Pembuatan Larutan Pereaksi .1 Larutan Pereaksi Mayer

3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.2.1 Larutan Pereaksi Mayer Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g merkuri II klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan ditambahkan air suling hingga 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.2.2 Larutan Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.2.3 Larutan Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambah 2 g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.2.4 Larutan Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.2.5 Larutan Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 2 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat Harborne, 1987.

3.2.6 Larutan Pereaksi Besi III Klorida 1

Sebanyak 1 g besi III klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml kemudian disaring Ditjen POM, 1995. Universitas Sumatera Utara

3.2.7 Larutan Pereaksi Timbal II Asetat

Sebanyak 15,17 g timbal II asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.2.8 Larutan Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1979.

3.2.9 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml Depkes RI, 1979.

3.2.10 Larutan Formalin 10

Sebanyak 4 gram natrium dihidrogen phospat dilarutkan dalam air suling kemusian ditambahkan 6,5 gram dinatrium dihidrogen phospat diaduk hingga larut. Ditambahkan 100 ml formalin 37 dan ditambahkan air suling hingga 1000 ml. Cek pH menggunakan pH meter pH 6-7. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Tumbuhan Pengumpulan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun afrika yang diambil dari Jl. Taut 2 No. 72, Kelurahan Tangkahan, Kecamatan Medan Labuhan, Sumatera Utara. Daun yang diambil adalah daun yang tua.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor Universitas Sumatera Utara

3.3.3 Pembuatan Simplisia

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun Afrika yang masih segar. Daun dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang diperoleh berat basah sebesar 2,63 kg. Selanjutnya, daun tersebut dikeringkan selama 3 hari dalam lemari pengering dengan temperatur 40 o C sampai daun kering ditandai bila diremas rapuh. Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk lalu dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup dan di simpan pada suhu kamar. Kemudian serbuk ditimbang diperoleh berat kering sebesar 600 g.

3.3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam WHO, 1992; Ditjen POM, 1995.

3.3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada daun segar dan simplisia meliputi pemeriksaan warna, bau, rasa, ukuran, dan bentuk daun afrika.

3.3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap daun afrika segar dan serbuk simplisia daun afrika. Daun afrika dipotong melintang lalu diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Begitu juga halnya pemeriksaan pada serbuk simplisia. Universitas Sumatera Utara

3.3.4.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi destilasi toluena. Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml; alat penampung dan pemanas listrik. Cara kerja: Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen WHO, 1992.

3.3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa Universitas Sumatera Utara dipanaskan pada suhu 105 o C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.

3.3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 o C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.

3.3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.

3.3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu Universitas Sumatera Utara yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.

3.3.5 Pemeriksaan Skrining

Fitokimia Serbuk Simplisia Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan flavoinoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida dan steroidtriterpenoid.

3.3.5.1 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966.

3.3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi: a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan di atas Depkes RI, 1995. Universitas Sumatera Utara

3.3.5.3 Pemeriksaan Saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin Depkes RI, 1995.

3.3.5.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.

3.3.5.5 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96 dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya ditambahkan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume isopropanol. Diambil lapisan air kemudian ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula Depkes RI, 1995.

3.3.5.6 Pemeriksaan SteroidTriterpenoid

Universitas Sumatera Utara Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml proteleum eter selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya triterpenoidsteroid Harborne, 1984.

3.3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Afrika

Sebanyak 500 g serbuk simplisia daun Afrika dimasukkan ke dalam wadah gelas berwarna gelap lalu dimaserasi dengan etanol 96 selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, setelah 5 hari hasil maserasi disaring dan diperas dengan kertas saring lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh seluruh maserat sebanyak 5 liter, kemudian didiamkan selama 2 hari dan dienap tuangkan. Maserat diuapkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 70 o C kemudian diuapkan di atas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental Ditjen POM, 1979.

3.3.7 Pemeriksaan Karateristik EEDA

Pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol daun afrika meliputi, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam. Prosedur pemeriksaan ekstrak etanol daun afrika sama seperti prosedur karakterisasi simplisia daun afrika.

3.3.8 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Afrika

Prosedur pemeriksaan golongan senyawa kimia ekstrak etanol daun afrika dilakukan sama seperti prosedur untuk pemeriksaan skrining fitokimia Universitas Sumatera Utara serbuk simplisia yaitu pemeriksaan flavoinoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida dan steroidtriterpenoid.

3.3.9 Uji Aktivitas Hepatoprotektif

Pengujian aktivitas hepatoprotektif peroral meliputi penyiapan hewan percobaan, suspensi CMC 1 kontrol, suspensi ekstrak daun afrika, parasetamol, dan uji efek hepatoprotektif.

3.3.9.1 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah tikus dengan berat 180 ± 10 g dibagi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua tikus dipelihara terlebih dahulu selama kurang lebih satu minggu untuk penyesuaian lingkungan, mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanannya.

3.3.9.2 Penyiapan Suspensi CMC 1

Pembuatan suspensi CMC 1 bv dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air suling sampai batas tanda.

3.3.9.3 Penyiapan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Afrika EEDA

Pembuatan suspensi EEDA dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel. Ditambahkan sebanyak 1 g ekstrak Universitas Sumatera Utara etanol daun afrika ke dalam lumpang, kemudian digerus sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air suling sampai batas tanda.

3.3.9.4 Penyiapan Suspensi Parasetamol

Pembuatan suspensi parasetamol dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel. Ditambahkan sebanyak 2 g parasetamol ke dalam lumpang, kemudian digerus sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air suling sampai batas tanda.

