EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI

(1)

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI

Oleh

NI WAYAN GIRIYANTI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran predict-observe-explain (POE) pada materi laju reaksi dalam meningkatkan keterampilan memprediksi. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Bandar Lampung semester ganjil tahun ajaran 2012-2013. Penelitian ini menggunakan metode pre-experimental dengan One-Group Pretest-Posttest Design. Efektivitas model pembelajaran POE ditunjukkan oleh adanya peningkatan nilai pretest dan posttest yang dilihat dari nilai n-gain. Hasil peneliti-an menunjukkpeneliti-an bahwa rata-rata nilai n-gain keterampilpeneliti-an memprediksi sebesar 0,60. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran POE pada materi laju reaksi efek-tif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi dengan kriteria sedang.


(3)

(4)

(5)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme... 9

B. Model Pembelajaran POE ... 12

C. Keterampilan Proses Sains ... 15

D. Konsep ... 20

E. Kerangka Berpikir ... 25

F. Anggapan Dasar ... 26

H. Hipotesis Penelitian ... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subyek Penelitian ... 27


(6)

vi

E. Instrumen dan Validitas Penelitian ... 28

F. Pelaksanaan Penelitian ... 29

G. Teknik Analisis Data ... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 32

B. Pembahasan ... 33

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Silabus dan Sistem Penilaian ... 49

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 61

3. Lembar Kerja Siswa ... 94

4. Kisi-kisi Soal ... 126

5. Soal Pretest dan Posttest ... 127

6. Rubrik Penskoran ... 130

7. Data Skor Pretest, Posttest, Gain dan n-gain ... 137

8. Perhitungan dan Analisis Data Penelitian ... 138

9. Surat izin Penelitian ………...……….. . 139


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam membangun peradaban bangsa. Upaya membangun pendidikan yang bermutu serta mencerminkan pera-daban suatu bangsa yang berkualitas. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk me-ngembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ber-takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sugiyono, 2012).

Salah satu upaya tersebut adalah dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa pendidikan ilmu sains merupakan wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar serta mene-kankan pada pemberian pengalaman langsung, sehingga siswa perlu dibantu me-ngembangkan sejumlah keterampilan untuk memecahkan masalah dalam kehidup-an sehari-hari. Pengembkehidup-angkehidup-an keterampilkehidup-an dalam pelakskehidup-anakehidup-an KTSP berdampak pada arahan kegiatan pembelajaran kepada siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan


(8)

inovatif, terutama dalam mengembangkan keterampilan berfikirnya sebagai salah satu komponen dalam keterampilan.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menuntut perubahan para-digma dalam pendidikan dan pembelajaran. Perubahan parapara-digma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih menjadi berpusat pada siswa (student centered), kemudian metodologi yang semula didominasi ekspositori berganti kepartisipatori dan pendekatan yang lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual (Trianto, 2010).

Ilmu kimia merupakan cabang ilmu IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains. Dalam pembelajaran kimia ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia sebagai produk, kimia sebagai proses atau kerja ilmiah, dan kimia sebagai sikap. Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Tujuan pembelajaran kimia adalah menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

Keterampilan proses sains (KPS) adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa. KPS pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk


(9)

3

memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Pembelajaran kimia yang dilakukan dapat berupa kegiatan memprediksi terhadap fenomena yang dapat diamati, kegiatan pengamatan atau observasi, serta kegiatan mengkomunikasikan atau menjelaskan keterkaitan antara prediksi dan observasi fenomena yang diamati sehing-ga pembelajaran siswa dapat membangun konsep berdasarkan proses yang dilakukan. Kemampuan-kemampuan ini tidak lain merupakan indikator-indikator KPS yaitu terdiri dari mengamati (observasi), inferensi, mengelompokkan, menafsirkan (interpretasi), meramalkan (prediksi), dan mengkomunikasikan. KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan ber-fikir siswa, selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan. Pembelajaran dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Sehingga dalam hal ini guru perlu melatihkan keterampilan memprediksi pada siswa sebagai salah satu komponen dalam KPS (Rhuterford and Ahlgren,1990).

Namun faktanya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki, sehingga mengakibatkan munculnya kejenuhan dalam belajar sains. Dalam proses pembe-lajaran guru hendaknya memposisikan siswa sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran perlu adanya suasana yang terbuka, akrab


(10)

dan saling menghargai. Sebaliknya perlu menghindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan dan sarat dengan perintah dan instruksi yang membuat siswa menjadi pasif, tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kebosanan. Hal ini sesuai fakta dari hasil wawancara yang telah dilakukan di SMA Negeri 6 Bandar Lampung, diperoleh informasi bahwa pembelajaran kimia yang diguna-kan adalah pembelajaran konvensional yang menediguna-kandiguna-kan siswa pada materi tetapi tidak menghubungkannya dengan dunia nyata, sehingga siswa dalam proses bel-ajar mengbel-ajar belum dilatih khususnya pada kemampuan untuk keterampilan pre-diksi. Hal ini menyebabkan siswa kurang aktif dalam bertanya, memberi pen-dapat dan sanggahan, serta menjawab pertanyaan dari guru atau teman.

Sebagian besar materi kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada materi laju reaksi misalnya melarut-kan gula pada air panas, pembakaran kayu untuk memasak, dll. Pentingnya me-nghubungkan materi laju reaksi ini dengan kehidupan sehari-hari sebagai pende-katan pembelajaran yang ditunjukkan untuk memotivasi belajar siswa, melatih berpikir kritis, kreatif, analisis dan mengembangkan keterampilan proses dan kete-rampilan sosial.

Berdasarkan hal tersebut, tentunya dibutuhkan suatu model pembelajaran yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Joice & Weil, 1996), bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh siswa (Zamroni 2000; Semiawan 1998). Model pembelajaran yang tepat adalah model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa dalam pembelajaran


(11)

5

sehingga siswa turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran maupun media pendukung yang menarik untuk membantu menjelaskan konsep laju reaksi agar siswa dapat lebih

menguasai serta mampu mengaplikasikan konsep tersebut.

Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran kimia dan berpusat pada kegiatan atau aktivitas siswa (student centered) untuk menemukan suatu konsep adalah model pembelajaran POE. Model pembelajaran POE merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan pandangan konstruktivisme yang dapat merangsang kemampuan berpikir siswa, serta menun-tut siswa berperan aktif dalam proses penemuan konsep dan melatih siswa untuk menggunakan pola pikir yang terstruktur dan sistematis. Menurut White dan Gunstone (1992) model pembelajaran POE terdiri dari tiga tahapan yaitu pertama, siswa harus memprediksi hasil dari suatu peristiwa sains dan harus memberikan alasan terhadap prediksinya (P= Predict). Kedua, siswa mendeskripsikan apa ya-ng telah terjadi (O= Observe) dan ketiga, siswa harus menyelesaikan konflik anta-ra prediksi dan observasi (E= Explain). Dalam proses pembelajaanta-ran mengguna-kan model POE, maka siswa diberi kesempatan untuk mengembangmengguna-kan berbagai kemampuan siswa, diantaranya terampil dalam memprediksi laju reaksi.

Laju reaksi merupakan salah satu materi dalam pelajaran kimia yang dalam pros-es pembelajarannya siswa dapat diajak untuk mengamati fenomena kimia dalam kehidupan sehari-hari dan diajak untuk melakukan praktikum sehingga siswa me-ndapatkan pengalaman langsung mengenai materi laju reaksi. Melalui pengama-tan secara tidak langsung yang banyak dilakukan pada materi laju reaksi. Selain


(12)

itu, siswa juga dituntut untuk mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada.

Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan model POE adalah penelitian Nurhayati (2012), bertujuan untuk menganalisis hasil penerapan model pem-belajaran POE sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa pada konsep difusi dan osmosis di kelas VIII. Peneliti-an ini merupakPeneliti-an penelitiPeneliti-an weak eksperiment dengPeneliti-an desain penelitiPeneliti-an One-Group Pretest-Posttest Design. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran POE dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Nugraheni, setyaningtyas wahyu (2011) yang melakukan penelitian pada siswa kelas III SD N Karang Besuki 4 Malang menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran POE dapat meningkatkan aktivitas dan pemahaman konsep IPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran POE dapat meningkatkan aktivitas siswa, pada siklus I rerata persentase siswa yang aktif sebesar 70,50% dan pada siklus II sebesar 77,22%. Kemudian hasil pemahaman konsep siswa juga menunjukkan adanya peningkatan yaitu pada siklus I rerata pemahaman kon-ep siswa sebesar 57,14 pada siklus II sebesar 79,91.

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka dilakukan penelitian yang berjudul: Efektivitas Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain pada Materi Laju Reaksi dalam Meningkatkan Keterampilan Memprediksi.


(13)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimanakah efektivitas model pembelajaran POE pada materi laju reaksi dalam meningkatkan keterampilan memprediksi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mende-skripsikan efektivitas model pembelajaran POE pada materi laju reaksi dalam meningkatkan keterampilan memprediksi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Siswa

Melalui model POE diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa terutama pada keterampilan memprediksi sehingga meningkatkan pemahaman siswa pada materi pokok laju reaksi.

2. Guru

Model pembelajaran POE merupakan salah satu alternatif model pembelaja-ran yang inovatif, kreatif, dan produktif bagi guru.


(14)

3. Sekolah

Penerapan model POE dalam pembelajaran merupakan alternatif untuk meni-ngkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Model pembelajaran POE adalah salah satu model pembelajaran yang berba-sis konstruktivisme yang terdiri dari 3 langkah utama yaitu (1) predict (prediksi), (2) observe (pengamatan) dan (3) explain (menjelaskan). 2. Keterampilan memprediksi adalah keterampilan proses sains yang diteliti.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukan-lah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Menurut Von Glasersfeld dalam Sardi-man (2007) menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyata-an. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi peng-etahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.

Menurut Slavin dalam Trianto (2010) mengemukakan :

teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, mene-mukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengeta-hui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, mela-inkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Be-ttencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat


(16)

realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu.

