pakar hukum dibidang hukum pertanahan terutama mengenai akta sewa menyewa rumah yang dibuat oleh notaris.
c. ”Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder antara
lain :
1. Kamus besar bahasa Indonesia 2. Ensiklopedia Indonesia
3. Berbagai masalah hukum yang berkaitan dengan sewa menyewa
4. Kamus hukum 5. Surat kabar dan internet juga menjadi tambahan bagi penulisan
yang ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
55
2. Penelitian Lapangan
Untuk melengkapi data yang ada maka dilakukan penelitian lapangan dengan menghimpun informasi dari nara sumber yang dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara interview guide agar lebih terfokus dan sistematis.
5. Tehnik Dan Alat Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : a.
Studi kepustakaan Library research yang dilakukan dalam memperoleh data sekunder yang bertujuan untuk menunjukkan jalan
pemecahan permasalahan penelitian. b.
Data yang diperoleh dengan penelitian di lapangan dalam bentuk pengumpulan data skunder berupa akta sewa menyewa dari beberapa
Notaris yang ada dikota Medan.
55
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI PRESS, Jakarta, 1986, Hal. 25
Universitas Sumatera Utara
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1.
Studi Dokumen Untuk memperoleh data skunder, maka perlu dilakukan studi dokumentasi
yaitu : Dengan cara mempelajari berbagai peraturan dan teori yang ada hubungannya dengan objek atau permasalahan yang harus diteliti.
2. Wawancara
Agar memperoleh data yang relevan dengan objek yng diteliti maka instrument yang utama adalah melalui wawancara, dimana dilaksanakan
dengan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya wawancara berpatokan. Pedoman wawancara yaitu mengadakan serangkaian Tanya
jawab secara lisan, bebas dan terstruktur dengan bentuk pertanyaan yang telah dipersiapkan mengenai masalah yang akan diteliti. Pihak-pihak yang akan
diwawancarai meliputi Notaris.
6. Analisis Data
Adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam analisis data ini adalah : Setelah data primer dan data sekunder diperoleh, selanjutnya data tersebut diseleksi,
disusun dan dianalisis secara kualitatif yaitu tanpa mempergunakan rumus-rumus statistik, data tersebut kemudian diterjemahkan secara logis sistematis dengan
menggunakan metode deduktif sehingga kegiatan analisis ini diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan yang sesuai untuk memberi jawaban dari permasalahan dan
tujuan penelitian, serta disajikan dalam bentuk deskriptif.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN KLAUSUL AKTA SEWA MENYEWA RUMAH YANG DI
BUAT DIHADAPAN NOTARIS
A. Perjanjian Sewa Menyewa 1. Pengertian Sewa Menyewa
Secara umum, perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. Suatu perjanjian akan melahirkan perikatan pada pihak-pihak yang membuatnya seperti dinyatakan dalam
Pasal 1233 KUH Perdata bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian maupun karena undang-undang.
Sebelum penulis menguraikan tentang pengertian perjanjian, ada baiknya jika terlebih dahulu penulis menguraikan tentang pengertian perikatan, dimana perikatan
itu berkaitan dengan adanya suatu perjanjian. Suatu perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu. Sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak lain atau orang lain atau dimana dua orang saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa tersebut, Perjanjian itu menimbulkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dengan demikian
hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.
31
Universitas Sumatera Utara
Perikatan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan, karena setiap perjanjian akan selalu melahirkan perikatan maka perjanjian
juga akan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian.
Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian secara sukarela mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau mengikatkan diri dengan jaminan atau tanggungan berupa harta
kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tersebut.”Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir
dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian”
56
”Pernyataan sukarela menunjukkan pada kita semua bahwa perikatan yang bersumber dari perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak
yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut.”
57
Ini berbeda dari perikatan yang lahir dari undang-undang, yang menerbitkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam
perikatan tersebut, meskipun sesungguhnya para pihak tidak menghendakinya. Selanjutnya pernyataan dalam lapangan harta kekayaan, dimaksud untuk
membatasi bahwa perjanjian yang dimaksudkan disini adalah perjanjian yang
56
Hardi Kartono, Hukum Perjanjian,Fakultas Hukum Unpad, Bandung,1989, hal 78
57
Rai Wijaya,Merancang suatu Kontrak, Kanisius, Jakarta, 2003, hal 43
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan harta kekayaan seseorang sebagaimana dijamin dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut :
Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya, Pasal 1548 KUH Perdata
merumuskan bahwa “sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya
kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi pembayarannya.”
58
Sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pihak pemilik menyerahkan barang
yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.Sebagai salah satu dari perjanjian, maka sewa menyewa merupakan suatu persetujuan antara
pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa.Berdasarkan rumusan tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal pokok dalam sewa menyewa, yaitu :
1 Sewa menyewa adalah suatu perjanjian
Sebagai suatu perjanjian, sewa menyewa harus mengikuti kaidah-kaidah hukum perjanjian. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, perjanjian sewa
58
Sitohang, Ikhtisar Kitab undang-undang Hukum Perdata,Kuda Mas Intra Asia, Jakarta,1989, hal 34
Universitas Sumatera Utara
menyewa harus memenuhi syarat sahnya perjanjian seperti diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu :
a. Adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya
b. Pihak-pihak yang melakukannya dianggap cakap untuk membuat suatu
perjanjian, c.
Adanya hal tertentu yang diperjanjikan, dan d.
Perjanjian itu harus mengandung suatu sebab yang halal. Para pihak yang membuat perjanjian, apabila dianggap cakap secara hukum,
selayaknya atau dianggap sudah mengetahui bahwa mereka tidak hanya mengikatkan diri terhadap apa yang dinyatakan dalam perjanjian yang dibuatnya tetapi juga telah
mengikatkan diri terhadap segala ketentuan perundang-undangan, kepatutan dan kebiasaan seperti diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi :
“Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
59
Menelaah bunyi pasal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada dua unsur yang menentukan keterikatan para pihak terhadap perjanjian yang
dibuatnya, yaitu : a.
Klausul-klausul perjanjian yang telah disepakati b.
Kewajiban dan atau larangan yang timbul dari kebiasaan, kepatutan serta undang-undang yang terkait dengan sifat perjanjian yang dibuatnya.
59
Ibid Hal 56
Universitas Sumatera Utara
Seperti dinyatakan oleh Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”, maka klausul-klausul perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak pembuat perjanjian itu, dengan sendirinya berlaku sebagai
undang-undang pacta sunt servanda bagi pihak-pihak yang telah menyepakatinya. Menurut Subekti dengan menekankan pada kata “semua”, maka pasal tersebut
seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja dan
perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang atau dengan perkataan lain bahwa dalam soal perjanjian, setiap orang yang telah
dianggap cakap diperbolehkan membuat “undang-undang” sendiri bagi para pihak yang menyepakati suatu perjanjian yang dibuatnya.
60
Pasal-pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila para pembuatnya
tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian yang dibuatnya selama tidak mengabaikan kewajiban atau larangan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
”Menurut Subekti, memang tepat sekali nama hukum pelengkap bagi hukum perjanjian karena hukum perjanjian dapat dikatakan melengkapi perjanjian-perjanjian
yang dibuat secara tidak lengkap”.
61
Biasanya orang yang mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu. Pada umumnya
mereka hanya menyetujui hal-hal pokok saja, dengan tidak memikirkan soal-soal lainnya. Dalam hal perjanjian sewa menyewa, perjanjian sudah dianggap cukup jika
sudah memuat klausul-klausul apabila setuju tentang barang dan harga sewanya.
60
R. Subekti, Hukum Perjanjian Cet Ke-20, , Intermassa, Jakarta 2004, hal.14
61
Ibid, hal.13
Universitas Sumatera Utara
Tentang dimana barang harus diserahkan, siapa yang harus memikul biaya pengantaran barang, tentang bagaimana barang itu musnah dalam perjalanan, soal-
soal itu lazimnya tidak terpikirkan dan tidak diperjanjikan. Bagi pembuat perjanjian yang memahami hukum tentu akan berfikir bahwa apabila dikemudian hari terdapat
masalah maka yang bersangkutan akan tunduk saja pada hukum dan undang-undang. ”Namun apabila pembuat perjanjian itu tidak atau kurang memahami hukum maka
akan berlandaskan pada kebiasaan setempat yang mungkin saja kebiasaan itu sesungguhnya lahir atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”
62
Gambaran tersebut diatas memperlihatkan bahwa perjanjian menganut sistem terbuka yang juga mengandung pengertian bahwa KUH Perdata hanya mengatur
perjanjian khusus atau perjanjian bernama yang sudah memang dikenal masyarakat ketika KUH Perdata dibentuk. “Sistem terbuka dalam hukum perjanjian telah
memberi peluang yang sangat luas bagi munculnya jenis-jenis perjanjian baru yang lazimnya merupakan gabungan dari perjanjian-perjanjian bernama tersebut”
63
. Perjanjian sewa menyewa telah berkembang sedemikian rupa sesuai dengan
perkembangan kebutuhan masyarakat seperti, perjanjian sewa beli, sewa usaha
62
Than Thong Kie, Study Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris Buku I, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000
63
G.H.S Lumban Tobing, Seri Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Undang- Undang,
Erlangga,Jakarta, 2003
Universitas Sumatera Utara
dengan hak opsi leasing, perjanjian bangun-pakai-serah Build-Operate-Transfer dan sebagainya
64
. Perjanjian sewa menyewa seperti halnya perjanjian jual beli dan tukar
menukar mengandung azas konsensualitas. Azas ini tidak hanya sekedar mengandung pengertian adanya syarat kesepakatan dalam suatu perjanjian tetapi lebih dari itu,
seperti yang dijelaskan oleh Subekti sebagai berikut : Arti Azas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang
timbul karenanya
itu sudah
dilahirkan sejak
detik tercapainya
kesepakatan.dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas
65
. Menurut Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaya, azas konsensualitas
memperlihatkan kepada kita semua, bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang yang telah mengikat,dan karenanya
telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun
kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata.
