MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMA BINA MULYA KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA

KELAS XI SMA BINA MULYA KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

CHRISTINA DAMAYANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA

KELAS XI SMA BINA MULYA KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

CHRISTINA DAMAYANTI

Masalah dalam penelitian ini adalah perilaku disiplin berlalu lintas siswa yang rendah. Permasalahan penelitian ini adalah apakah perilaku disiplin berlalu lintas siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas XI SMA Bina Mulya Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perilaku disiplin berlalu lintas dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas XI SMA Bina Mulya Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode quasi experiment dengan one group pretest-posttest design, dianalisis dengan menggunakan uji wilcoxon. Subjek penelitian adalah enam siswa yang memiliki disiplin berlalu lintas yang rendah yang didapat dari hasil pemberian angket perilaku disiplin berlalu lintas. Teknik pengumpulan data menggunakan angket perilaku disiplin berlalu lintas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku disiplin berlalu lintas pada siswa dapat ditingkatkan setelah pemberian layanan konseling kelompok, terbukti dari hasil analisis data pretest dan posttest menggunakan uji Wilcoxon zhitung=-2,207 < ztabel 0,05 = 0,maka Ha diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku disiplin berlalu lintas sebelum dan setelah diberikan konseling kelompok. Kesimpulan penelitian ini adalah terjadi peningkatan perilaku disiplin berlalu lintas setelah diberikan konseling kelompok. Saran yang diberikan: (1) Siswa yang perilaku disiplin berlalu lintasnya rendah hendaknya mengikuti konseling kelompok, (2) Guru BK hendaknya memaksimalkan layanan BK kepada siswa dan memanfaatkan layanan konseling kelompok untuk membantu siswa agar disiplin dalam berkendara, dan (3) Orangtua/wali murid, dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai disiplin berlalu lintas, membiasakan anak menggunakan perlengkapan berkendara yang aman, dan mengawasi anak terutama dalam hal memberikan izin mengendarai kendaraan bermotor, (4) Peneliti lain, hendaknya melakukan penelitian mengenai disiplin dalam objek lain terkait dengan proses pembelajaran dalam bidang pribadi maupun sosial siswa.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN1 A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 6

3. Pembatasan Masalah ... 7

4. Rumusan Masalah ... 7

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian... 7

2. Manfaat Penelitian ... 8

C. Ruang Lingkup penelitian ... 8

1. Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 8

2. Ruang Lingkup Subjek Penelitian... 8

3. Ruang Lingkup Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

D. Kerangka Pikir ... 8

E. Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Disiplin Berlalu lintas dalam Bidang Bimbingan Sosial ... 13

1. Pengertian Bimbingan Sosial ... 13

2. Keterkaitan Disiplin Berlalu lintas dengan Bimbingan Sosial ... 14

3. Pengertian Disiplin Berlalu lintas ... 15

4. Aspek-aspek Disiplin Berlalu lintas ... 17

5. Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Berlalu lintas ... 19

B. Konseling Kelompok ... 20

1. Pengertian Konseling Kelompok ... 20

2. Tujuan Konseling Kelompok ... 22

3. Komponen Konseling Kelompok ... 23

4. Tahapan Penyelenggaraan Konseling Kelompok ... 25

C. Keterkaitan antara Konseling Kelompok dengan Disiplin Berlalu lintas Siswa ... 30


(7)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

B. Metode penelitian ... 33

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 34

1. Variabel Penelitian ... 34

2. Definisi Operasional ... 35

D. Subjek Penelitian ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

1. Angket (Check List)... 37

2. Wawancara ... 38

F. Uji Persyaratan Instrumen ... 39

1. Uji Validitas ... 39

2. Uji Reliabilitas ... 40

... G. Teknik Analisis Data ... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Hasil Penelitian ... 45

1.Gambaran Umum ... 45

2.Deskripsi Data ... 46

3.Deskripsi Pelaksanaan Kegiatan Konseling Kelompok ... 48

4.Analisis Data Hasil Penelitian ... 60

B. Pembahasan ... 69

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

1. Kesimpulan Statistik ... 77

2. Kesimpulan Penelitian ... 77

B. Saran ... 77

1. Kepada Siswa ... 77

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling ... 77

3. Kepada orang tua/wali murid ... 78

4. Kepada Peneliti Lain ... 78

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang

Setiap individu mengalami perubahan melalui serangkaian tahap perkembangan. Pelajar dalam hal ini masuk dalam tahap perkembangan remaja. Remaja, mengarahkan rasa ingin tahu yang tinggi ke arah hal-hal positif berupa kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif adalah penting. Jika tidak, dikhawatirkan para remaja dapat terjerumus dalam kegiatan atau perilaku negatif, misalnya mencoba merokok dan narkoba, melanggar aturan lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101).

Pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu keadaan dimana terjadi ketidaksesuaian antara aturan dan pelaksanaan. Aturan dalam hal ini adalah peranti hukum yang telah ditetapkan dan disepakati oleh negara sebagai undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah manusia atau masyarakat suatu negara yang terikat oleh peranti hukum tersebut. Hal ini tertuang dalam UU RI Nomor 22 tahun 2009, yang di dalamnya berisi tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Tata tertib lalu lintas ditujukan untuk mewujudkan, mendukung, dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.


(9)

Berbagai tindak penertiban terus diupayakan para polisi lalu lintas demi mewujudkan ketertiban lalu lintas dan kenyamanan berkendara, serta keselamatan para pengguna jalan raya, baik melalui razia kelengkapan berkendara, kelayakan mengemudi, serta kegiatan-kegiatan diskusi umum dengan tujuan meningkatkan ketertiban dalam berlalu lintas.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 77, secara jelas dikatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan, namun masih banyak pelajar yang belum layak untuk mengemudikan kendaraan bermotor kita temui di jalanan.

Selain menimbulkan ketidaknyamanan berkendara bagi pengguna jalan yang lain, para pelajar yang sering berkendara sesuka hati ini juga beresiko mencelakai dirinya sendiri. Seringkali diberitakan dalam program-program berita baik ditelevisi maupun koran, tidak jarang kecelakaan yang melibatkan pengemudi usia pelajar menimbulkan korban jiwa. Peran serta orangtua dalam meminimalisir pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh usia pelajar nampaknya masih minim, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pelajar dibawah umur yang diberikan izin untuk mengemudikan motor tanpa memiliki SIM.

Fenomena pelajar yang belum layak mengemudi di jalan ini tidak jarang membuat pengguna jalan lainnya merasa terganggu dengan berbagai tindakan yang dilakukan terutama dalam hal etika berlalu lintas. Khususnya yang terjadi di SMA Bina Mulya Kota Bandar Lampung, kesadaran siswa dalam


(10)

berlalu lintas nampak masih rendah, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya siswa yang membawa kendaraan bermotor tanpa memakai helm, padahal rute yang dilalui dari rumah ke sekolah melewati jalan kota. Pengetahuan yang minim mengenai peraturan lalu lintas dirasa adalah hal utama yang menyebabkan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh para pelajar saat ini.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Satuan Lalu Lintas Kota Metro, didapat data pelanggaran lalu lintas pada bulan Agustus 2012 menunjukkan sejumlah 553 pelanggaran terjadi, 30% diantaranya dilakukan oleh pengemudi yang masih duduk di bangku SMA, sedangkan pada bulan September 2012 terjadi kenaikan jumlah pelanggaran, yaitu 651 pelanggaran, dengan persentase 43% diantaranya dilakukan oleh pelajar SMA.

Kenaikan jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh usia pelajar ini tentunya memberikan kesan miris terhadap sikap para pelajar yang terkesan tidak memedulikan pentingnya keselamatan diri dalam berlalu lintas. Melalui wawancara langsung dengan seorang polisi lalu lintas Kota Bandar Lampung, didapat informasi bahwa tindak pelanggaran yang umumnya dilakukan pelajar SMA adalah diantaranya, tidak memiliki SIM, tidak menggunakan helm, tidak mematuhi rambu lalu lintas, berboncengan melebihi kapasitas maksimal, modifikasi knalpot dan klakson motor.