Menurut Sagala (2010), konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahu-an itu dpengetahu-an memberi makna melalui pengalampengetahu-an nyata. Siswa perlu dibiasakpengetahu-an un-tuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibe-nak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.

Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Teori belajar yang berlandaskan kontruktivisme adalah teori belajar menurut Piaget. Menurut Piaget dalam Baharuddin dan Wahyuni (2010).

Manusia memiliki struktur dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan di dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia.Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebe-narnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi infor-masi dan proses adaptasi.


(17)

11

Dalam kaitanya dengan pandangan kontruktivisme Suparno (1997) menyatakan bahwa secara garis besar prinsip dasar kontruktivisme adalah

1.Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial; 2. Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; 3. Siswa aktif

mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmia; 4. Guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

Teori Piaget dan pandangan kontruktivisme erat kaitanya dengan model pembela-jaran POE, karena siswa secara aktif mengkontruksi pemahamanya baik secara sendiri maupun secara sosial, bukan sebagai proses dimana gagasan guru dipin-dahkan kepada siswa.

Selain teori belajar menurut Piaget, teori belajar yang juga berlandaskan kontruk-tivisme adalah teori belajar Ausubel. David Ausubel terkenal dengan teori belajar yang dibawanya yaitu teori belajar bermakna (meaningful learning). Menurut Au-subel belajar bermakna terjadi jika suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang, sel-anjutnya bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan pengertian baru pada konsep-konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, maka akan terjadi belajar hafalan. Ia juga menyebutkan bahwa proses belajar ter-sebut terdiri dari dua proses yaitu proses penerimaan dan proses penemuan (Dahar, 1989).

Belajar bermakna Ausubel erat kaitanya dengan model pembelajaran POE, karena pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi tetapi pemahaman konsep


(18)

diperoleh siswa melalui penemuan dengan mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Keaktifan siswa menemukan konsep baik sendiri maupun diskusi kelompok membuat proses belajar menjadi bermakna.

B.Model Pembelajaran POE

Model pembelajaran POE lahir dari pembelajaran kontruktivisme. Model pembe-lajaran POE merupakan model pembepembe-lajaran dengan menggunakan metode ekspe-rimen yang di mulai dengan penyajian persoalan kimia dimana siswa diajak untuk menduga kemungkinan yang terjadi, di lanjutkan mengobservasi dengan melaku-kan pengamatan langsung terhadap persoalam kimia dan kemudian di buktimelaku-kan dengan melakukan percobaan untuk dapat menemukan kebenaran atau fakta dari dugaan awal dalam bentuk penjelasan.

Model pembelajaran POE pertama kali diperkenalkan oleh White dan Gustone (1992) dalam bukunya Probing Understanding (Mabout. 2006). Model pembe-lajaran POE dinyatakan sebagai model pembepembe-lajaran yang efisien untuk mempe-roleh dan meningkatkan keterampilan proses sains, serta menimbulkan ide atau gagasan siswa dan melakukan diskusi dari ide mereka. Prosedur POE adalah me-liputi prediksi siswa dari hasil demonstrasi, mendiskusikan alasan dari prediksi yang mereka berikan dari hasil demonstrasi, dan terakhir menjelaskan hasil predi-ksi dari pengamatan mereka.


(19)

13

Model Pembelajaran POE menggali pemahaman melalui 3 (tiga) langkah utama, yaitu prediction (prediksi), observation (observasi) dan explanation (eksplanasi) menurut Indrawati dan Setiawan (2009) ketiga langkah utama dalam model pem-belajaran POE yaitu yang pertama adalah prediction (prediksi) pada tahap ini pe-serta didik diajak menduga apa yang akan terjadi terhadap suatu fenomena yang akan dipelajari, kedua adalah observation (observasi) pada tahap ini guru meminta peserta didik untuk melakukan kegiatan, menunjukan proses atau demonstrasi dan peserta didik diminta untuk mencatat apa yang akan terjadi dan yang ketiga adalah explanation (eksplanasi) pada tahap ini guru meminta peserta didik untuk menje-laskan perbedaan antara prediksi yang dibuat dengan hasil observasinya.

Model Pembelajaran POE menurut Hakim (2012) menyatakan bahwa, model pe-mbelajaran POE memilki 3 (tiga) langkah secara terinci, yang dimulai dengan gu-ru menyajikan peristiwa sains kepada siswa dan diakhiri dengan menghadapkan semua ketidaksesuaian antara prediksi dan observasi. Adapun ketiga langkah mo-del pembelajaran POE yaitu pada langkah pertama adalah membuat prediksi atau dugaan (P) yang dimulai dengan guru menyajikan suatu permasalahan atau per-soalan kimia, kemudian siswa diminta untuk membuat dugaan (prediksi). Dalam membuat dugaan siswa di minta untuk berfikir tentang alasan mengapa ia mem-buat dugaan seperti itu. Pada langkah kedua yaitu melakukan observasi (O) yang dilakukan dengan cara guru mengajak siswa melakukan eksperimen berkaitan de-ngan permasalahan kimia yang disajikan di awal, kemudian siswa di minta me-ngamati apa yang terjadi, lalu siswa menguji apakah dugaan mereka benar atau salah, dan pada langkah yang ketiga yaitu menjelaskan (E) yang dilakukan jika


