Partisipasi Politik Sebagai Akibat dari Sosialisasi Politik

Nelsen dalam Kamarudin, 2003:95 melihat basis partisipasi politik dapat bersifat individual atau kelompok. Basis kolektif terbagi atas lima bagian yakni kelas, kelompok komunal, lingkungan, partai politik, dan golongan. Kelas adalah pengelompokan individu atas status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa. Kelompok komunal diartikan sebagai pengelompokan individual karena persamaan ras, agama, bahasa, dan etnis. Lingkungan adalah individu-individu yang secara geografis bertempat tinggal berdekatan satu sama lain. Partai politik adalah individu- individu yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sama berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang eksekutif dan legislatif. Adapun golongan diartikan sebagai individu- individu yang dipersatukan olehinteraksi yang terus-menerus dan intens satu sama lain, salah satu manifestasinya berupa pengelompokan patron- klien. Kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik ini dapat terwujud dengan dalam pelbagai bentuk, namun hal yang menjadi semestinya menjadi pertimbangan utama adalah efektifitas dan efisiensi cara dan alternatif dari bentuk partisipasi politik yang dipilih.

4. Partisipasi Politik Sebagai Akibat dari Sosialisasi Politik

Manufi dalam Ruslan, 2002:74 mendefenisikan sosialisasi politik sebagai kegiatan yang dengan melakukannya orang akan memperoleh berbagai pengalaman, pengetahuan, nilai, orientasi, dan kesiapan untuk ikut berpartisipasi –dengan tingkat aktivitas yang berbeda-beda- sebagai anggota dalam sebuah komunitas sosial atau masyarakat. Ada beberapa defenisi mengenai konsepsi sosialisasi yang berkisar pada keberadaanya sebagai proses instruksi, penanaman dan pengajaran, atau bahwa ia adalah proses untuk mendapatkan sesuatu. Menurut Greinstein dalam Ruslan, 2000:75 bahwa sosialisasi politik adalah “instruksi formal maupun non formal, terencana maupun tidak terencana, akan berbagai pengetahuan, nilai, dan perilaku politik, serta karakter kepribadian yang mempunyai muatan politik. Itu terjadi pada setiap periode kehidupan melalui lembaga-lembaga politik dan sosial yang ada di tengah masyarakat. Eric Rome dalam Ruslan, 2000:75 berpendapat bahwa ia adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi transformasi berbagai nilai, keyakinan, dan perasaan, yang membentuk kultur politik dengan baik dari generasi ke generasi. Dimulai sejak usia dini dan terus berlangsung sepanjang hidup. Sementara keluarga, sekolah, gereja, kelompok-kelompok kerja, dan partai-partai politik merupakan agen-agen demi terciptanya proses tersebut. Sementara itu tujuan sosialisasi politik menurut Ghanim dalam Ruslan, 2000: 76 adalah untuk mengembangkan individu sebagai person politik atau pribadi politik. Yakni sejumlah orientasi yang terbentuk dalam diri individu untuk menghadapi dunia politik, termasuk di dalamnya pandangantentang peran politiknya secara khusus Sosialisasi politik sebagai kegiatan yang bertujuan membentuk kepribadian politik, dalam arti bahwa seseorang memperoleh orientasi politik yang memiliki tiga unsur: nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mendasar, pengetahuan dan informasi serta perspektif-perspektif politik, serta perasaan dan emosi berikut orientasi-orientasi politik. Oleh sebab itu, ia merupakan proses dimana perubahan kultur tertentu menuju orientasi dan praktek politik terjadi. Partisipasi aktif warga negara dalam bidang politik mensyaratkan adanya sosialisasi politik yang harus dialami oleh setiap individu. Karena tanpa adanya sosialisasi politik tidak akan mengakibatkan terjadinya partisipasi politik Rush dan Althoff, 2000:19. Pengalaman yang diperoleh melalui sosialisasi politik akan menciptakan perilaku dan orientasi individu dalam aktivitas politik, di samping menentukan sejauhmana partisipasi politiknya. Faston dan Dennis dalam Rush dan Altoff, 2000:20 mengutarakan tahapan dalam proses sosialisasi politik, yaitu : a. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua, anak, presiden, dan polisi. b. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal, yaitu pejabat swasta dan pejabat negara. Rendahnya kualitas partisipasi warga negara Indonesia juga disebabkan oleh rendahnya intensitas sosialisasi politik. Sosialisasi politik yang rendah menyebabkan rendahnya pemahaman politik yang mereka miliki. Rendahnya intensitas sosialisasi tersebut dapat disebabkan oleh budaya politik maupun non politik yang tidak menguntungkan mereka. Budaya politik dan non politik yang tertanam langsung sejak masa kanak- kanak, baik dalam lingkungan keluarga maupun di luar keluarga, menghasilkan sosialisasi politik dan pemahaman yang rendah kadarnya.

C. Budaya Politik