Pada usia remaja, ketaatan pada peraturan lalu lintas diharapkan timbul dari diri remaja sendiri. Remaja diharapkan menyadari mengapa harus mentaati peraturan lalu lintas. Pendidikan tentang keamanan dan keselamatan berlalu lintas perlu diberikan sejak dini, dengan membekali pengetahuan dan


(11)

peraturan lalu lintas pada usia sekolah diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran tertib dan disiplin berlalu-lintas, karena masa ini dianggap paling rawan dibandingkan dengan fase-fase perkembangan lainnya, dan merupakan suatu masa perkembangan yang berada diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

Ali dan Ashori (2006: 98) mengungkapkan bahwa tugas-tugas perkembangan yang berkembang kurang baik akan menyebabkan remaja melakukan tindakan negatif. Dengan kata lain jika tugas perkembangan dapat dilalui dengan baik, maka remaja akan cenderung bertindak positif. Dalam masa ini, remaja sering dihadapkan pada pilihan yang membuat mereka dilema. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari perjalanan usia remaja yang terus memburu identitas sesuai dengan kehendak dan egonya. Gangguan pada masa remaja umumnya muncul dalam bentuk kenakalan remaja seperti penyalahgunaan obat, perkelahian, pelanggaran dan adanya pertentangan antara remaja dengan pihak lain (Jersild, 1978: 132).

Terkait dengan pelanggaran lalu lintas yang terjadi dikalangan pelajar SMA, yang kita tahu masih dalam tahap perkembangan remaja, dikutip dari buku Psikologi Remaja (Wirawan, 2008: 129), di Indonesia, konsep remaja tidak dikenal dalam sebagian undang-undang yang berlaku. Pencegahan pelanggaran tata tertib lalu lintas yang dilakukan oleh siswa adalah tanggung jawab bersama, baik orangtua murid maupun warga sekolah. Dalam lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Atas (SMA), guru Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat besar untuk membantu siswa dalam


(12)

mengentaskan permasalahan tersebut. Selain itu, guru Bimbingan dan Konseling pun memegang peran penting dalam menumbuhkan kesadaran siswa dalam berlalu lintas dan mengembangkan pemahaman siswa mengenai berbagai informasi tentang tata tertib lalu lintas.

Kesadaran siswa untuk mematuhi peraturan lalu lintas diharapkan dapat mengurangi pelanggaran lalu lintas dan menimbulkan kenyamanan berkendara bagi masyarakat umum. Seperti yang tertuang dalam buku Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling (Giyono, 2004: 98), sifat yang diemban bimbingan dan konseling salah satunya yaitu fungsi perbaikan yang bertujuan mengentaskan berbagai permasalahan yang dialami peserta didik. Setelah mengetahui permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan konseling kelompok untuk meningkatkan disiplin siswa dalam berlalu lintas. Dengan diberikan konseling kelompok maka diharapkan siswa mampu meningkatkan disiplin terutama dalam hal berlalu lintas.

Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (1995: 112) didalam konseling kelompok, individu dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis, efektif dan produktif, kemampuan bertingkah laku dan berinteraksi sosial, juga berinteraksi dengan teman sebaya, sehingga diharapkan para siswa dapat berbagi pengalaman dan saling memotivasi satu sama lain sehingga dapat menumbuhkan suatu pemahaman baru untuk dapat memperbaiki tingkah laku sebelumnya dan memunculkan kesadaran bersama dalam hal ini terkait mengenai pentingnya


(13)

mematuhi peraturan lalu lintas. Oleh karena itu, penulis ingin mengadakan penelitian dengan mengangkat judul “Meningkatkan Perilaku Disiplin Berlalu Lintas Dengan Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas XI SMA Bina Mulya Kota Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013”.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Terdapat siswa yang membawa motor ke sekolah tapi tidak membawa helm dan surat-surat kelengkapan kendaraan.

2. Terdapat siswa yang melanggar rambu-rambu lalu lintas, seperti menerobos lampu merah, belok kiri tanpa mengikuti lampu lalu lintas, dsb.

3. Terdapat siswa yang mengemudikan motor dengan membawa penumpang lebih dari satu orang.

4. Terdapat siswa yang tidak melengkapi motornya dengan kaca spion. 5. Terdapat siswa yang memodifikasi knalpot motor menjadi nyaring

sehingga mengganggu kenyamanan di sekolah.

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, dan agar dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan, penulis membatasi masalah dalam penelitian ini, yaitu perilaku disiplin berlalu lintas siswa yang rendah.”


(14)

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu perilaku disiplin berlalu lintas siswa yang rendah, dengan rumusan masalah “apakah perilaku disiplin berlalu lintas dapat ditingkatkan dengan layanan konseling kelompok pada siswa kelas XI SMA Bina Mulya Kota Bandar Lampung?”

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai peneliti dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perilaku disiplin berlalu lintas dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas XI SMA Bina Mulya Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan, dapat dirinci menjadi kegunaan secara teoritis dan manfaat praktis.

a. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan terutama dikaitkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan dibidang bimbingan dan konseling khususnya mengenai kegiatan peningkatan disiplin siswa menggunakan konseling kelompok. b. Manfaat Praktis

1. Sebagai kontribusi pemikiran bagi sekolah, guna meningkatkan kualitas program layanan bimbingan dan konseling di sekolah.


(15)

2. Sebagai kontribusi bagi guru Bimbingan dan Konseling untuk lebih meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling, khususnya dalam hal layanan konseling kelompok meningkatkan pemahaman siswa mengenai pentingnya mengetahui dan mematuhi tata tertib lalu lintas untuk mengurangi terjadinya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan siswa.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah :

a. Ruang Lingkup Objek

Objek dalam penelitian ini adalah penggunaan layanan konseling kelompok untuk meningkatkan disiplin siswa dalam berlalu lintas. b. Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Bandar Lampung yang memiliki perilaku disiplin berlalu lintas rendah.

c. Ruang Lingkup Tempat dan Waktu Penelitian

Ruang lingkup tempat dalam penelitian ini adalah SMA Bina Mulya Bandar Lampung, waktu penelitian dilaksanakan pada tahun pelajaran 2012/2013.

D. Kerangka Pikir

Pelanggaran lalu lintas yang marak dilakukan oleh para remaja usia sekolah merupakan pemandangan yang biasa kita temui sehari-hari di jalan raya. Perilaku tidak disiplin berlalu lintas adalah sikap negatif dalam diri


(16)

siswa, berupa tindakan seperti tidak menggunakan helm saat berkendara, menerobos lampu merah, dsb. Rendahnya perilaku disiplin siswa dalam berlalu lintas tersebut, menunjukkan betapa pentingnya perhatian baik orangtua maupun guru untuk mengurangi pelanggaran yang dilakukan.

Melihat gambaran diatas diperlukan adanya kegiatan pengendalian lalu lintas secara menyeluruh dan terpadu, tidak hanya dengan penegakan hukum saja namun perlu dilakukan usaha-usaha yang didukung oleh semua komponen sekolah dan adanya peran aktif dari seluruh masyarakat.

Dalam lingkup sekolah, guru bimbingan dan konseling yang berperan sebagai konselor sekolah memiliki kewajiban untuk membantu siswa dalam menangani setiap permasalahan yang dialami oleh siswa, begitu juga dengan permasalahan disiplin berlalu lintas yang berhubungan dengan bagaimana perilaku siswa dalam berhubungan dengan kedudukan dunia sosialnya dalam masyarakat.

Adapun dalam memberikan bantuan dalam meningkatkan disiplin siswa dalam berlalu lintas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan konseling kelompok. Menurut Natawidjaya (Wibowo, 2005: 98), konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok merupakan suatu proses intervensi yang bersifat membantu individu untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan hubungannnya dengan orang lain.


(17)

Melalui konseling kelompok, terdapat dinamika kelompok yang menimbulkan interaksi interpersonal yang ditandai semangat, kerja sama antar anggota kelompok, saling berbagi pengetahuan, pengalaman dalam mencapai tujuan kelompok. Interaksi interpersonal ini akan mewujudkan rasa kebersamaan diantara anggota kelompok, menyatukan kelompok untuk saling mendukung dan membentuk interaksi yang bermakna dalam kelompok serta berempati dengan tulus.

Prayitno (1995: 118) menjelaskan tujuan konseling kelompok secara khusus, konseling kelompok bertujuan untuk membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual (hangat) dan menjadi perhatian peserta Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, sikap yang menunjang diwujudkanya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal juga ditingkatkan. Keadaan ini membutuhkan suasana yang positif antar anggota, sehingga mereka akan merasa diterima, dimengerti, dan menambah rasa positif, dan memberikan suatu pemahaman baru mengenai pentingnya menaati peraturan lalu lintas dalam diri mereka. Sehingga, siswa yang tadinya tidak peduli dengan tata tertib berlalu lintas dengan mengendarai motor sesuka hati dapat merubah perilaku mereka menjadi lebih peduli dalam mengendarai motor dan taat pada rambu dan tata tertib lalu lintas.


(18)

Masalah yang ada pada siswa yang terdapat di SMA Bina Mulya Bandar Lampung khususnya yang dialami subjek penelitian adalah perilaku disiplin berlalu lintas yang rendah. Para siswa tersebut sering melanggar rambu lalu lintas, beretika buruk dalam berkendara, dan tidak peduli dengan keselamatan mereka.. Aspek disiplin berlalu lintas meliputi pemahaman terhadap peraturan lalu lintas membuat pengemudi disiplin (Ancok, 2009: 112). Dengan dilakukannya konseling kelompok, diharapkan para siswa mampu merubah kebiasaan buruk mereka saat berkendara

Pola pikir demikian dapat dituliskan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Gambar 1.1. Skema Kerangka Berpikir

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah perilaku disiplin berlalu lintas dapat ditingkatkan dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013. Hipotesis statistiknya adalah:

Ha : Perilaku disiplin berlalu lintas dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok dengan taraf Perilaku

disiplin berlalu lintas siswa

Konseling Kelompok

Perilaku disiplin berlalu lintas


(19)

signifikansi 5% pada siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Kota Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

Ho : Perilaku disiplin berlalu lintas tidak dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok dengan taraf signifikansi 5% pada siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Kota Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Disiplin Berlalu lintas dalam Bidang Bimbingan Sosial

1. Pengertian Bimbingan Sosial

Dalam bidang bimbingan sosial, guru Bimbingan dan Konseling membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti yang luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bidang bimbingan sosial adalah bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengungkapkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas (PPPPTK Penjas dan BK, 2009:9).

Sedangkan Rahman (2003:41) mengatakan bahwa bidang bimbingan sosial adalah bidang bimbingan yang diberikan kepada siswa untuk mengenal lingkungannya sehingga mampu bersosialisasi dengan baik, menjadi pribadi yang bertanggungjawab, dalam buku Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling (Giyono, 2004: 97), Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam bidang sosial membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung


(21)

jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:

1. Pemantapan kemampuan berkomunikasi.

2. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat. 3. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik

di rumah, sekolah, maupun dimasyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan-santun, serta nilai agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan yang berlaku.

4. Pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya.

5. Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaannya.

6. Orientasi tentang hidup berkeluarga.

Bidang bimbingan sosial ini memiliki tanggung jawab memberikan pelayanan kepada siswa sehingga dapat membina hubungan sosial yang harmonis sesuai dengan nilai yang ada dalam masyarakat. Dalam bidang bimbingan sosial, memiliki tujuan untuk membantu siswa menempatkan diri dengan baik dalam hubungan sosialnya dengan lingkungan.

2. Keterkaitan Disiplin Berlalu lintas dengan Bimbingan Sosial

Keterkaitan disiplin berlalu lintas dengan bidang bimbingan sosial seperti yang terdapat dalam materi bimbingan sosial diatas yaitu: Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, sekolah, maupun dimasyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan-santun, serta nilai agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan yang berlaku. Disiplin berlalu lintas sendiri adalah kecenderungan untuk mematuhi aturan, tata tertib lalu lintas, agar tercipta lalu lintas dan


(22)

angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar. Perilaku disiplin berlalu lintas merupakan cerminan dari sikap patuh terhadap hukum dalam mewujudkan pribadi yang bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik. Sehingga dapat dilihat terdapat keterkaitan antara disiplin berlalu lintas dengan bidang bimbingan sosial.

3. Pengertian Disiplin Berlalu lintas

Disiplin berasal dari bahasa Inggris “discipline”, bahasa Belanda “disciplin”, bahasa Latin “disciplina” yang artinya belajar. Dalam bahasa Indonesia, disiplin adalah ketaatan pada peraturan, tata tertib, atau ketertiban. Tata tertib dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti peraturan-peraturan yang harus ditaati atau dilaksanakan; disiplin. Sedangkan, Lalu lintas didalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung (Umbara, 2009: 110).

Menurut Purwadi dan Saebani (Hary, 2008: 76) pengertian disiplin berlalu lintas adalah bilamana seseorang mematuhi apa yang tidak boleh pada saat berlalu lintas di jalan, baik dalam rambu maupun tidak, dimana larangan tersebut termuat didalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Disiplin berlalu lintas merupakan salah satu


(23)

pencerminan dari disiplin nasional yang menunjukkan martabat dan harga diri bangsa. Oleh karena itu pemerintah seharusnya lebih megutamakan aspek pendidikan kepada masyarakat berkaitan dengan disiplin berlalu lintas tidak hanya diajarkan dalam bentuk ekstrakurikuler seperti selama ini tetapi harus lebih mendasar melalui pendidikan intrakurikuler.

Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dengan tegas mencantumkan aspek dan tujuan, yaitu untuk menciptakan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar. Aspek keamanan dan keselamatan menjadi perhatian yang penting dalam pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan, oleh sebab itu Undang-Undang LLAJ ini menekankan terwujudnya etika dan budaya berlalu lintas melalui pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan. Diperlukan adanya kegiatan pengendalian lalu lintas secara menyeluruh dan terpadu, tidak hanya dengan penegakan hukum saja namun perlu dilakukan usaha-usaha yang didukung oleh semua komponen bangsa dan adanya peran aktif dari seluruh masyarakat.

Kedisiplinan dalam berlalu lintas pada individu merupakan bentuk perilaku tanggung jawab seseorang terhadap peraturan atau norma yang berlaku di jalan raya sebagai manifestasi kesadaran individu yang merupakan proses belajar dari lingkungan sosialnya sehingga perilaku disiplin tersebut dapat menimbulkan suasana berlalu lintas yang aman, lancar dan terkendali. Kesadaran disiplin berlalu lintas sejak dini harus


(24)

mulai dilakukan, baik dilingkungan sekolah maupun keluarga. Masuknya kurikulum lalu lintas disekolah merupakan langkah positif untuk memberikan pemahaman kepada pelajar agar berhati-hati di jalan raya. Dalam Diktat Rekayasa Lalu Lintas ( Hary, 2008: 98) rambu-rambu lalu lintas mengandung berbagai fungsi yang masing-masing mengandung konsekuensi hukum sebagai berikut:

a. Perintah

Yaitu bentuk pengaturan yang jelas dan tegas tanpa ada interpretasi lain yang wajib dilaksanakan oleh pengguna jalan. Karena sifatnya perintah, maka tidak benar adanya perintah tambahan yang membuka peluang munculnya interpretasi lain. Misalnya: rambu belok kiri yang disertai kalimat belok kiri boleh terus adalah bentuk yang keliru.

b. Larangan

Yaitu bentuk larangan yang dengan tegas melarang para pengguna jalan untuk berhenti pada titik-titik jalan yang memeng dilarang dan sudah diberikan tanda larangan, tetapi sering kali para pengendara melanggarnya, hal inilah yang mengakibatkan sering terjadinya kecelakaan dijalan raya. c. Peringatan

Menunjukkan kemungkinan adanya bahaya di jalan yang akan dilalui. Rambu peringatan berbentuk bujur sangkar berwarna dasar kuning dan lambang atau tulisan berwarna hitam.

d. Anjuran

Yaitu bentuk pengaturan yang bersifat mengimbau, boleh dilakukan boleh pula tidak. Pengemudi yang melakukan atau tidak melakukan anjuran tersebut tidak dapat disalahkan dan dikenakan sanksi.

e. Petunjuk

Yaitu memberikan petunjuk mengenai jurusan, keadaan jalan, situasi, kota berikutnya, keberadaan fasilitas dan lain-lain. Bentuk dan warna yang digunakan pada rambu-rambu lalu lintas digunakan untuk membedakan kategori rambu-rambu yang berbeda namun memberikan kemudahan bagi pengemudi dan membuat pengemudi lebih cepat untuk bereaksi.

