Pengertian bangunan tahan gempa

34 Desember, 9.2 skala ricter yang disertai tsunami. Gempa Aceh menjadi yang terbesar pada abad ini setelah gempa Alaska 1964 Kerry Sieh, 2004: 1. Hal ini menyadarkan kita bahwa bahaya gempa tidak dapat dihindari oleh manusia,akan tetapi bahaya tersebut dapat diantisipasi yaitu dengan menciptakan bangunan tahan gempa yang dapat bekerja maksimal sehingga banyaknya korban yang berupa infrastruktur, harta, benda hingga manusia dapat diminimalisir. Pedoman Teknis Bangunan Tahan Gempa 2006: 12, menjelaskan bahwa taraf keamanan minimum untuk bangunan gedung dan rumah tinggal yang masuk dalam ketegori bangunan tahan gempa, yaitu yang memenuhi berikut ini: a. Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tersebut tidak mengalami kerusakan sama sekali b. Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan tersebut boleh rusak pada elemen-elemen non-sruktural, tetapi tidak boleh rusak pada elemen struktur. c. Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat: bangunan tersebut tidak boleh runtuh baik sebagian maupun seluruhnya; bangunan tersebut tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki; banguan tersebut boleh mengalami kerusakan tetapi kerusakan yang terjadi harus dapat diperbaiki dengan cepat sehingga berfungsi kembali.

2. Contoh penerapan bangunan tahan gempa

Dalam pembuatan model bangunan tahan gempa peneliti telah merencanakan bangunan bertingkat tahan gempa, dari segi estetika peneliti mengambil tema bangunan Joglo. Bangunan Joglo merupakan warisan budaya 35 yang harus dijaga kelestariannya. Desain bangunan yang diterapkan mengacu pada materi yang telah didapatkan selama kuliah. Gambar 5. Denah Lantai 1 Gambar 6. Denah Lantai 2 Disamping pembuatan denah masih banyak yang dilakukan untuk membuat sebuah bangunan bertingkat tahan gempa. Beberapa yang menjadi kelengkapannya adalah material bangunan dan penampangnya. 36

3. Pembuatan model bangunan bertingkat tahan gempa

Pembuatan model bangunan bertingkat ini merupakan tahapan yang menentukan apakah teori yang diterapkan sesuai dengan implementasinya dilapangan. Apabila implementasi dilapangan sesuai dengan perencanaan maka bangunan berskala 1:6 ini akan dapat dijadikan media pembelajaran yang selanjutnya dapat dikemas dalam sebuah pembelajaran interaktif sehingga wawasan peserta didik lebih jelas. Gambar 7. Proses Perakitan Model Bangunan Skala 1:6 Sumber: Dokumen Pribadi: 2014 Proses perakitan pada media bangunan skala 1:6 menerapkan prinsip dasar pengkonstruksian sesuai dengan keadaan sebenarnya dilapangan. Waktu yang dibutuhkan dalam perakitan adalah 2 jam 38 menit. Dengan waktu tersebut pelaksana diharapkan mampu memenuhi target waktu yang ditentukan perencana.