Penyebab Autisme Autisme 1. Definisi Autisme

berkomunikasi secara resiprok dua arah, tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal. c. Tingkah laku streotipe Anak autisme sering melakuakan gerakan yang berulang-ulang secara terus- menerus tanpa tujuan yang jelas, seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain-lain. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini, disebabkan oleh adanya kerusakan fisiologis, karena adanya gangguan neurologis dalam diri individu tersebut. Anak autisme juga mempunyai kebiasaan menarik-narik rambut, menggigit jari, walaupun selalu menangis kesakitan akibat perbuatannya sendiri. Dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autisme juga tertarik pada hanya bagian tertentu dari sebuah objek, misalnya pada roda mainan mobil-mobilan. Anak autisme juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton tidak berubah, misalnya mainannya harus diletakkan pada satu tempat dan rak yang sama. Sarapannya juga harus diberikan secara berurutan, misalnya mulai dari makan telur lebih dahulu, dilanjutkan dengan vitamin dan terakhir minum. Jika anak autisme merasa ada urutan atau hal-hal yang berubah, maka anak tersebut akan marah.

3. Penyebab Autisme

Sampai sekarang, autisme masih merupakan grey area dibidang kedokteran yang terus berkembang dan belum diketahui penyebabnya secara pasti Marijani, 2003. Menurut Supratiknya 1995, autisme disebabkan faktor bawaan Universitas Sumatera Utara tertentu atau pengalaman yang kurang mendukung. Misalnya dibesarkan oleh ibu yang tidak responsif atau pernah mengalami trauma dengan lingkungan sosialnya. Autisme juga disebabkan oleh abnormalitas kromosom terutama fragile X. Ada pengaruh kondisi fisik pada saat hamil dan melahirkan yang mencakup rubella, sifilis, fenilketonuria, tuberus dan sklerosis. Faktor prenatal mencakup infeksi kongenital seperti Cytomegalovirus dan rubella. Faktor pasca natal yang berperan mencakup infantile spasm, epilepsi mioklonik, fenilketonuria, meningitis dan encefalis Lumbantobing, 2001. Menurut Acocella 1996, ada tiga perspektif yang dapat digunakan untuk menjelaskan autisme, yaitu: 1. Perspektif Psikodinamika Bettelheim 1967 mengatakan bahwa penyebab dari autisme karena adanya penolakan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Anak menolak orangtuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Anak melihat bahwa tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orangtua yang tidak responsif. Anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki dampak apapun di dunia, sehingga anak menciptakan ”benteng kekosongan” autisme untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan. 2. Perspektif Biologis Universitas Sumatera Utara a. Pendekatan biologis Folstein Butter 1977 mengadakan penelitian di Great Britain, diantara 11 pasang monozygotic MZ kembar dan 10 pasang dyzygotic DZ kembar, ditemukan 1 pasang yang merupakan gen autisme. Pada kelompok MZ, 4 dari 11 diantaranya adalah gen autis, sedangkan pada DZ tidak ada. Walaupun demikian, pada MZ kembar tidak didiagnosa sebagai autisme, hanya akan mengalami gangguan bahasa atau kognisi. b. Pendekatan kromosom Kromosom yang dapat menyebabkan autisme, yaitu sindrom fragile X dan kromosom XXY, namun kromosom XXT ini tidak menunjukkan hubungan yang sekuat sindrom fragile X. c. Pendekatan biokimia Anak-anak autisme memiliki kadar serotin dan dopamine yang sangat tinggi. Obat-obat yang dapat membantu menurunkan kadar dopamine, yaitu seperti phenothiazines yang dapat menurunkan gejala-gejala autisme. d. Gangguan bawaan dan komplikasi Ada 2 penyebab autisme, yaitu virus herps dan rubella. Autisme juga berhubungan dengan komplikasi pada saat melahirkan . komplikasi pada saat melahirkan berhubungan dengan faktor genetik, contohnya penelitian Mednick’s dalam Acocella, 1996 dimana seorang wanita yang memiliki gen schizophrenia mengalami kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan Universitas Sumatera Utara dengan wanita yang normal, dan juga berat bayi yang dilahirkan sangat rendah. e. Pendekatan neurological Penyebab autisme karena adanya kerusakan otak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut : a. Karakteristik anak autisme seperti gangguan perkembangan bahasa, retardasi mental, tingkah laku motorik yang aneh, memiliki respon yang rendah atau bahkan Sangat tinggi terhadap stimulus sensori, menentang stimulus auditory dan visual berhubungan dengan fungís sistem syaraf pusat. b. Sistem saraf menunjukkan abnormalitas, seperti gangguan otot, alat koordinasi, mengeluarkan air liur dan hiperaktif. c. Memiliki Electroencephalogram EEG yang abnormal. Penelitian ERP menunjukkan tidak adanya respon memperhatikan objek atau stimulus bahasa. d. Adanya keabnormalan pada bagian Cerebellum dan sistem Lymbic di otak, yang Sangay berpengaruh terhadap kognisi, memori, emosi dan tingkah laku. Sistem Lymbicnya lebih kecil dan bergumpal. Di beberapa area, bagian dendrit saraf anak autismo lebih pendek dan kurang lengkap. Universitas Sumatera Utara 3. Perspektif Kognitif Teori-teori yang ada dalam perspektif ini adalah : a. Ornitz dalam Acocella, 1996 mengatakan bahwa gangguan pada anak autisme disebabkan karena adanya masalah dalam mengatur dan menyayukan input terhadap alat perasa. Contohnya memberi respon yang rendah atau bahkan Sangay tinggi terhadap suara. b. M. Rutter dalam Acocella, 1996 memfokuskan pada sensori persepsi, yaitu dimana anak autisme tidak memberi respon terhadap suara. Anak autisme juga mengalami gangguan bahasa, seperti Aplasia yaitu kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-kata yang disebabkan oleh kerusakan otak. Tetapi dalam perspektif ini menyatakan bahwa anak autisme tidak memberi respon disebabkan adanya masalah perseptual. c. Lovaas, dkk dalam Acocella,1996 mengatakan bahwa anak autismo Sangay overselektif dalam memperhatikan sesuatu. Anak autismo hanya dapat memproses dan merespon satu stimulus dalam satu waktu, hal ini disebabkan karena adanya gangguan perseptual. d. Anak autisme tidak mampu mengolah sesuatu dalam fikiran, misalnya tidak dapat memperkirakan dan memahami tingkah laku yang mendasari statu objek. Universitas Sumatera Utara

4. Kriteria Diagnostik Autisme