4. Aspek-aspek disiplin berlalu lintas

Dikutip dari Ancok (2004: 109), berikut ini adalah aspek-aspek disiplin berlalu lintas:


(25)

a. Kualitas Individu

Meliputi kualitas pemakai jalan yang akan menentukan ketertiban lalu lintas, dan kualitas dan kuantitas petugas keamanan lalu lintas di jalan raya.

b. Penataan Kendaraan

Meliputi kelengkapan ketika mengendarai sepeda motor seperti helm, lampu, dan kaca spion, adalah persyaratan bagi amannya seseorang berlalu lintas.

c. Penataan Jalan dan Rambu Lalu Lintas

Meliputi tata jalan dan rambu lalu lintas, yang merupakan awal dari penataan ketertiban lalu lintas.

Sedangkan menurut Fatnanta (Wardhana, 2009: 112), aspek disiplin berlalu lintas meliputi:

a. Pemahaman terhadap peraturan berlalu lintas

Pemahaman terhadap peraturan lalu lintas membuat pengemudi disiplin. Undang-undang lalu lintas dan jalan pada dasarnya berisikan seruan, larangan dan perijinan.

b. Tanggung jawab terhadap keselamatan diri dan orang lain

Kedisiplinan berlalu lintas pada diri individu akan dapat berkembang apabila timbul rasa saling menghargai antara sesama pengguna jalan. c. Kehati-hatian dan kewaspadaan

Pengendara yang memiliki disiplin berlalu lintas yang tinggi akan selalu mengendarai motornya dengan berhati-hati. Adanya rasa


(26)

ketenangan batin merupakan tanda bahwa seseorang bisa bersikap hati-hati.

d. Kesiapan diri dan kondisi kendaraan yang digunakan

Berupa pemeriksaan terhadap kendaraan yang akan digunakan, berupa keadaan rem, keadaan ban, bahan bakar dan oli. Selain itu kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor wajib dimiliki dan dibawa setiap kali berkendara.

5. Faktor yang mempengaruhi disiplin berlalu lintas

Menurut Fatnanta (Wardhana, 2009: 117), faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin berlalu lintas, antara lain:

a. Faktor Internal

Faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri, berupa sikap dan kepribadian yang dimiliki individu yang mencerminkan tanggung jawab terhadap kehidupan tanpa paksaan dari luar, dilaksanakan berdasarkan keyakinan yang benar bahwa hal itu bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat sekaligus menggambarkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan interes pribadinya dan mengendalikan dirinya untuk patuh dengan hukum dan norma serta kebiasaan yang berlaku dalam lingkungan sosial.

b. Faktor Eksternal

Kedisiplinan dilihat sebagai alat untuk menciptakan perilaku atau masyarakat sehingga dapat terimplimentasikan dalam wujud hubungan serta sanksi yang dapat mengatur dan mengendalikan manusia


(27)

sehingga sanksi tersebut hanya dikenakan kepada mereka yang melanggar hukum dan norma yang berlaku. Disiplin berlalu lintas sebagai faktor eksternal meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

1) Unsur pemaksaan oleh hukum dan norma yang diwakili oleh penegak hukum terhadap setiap anggota masyarakat untuk taat kepada hukum dan norma yang berlaku dalamm kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2) Unsur pengatur, pengendali, dan pembentuk perilaku

Faktor ini merupakan aturan-aturan dan norma-norma yang dijadikan standar bagi individu dan masyarakat atau kelompoknya. Adanya perangkat hukum, norma, dan aturan-aturan ini maka individu belajar mengendalikan diri dengan aturan yang berlaku. Hukum dan norma selalu bersifat mengatur, mengendalikan, serta membentuk perilaku manusia agar menjadi teratur, terkendali, dan membentuk perilaku manusia agar menjadi teratur dengan adanya kepastian hukum.

B. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelompok

Konseling merupakan suatu proses intervensi yang bersifat membantu individu untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan interaksinya dengan orang lain. Blocher (Wibowo, 2005: 79) mendefinisikan konseling adalah intervensi yang direncanakan sistematis yang ditunjukkan untuk membantu menjadi lebih sadar atas dirinya


(28)

sendiri, memaksimalkan kebebasan dan efektivitas manusia. Natawidjaja (Wibowo, 2005: 98) mengartikan konseling sebagai usaha bantuan untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam interaksinya dengan masalah-masalah yang dihadapinya saat ini dan saat yang akan datang.

Warner & Smith (Wibowo, 2005: 86) menyatakan bahwa konseling kelompok merupakan cara yang baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi dan membantu individu dalam pengembangan kemampuan pribadi mereka. Pandangan tersebut dipertegas oleh Natawidjaja (Wibowo, 2005: 98) yang menyatakan bahwa:

“Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya”.

Menurut Corey (Wibowo, 2005: 109) menyatakan bahwa masalah-masalah yang dibahas dalam konseling kelompok lebih berpusat pada pendidikan, pekerjaan, sosial dan pribadi.

Dalam konseling kelompok perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok ini. Jadi anggota akan belajar tentang dirinya dalam interaksinya dengan anggota yang lain ataupun dengan orang lain. Selain itu, di dalam kelompok, anggota dapat pula belajar untuk memecahkan masalah berdasarkan masukan dari orang lain.

Suasana dalam konseling kelompok dapat menimbulkan interaksi yang akrab, terbuka dan bergairah sehingga memungkinkan terjadinya saling memberi dan menerima, memperluas wawasan dan pengalaman, harga


(29)

menghargai dan berbagai rasa antara anggota kelompok. Suasana dalam konseling kelompok mampu memenuhi kebutuhan psikologis individu dalam kelompok, yaitu kebutuhan untuk dimiliki dan diterima orang lain, serta kebutuhan untuk melepaskan atau menyalurkan emosi-emosi negatif dan menjelajahi diri sendiri secara psikologis.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok adalah upaya pemberian bantuan kepada siswa melalui kelompok untuk mendapatkan informasi yang berguna agar mampu menyusun rencana, membuat keputusan yang tepat, serta untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya dalam menunjang terbentuknya perilaku yang lebih efektif.

2. Tujuan Konseling kelompok

Prayitno (1995: 102) menjelaskan tujuan konseling kelompok, adalah sebagai berikut:

a. Tujuan umum kegiatan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Dalam kaitan ini, sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi/ berkomunikasi seseorang sering terganggu perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang tidak objektif, sempit dan terkungkung serta tidak efektif.

b. Secara khusus, konseling kelompok bertujuan untuk membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual (hangat) dan menjadi perhatian peserta. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, sikap yang menunjang diwujudkanya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal juga ditingkatkan.


(30)

Secara singkat dapat dikatakan bahwa hal yang paling penting dalam kegiatan konseling kelompok merupakan proses belajar baik bagi petugas bimbingan maupun bagi individu yang dibimbing. Konseling kelompok juga bertujuan untuk membantu individu menemukan dirinya sendiri, mengarahkan diri, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3. Komponen Konseling kelompok

Prayitno (1995: 112) menjelaskan bahwa dalam konseling kelompok terdapat tiga komponen yang berperan, yaitu pemimpin kelompok, peserta atau anggota kelompok dan dinamika kelompok.

a. Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok adalah komponen yang penting dalam konseling kelompok. Pemimpin bukan saja mengarahkan prilaku anggota sesuai dengan kebutuhan melainkan juga harus tanggap terhadap segala perubahan yang berkembang dalam kelompok tersebut. Dalam hal ini menyangkut adanya peranan pemimpin konseling kelompok, serta fungsi pemimpin kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (1995: 120), menjelaskan pemimpin kelompok adalah orang yang mampu menciptakan suasana sehingga anggota kelompok dapat belajar bagaimana mengatasi masalah mereka sendiri.