(20)

dugaan siswa ternyata terjadi dalam eksperimen, guru dapat merangkum dan me-mberi penjelasan untuk menguatkan hasil eksperimen yang dilakukan, kemudian jika dugaan siswa tidak terjadi dalam eksperimen yang di lakukan maka guru me-mbantu siswa mancari penjelasan mengapa dugaannnya tidak benar atau guru da-pat membantu siswa untuk mengubah dugaanya dan membenarkan dugaan yang semula tidak benar, oleh karena itu guru harus memahami karakter peserta didik sehingga materi IPA akan dapat tersampaikan secara optimal. Maka orientasi guru dalam mengajar tidak hanya sebatas menyelesaikan materi ajar saja tetapi juga tetap memperhatikan paham atau tidaknya siswa terhadap bahan ajar terse-but. Menurut Suparno (2007) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam model pembelajaran POE adalah sebagai berikut:

1. Masalah yang diajukan sebaiknya masalah yang memungkinkan terjadi konflik kognitif dan memicu rasa ingin tahu; 2. Prediksi harus disertai ala-san yang rasional. Prediksi bukan sekedar menebak; 3. Demonstrasi harus bisa diamati dengan jelas, dan dapat memberi jawaban atas masalah; 4. Siswa dilibatkan dalam proses eksplanasi.

Menurut Nurjanah (2011), model pembelajaran POE memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan sebagai berikut :

Kelebihan model pembelajaran POE, yaitu a. Merangsang peserta didik untuk lebih kreaktif khusunya dalam mengajukan prediksi; b. Dengan melakukan eksperimen dalam prediksinya dapat mengurangi verbalisme; c. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, karena peserta didik tidak hanya mendengarkan tetapi mengamati peristiiwa yang terjadi melalui ek-sperimen; d. Dengan mengamati secara langsung peserta didik akan memi-liki kesempatan untuk membandingkan antara dugaanya dengan hasil pen-gamatanya. Dengan demikian peserta didik akan lebih meyakini kebena-ran materi pembelajakebena-ran.


(21)

15

Kelemahan model pembelajaran POE, yaitu a. Memerlukan persiapan yang lebih matang, terutama berkaitan penyajian persoalan kimia dan kegiatan eksperimen yang akan dilakukan untuk membuktikan prediksi yang diajuka peserta didik; b. Untuk melakukan pengamatan langsung memerlukan bahan-bahan, peralatan dan tempat yang memadai; c. Untuk kegiatan eksperimen memerlukan kemampuan dan keterampilan yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih professional; d. Meme-rlukan kemampuan dan motivasi guru yang bagus untuk keberhasilan dan proses pembelajaran peserta didik.

C. Keterampilan Proses Sains

Menurut Depdikbud (1986) dalam Dimyati (2006), pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kema-mpuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Keterampilan– keterampilan dasar tersebut dalam IPA disebut keterampilan proses sains.

Menurut Hariwibowo (2009):

―Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemam- puan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan men-dasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menja-di suatu keterampilan‖.

Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan un-tuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa.

Menurut Mahmudin (2010), keterampilan proses sains merupakan dasar dari pem-ecahan masalah dalam sains dan metode ilmiah. Keterampilan proses sains dike-lompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu.


(22)

Keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:

1.Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti seperti karakteristik obyek, sifat, persa-maan, dan fitur identifikasi lain; 2. Klasifikasi, proses pengelompokkan dan penataan objek; 3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti standar dan non-standar satuan pengukuran; 4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan; 5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan; 6. Memprediksi, men-gembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

Keterampilan proses terpadu meliputi:

1. Merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan; 2. Mengidentifikasi variabel, pe-namaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan; 3. Membuat definisi operasional, me-ngembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi da-lam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati; 4. Percobaan, mela-kukan penyelidikan dan mengumpulkan data; 5. Interprestasi data, meng-analisis hasil penyelidikan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting, baik secara parsial maupun saat terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar meru-pakan fondasi bagi terbentuknya landasan berfikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan keterampilan pro-ses yang lebih rumit dan kompleks.

Keterampilan proses sains terdiri dari sejumlah keterampilan yang satu sama lain yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam me-mahami masing-masing keterampilan tersebut. Funk dalam Dimyati, dkk (2002) mengutarakan bahwa berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi


(23)

17

dua yaitu: keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integrated skill) antara lain:

1. Keterampilan proses dasar terdiri atas enam keterampilan yakni mengamati, mengklasifikasikan, memprediksi, mengukur, mengko-munikasikan dan menyimpulkan.

Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar

Keterampilan Dasar Indikator

Mengamati Mampu menggunakan semua indera

(penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Memprediksi Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang menunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk menginterpolasi dan mengekstrapolasi dugaan.

Mengukur Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan

kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukuran ke satuan pengukuran lain.

Mengkomunikasikan Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan atau penelitian, membaca grafik/ tabel/ diagram, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau


(24)

suatu peristiwa.

Menyimpulkan Mampu menjelaskan hasil pengamatan, menyimpulkan dari fakta yang terbatas.

2. Keterampilan proses terpadu (Integrated Science Proses Skill), meliputi Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, menyusun hipotesis, mendefenisikan variabel, merancang penelitian dan melakukan eksperimen.

Semiawan (1992) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu :

1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa; 2. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih mema-hami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret; 3. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relative; 4. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari penge-mbangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

Pendekatan keterampilan proses sains dirancang dengan beberapa tahapan yang diharapkan akan meningkatkan penguasaan konsep. Tahapan-tahapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains menurut Dimyati dan Mudjiono (2006): ―Pendekatan keterampilan proses lebih cocok diterapkan pada pembelajaran

sains. Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: 1. Penampilan fenomena; 2. Apersepsi; 3. Menghubungkan pembelajaran dengan pengeta-huan awal yang dimiliki siswa; 4. Demonstrasi atau eksperimen; 5. Siswa me-ngisi lembar kerja; 6. Guru memberikan penguatan materi dan penanaman ko-nsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan‖.


(25)

19

Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan si-swa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2004):

―Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa‖.

Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan un-tuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut Hartono (2007) Pendidikan keterampilan proses sains dibagi menjadi dua yaitu Keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi, kla-sifikasi, pengukuran, berkomunikasi dan inferensi dan keterampilan proses ter-padu (Intergated Science Proses Skill) meliputi merumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi operasional, melakukan ekspe-rimen, interpretasi, merancang penyelidikan, dan aplikasi konsep. Keterampilan proses dasar pada keterampilan proses sains adalah memprediksi. Prediksi me-rupakan suatu ramalan dari apa yang kemudian hari mungkin dapat diamati. Untuk dapat membuat prediksi yang dapat dipercaya tentang objek atau peristiwa, maka dapat dilakukan dengan memperhitungkan penentuan secara tepat perilaku terhadap lingkungan kita. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan untuk mengenal pola-pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati kemudian hari. Memprediksi dapat diartikan sebagai menganti-sipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau


(26)

hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan (Dimyati dan Mudjiono, 2006).

Keterampilan memprediksi mencakup keterampilan mengajukan perkiraan ten-tang sesuatu yang belum terjadi atau belum diamati berdasarkan suatu kecende-rungan atau pola yang sudah ada. Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi adalah menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu ke-jadian yang telah diketahui.

D.Konsep

Konsep merupakan suatu abstraksi yang melibatkan hubungan antar konsep (relational concepts) dan dapat dibentuk oleh individu dengan mengelompokkan obyek, merespon obyek tersebut dan kemudian memberinya label (concept by definition). Oleh karena itu, suatu konsep mempunyai karakteristik berupa hirarki konsep dan definisi konsep. Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan peng-ajaran bagi pencapaian konsep. Untuk melakukan analisis konsep, guru

hendaknya memperhatikan hal-hal seperti nama konsep, atribut-atribut variabel dari konsep, definisi konsep, contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, hubungan konsep dengan konsep-konsep lain (Dahar, 1989).


(27)

21

Tabel 2. Analisis konsep materi laju reaksi Label

Konsep Definisi Konsep

Jenis Konsep

Atribut Posisi Konsep

Contoh

Non Conto

h Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

Laju Reaksi Menyatakan laju perubahan konsentrasi zat-zat komponen reaksi yaitu zat pereaksi

(reaktan) atau zat hasil reaksi (produk), setiap satuan waktuyang berlangsung dalam orde tertentu.

Abstrak Laju Perubahan Konsentrasi zat komponen reaksi dan hasil reaksi Satuan Waktu Tumbukan efektif

Orde reaksi

 Konsentrasi zat komponen reaksi  Suhu  Luas permukaan  katalis  Perubahan konsentrasi Persamaan laju reaksi  Orde reaksi  Persamaan laju reaksi

aA+ bB pP+qQ  erka-ratan besi  em- bang api Tumbu- kan efektif Tumbukan yang mempunyai ener gi yang cukup untuk

memutuskan ikatan-ikatan kimia pada zat yang

Abstrak Tumbukan

Energi cukup

Ikatan kimia

Zat yang bereaksi  Menghasil-kan energi Molekul pereaksi dalam wadahnya selalu bergerak kesegala arah.  Partikel-partikel pereaksi dalam suatu reaksi  Molekul pereaksi  Molekul hasil reaksi

- K + CH3I → KI + CH3

-


(28)

bereaksi dan menghasilkanene rgi.umbukan Konsen- trasi larutan Menyatakan hubungan kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan. Berda- sarkan prinsip Hubungan kuantitatif Komposisi zat terlarut dan pelarut Larutan  Bergantung pada jumlah mol spesi zat terlarut dalam larutan  Faktor-faktor yang mempengar uhi tumbukan efektif.  Luas Permuka-an bidPermuka-ang sentuh  Katalis  Tempera-tur

- HCl 2M

HCl 3M

- Luas permu- kaan bidang sentuh Ukuran besarnya bidang sentuh Berda- sarkan prinsip Ukuran Bidang sentuh  Bergantung pada ukuran kepingan zat padat.  Faktor-faktor yang mempengar uhi tumbukan efektif.  Konsetra-si larutan  Katalis  Tempera-tur

- Batu kapur serbuk Batu kapur kepingan -

Katalis suatu zat yang berfungsi mempercepat terjadinya reaksi, tetapi pada akhir reaksi dapat diperoleh kembali.

Abstrak Zat sebagai katalis dalam reaksi  Bergantung pada suatu zat yang digunakan sebagai katalis  Faktor-faktor yang mempengar uhi tumbukan efektif.  Luas Permuka-an bidPermuka-ang sentuh  Konsen-trasi larutan  Tempera-tur

- nikel (Ni), platina (Pt), dan

kromium (Cr).


(29)

23

Tempe- ratur

Intensitas energi panas suatu zat atau benda. Dengan menaikkan temperatur, maka hal ini akan memperbes ar energi potensial, sehingga ketika bertumbukan akan menghasilkan reaksi. Berda- sarkan prinsip Inetensitas panas Energi potensial Tumbuka  Menghasil-kan energi Bergantung pada kalor yang diberikan dalam suatu reaksi  Faktor-faktor yang mempengar uhi tumbukan efektif.  Luas Permuka-an bidPermuka-ang sentuh  Katalis  Konsen-trasi larutan

- 25oC 50oC

- Orde reaksi tingkat reaksi terhadap suatu komponen yang merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut. Berda- sarkan prinsip Tingkat reaksi Komponen reaksi Pangkat Konsentrasi komponen Memperki- rakan sejauh mana konsentrasi zat pereaksi mempengar uhi laju reaksi tertentu  Konsentrasi zat pereaksi  Jumlah molekul pereaksi

- v = k[A]n bila m=1 n=3 - Energi Aktivasi Merupakan energi minimum

Abstrak Energi minimum

Jumlah energ yang

 Energi  Energi ionisasi

- B + K —> BK

-


(30)

agar suatu reaksi dapat

berlangsung.

Berlangsung -nya suatu reaksi

tersedia BK + A —>

A-B-K A-B-K —> A-B + K


(31)

25

E.Kerangka Berpikir

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan sebelumnya tentang model POE, bahwa pada tahap pertama model belajar POE yakni Predict (prediksi) dimana guru menyajikan suatu fenomena kimia kepada siswa, kemudian siswa diberikan pertanyaan oleh guru yang bertujuan mengkaitkan pembelajaran dengan pengeta-huan awal siswa berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini kete-rampilan memprediksi mulai dilatih, karena siswa di ajak untuk memprediksikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru berdasarkan suatu fenomenena yang sudah ada. Pada tahap kedua yakni observer (obsevasi) guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan praktikum untuk memperoleh data dari pertan-yaan yang bertujuan untuk menguji kebenaran dari jawaban sementara, siswa akan terpacu untuk melakukan eksperimen dalam rangka untuk memecahkan masalah berdasarkan fakta dalam eksperimen tersebut. Dengan eksperimen ini, maka siswa akan dapat memberikan alasan terhadap jawaban yang dibuat. Pada tahapan ini diharapkan dapat menghubungkan pengetahuan awal mereka sebelum melakukan percobaan dengan pengetahuan setelah melakukan percobaan. Kemu-dian pada tahap ketiga yakni explain, dimana guru meminta siswa menghadapkan semua ketidaksesuaian antara prediksi dan observasi. Sehingga siswa mulai bisa menanggulangi kontradiksi-kontradiksi yang mungkin muncul pada pemahaman mereka. Pada tahap ini diharapkan siswa dapat mengerti serta mengetahui teori laju reaksi dalam kehidupannya sehari-hari.

Berdasarkan uraian diatas apabila pada pembelajaran kimia khususnya pada ma-teri laju reaksi digunakan model pembelajaran POE diharapkan efektif dalam


(32)

meningkatkan keterampilan memprediksi, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang efektifitas model pembelajaran POE pada materi laju reaksi di SMA Negeri 6 Bandar Lampung.

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa-siswi kelas XI IPA1 semester ganjil SMA Negeri 6 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai kem-ampuan dasar yang sama.

2. Perbedaan n-Gain keterampilan memprediksi siswa semata-mata terjadi kare-na perubahan perlakuan dalam proses belajar.

3. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi keterampilan memprediksi pada materi laju reaksi siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 pada kelas sampel diusahakan sekecil mungkin sehingga dapat diabaikan.

G.Hipotesis Penelitian

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

Model pembelajaran POE efektif dalam meningkatkan keterampilan mempredi-ksi pada materi laju reamempredi-ksi.


(33)

27

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 40 siswa terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 31 siswa perempuan.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (posttest) kepada siswa. Sedangkan sumber data adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Bandar Lampung.

C. Desain dan Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimental dan menggunakan desain one-group pretest-posttest design yaitu ada pemberian tes awal sebelum diberi perlakuan (pretest) dan tes akhir setelah diberi perlakuan (posttest) dalam satu kelompok yang sama (Sugiyono, 2012).


(34)

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 3. Desain penelitian

O1 X O2

(Sugiyono, 2012).