66
Ini pada prinsipnya perjanjian mengikat dan berlaku sebagai pengikat bagi
para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walau demikian untuk menjaga pihak debitur yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi diadakanlah
bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. 2
Adanya Suatu Benda Yang Dapat Memberikan Manfaat Kenikmatan Perjanjian sewa menyewa tidak mungkin terjadi tanpa adanya suatu yang
dapat memberikan manfaat dan kegunaan atau menurut istilah KUH Perdata suatu
64
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta, 2004
65
R. Subekti, Opcit hal 51
66
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Cetakan Kedua, Jakarta, PT.Raja Grafindo Perdasa, 2004, Hal.34-35
Universitas Sumatera Utara
“kenikmatan” kepada si pemakainya. Pada umumnya, suatu benda sulit dipisahkan dengan manfaat yang ditimbulkannya. Walaupun demikian, dalam
praktek sewa menyewa terdapat perbedaan kecenderungan terhadap objek perjanjian yaitu ada yang cenderung terhadap benda secara fisik tetapi adapula
yang cenderung kepada manfaat yang dimaksud dalam perjanjian atau ada pula antara wujud benda dan manfaatnya mutlak harus ada sebagai objek perjanjian.
Misalnya sewa menyewa sebuah kios tidak dipermasalahkan apakah si penyewa akan menggunakannya untuk berjualan atau digunakan sebagai
penyimpanan barang sementara sebelum barang dagangannya didistribusikan. Jadi, dalam perjanjian sewa menyewa yang objek perjanjiannya lebih menitik
beratkan kepada wujud bendanya, si penyewa yang aktif mewujudkan manfaat dari benda yang disewanya sedangkan pihak yang menyewakan cukup
menyerahkan benda tersebut untuk jangka waktu tertentu kepada penyewa. Mengenai penyerahan barang tersebut, antara lain diatur oleh Pasal 612 KUH
Perdata sebagai berikut : Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh, dilakukan
dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana
kebendaan itu berada.Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang
hendak menerimanya
3 Adanya pihak yang memiliki suatu benda yang dapat memberi manfaat yang
menyewakan dan pihak yang menggunakan manfaat penyewa
Universitas Sumatera Utara
Unsur ini merupakan subjek perjanjian atau para pihak pembuat perjanjian. Subjek perjanjian dapat merupakan orang per orang naturlijk person atau badan
hukum recht person. Sehubungan dengan subjek perjanjian, perjanjian menganut azas personalia. Azas ini dapat ditemukan dalam dalam ketentuan Pasal
1315 KUH Perdata, yang berbunyi Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji
daripada untuk dirinya sendiri. Secara khusus ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata tersebut menunjukkan pada
kewenangan bertindak untuk individu pribadi sebagai subjek hukum pribadi yang mandiri, yang memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas nama dirinya
sendiri. Dengan kapasitasnya kewenangan tersebut, sebagai orang yang cakap bertindak dalam hukum maka setiap tindakan, perbuatan yang dilakukan oleh
orang perorangan, sebagai subjek hukum akan mengikat diri pribadi tersebut, dan lapangan perikatan, mengikat seluruh harta kekayaan yang dimiliki olehnya
secara pribadinya sebagai ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yang berbunyi : “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Dalam hal, orang perorangan tersebut melakukan tindakaan hukum dalam kapasitasnya yang berada yaitu tidak untuk kepentingan dirinya sendiri, maka
kewenangannya harus disertai dengan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa memang
Universitas Sumatera Utara
orang-orang perorangan tersebut tidak membuat atau menyetujui dilakukannya perjanjian untuk dirinya sendiri.