Dalam kegiatan konseling kelompok, pemimpin kelompok memiliki peranan. Prayitno (1995: 122), menjelaskan peranan pemimpin kelompok adalah memberikan bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung


(31)

terhadap kegiatan konseling kelompok, memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok, memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kempok, dan sifat kerahasian dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.

b. Anggota kelompok

Keanggotaan merupakan salah satu unsur pokok dalam kehidupan kelompok. Tanpa anggota tidaklah mungkin ada kelompok. Tidak semua kumpulan orang atau individu dapat dijadikan anggota konseling kelompok. Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok yang memiliki persyaratan sebagaimana seharusnya.

c. Dinamika kelompok

Selain pemimpin kelompok dan anggota kelompok, komponen konseling kelompok yang tak kalah penting adalah dinamika kelompok. Dalam kegiatan konseling kelompok dinamika konseling kelompok sengaja ditumbuhkembangkan, karena dinamika kelompok adalah interaksi interpersonal yang ditandai dengan semangat, kerja sama antar anggota kelompok, saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan mencapai tujuan kelompok. Interaksi yang interpersonal inilah yang nantinya akan mewujudkan rasa kebersamaan di antara anggota kelompok, menyatukan kelompok untuk dapat lebih menerima satu sama lain, lebih saling


(32)

mendukung dan cenderung untuk membentuk interaksi yang berarti dan bermakna di dalam kelompok. Cartwright dan Zander (Wibowo, 2005: 131) mendeskripsikan dinamika kelompok sebagai suatu bidang terapan yang dimaksudkan untuk peningkatan pengetahuan tentang sifat/ciri kelompok, hukum perkembangan, interelasi dengan anggota, dengan kelompok lain, dan dengan anggota yang lebih besar.

Melalui dinamika kelompok, setiap anggota kelompok diharapkan mampu tegak sebagai perorangan yang sedang mengembangkan kediriannya dalam interaksi dengan orang lain. Ini tidak berarti bahwa pendirian seseorang lebih ditonjolkan daripada kehidupan kelompok secara umum. Dinamika kelompok akan terwujud dengan baik apabila kelompok tersebut, benar-benar hidup, mengarah kepada tujuan yang ingin dicapai, dan membuahkan manfaat bagi masing-masing anggota kelompok, juga sangat ditentukan oleh peranan anggota kelompok.

4. Tahapan Penyelenggaraan Konseling Kelompok

Sebelum diselenggarakan konseling kelompok, ada beberapa tahapan yang perlu dilaksanakan terlebih dahulu. Menurut Prayitno (1995: 131) membagi tahapan penyelenggaraan konseling kelompok menjadi 4 tahap, yaitu:

a. Tahap pembentukan

Tahap pembentukan merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok.


(33)

Pada tahap ini, umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun keseluruhan anggota.

b. Tahap peralihan

Tahap peralihan ini merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan tahap ketiga. Pada tahap ini tugas konselor adalah membantu para anggota untuk mengenali dan mengatasi halangan, kegelisahan, keengganan, sikap mempertahankan diri dan sikap ketidaksabaran yang timbul pada saat ini Gladding (Prayitno, 1995: 135).

c. Tahap kegiatan

Tahap kegiatan merupakan tahap inti dari kegiatan konseling kelompok dengan suasana yang ingin dicapai, yaitu terbahasnya secara tuntas permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok dan terciptanya suasana untuk mengembangkan diri, baik yang menyangkut pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun menyangkut pendapat yang dikemukakan oleh kelompok. Tahap ini disimpulkan berhasil jika semua solusi yang mungkin telah dipertimbangkan dan diuji menurut konsekuensinya dapat diwujudkan. d. Tahap pengakhiran

Pada tahap pengakhiran terdapat dua kegiatan yaitu penilaian (evaluasi) dan tindak lanjut (follow up). Tahap ini merupakan tahap penutup dari serangkaian kegiatan konseling kelompok dengan tujuan telah tuntasnya topik yang dibahas oleh kelompok tersebut. Dalam


(34)

kegiatan kelompok berpusat pada pembahasan dan penjelasan tentang kemampuan anggota kelompok untuk menetapkan hal-hal yang telah diperoleh melalui layanan konseling kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemimpin kelompok berperan untuk memberikan penguatan (reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok tersebut.

Berdasarkan tahap-tahap konseling yang telah dikemukakan di atas, kiranya konseling haruslah dilakukan dengan sistematis, sesuai dengan yang telah diuraikan agar tujuan dari konseling kelompok yang telah dirumuskan dapat terlaksana dengan baik dan efektif.

5. Teknik Dalam Kegiatan Konseling Kelompok

Teknik konseling kelompok diantaranya adalah shaping, kontrak tingkah laku, assertive training, modelling, proses mediasi, live peer model, latihan tingkah laku, cognitive restructuring, covert reinfocerment, extinction, systematic desensitization.

a. Assertive training

Teknik ini adalah latihan yang diberikan kepada individu yang memiliki masalah kecemasan. Assertive traning dimulai dengan mengilustrasikan kepada anggota bahwa ekspresi perasaan yang dilakukan secara tepat akan menghambat munculnya kecemasan. Teknik ini cocok untuk individu yang mempunyai kebiasaan respon-cemas dalam hubungan interpersonal yang tidak adaptif, kecemasan menghambat mereka mengekspresikan perasaan dan tindakan yang tegas dan tepat.


(35)

b. Proses mediasi (mediation process)

Dalam proses mediasi diperlukan adanya contoh perilaku yang menarik. Contoh perilaku itu dapat berupa film, video tape, contoh hidup ataupun tulisan. Setelah diberikan contoh perilaku, seluruh anggota kelompok diberikan tugas untuk mendiskusikan mengenai contoh perilaku tersebut. Diskusi yang dilakukan adalah bagaimana setiap anggota dapat mengimplementasikan macam perilaku yang ditampilkan oleh model. Teknik ini baik untuk memecahkan masalah personal-sosial.

c. Live peer model

Teknik ini baik untuk memecahkan masalah personal-sosial. Aplikasi dari teknik ini adalah dengan melibatkan atau mengikutsertakan model dalam diskusi kelompok. Contohnya, siswa-siswa yang memiliki permasalahan interaksi sosial dikumpulkan, dan selanjutnya siswa yang memiliki kemampuan interaksi sosial yang baik juga dikumpulkan. Kemudian, mereka dilibatkan dalam diskusi kelompok yang membahas segi-segi pergaulan yang baik dalam kelompok. Dengan demikian siswa dapat belajar dan mengetahui interaksi sosial yang baik di sekolah.

d. Latihan tingkah laku

Latihan tingkah laku pada umumnya, anggota kelompok dapat mencoba tingkah laku yang dikehendaki dalam lingkungan kelompoknya. Dalam latihan tingkah laku ini, anggota mempraktekkan tingkah laku yang dikehendak. Latihan ini bertujuan untuk melatih individu memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri.


(36)

e. Extinction

Teknik ini adalah proses melemahkan frekuensi tingkah laku dan menghilangkan reinforcementnya. Misalnya, menghilangkan tingkah laku anak yang nakal. Pada awal program mungkin kenakalan anak semakin menjadi-jadi karena ia bersikeras untuk memperoleh perhatian dengan caranya yang salah itu. Agar pendekatan ini berhasil, kenakalan itu harus tetap tidak diperhatikan. Pada proses kelompok, teknik ini digunakan sebagai alat bantu.

f. Systematic desensitization

Teknik ini merupakan proses konterkondisioning, salah satu teknik melemahkan respon terhadap stimulus yang tidak menyenangkan dengan mengintrodusir stimulus yang berlawanan (menyenangkan). Teknik ini tepat untuk mengobati penderita phobia, juga beraneka ragam situasi yang menimbulkan kegelisahan, termasuk situasi interpersonal, kegelisahan neurotic dan sexual (Corey dalam Rosidan, 1994: 112).

Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa teknik yang paling tepat dalam mengatasi permasalahan dalam penelitian ini adalah proses mediasi, live peer model, dan latihan tingkah laku. Dalam teknik tersebut, secara tidak langsung individu memasukkan pemahaman baru tentang pentingnya mematuhi peraturan lalu lintas dengan mendengarkan pengalaman orang lain.