Dengan keterangan O1 adalah nilai pretest sebelum diberikan perlakuan, O2 adalah nilai postest setelah diberikan perlakuan. X adalah perlakuan yang berupa pembelajaran POE.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran dan sebagai variabel terikat adalah keterampilan memprediksi siswa pada materi laju reaksi. E. Instrumen dan Validitas penelitian

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah :

a. LKS kimia yang menggunakan model POE sejumlah 5 LKS

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan standar Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

c. Soal pretest dan postest yang berjumlah 5 soal essay. 2. Validitas Instrumen

Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi.Validitas isi adalah sesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur. Pengujian ke-validan isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini


(35)

29

pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk memvalidasinya.

F. Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Prapenelitian

a. Mengadakan observasi ke sekolah untuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah, data siswa, data nilai, jadwal dan sarana prasarana di sekolah.

b. Menentukan kelas yang akan dijadikan sampel penelitian yaitu kelas XI IPA1.

c. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi pokok yang diteliti yaitu materi laju reaksi.

d. Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan model pembelajaran POE dengan materi pokok yang diteliti yaitu materi laju reaksi.

e. Membuat soal pretest dan posttest. 2. Tahap Penelitian

Prosedur pelaksanaan di kelas menggunakan model pembelajaran POE. Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut:


(36)

a. Melakukan pretest pada kelas sampel.

b. Melaksanakan pembelajaran pada materi laju reaksi sesuai dengan model pembelajaran POE.

c. Melakukan posttest pada kelas sampel.

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan dibawah ini :

Gambar 1. Alur penelitian

G.Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Observasi Penentuan Subyek Penyusunan Instrumen

Pretest

Treatment (Pembelajaran POE) Postest

Analisis data Kesimpulan


(37)

31

1. Hipotesis

Model pembelajaran POE pada materi laju reaksi efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi.

2. Nilai akhir

Nilai akkhir pretest atau postest dirumuskan sebagai berikut:

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung Gain.

3. Gain ternormalisasi

N-gain merupakan perbandingan antara selisih skor pretest dan skor posttest dengan selisih skor maksimum dan skor pretest. N-gain digunakan untuk mengukur efektivitas suatu pembelajaran. N-gain dirumuskan sebagai berikut:

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake seperti terdapat pada tabel berikut :

Tabel 4. Klasifikasi gain (g) (Hake, 1999).

Besarnya gain Interprestasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang


(38)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran POE pada materi laju reaksi efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi siswa SMA Negeri 6 Bandar Lampung dengan kriteria sedang.

2. Perbedaan yang peningkatan antara rata-rata nilai pretest dan postest keteram-pilan memprediksi yaitu pada pretest rata-rata nilai adalah 47,00 dan rata-rata nilai postest adalah 78,50 sehingga didapatkan rata-rata nilai n-gain adalah 0,60.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa hendaknya melakukan observasi dengan matang untuk menyesuaikan keadaan sekolah dengan model pembelajaran POE dan membuat perencanaan serta skenario pembelajaran dengan matang sehingga pembelajaran lebih efektif dan maksimal.


(39)

45

2. LKS dengan menggunakan model pembelajaran POE ini, sebagai media pembelajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik agar lebih efektif dan menarik sehingga dapat menunjang proses pembelajaran.

3. Model pembelajararan POE dapat dipakai sebagai model pembelajaran bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan materi dan karakteristik siswa.

4. Untuk sekolah diharapkan menyediakan alat dan bahan praktikum yang lengkap dan memadai untuk melakukan praktikun agar model pembelajaran POE dapat dipakai sebagai model pembelajaran kimia yang dapat


(40)

.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Baharuddin dan Wahyuni E.N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.

Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.

Creswell, J.W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Sage Publications. London

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Dimyati, dkk. 2002. Perangkat Pembelajaran. Reneka Cipta. Jakarta. Hake, R. R. 1999. Analyzing Change-Gain Scores

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. Diakses 20 Juni 2012.

Hariwibowo. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan Keterampilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA. Lubis Grafura

(Ed). 26 Mei 2009. 30 Desember 2010

http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7

Nugraheni, Setyaningtyas Wahyu. 2011. Penerapan Model POE (Predict-Observe-Explain) Untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Siswa Kelas III SD N Karangbesuksi 4 Malang. Skripsi. Universitas Malang. Malang.


(41)

47

Nurhayati, Hera. 2012. Penerapan Strategi Pembelajaran Poe (Predict-Observe-Explain) Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa Pada Konsep Difusi Dan Osmosis Di Kelas VIII. Skripsi. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Nurjanah. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Tekanan dan Keterampilan

Berpikir Kreatif Siswa MTS. Tesis. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Joice & weil. 1996. POE (Predict-Observe-Explain) [online]

tersedia di http://arb.nzcer.org.nz/strategies/poe.php [08 april 2012]

Mabout. 2006. The use of a Predict-Observe-Explain Sequence in The Laboratory to Improve Students

Conceptual Understanding of Mation in Tertiary Physics in Thailand. [Makalah disampaikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Science di NIE Singapore]. Singapore: National Institute of Education.

Mahmudin. 2010. Komponen Penilaian KPS. Mahudin (Ed). Oktober 2010.

9 Juli 2011 http://mahmudin.wordpress.com/-2010/10/komponen-penilaian- k-p-s/ tembolok.html.Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.

Darussalam.

Purba, M. 2006. Kimia Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Rutherford and Ahlgren. 1990. Science for All Americans. Oxford University Press. New York.

Sadirman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Semiawan, C, dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana

Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. PT. Grasindo. Jakarta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Suparno, P. 2007. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran inovatif Berorientasi konstruktivisme. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.


(42)

(1)

31

1. Hipotesis

Model pembelajaran POE pada materi laju reaksi efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi.

2. Nilai akhir

Nilai akkhir pretest atau postest dirumuskan sebagai berikut:

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung Gain.

3. Gain ternormalisasi

N-gain merupakan perbandingan antara selisih skor pretest dan skor posttest

dengan selisih skor maksimum dan skor pretest. N-gain digunakan untuk mengukur efektivitas suatu pembelajaran. N-gain dirumuskan sebagai berikut:

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake seperti terdapat pada tabel berikut :

Tabel 4. Klasifikasi gain (g) (Hake, 1999).

Besarnya gain Interprestasi g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran POE pada materi laju reaksi efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi siswa SMA Negeri 6 Bandar Lampung dengan kriteria sedang.

2. Perbedaan yang peningkatan antara rata-rata nilai pretest dan postest keteram-pilan memprediksi yaitu pada pretest rata-rata nilai adalah 47,00 dan rata-rata nilai postest adalah 78,50 sehingga didapatkan rata-rata nilai n-gain adalah 0,60.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa hendaknya melakukan observasi dengan matang untuk menyesuaikan keadaan sekolah dengan model pembelajaran POE dan membuat perencanaan serta skenario pembelajaran dengan matang sehingga pembelajaran lebih efektif dan maksimal.


(3)

45

2. LKS dengan menggunakan model pembelajaran POE ini, sebagai media pembelajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik agar lebih efektif dan menarik sehingga dapat menunjang proses pembelajaran.

3. Model pembelajararan POE dapat dipakai sebagai model pembelajaran bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan materi dan karakteristik siswa.

4. Untuk sekolah diharapkan menyediakan alat dan bahan praktikum yang lengkap dan memadai untuk melakukan praktikun agar model pembelajaran

POE dapat dipakai sebagai model pembelajaran kimia yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.


(4)

.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Baharuddin dan Wahyuni E.N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.

Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.

Creswell, J.W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Sage Publications. London

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Dimyati, dkk. 2002. Perangkat Pembelajaran. Reneka Cipta. Jakarta. Hake, R. R. 1999. Analyzing Change-Gain Scores

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. Diakses 20 Juni 2012.

Hariwibowo. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan Keterampilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA. Lubis Grafura

(Ed). 26 Mei 2009. 30 Desember 2010

http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7

Nugraheni, Setyaningtyas Wahyu. 2011. Penerapan Model POE ( Predict-Observe-Explain) Untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Siswa Kelas III SD N Karangbesuksi 4 Malang. Skripsi. Universitas Malang. Malang.


(5)

47

Nurhayati, Hera. 2012. Penerapan Strategi Pembelajaran Poe (Predict-Observe-Explain) Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa Pada Konsep Difusi Dan Osmosis Di Kelas VIII. Skripsi. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Nurjanah. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Tekanan dan Keterampilan

Berpikir Kreatif Siswa MTS. Tesis. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Joice & weil. 1996. POE (Predict-Observe-Explain) [online]

tersedia di http://arb.nzcer.org.nz/strategies/poe.php [08 april 2012]

Mabout. 2006. The use of a Predict-Observe-Explain Sequence in The Laboratory to Improve Students

Conceptual Understanding of Mation in Tertiary Physics in Thailand. [Makalah disampaikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Science di NIE Singapore]. Singapore: National Institute of Education.

Mahmudin. 2010. Komponen Penilaian KPS. Mahudin (Ed). Oktober 2010.

9 Juli 2011 http://mahmudin.wordpress.com/-2010/10/komponen-penilaian- k-p-s/ tembolok.html.Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.

Darussalam.

Purba, M. 2006. Kimia Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Rutherford and Ahlgren. 1990. Science for All Americans. Oxford University Press. New York.

Sadirman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Semiawan, C, dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana

Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. PT. Grasindo. Jakarta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Suparno, P. 2007. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran inovatif Berorientasi konstruktivisme. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.


(6)

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (POE) PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKLASIFIKASIKAN

0 9 32

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGIDENTIFIKASI KESIMPULAN

1 16 48

EFEKTIVITAS MODEL SIKLUS PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE EXPLAIN PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 14 36

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN ALASAN

2 5 36

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAN PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA

1 11 52

EFEKTIVITAS MODEL BELAJAR PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN PENGUASAAN KONSEP

1 21 40

Analisis keterampilan proses sains siswa pada model pembelajaran predict, observe, explain (poe) pada materi asam basa

3 12 218

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (POE) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD.

0 0 22

PENERAPAN MODEL PREDICT OBSERVE AND EXPLAIN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR.

0 4 45

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (POE) PADA MATERI KOLOID UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

1 25 156