”Menurut Kartini Muljadi masalah kewenangan seseorang sebagai individu dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Untuk dan atas namanya serta bagi kepentingan dirinya sendiri ”
67
. Dalam hal ini ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata berlaku baginya secara
pribadi 2. Sebagai wakil dari pihak tertentu.
Mengenai perwakilan ini, dapat dibedakan kedalam : a.
Badan hukum dimana orang perorangan tersebut bertindak dalam kapasitasnya selaku yang berhak dan berwenang untuk mengikat badan
hukum tersebut dengan pihak ketiga. Dalam hal ini berlakulah ketentuan mengenai perwakilan yang diatur dalam Anggaran Dasar dari badan
hukum tersebut, yang akan menentukan sampai seberapa jauh kewenangan yang dimilikinya untuk mengikat badan hukum tersebut serta batasan-
batasannya. b.
Perwakilan yang ditetapkan oleh hukum, misalnya dalam bentuk kekuasaan orang tua, kekuasaan wali dari anak dibawah umur,
kewenangan curator untuk mengurus harta pailit. Dalam hal ini berlakulah ketentuan umum yang diatur dalam buku I KUH Perdata dan Undang-
undang kepailitan sebagaimana diumumkan dalam Staatsblaad Tahun
67
Kartini Msuljadi dan Gunawan Wijaya, Op.cit, hal17
Universitas Sumatera Utara
1905 No.217 dan Tahun 1906 No. 348 yang telah diubah dengan pemerintah pengganti undang-undangan No.1 Tahun 1998 jo Undang-
undang No.4 Tahun 1998 tentang Kepailitan jo Undang – Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Hutang. c.
Sebagai kuasa dari orang atau pihak yang memberikan kuasa. Dalam hal ini berlakulah ketentuan yang diatur dalam Bab XVI Buku III KUH
Perdata, mulai dari Pasal 1792 hingga Pasal 1819 KUH Perdata. 4
Adanya imbalan pembayaran suatu harga atas manfaat tersebut Imbalan terhadap pembayaran benda dan manfaatnya merupakan hal penting
untuk menjadikan suatu perjanjian dapat dikategorikan sebagai perjanjian sewa menyewa karena apabila penggunaan suatu benda dan manfaatnya tanpa adanya
kewajiban pembayaran harga sewa maka perjanjian yang dibuat adalah perjanjian pinjam pakai.
Sebagai suatu unsur esensial pada perjanjian, harga sewa hampir dapat dipastikan selalu tercantum dalam klausul perjanjian tertulis.
“Namun dalam masyarakat masih banyak dilakukan perjanjian sewa menyewa hanya dengan perjanjian lisan dengan mengikuti kebiasaan setempat bahkan tidak
jarang terjadi pembayaran dilakukan tanpa kwitansi dan hanya mengandalkan ingatan kedua belah pihak”
68
.
68
Wawancara dengan Reni Nurul Aini Manurung, Notaris PPAT Kota Medan, Tanggal 14 Juni 2010
Universitas Sumatera Utara
Atas kemungkinan ini, KUH Perdata mengatur ketentuan Pasal 1569 Alinea pertama, yaitu Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu utang, apa yang
telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan dapat dituntut kembali. Salah satu akibat dari perjanjian lisan, adalah khilaf terhadap jumlah sewa
yang diperjanjikan, untuk itu Pasal 1569 KUH Perdata, mengantisipasi pengaturan hukumnya sebagai berikut :
Jika terjadi perselisihan tentang harga suatu penyewaan yang dibuat dengan lisan, yang sudah dijalankan dan tidak terdapat suatu pembayaran maka pihak yang
menyewakan harus dipercaya atas sumpahnya, kecuali apabila si penyewa memilih untuk menyuruh menaksir harga sewanya oleh orang-orang ahli.
5 Adanya jangka waktu
Pada prinsipnya, tidak terjadi suatu perjanjian sewa menyewa tanpa adanya batas waktu. Namun demikian tidak diwajibkan untuk semua perjanjian sewa
menyewa menyebutkan batas waktunya secara jelas, misalnya “sewa menyewa dilangsungkan dari tanggal 1 Januari 2009 sampai tanggal 31 Desember 2010” dan
sebagainya. Ketentuan dalam KUH Perdata dalam hal ini memperhatikan kebiasaan masyarakat tradisional dimana banyak terjadi perjanjian sewa menyewa hanya
menentukan jumlah sewa per tahun atau per bulan bahkan sewa menyewa harian seperti misalnya persewaan hotel atau kendaraan.
Untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diharapkan timbul dikemudian hari dan mencegah penafsiran dan makna ganda, pencantuman “batas waktu yang
jelas” sangat diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
2. Hak dan Kewajiban pihak yang menyewakan dan pihak penyewa .