupukan P pada Oxisol Sumatera Barat. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Bogor. Purwono dan R. Hartono. 2005. Bertanam Jagumg Unggul. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Rajan, S., J.H. Watkinson, and A.G. Sinclair. 1996. Phosphate rock for direct appliction to soils. Adv. In Agron. 57:77-159.

Rivaie, A.A. 2006. Pupuk Kandang Sapi. PT. Kreatif Energi Indonesia. http:// www.indobiofuel.com/menu%20artikel%20jarak%209. Diakses pada 23 Maret 2011. 20.45 wib.

Rosmarkam, A dan Y.N. Yuwono. 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta


(5)

☞6 Rubatzky, V. E., dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2; Prinsip, Produksi dan

Gizi. Terjemahan Catur Horison. ITB Press. Bandung. Rukmana. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Sarno. 1996. Pemupukan Batuan Fosfat Alam pada Tanaman Padi di Tanah Gambut Dalam Keadaan Tidak Tergenang.J Tanah Trop. 2:19-25.

Sediyarso, M. 1987. Kualitas P-Alam di Indonesia Sebagai Pupuk Sumber Fosfat. Prosiding Lokakarya Nasional Pengguna Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah. Departement Pertanian. Bogor. P. Hal :257-268.

Sediyarso, M. 1999. Fosfat Alam Sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Setyorini, D., R. Saraswati, dan Ea Kosman Anwar . 2006. Kompos. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal :11-38.

Sitorus, H. 2008. Uji Efektifitas Pupuk Organik Padat dan NPK Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea maysL). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sykes, I. K., S. Lanning and S. T. Williams. 1981. The effect of pH on soil actinophage. Journal of general microbiology 122: 271-280.

Soelaeman, Y. 2008. Efektivitas Pupuk Kandang dalam meningkatkan Ketersediaan Fosfat, Pertumbuhan dan Hasil Padi dan Jagung Pada Lahan Kering Masam. J Tanah Trop. 13(1): 41-47.

Soemadi, W. dan A. Mutholib. 1990. Sayuran Baby. Penebar Swadaya. Jakarta Sykes, I. K., S. Lanning and S. T. Williams. 1981. The effect of pH on soil actinophage. Journal of general microbiology 122: 271-280.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Hal 591

Suriadikarta, D. A., dan I P.G. Widjaja-Adhi. 1986. Pengaruh residu pupuk fosfat, kapur, dan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan hasil kedelai pada Inseptisols Rangkasbitung. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk 6: 15-19.

Sutriadi, M.T., R. Hidayat, S. Rochayati, dan D. Setyorini. 2005. Ameliorasi lahan dengan fosfat alam untuk perbaikan kesuburan tanah kering masam Typic Hapludox di Kalimantan Selatan.Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Daya Tanah dan Iklim, Bogor, 14-15 September 2004. Puslittanak, Bogor. 143-155

Thompson, L. M. and F. R. Troeh. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. 3rd. Mac Graw Hill. Publ. Co. New York.


(6)

✌7 Tisdale, S. L., W. L. Nelson. And J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers.

Mac Milla publ. Co. New York.

Warsino. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. Hal :78. Wang, A. S., J. Scott Angle., Rufus L. Chaney., Thierry A. Delome., and Marla

McIntosh. 2006. Changes in soil biological activities under reduced soil pH during Thlaspi caerulescens phytoextraction. J. Soil Biology and Biochemistry 38: 1451-1461