(37)

C. Keterkaitan antara Konseling Kelompok dan Masalah Disiplin Berlalu Lintas Siswa

Bimbingan dan Konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada individu (siswa) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya siswa dapat memahami dirinya dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan keadaan dan lingkungan di sekolah, keluarga, dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya (Juntika dan Sudianto, 2005: 126).

Disiplin berlalu lintas merunut dari Undang-Undang No 22 Tahun 2009 merupakan kecenderungan untuk mematuhi aturan, tata tertib lalu lintas, agar tercipta lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar. Perilaku disiplin berlalu lintas merupakan cerminan dari sikap patuh terhadap hukum dalam mewujudkan pribadi yang bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik.

Pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan upaya yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam mengatasi berbagai masalah siswa. Permasalahan mencakup masalah yang terjadi di lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.

Keterkaitan antara konseling kelompok dan pendisiplinan siswa tampak jelas dalam pelaksanaan konseling kelompok. Dalam pelaksanaan konseling kelompok terdapat suatu keadaan yang membangun suasana menjadi lebih aktif dan lebih bersahabat, keadaan itu adalah dinamika kelompok. Dengan adanya dinamika kelompok itulah siswa mengembangkan diri dan memperoleh banyak keuntungan.


(38)

Keuntungan itu diperoleh dengan cara siswa berperan aktif dan terlibat dalam pemecahan permasalahan yang sedang dibahas dalam kelompok. Keterlibatan itu dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam memberikan tanggapan, masukan serta ide-ide mengenai permasalahan yang dibahas. “Seperti yang diungkap oleh Prayitno (1995: 116), mengenai dinamika kelompok yang terdapat dalam suasana konseling kelompok secara tidak langsung melatih siswa untuk memiliki keterampilan dalam berkomunikasi secara aktif, bertenggang rasa dengan siswa lain, memberi dan menerima pendapat dari siswa lainnya, bertoleransi, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokratis, dan memiliki rasa tanggung jawab sosial seiring dengan kemandirian yang kuat.”

Selain itu pernyataan tersebut dipertegas pendapat Sukardi (2002: 101) mengenai tujuan konseling kelompok, yaitu :

a. melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak.

b. melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebaya.

c. dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok.

d. mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok.

Melihat pemaparan Sukardi (2002: 101) mengenai tujuan konseling kelompok, dapat diketahui bahwa tujuan dari konseling kelompok adalah untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada dalam kelompok, sehingga sekiranya konseling kelompok dapat menjadi sarana dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam hal ini adalah masalah dalam disiplin berlalu lintas.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa layanan konseling kelompok merupakan suatu bentuk pelayanan yang dapat guru BK berikan untuk mengentaskan masalah rendahnya disiplin berlalu lintas


(39)

siswa, bukan hanya demi kebaikan siswa saja melainkan lebih luas lagi bagi terciptanya keharmonisan dalam masyarakat khususnya dalam kelancaran dan ketertiban berlalu lintas. Karena program bimbingan dan konseling disusun bukan hanya untuk peserta didik saja, namun lebih luas lagi guru mata pelajaran, kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat juga menjadi sasaran dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling.

Maka partisipasi dan dukungan dari semua pihak mutlak dibutuhkan dalam upaya pencegahan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan para remaja serta terciptanya kedisiplinan berlalu lintas yang merupakan salah satu cerminan kedisiplinan nasional.


(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SMA Bina Mulya Kota Bandar Lampung dan waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen semu (Quasi experiment). Menurut Sugiyono (2012: 109) metode penelitian Quasi experiment merupakan penelitian yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek yang diteliti dengan mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Hal ini berarti eksperimen merupakan kegiatan percobaan untuk meneliti suatu peristiwa atau gejala yang muncul pada kondisi tertentu.

Adapun jenis desain yang digunakan adalah Quasi Experiment dengan one group pretest and posttest design. Menurut Sugiyono (2012: 110) one group


(41)

pretest and posttest design adalah suatu teknik untuk mengetahui efek sebelum dan sesudah pemberian perlakuan.

Secara bagan, desain kelompok tunggal desain pretest dan posttest dapat digambarkan sebagai berikut:

Pretest treatment Posttest

Gambar 2. Desain One Group Pretest dan Posttest

Gambar 3.1. One group pretest-posttest design (Sugiyono, 2012: 111)

O1 = nilai pre test (sebelum diberi treatment)

O2 = nilai post test (setelah diberi treatment)

X = treatment(konseling kelompok)

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah apa yang menjadi perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006: 124). Variabel dalam sebuah penelitian dapat dikategorikan menjadi dua yaitu variabel variabel bebas dan variabel terikat.

Berdasarkan pengertian diatas maka variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012:


(42)

61). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah disiplin siswa, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah konseling kelompok.

2. Definisi Operasional

Menurut Nazir (2006: 102) definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut. Definisi operasional berisi pengertian variabel yang akan dikembangkan.

Perilaku disiplin berlalu lintas siswa dalam penelitian ini adalah tingkah laku siswa yang taat dan patuh agar dapat menjalankan kewajibannya untuk berkendara dengan baik sesuai dengan tata tertib lalu lintas yang berlaku. Perilaku tidak disiplin dalam berlalu lintas dapat dijabarkan sebagai berikut: siswa tidak mengenakan helm, kebut-kebutan di jalanan, tidak membawa surat-surat kendaraan bermotor, berboncengan lebih dari satu orang. Selain menimbulkan ketidaknyamanan dalam berkendara, ketidakdisiplinan tersebut dapat mengganggu kenyamanan belajar. Apabila tidak disiplin dalam berlalu lintas, siswa dapat mengalami kecelakaan dan hal tersebut dapat mengganggu proses belajar dan prestasi akademik siswa di sekolah.

Merunut dari UU No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, khususnya dalam pasal 105, 106, 111, 116, adapun ciri-ciri disiplin berlalu lintas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Taat terhadap peraturan dan tata tertib lalu lintas 2. Patuh terhadap rambu-rambu lalu lintas


(43)

3. Mengenakan kelengkapan berkendara yang aman 4. Beretika yang baik saat berkendara

Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya, masalah-masalah yang dibahas dalam konseling kelompok lebih berpusat pada pendidikan, pekerjaan, sosial dan pribadi.

Dalam konseling kelompok perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok ini. Jadi, anggota akan belajar tentang dirinya dalam interaksinya dengan anggota yang lain ataupun dengan orang lain. Selain itu, di dalam kelompok, anggota dapat pula belajar untuk memecahkan masalah berdasarkan masukan dari orang lain, dalam hal ini adalah masalah disiplin berlalu lintas.

D. Subjek Penelitian

Menurut Arikunto (2006: 110) subjek penelitian merupakan subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Selain itu, subjek penelitian merupakan sumber data untuk menjawab masalah penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan subjek karena penelitian ini merupakan suatu aplikasi untuk meningkatkan perilaku disiplin siswa dalam berlalu lintas melalui konseling kelompok, tidak dapat digeneralisasikan antara subjek yang satu dengan yang lainnya karena setiap individu berbeda, dan memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda pada setiap subjeknya.


(44)

Subjek dalam penelitian ini adalah enam siswa kelas XI SMA Bina Mulya Bandar Lampung yang memiliki dan menggunakan motor dalam kesehariannya serta dikategorikan memiliki kedisiplinan rendah dalam berlalu lintas diperkuat juga dari hasil angket perilaku disiplin berlalu lintas.

E. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Untuk mengumpulkan data penelitian, tentunya peneliti harus menentukan teknik pengumpulan apa yang akan digunakan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih lengkap. Penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket dan wawancara.

Teknik pokok:

1. Angket

Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memproleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006: 118). Dalam penelitian ini penulis menggunakan angket.

Angket ini dipergunakan dalam penelitian untuk mengumpulkan data sebelum dan setelah pemberian layanan konseling kelompok yang berisi


(45)

tentang berbagai perilaku pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh subjek penelitian. Angket yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket tertutup, dengan pilihan jawaban: selalu, pernah, tidak pernah. Kisi-kisi angket perilaku disiplin berlalu lintas dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:

ANGKET PERILAKU DISIPLIN BERLALU LINTAS

Variabel Indikator Deskriptor

Perilaku Disiplin Belalu lintas

1. Patuh terhadap tata tertib lalu lintas

1.1Memahami tata tertib lalu lintas 1.2Mematuhi tata

tertib lalu lintas 2. Patuh terhadap

rambu-rambu lalu lintas

2.1Memahami rambu-rambu lalu lintas

2.2Mematuhi rambu-rambu lalu lintas 3. Mengenakan kelengkapan berkendara yang aman 3.1Menyediakan perlengkapan untuk keamanan berkendara 4. Beretika yang

baik saat berkendara

4.1Berkendara dalam keadaan sadar 4.2Menghormati

pengguna jalan lain

Tabel 3.1 Kisi-kisi Angket Perilaku Disiplin

Teknik penunjang:

2. Wawancara

Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk


(46)

memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Peneliti akan menggunakan wawancara bebas atau tidak berstruktur. Dalam hal ini, peneliti akan mewawancara subjek penelitian yang memiliki nilai angket terendah dan tertinggi untuk memperoleh informasi lebih dalam mengenai diri subjek.

F. Uji Persyaratan Instrument

Teknik pengolahan data yang digunakan untuk menilai keampuhan instrumen penelitian. Syarat instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid dan reliabel (Arikunto, 2006: 139). Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama dan akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2012: 173).

Validitas dan reliabilitas adalah alat ukur yang memegang peran penting dalam suatu penelitian ilmiah, karena kedua hal tersebut merupakan karakter utama yang menunjukkan apakah suatu alat ukur itu baik atau tidak. Keberhasilan suatu penelitian ditentukan oleh baik tidaknya instrumen yang digunakan, oleh karena itu hendaknya peneliti melakukan pengujian terhadap instrumen yang digunakan.

1. Uji Validitas

Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrument tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur dan derajat ketepatannya benar, jika hal tersebut sudah tercapai maka instrument tersebut validitasnya tinggi. Untuk mengukur analisis butir soal secara keseluruhan dengan


(47)

mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total terlebih dahulu dicari validitas alat ukurnya. Pada penelitian ini validitas yang digunakan tergolong ke dalam validitas konstruk atau construct validity. Untuk menguji validitas konstruk, digunakan pendapat dari ahli (jugdement experts). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli.

Para ahli yang diminta pendapatnya adalah dosen-dosen bimbingan dan konseling. Uji ahli instrumen ini dilakukan untuk melihat kesesuaian antara item-item pernyataan baik dari segi konstruk maupun redaksional. Berdasarkan hasil dari uji ahli yang peneliti dapatkan, para ahli menyatakan bahwa instrumen tersebut dapat digunakan dengan hasil perbaikan dari kesimpulan yaitu diseimbangkan antara pernyataan yang positif dan negatif dan perbaikan pada kalimat sesuai dengan EYD.

2. Uji Reliabilitas

Instrumen bisa dikatakan reliabel apabila instrument tersebut jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang yang sama pula. Hasil pengukuran itu diharapkan akan sama apabila pengukuran itu diulangi. Pengujian reliabitas instrumen dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha


(48)

(Arikunto, 2006: 134)

Setelah melakukan uji coba angket, diketahui bahwa reliebilitas dalam angket ini adalah 0,915 dan masuk dalam kriteria derajat keterandalan sangat tinggi.

Tolak ukur klasifikasi rentang koefisien reliabilitas dari Riduwan (2011: 142) sebagai berikut :

Tabel 3.2 Rentang Koefisien Reliabilitas Koefisien

Reliabilitas Kategori

0,80-1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi 0,60-0,799 Derajat keterandalan tinggi 0,40-0,599 Derajat keterandalan cukup 0,20-0,399 Derajat keterandalan rendah 0,00-0,199 Derajat keterandalan sangat rendah

Hasil Uji Coba Instrumen

Setelah dilakukan uji coba, hasil yang diperoleh yaitu terdapat 13 item yang tidak valid dari 53 item. Item yang tidak valid yaitu item nomor 1, 3, 4, 15, 20, 24, 29, 30, 31, 41, 45, 47, dan 51, hal ini dikarenakan r hitung < r tabel.


(49)

Setelah dilakukan pengujian validilitas, maka item yang valid (40 item) dihitung reliabilitasnya. Diperoleh tingkat reliabilitas yaitu r hitung = 0.915, berdasarkan kriteria reliabilitas yang digunakan maka tingkat reliabilitas skala adalah sangat tinggi. Item yang tidak valid akan dihilangkan karena sudah terdapat item yang mewakili untuk mengungkap perilaku disiplin berlalu lintas.

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Item Yang Tidak Berkontribusi

No.

No. Item yang tidak

berkontribusi r hitung r tabel

1. Item no.1 0,06 0,36

2. Item no.3 0,03 0,36

3. Item no.4 0,19 0,36

4. Item no.15 -0,07 0,36

5. Item no.20 -0,03 0,36

6. Item no.24 0,10 0,36

7. Item no.29 0,08 0,36

8. Item no.30 0,03 0,36

9. Item no.31 0,35 0,36

10. Item no.41 0,08 0,36

G. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah cara atau teknik yang harus ditempuh untuk menjabarkan data sehingga nantinya dalam menginterpretasikannya tidak menemui hambatan atau kesulitan. Dalam Sugiyono (2012: 207), analisis data merupakan kegiatan setelah data ari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Apabila data telah terkumpul, data tersebut harus segera diolah untuk diketahui kebenarannya.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan uji Wilcoxon yaitu dengan mencari perbedaan mean pretest dan posttest. Analisis ini


(50)

digunakan untuk mengetahui keefektifan layanan konseling kelompok untuk meningkatkan periaku disiplin berlalu lintas siswa.

Karena subjek penelitian kurang dari 25, maka distribusi datanya dianggap tidak normal (Sudjana, 2002: 104) dan data yang diperoleh merupakan data ordinal, maka statistik yang digunakan adalah nonparametrik (Sugiyono, 2012: 213) dengan menggunakan Wilcoxon Matched Pairs Test. Penelitian ini akan menguji pretest dan posttest. Dengan demikian peneliti dapat melihat perbedaan nilai antara pretest dan posttest melalui uji wilcoxon ini. Dalam pelaksanaan uji Wilcoxon untuk menganalisis kedua data yang berpasangan tersebut, dilakukan dengan menggunakan analisis uji melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science)17.

Adapun rumus uji Wilcoxon ini adalah sebagai berikut (Sudjana, 2002: 132):

Z=

Keterangan :

Z : Uji Wilcoxon

T : Total Jenjang (selisih) terkecil antara nilai pretest dan posttest n : Jumlah data sampel

Kaidah keputusan:

Jika statistik hitung (angka z output) > statistik tabel (tabel z), maka H0 diterima (dengan taraf signifikansi 5%)


(51)

Jika statistik hitung (angka z output) < statistik tabel (tabel z), maka H0 ditolak (dengan taraf signifikansi 5%).


(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA Bina Mulya Bandar Lampung, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku disiplin berlalu lintas pada siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Bandar Lampung. Hal ini terbukti dari hasil uji hipotesis menggunakan uji wilcoxon diperoleh zhitung = -2,207 dan ztabel 0,05 =0, zhitung < ztabel maka, Ho ditolak dan Ha diterima, ditunjukkan dari nilai rata-rata pretest sebesar 59,83 menjadi 98,33 pada nilai rata-rata posttest terakhir yang berarti bahwa telah terjadi peningkatan perilaku disiplin berlalu lintas yang diungkap melalui skor angket sebesar 64,3%. Dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor disiplin sebelum dan setelah diberikan perlakuan berupa konseling kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku disiplin berlalu lintas siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Bina Bandar Lampung.


(53)

2. Kesimpulan Penelitian

Perilaku disiplin berlalu lintas siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Bandar Lampung. Hal ini ditunjukkan dari perubahan perilaku keenam subyek penelitian sebelum diberikan perlakuan memiliki perilaku disiplin berlalu lintas yang rendah, namun setelah diberi perlakuan dengan konseling kelompok,perilaku disiplin berlalu lintas keenam subjek tersebut meningkat.

B. Saran

Setelah peneliti menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

1. Kepada siswa

Siswa yang disiplin berlalu lintasnya rendah hendaknya mengikuti konseling kelompok untuk meningkatkan disiplin berlalu lintas dan selalu patuh terhadap peraturan lalu lintas agar tidak merugikan baik diri sendiri maupun orang lain dan beretika yang baik dalam berkendara agar tercipta ketertiban dalam berlalu lintas.

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling

Hendaknya dapat memanfaatkan layanan konseling kelompok sebagai salah satu cara untuk membantu mengentaskan masalah ketidakdisiplinan siswa dalam berlalu lintas, serta memberikan layanan informasi kepada siswa di sekolah terkait materi upaya penegakan perilaku disiplin berlalu lintas.


(54)

3. Kepada Orangtua/Wali Murid

Hendaknya dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai disiplin berlalu lintas, membiasakan anak menggunakan perlengkapan berkendara yang aman, dan mengawasi anak terutama dalam hal memberikan izin mengendarai kendaraan bermotor.

4. Kepada Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang disiplin siswa, hendaknya dapat menggunakan objek disiplin yang lain yang terkait dengan proses pembelajaran siswa baik dalam kedudukannya dalam lingkup pribadi maupun sosialnya dalam masyarakat.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad & Mohammad Ashori. 2006. Perkembangan Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Ancok, D. 2004. Psikologi Terapan. Yogyakarta: Darussalam.

Giyono. 2004. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Unila: FKIP

Hary, P. 2008. Diktat Rekayasa Lalu lintas. Malang: Beta Offset.

Jersild, A. T, 1978. The Psychology of adolescence. New York: MacMillan Publishing Co.

Juntika, Nurihsan dan Akur Sudianto. 2005. Manajemen Bimbingan dan. Konseling. Jakarta: Grasindo.

Layuk, Robi Sanda. 2013. Tinjauan Kriminologis terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Kendaraan Roda Dua yang dilakukan oleh Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) di Kota Kendari. Skripsi. Universitas Hasanudin.

Nazir, Moh. 2006. Metode Penelitian. Darussalam: Ghalia Indonesia

PPPTK Penjas dan BK. 2009. Modul Pembelajaran. FKIP Universitas Lampung. Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghali

Indonesia

Rahman, H. S. 2003. Bimbingan dan Konseling Pola 17. UCY Press Yogyakarta: Yogyakarta.

Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rosidan. 1994. Modul Pendekatan-Pendekatan Konseling Kelompok. Malang: IKIP Malang


(56)

Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: Tarsito

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukardi, D K. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Unila. 2011. Format Penulisan karya Ilmiah.UNILA : Bandar Lampung. Umbara, C. 2009. Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas

dan Angkutan Jalan. Bandung: Penerbit Citra Umbara.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Wardhana, D. 2009. Panduan Aman Berlalu lintas. Jakarta: Kawah Pustaka. Wibowo, M. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT Unnes

Press

Winkel, WS. 2009. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo.


(1)

Jika statistik hitung (angka z output) < statistik tabel (tabel z), maka H0 ditolak (dengan taraf signifikansi 5%).


(2)

76

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA Bina Mulya Bandar Lampung, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku disiplin berlalu lintas pada siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Bandar Lampung. Hal ini terbukti dari hasil uji hipotesis menggunakan uji wilcoxon diperoleh zhitung = -2,207 dan ztabel 0,05 =0, zhitung < ztabel maka, Ho ditolak dan Ha diterima, ditunjukkan dari nilai rata-rata pretest sebesar 59,83 menjadi 98,33 pada nilai rata-rata posttest terakhir yang berarti bahwa telah terjadi peningkatan perilaku disiplin berlalu lintas yang diungkap melalui skor angket sebesar 64,3%. Dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor disiplin sebelum dan setelah diberikan perlakuan berupa konseling kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku disiplin berlalu lintas siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Bina Bandar Lampung.


(3)

2. Kesimpulan Penelitian

Perilaku disiplin berlalu lintas siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas XI di SMA Bina Mulya Bandar Lampung. Hal ini ditunjukkan dari perubahan perilaku keenam subyek penelitian sebelum diberikan perlakuan memiliki perilaku disiplin berlalu lintas yang rendah, namun setelah diberi perlakuan dengan konseling kelompok,perilaku disiplin berlalu lintas keenam subjek tersebut meningkat.

B. Saran

Setelah peneliti menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

1. Kepada siswa

Siswa yang disiplin berlalu lintasnya rendah hendaknya mengikuti konseling kelompok untuk meningkatkan disiplin berlalu lintas dan selalu patuh terhadap peraturan lalu lintas agar tidak merugikan baik diri sendiri maupun orang lain dan beretika yang baik dalam berkendara agar tercipta ketertiban dalam berlalu lintas.

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling

Hendaknya dapat memanfaatkan layanan konseling kelompok sebagai salah satu cara untuk membantu mengentaskan masalah ketidakdisiplinan siswa dalam berlalu lintas, serta memberikan layanan informasi kepada siswa di sekolah terkait materi upaya penegakan perilaku disiplin berlalu lintas.


(4)

78

3. Kepada Orangtua/Wali Murid

Hendaknya dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai disiplin berlalu lintas, membiasakan anak menggunakan perlengkapan berkendara yang aman, dan mengawasi anak terutama dalam hal memberikan izin mengendarai kendaraan bermotor.

4. Kepada Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang disiplin siswa, hendaknya dapat menggunakan objek disiplin yang lain yang terkait dengan proses pembelajaran siswa baik dalam kedudukannya dalam lingkup pribadi maupun sosialnya dalam masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad & Mohammad Ashori. 2006. Perkembangan Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Ancok, D. 2004. Psikologi Terapan. Yogyakarta: Darussalam.

Giyono. 2004. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Unila: FKIP

Hary, P. 2008. Diktat Rekayasa Lalu lintas. Malang: Beta Offset.

Jersild, A. T, 1978. The Psychology of adolescence. New York: MacMillan Publishing Co.

Juntika, Nurihsan dan Akur Sudianto. 2005. Manajemen Bimbingan dan. Konseling. Jakarta: Grasindo.

Layuk, Robi Sanda. 2013. Tinjauan Kriminologis terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Kendaraan Roda Dua yang dilakukan oleh Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) di Kota Kendari. Skripsi. Universitas Hasanudin.

Nazir, Moh. 2006. Metode Penelitian. Darussalam: Ghalia Indonesia

PPPTK Penjas dan BK. 2009. Modul Pembelajaran. FKIP Universitas Lampung. Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghali

Indonesia

Rahman, H. S. 2003. Bimbingan dan Konseling Pola 17. UCY Press Yogyakarta: Yogyakarta.

Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rosidan. 1994. Modul Pendekatan-Pendekatan Konseling Kelompok. Malang: IKIP Malang


(6)

Soekanto, S. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: Tarsito

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukardi, D K. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Unila. 2011. Format Penulisan karya Ilmiah.UNILA : Bandar Lampung. Umbara, C. 2009. Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas

dan Angkutan Jalan. Bandung: Penerbit Citra Umbara.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Wardhana, D. 2009. Panduan Aman Berlalu lintas. Jakarta: Kawah Pustaka. Wibowo, M. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT Unnes

Press

Winkel, WS. 2009. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo.


Dokumen yang terkait

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA INGGRIS DENGAN MENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 10 82

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA INGGRIS DENGAN MENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 12 76

PENGARUH MINAT DAN CARA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS XI IPS SMA BINA MULYA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 85

ABSTRAK PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X SMA BINA MULYA BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

0 40 74

MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMA BINA MULYA KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

3 55 56

UPAYA MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 46 70

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SUKADANA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN AJARAN 2012/2013

0 7 59

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 4 62

UPAYA MENGURANGI PERILAKU AGRESIF DENGAN MENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMK 2 SWADHIPA NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 57 84

PENINGKATAN ACADEMIC SELF MANAGEMENT DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 6 70