3.3.9.5 Percobaan Hewan Uji

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor hewan percobaan. Kelompok tersebut adalah: - Kelompok I : Kontrol normal, hewan percobaan diberikan makanan standar selama 8 hari berturut-turut dan tidak diinduksi dengan parasetamol satu kali sehari. - Kelompok II : Kontrol negatif, hewan percobaan diberikan makanan standar selama 7 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-8 diberikan parasetamol dosis tunggal 2000 mgkgbb satu kali dioral satu kali sehari tanpa diberikan ekstrak uji. - Kelompok III : Kelompok perlakuan, hewan uji diberikan makanan standart dengan EEDA dosis 25 mgkgbb selama 7 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-8 diberikan parasetamol dosis tunggal 2000 mgkgbb satu kali sehari satu kali di oral. Universitas Sumatera Utara - Kelompok IV : Kelompok perlakuan, hewan uji diberikan makanan standart dengan EEDA dosis 50 mgkgbb selama 7 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-8 diberikan parasetamol dosis tunggal 2000 mgkgbb satu kali sehar satu kali di oral. - Kelompok V : Kelompok perlakuan, hewan uji diberikan makanan standart dengan EEDA dosis 125 mgkgbb selama 7 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-8 diberikan parasetamol dosis tunggal 2000 mgkgbb satu kali sehari satu kali di oral.

3.3.9.6 Pengambilan Organ Hati Hewan Uji

Pengambilan organ hati pada tikus dilakukan pada hari ke-9 atau 24 jam setelah pemberian parasetamol. Organ hati yang telah diambil, difiksasi dengan larutan buffer netral formalin 10 untuk dibuat preparat histopatologi. Kondisi organ dalam larutan buffer netral formalin 10 terendam seluruhnya dan waktu perendamannya tidak kurang dari 48 jam.

3.3.9.7 Pemeriksaan Histopatologi Organ Tikus

Pemeriksaan histopatologi organ tikus dengan pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan Haematoxyllin-Eosin. Proses pembuatan preparat histopatologi dan pewarnaan Haematoxyllin-Eosin: 1. Penyiapan organ hati untuk dipotong Jaringan yang akan dibuat sediaan histopatologi difiksasi dalam larutan Buffer Netral Formalin BNF 10 minimal 48 jam hingga mengeras matang. Sampel organ yang terfiksasi dengan sempurna ditrimming setebal ± 0,5 cm. Potongan kemudian dimasukkan dalam tissue cassette untuk dimasukkan dalam automatic tissue processor. Universitas Sumatera Utara 2. Dehidrasi Proses dehidrasi dimaksudkan untuk menarik air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan sampel yang akan diuji. Dehidrasi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat 70, 80, 90, 95, dan alkohol absolut. Proses perendaman masing- masing konsentrasi alkohol dilakukan selama 2 jam. Proses dehidrasi dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis yaitu automatic tissue processor . 3. Clearing Proses clearing atau penjernihan dilakukan dengan 2 tahap dengan menggunakan xylol I dan xylol II. Penggunaan xylol dimaksudkan untuk melarutkan alkohol dan parafin. 4. Infiltrasi Infiltrasi dan impregnasi adalah proses pengisian parafin kedalam pori-pori jaringan. Pengisian pori-pori ini dimaksudkan untuk mengeraskan jaringan agar mudah dipotong dengan pisau mikrotom. Parafin yang digunakan adalah parafin histoplast ® . 5. Embedding atau Blocking Embedding atau blocking adalah proses penanaman jaringan dalam blok parafin. Parafin yang digunakan parafin histoplast. Proses embedding dilakukan dengan menggunakan alat tissue embedding console. 6. Sectioning Sectioning adalah proses pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 2-3 µm. Pemotongan dilakukan dengan alat Universitas Sumatera Utara rotary microtom . Dimasukkan ke dalam waterbath, agar parafin mencair dari dalam organ yang telah dipotong, kemudian organ diambil menggunakan object glass dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 o C selama 24 jam. 7. Pewarnaan Haematoxyllin-Eosin Sebelum melakukan pewarnaan, preparat histopatologi dideparafinisasi dengan larutan xylol I dan II selama 2 menit. Kemudian dilakukan proses rehidrasi dengan cara mencelupkan sediaan ke dalam alkohol bertingkat alkohol absolut, alkohol 95, alkohol 90, alkohol 80. Perendaman dalam alkohol 95 dan 80 dilakukan selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air yang mengalir air kran selama 1 menit. Sediaan diwarnai dengan pewarna Mayer’s Haematoxyllin dengan tahapan sebagai berikut: a. preparat direndam dalam larutan Mayer’s Haematoxyllin selama 8 menit b. dicuci dengan air mengalir air kran selama 30 detik c. dicelupkan ke dalam larutan Lithium Carbonat selama 15-30 detik d. dicuci dengan air mengalir air kran selama 2 menit e. direndam dalam larutan Eosin selama 2-3 menit f. dicuci dengan air mengalir air kran selama 30-60 detik g. preparat dicelupkan ke dalam larutan alkohol 95 dan alkohol absolut sebanyak 10 kali celupan, absolut I selama 2 menit, xylol I selama 1 menit dan xylol II selama 2 menit. 8. Setelah pewarnaan, sediaan ditetesi perekat Canada balsem Entellan ® dan ditutup dengan cover glass. 9. Diamati dengan menggunakan mikroskop. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan