Uji Efek Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G. Olivier) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan

(1)

UJ

(

PR

JI EFEK

(

Quercus

PENU

DA

ROGRAM

UNIVE

K EKSTR

s infector

URUNAN

ARAH T

DIINDU

EVI SU

NI

M EKST

FAKUL

ERSITA

RAK ET

ria

G. O

N KAD

IKUS PU

UKSI AL

SKRIPS

OLEH

USI YANT

IM 10152

TENSI S

LTAS F

AS SUMA

MEDA

2013

TANOL

livier) T

DAR GLU

UTIH Y

LOKSA

SI

:

TI SOLIN

24070

SARJAN

ARMAS

ATERA

AN

MAJAK

TERHAD

UKOSA

YANG

AN

N

NA FARM

SI

UTARA

KANI

DAP

A

MASI

A


(2)

UJ

(

Q

Diaju

PR

JI EFEK

Quercus

PENU

DA

ukan untuk gelar

ROGRAM

UNIVE

K EKSTR

s infector

URUNAN

ARAH T

DIIND

k melengka Sarjana Fa Univers

EVI SU

NI

M EKST

FAKUL

ERSITA

 

RAK ET

ria

G. Ol

N KAD

IKUS PU

UKSI A

SKRIPS

api salah sa armasi pad sitas Suma

OLEH

USI YANT

IM 10152

TENSI S

LTAS F

AS SUMA

MEDA

2013

TANOL

livier) T

DAR GLU

UTIH Y

ALOKSA

SI

atu syarat u da Fakultas atera Utara

:

TI SOLIN

24070

SARJAN

ARMAS

ATERA

AN

MAJAK

ERHAD

UKOSA

YANG

AN

untuk mem s Farmasi

N

NA FARM

SI

UTARA

KANI

DAP

A

mperoleh

MASI

A


(3)

 

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL MAJAKANI

(

Quercus infectoria

G. Olivier) TERHADAP

PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH TIKUS PUTIH YANG

DIINDUKSI ALOKSAN

OLEH:

EVI SUSI YANTI SOLIN

NIM 101524070

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 15 Juni 2013 Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt.

NIP 195504241983031003 NIP 195409091982011001

Pembimbing II, Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.

NIP 195504241983031003

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt.

NIP 130 935 857 NIP 195208241983031001

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Medan, Juni 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat, kasih dan karunianNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini yang berjudul ”Uji Efek Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G.

Olivier) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini serta kepada Ibu Marianne, S.Si, M.Si., Apt., selaku penasehat akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik selama perkuliahan serta Ibu kepala Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.


(5)

 

Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, T. Solin dan D. boru Sinaga, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada Abang Jamardi Solin, Adik Octa Solin dan Benhard Solin yang selalu setia memberi doa, dukungan dan motivasi selama melakukan penelitian.

Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, Juni 2013

Penulis

Evi Susi Yanti Solin

NIM 101524070

 

                         

 


(6)

 

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL MAJAKANI (Quercus infectoria G. Olivier) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN ABSTRAK

Penderita penyakit diabetes mellitus di Indonesia menduduki urutan keempat terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika serikat. Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang disebabkan karena gangguan produksi insulin. Kurangnya jumlah dan daya kerja insulin menyebabkan glukosa tidak dapat dimanfaatkan oleh sel sehingga terakumulasi dalam darah. Diabetes mellitus dapat menjadi penyebab aneka penyakit seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, gagal ginjal, katarak, dan lain-lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol

majakani (Quercus infectoria G. Olivier) terhadap penurunan kadar glukosa

darah tikus yang telah diinduksi aloksan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tikus putih jantan Galur Wistar, berat badan 150-200 gram. Semua tikus dibuat diabetes dengan menggunakan Aloksan dosis 125 mg/kg BB secara intraperitonial. Kelompok I diberi suspensi CMC Na 0,5%, kelompok II, III dan IV masing-masing diberi Ekstrak Etanol Majakani (EEM) dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb, kelompok V diberi suspensi metformin dosis 50 mg/kb bb. Perlakuan diberikan satu kali sehari selama 19 hari. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-1, 3, 5, 7, 9, 1ke-1, 13, 15, 17 dan 19. Hasil pengukuran Kadar glukosa darah (mg/dl) yang di peroleh dianalisis secara statistika menggunakan metode Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 18.00.

Ekstrak etanol majakani mempunyai efek penurunan kadar glukosa darah terhadap tikus yang diinduksi aloksan. Rata-rata pengukuran KGD untuk EEM dosis 50 mg/kg bb turun menjadi 115,6 mg/dl, dosis 100 mg/kg bb turun menjadi 101,16 mg/dl dan dosis 200 mg/kg bb turun menjadi 99,3 mg/dl. Maka dapat disimpulkan bahwa Ekstrak Etanol Majakani dosis 200 mg/kg bb memberikan efek penurunan terhadap kadar glukosa darah yang paling baik dibandingkan Ekstrak Etanol Majakani dosis 50 mg/kg bb dan dosis 100 mg/kg bb. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa esktrak etanol majakani dosis 200 mg/kg bb tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan metformin dosis 50 mg/kg bb dalam menurunkan kadar gula darah tikus yang diinduksi aloksan.

Kata kunci: Ekstrak etanol majakani (Quercus infectoria G. Olivier), diabetes mellitus, kadar glukosa darah, aloksan.


(7)

 

TEST OF EFFECT ETHANOL EXTRACT OF MAJAKANI (Quercus

infectoria G. Olivier) TO DECREAS BLOOD GLUCOSE LEVELS IN

ALOXAN INDUCED WHITE RAT ABSRACT

The amount of diabetes mellitus patients in Indonesia takes the fourth place in the world after India, China and the United States. Diabetes mellitus is a metabolic disease caused by impaired insulin production. Lack of resources and the amount of insulin causes glucose can not be used cells and therefore accumulates in the blood. Diabetes can be cure various disease such as hypertension, stroke, coronary hearth disease, kidney failure, cataracts, etc. The aim of this study was to evaluate the effect of ethanol extract of majakani (Quercus infectoria G. Olivier) to decrease blood glucose levels of rat that have been induced using aloxan.

This study was carried on white male Wistar rats, with using weight 150-200 grams. All rats made diabetic using aloxan 125 mg/kg bw intraperitonially. 30 rats were divided into 5 groups, each group consisted of 6 rats. Group I was given suspension CMC 0.5%, group II, III and IV were each given ethanol extract of majakani dose 50, 100 and 200 mg/kg bw, group V was given suspension metformin 50 mg/kg bw. The treatment was done once a day for 19 days. Blood glucose level was measured on day 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17 and 19. The blood glucose measurement results (mg/dl) were analyzed statistically using SPSS method 18.00.

Ethanol extract of majakani has effect in decreasing blood glucose level in alloxan-induce rat. The mean of blood glucose measurement dose 50 mg/kg bw to 115.6 mg/dl, a dose of 100 mg/kg bw to 101.16 mg/dl and a dose of 200 mg/kg bw to 99.3 mg/dl. Therefore ethanol extract of majakani dose 200 mg/kg bw gave the better effect in decreasing blood glucose level than dose 50 mg/kg bw and 100 mg/kg bw. The results of statistical tests showed that ethanol extract of majakani seeds dose of 200 mg/kg bw did not give a significant differences with metformin dose of 50 mg/kg bw in lowering blood glucose levels of rats induced alloxan.

Keywords: Ethanol extract of majakani (Quercus infectoria G. Olivier), diabetes mellitus, blood glucose level, alloxan.

 


(8)

 

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Uraian Tumbuhan ... 7

2.1.1 Proses pembentukkan gal ... 7


(9)

 

2.1.2 Karakteristik makroskopik gal ... 8

2.1.3 Karakteristik mikroskopik gal ... 8

2.1.4 Kandungan kimia majakani ... 9

2.1.5 Kegunaan majakani ... 9

2.2 Simplisia dan Ekstrak ... 10

2.2.1 Simplisia ... 10

2.2.2 Ekstrak ... 10

2.3 Diabetes Mellitus ... 12

2.3.1 Pengertian diabetes mellitus ... 12

2.3.2 Penyebab penyakit diabetes mellitus ... 12

2.3.3 Pankreas ... 15

2.3.4 Patogenesis diabetes mellitus ... 15

2.3.5 Klasifikasi diabetes mellitus ... 16

2.3.5.1 Diabetes mellitus tipe 1 ... 16

2.3.5.2 Diabetes mellitus tipe 2 ... 17

2.3.5.3 Diabetes mellitus gestasional ... 17

2.3.5.4 Diabetes mellitus tipe lain ... 18

2.3.6 Diagnosis diabetes mellitus ... 18

2.3.7 Gejala penyakit diabetes mellitus ... 19

2.3.8 Komplikasi diabetes mellitus ... 20

2.3.9 Manajemen pengobatan diabetes mellitus ... 20

2.4 Kadar Glukosa Darah ... 23

2.4.1 Sumber glukosa darah ... 23


(10)

 

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah 25

2.5 Insulin ... 26

2.6 Aloksan Sebagai Diabetogen ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Alat dan Bahan ... 32

3.1.1 Alat-alat ... 32

3.1.2 Bahan-bahan ... 32

3.2 Penyiapan Hewan Percobaan ... 33

3.3 Penyiapan Bahan ... 33

3.3.1 Pembuatan suspensi CMC 0,5% ... 33

3.3.2 Pembuatan larutan induksi aloksan ... 33

3.3.3 Pembuatan suspensi metformin ... 33

3.4 Pengujian Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah ... 34

3.4.1 Penggunaan blood glucose test meter ... 34

3.4.2 Pengukuran kadar glukosa darah ... 34

3.4.3 Pengujian efek ekstrak etanol majakani terhadap Penurunan KGD tikus yang diinduksi aloksan ... 35

3.5 Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Hasil Uji Farmakologi ... 37

4.2 Hasil Pengujian Antidiabetes ... 38

4.2.1 Pengaruh induksi aloksan terhadap KGD tikus .. 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48


(11)

 

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 55


(12)

 

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil rata-rata KGD tikus setelah puasa selama 18 jam ... 38

4.2 Hasil uji Anava KGD puasa tikus sebelum diinduksi

aloksan dosis 125 mg/kg bb ... 39

4.3 Hasil rata-rata KGD tikus setelah diinduksi aloksan dosis

125 mg/kg bb ... 40

4.4 Pengukuran KGD rata-rata metode induksi aloksan ... 42

4.5 Hasil analisis data AUC ... 43

4.6 Hasil analisis data AUC berdasarkan SPSS ... 44

4.7 Hasil perhitungan AUC berdasarkan uji beda rata-rata

Duncan ... 45


(13)

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 6

2.1 Struktur molekul aloksan ... 27

4.1 Grafik yang menunjukkan KGD setelah perlakuan pada

Masing-masing kelompok ... 43

4.2 Grafik hasil analisis data AUC setiap perlakuan ... 44


(14)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tanaman ... 55

2 Gambar serbuk majakani (Quercus infectoria G. Olivier) ... 56

3 Bagan kerja penelitian ... 57

4 Gambar alat pengukur kadar glukosa darah ... 58

5 Tabel maksimum larutan sediaan uji untuk hewan ... 59

6 Tabel konversi dosis hewan dengan manusia ... 60

7 Contoh perhitungan dosis ... 61

8 Contoh perhitungan dosis metformin ... 62

9 Contoh perhitungan dosis ekstrak etanol majakani ... 63

10 Data hasil orientasi ... 64

11 Data pengukuran KGD tikus metode induksi aloksan ... 65

12 Hasil perhitungan AUC ... 83

13 Hasil analisis data SPSS ... 84

 

                 

 

   


(15)

 

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL MAJAKANI (Quercus infectoria G. Olivier) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN ABSTRAK

Penderita penyakit diabetes mellitus di Indonesia menduduki urutan keempat terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika serikat. Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang disebabkan karena gangguan produksi insulin. Kurangnya jumlah dan daya kerja insulin menyebabkan glukosa tidak dapat dimanfaatkan oleh sel sehingga terakumulasi dalam darah. Diabetes mellitus dapat menjadi penyebab aneka penyakit seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, gagal ginjal, katarak, dan lain-lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol

majakani (Quercus infectoria G. Olivier) terhadap penurunan kadar glukosa

darah tikus yang telah diinduksi aloksan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tikus putih jantan Galur Wistar, berat badan 150-200 gram. Semua tikus dibuat diabetes dengan menggunakan Aloksan dosis 125 mg/kg BB secara intraperitonial. Kelompok I diberi suspensi CMC Na 0,5%, kelompok II, III dan IV masing-masing diberi Ekstrak Etanol Majakani (EEM) dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb, kelompok V diberi suspensi metformin dosis 50 mg/kb bb. Perlakuan diberikan satu kali sehari selama 19 hari. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-1, 3, 5, 7, 9, 1ke-1, 13, 15, 17 dan 19. Hasil pengukuran Kadar glukosa darah (mg/dl) yang di peroleh dianalisis secara statistika menggunakan metode Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 18.00.

Ekstrak etanol majakani mempunyai efek penurunan kadar glukosa darah terhadap tikus yang diinduksi aloksan. Rata-rata pengukuran KGD untuk EEM dosis 50 mg/kg bb turun menjadi 115,6 mg/dl, dosis 100 mg/kg bb turun menjadi 101,16 mg/dl dan dosis 200 mg/kg bb turun menjadi 99,3 mg/dl. Maka dapat disimpulkan bahwa Ekstrak Etanol Majakani dosis 200 mg/kg bb memberikan efek penurunan terhadap kadar glukosa darah yang paling baik dibandingkan Ekstrak Etanol Majakani dosis 50 mg/kg bb dan dosis 100 mg/kg bb. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa esktrak etanol majakani dosis 200 mg/kg bb tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan metformin dosis 50 mg/kg bb dalam menurunkan kadar gula darah tikus yang diinduksi aloksan.

Kata kunci: Ekstrak etanol majakani (Quercus infectoria G. Olivier), diabetes mellitus, kadar glukosa darah, aloksan.


(16)

 

TEST OF EFFECT ETHANOL EXTRACT OF MAJAKANI (Quercus

infectoria G. Olivier) TO DECREAS BLOOD GLUCOSE LEVELS IN

ALOXAN INDUCED WHITE RAT ABSRACT

The amount of diabetes mellitus patients in Indonesia takes the fourth place in the world after India, China and the United States. Diabetes mellitus is a metabolic disease caused by impaired insulin production. Lack of resources and the amount of insulin causes glucose can not be used cells and therefore accumulates in the blood. Diabetes can be cure various disease such as hypertension, stroke, coronary hearth disease, kidney failure, cataracts, etc. The aim of this study was to evaluate the effect of ethanol extract of majakani (Quercus infectoria G. Olivier) to decrease blood glucose levels of rat that have been induced using aloxan.

This study was carried on white male Wistar rats, with using weight 150-200 grams. All rats made diabetic using aloxan 125 mg/kg bw intraperitonially. 30 rats were divided into 5 groups, each group consisted of 6 rats. Group I was given suspension CMC 0.5%, group II, III and IV were each given ethanol extract of majakani dose 50, 100 and 200 mg/kg bw, group V was given suspension metformin 50 mg/kg bw. The treatment was done once a day for 19 days. Blood glucose level was measured on day 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17 and 19. The blood glucose measurement results (mg/dl) were analyzed statistically using SPSS method 18.00.

Ethanol extract of majakani has effect in decreasing blood glucose level in alloxan-induce rat. The mean of blood glucose measurement dose 50 mg/kg bw to 115.6 mg/dl, a dose of 100 mg/kg bw to 101.16 mg/dl and a dose of 200 mg/kg bw to 99.3 mg/dl. Therefore ethanol extract of majakani dose 200 mg/kg bw gave the better effect in decreasing blood glucose level than dose 50 mg/kg bw and 100 mg/kg bw. The results of statistical tests showed that ethanol extract of majakani seeds dose of 200 mg/kg bw did not give a significant differences with metformin dose of 50 mg/kg bw in lowering blood glucose levels of rats induced alloxan.

Keywords: Ethanol extract of majakani (Quercus infectoria G. Olivier), diabetes mellitus, blood glucose level, alloxan.

 


(17)

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif potensial dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi penyebab utama kematian di Indonesia. Beberapa jenis penyakit yang masuk dalam kelompok penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia, dan sebagainya. Salah satu yang harus diwaspadai adalah diabetes mellitus (Sudoyo, dkk ., 2009).

Diabetes mellitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai adanya poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai peningkatan glukosa darah atau hiperglikemia. Penyakit ini bersifat menahun atau kronis, dan penderitanya dari semua lapisan umur serta tidak membedakan orang kaya atau miskin. Secara

klinis diabetes mellitus dibedakan menjadi Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) dan Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) (Suharmiati, 2003).

World Health Organization (WHO) telah memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes mellitus yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.


(18)

Jumlah tersebut menempati urutan ke empat setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 Juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan prevalensi tersebut akan terus meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta). Dari berbagai penelitian epidemiologi yang dilakukan di Indonesia menunjukkan prevalensi DM berkisar antara 1,5 – 2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun (Darmono, 2007).

Pengobatan diabetes mellitus selama ini diterapi dengan pemberian obat-obat oral antidiabetik (OAD), atau dengan suntikan insulin. Obat antidiabetes oral mungkin berguna untuk penderita yang alergi terhadap insulin atau yang tidak menggunakan suntikan insulin, sementara penggunaannya harus dipahami, agar ada kesesuaian dosis dengan indikasinya, tanpa menimbulkan hipoglikemia, karena obat antidiabetes oral kebanyakan memberikan efek samping yang tidak diinginkan, maka para ahli mengembangkan sistem pengobatan tradisional untuk diabetes mellitus yang relatif aman (Studiawan dan Santoso, 2005).

Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah majakani (Quercus

infectoria G. Olivier). Majakani telah dikenal sejak jaman kuno yang digunakan dalam perawatan pasca persalinan. Orang Arab, Persia, India, Malaysia serta Cina menggunakannya secara tradisional setelah melahirkan untuk mengobati keputihan yang terkait dengan infeksi pada pasca persalinan (Grieve, 1931). Majakani merupakan obat tradisional sebagai astringen alami


(19)

 

yang terdiri atas komponen-komponen antiseptik dan antioksidan (Pratt dan Youngken, 1956).

Komponen utama majakani adalah tanin (50-70%) terutama asam galotanin yang merupakan asam tanat, asam galat (2-4%), asam elagat, resin dan pati (Claus, 1962). Selain itu majakani memiliki beberapa efek farmakologi seperti antidiabetes (Hwang, et al., 2000), antitremorin (Dar, et al., 1976), anastetik lokal, antivirus (Hussein, et al., 2000), antibakteri (Fatima, et al., 2001), antijamur (Digraki, et al., 1999) dan antiinflamasi (Redwane, et al., 2002).

Berdasarkan peneliti sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi simplisia dan skrining fitokimia serta uji antidiare ekstrak etanol majakani dengan metode transit intestinal pada tikus (Sihombing, 2012), efek ekstrak etanol majakani terhadap respon imun seluler mencit (Sinaga, 2012), skrining fitokimia dan karakterisasi simplisia serta uji efek antidiare ekstrak etanol majakani terhadap tikus (Ramadani, 2012).

Flavonoid sebagai antioksidan bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil dan superoksida dalam tubuh sehingga dapat menetralisir dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal (Robinson, 1995), juga dapat memberikan efek dalam penurunan kadar glukosa darah tikus dengan menghambat efek glikasi dalam tubuh (Karim, et al., 2011).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji manfaat majakani, seperti khasiatnya sebagai obat luka bakar (Umachigi, et al., 2008), penelitian tentang daya antibakteri ekstrak alkohol majakani terhadap bakteri gram positif


(20)

 

dan gram negatif (Leela dan Satirapipathkul, 2011), efek kemopreventif terhadap toksisitas ginjal dan karsinogenesis (Rehman, et al., 2012), efek sitotoksik terhadap sel kanker serviks (Hasmah, et al., 2010), dan tentang hepatoprotektif terhadap kerusakan hati pada tikus (Lodhi, et al., 2012).

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai penginduksi untuk membuat hewan percobaan diabetes. Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada hewan percobaan. Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara invitro menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria mengakibatkan gangguan homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel. Tikus hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksikan 120-150 mg/kg bb. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitonial atau subkutan pada binatang percobaan (Suharmiati, 2003).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian efek ekstrak etanol majakani terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan Galur Wistar yang diinduksi aloksan. Untuk membuktikan apakah ekstrak etanol majakani mempunyai efek antidiabetes, dilakukan dengan cara membandingkan ekstrak etanol majakani dengan metformin.


(21)

 

1.2Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari uraian di atas adalah:

a. Apakah ekstrak etanol majakani mempunyai efek terhadap penurunan

kadar glukosa darah tikus putih jantan yang diinduksi aloksan?

b. Apakah ada perbedaan antara ekstrak etanol majakani dengan

metformin dalam memberikan efek penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan yang diinduksi aloksan?

1.3Hipotesis

a. Ekstrak etanol majakani mempunyai efek terhadap penurunan kadar

glukosa darah tikus putih jantan yang diinduksi aloksan.

b. Ada perbedaan antara ekstrak etanol majakani dengan metformin dalam

memberikan efek penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan yang diinduksi aloksan.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui efek ekstrak etanol majakani terhadap penurunan

kadar glukosa darah tikus putih.

b. Untuk mengetahui dosis yang efektif untuk penurunan glukosa darah

tikus putih dari ekstrak etanol majakani, menggunakan metformin sebagai pembanding.

1.5Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kemampuan ekstrak etanol majakani dalam menurunkan kadar glukosa darah


(22)

 

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dilakukan pengujian terhadap tikus putih jantan Galur Wistar menggunakan metode induksi aloksan. Terdapat tiga variabel yaitu suspensi CMC 0,5%, variasi dosis ekstrak etanol majakani dan obat pembanding yaitu metformin sebagai variabel bebas, uji antidiabetes pada tikus sebagai variabel terikat dan kadar glukosa darah tikus (mg/dl) sebagai parameter seperti yang di tunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka penelitian Ekstrak etanol

majakani dosis 50 mg/kg bb

Metformin

Aloksan

Tikus Diabetes

Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

Suspensi Na Cmc 0,5% Ekstrak etanol

majakani dosis 100 mg/kg bb

Ekstrak etanol Majakani dosis 200 mg/kg bb

Uji Antidiabetes

Pada Tikus


(23)

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Tumbuhan

Tumbuhan majakani pada dasarnya berasal dari Turki, juga ditemukan

di Syria, Iran, Cyprus, dan Yunani dan di daerah-daerah zona 6 lainnya (Rangari, 2007; Claus, 1962).

Majakani bukan merupakan jenis buah-buahan atau bagian tumbuhan lainnya tetapi merupakan pertumbuhan abnormal (pembesaran menjadi

bongkol) dari ranting tumbuhan Quercus infectoria G. Olivier atau disebut

majakani.

Sinonim : Nutgall, Aleppo gall, Smyrna gall, Turkey

gall, Oak warts, Mad-Apple, Dead Sea-Apple, Apple of Sodom, Dyers’ Oak.

Tumbuhan asli : Quercus infectoria G.Olivier

Famili : Fagaceae

Bagian yang digunakan : gal yang diperoleh dari ranting muda (Rangari,

2007) dan disebut juga “cecidia” atau “galla” (Tjitrosoepomo, 1994).

2.1.1 Proses pembentukkan gal

Gal merupakan perkembangan patologi yang dibentuk pada ranting pohon. Gal timbul sebagai reaksi akibat tusukan serangga kecil pada kulit

rantingnya (Claus, 1962). Serangga tersebut adalah Cynips tinctoria atau

Adleria galae tinctoriae Olivier, famili Cynipidae (Rangari, 2007).


(24)

 

Tahap pembentukkan gal :

 Pada awal musim semi, serangga meletakkan telur-telurnya pada ranting.

 Larva menetas dari telur dan berkembang yang menghasilkan sejumlah pati

besar pati.

 Pada tahap kepompong, pati digantikan oleh asam galat dan sejumlah asam

tanat.

 Setelah serangga berkembang dan mempunyai sayap, hampir semua sel

mengandung asam tanat dan sejumlah kecil asam galat.

 Serangga yang dewasa kemudian melubangi gal dan keluar dari gal.

 Setelah serangga keluar, kandungan asam tanatnya menurun karena

oksigen dan kelembaban udara mempunyai akses langsung dengan jaringan gal sebelah dalam dan menyebabkan hidrolisis asam tanat, sehingga terjadi peningkatan jumlah asam galat (Claus, 1962).

2.1.2Karakteristik makroskopik gal

Bentuk gal bulat dan berdiameter 10-25 mm, memiliki tangkai yang pendek, batang bebentuk basal, dan mempunyai banyak tonjolan pada permukaanya. Gal ini berat dan biasanya tenggelam dalam air. Memiliki lubang yang bulat untuk serangga keluar (Trease dan Evans, 1983).

2.1.3 Karakteristik mikoskopik gal

Penampang melintang gal menunjukkan parenkim berdinding tipis di sebelah luar yang lebih besar dibandingkan sebelah dalam. Setelah parenkim, kemudian diikuti oleh sebuah cincin sklerenkim yang terdiri atas satu atau dua lapis sel. Bagian dalam terdiri atas parenkim berdinding tebal yang


(25)

 

mengelilingi rongga tengah. Sel parenkim menunjukkan adanya sejumlah besar pati, sekelompok kalsium oksalat, dan tanin (Rangari, 2007).

2.1.4 Kandungan kimia majakani

Gal terdiri atas 50 – 70% tanin terutama asam galotanin yang merupakan asam tanat. Selain itu juga terdapat 2 – 4% asam galat, asam elagat, resin dan pati (Claus, 1962).

Gambar rumus struktur :

OH HO

HO

OH O

O O

HO

OH

OH OH

O

O

Asam galat asam elagat

2.1.5Kegunaan majakani

Secara tradisional majakani (Quercus infectoria G. Olivier) digunakan

sebagai bahan astringen alami yang mengandung komponen antiseptik dan antioksidan (Pratt dan Youngken, 1956). Beberapa penelitian juga telah membuktikan beberapa efek farmakologinya seperti sebagai antidiabetes (Hwang, et al., 2000), antitremorin (Dar, et al., 1976), anastetik lokal, antivirus (Hussein, et al., 2000), antibakteri (Fatima, et al., 2001), antijamur (Digraki, et al., 1999) dan antiinflamasi (Redwane, et al., 2002).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji manfaat majakani (Quercus infectoria G. Olivier), seperti khasiatnya sebagai obat luka bakar (Umachigi, et al., 2008) dan penelitian tentang daya antibakteri ekstrak alkohol


(26)

 

majakani terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (Leela dan Satirapipathkul., 2011), efek kemopreventif terhadap toksisitas ginjal dan karsinogenesis (Rehman, et al., 2012), efek sitotoksik terhadap sel kanker serviks (Hasmah, et al., 2010), dan tentang hepatoprotektif terhadap kerusakan hati pada tikus (Lodhi, et al., 2012).

2.2Simplisia dan Ekstrak

2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental, cair dan kering yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi kedalam dua cara yaitu:


(27)

 

a. Cara dingin:

1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara Panas

1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat

pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(28)

 

3. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur lebih tinggi dari pada temperatur ruangan, yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

4. Infus adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekok adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 30 menit(Depkes, 2000).

2.3 Diabetes Mellitus

2.3.1 Pengertian diabetes mellitus

Diabetes mellitus (DM) berasal dari kata Yunani, diabetes artinya mengalir terus, mellitus berarti madu atau manis. Istilah tersebut menunjukkan tentang keadaan tubuh penderita, yaitu adanya cairan manis yang terus mengalir (Dalimartha, 2007). Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati. Penderita dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes (Price dan Wilson, 1986).

2.3.2 Penyebab penyakit diabetes mellitus

Terjadinya penyakit diabetes mellitus disebabkan terganggunya keseimbangan tubuh mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya.


(29)

 

Penderita tidak mampu memproduksi insulin dalam jumlah cukup, sehingga terjadi kelebihan gula dalam tubuh. Ketidakseimbangan dalam sistem metabolisme tubuh inilah yang dapat menimbulkan penyakit. Sebagaimana Dalimartha (2007) melaporkan bahwa meningkatnya penderita penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus salah satunya disebabkan pola makan yang tidak seimbang. Pola makan yang tidak seimbang atau berlebihan akan menyebabkan obesitas. Obesitas inilah yang akan menimbulkan penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi dan lain-lain. Ada beberapa faktor yang menyebabkan diabetes mellitus, yaitu:

a. Faktor turunan

Para ahli menyatakan bahwa faktor turunan adalah salah satu penyebab utama diabetes mellitus. Pada perbandingan keluarga diabetes mellitus dengan keluarga sehat, ternyata angka kejangkitan keluarga diabetes mencapai 8,33% dan 5,33% bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1,96% dan 0,61% (Ranakusuma, 1992).

b. Virus dan bakteri

Virus yang menyebabkan diabetes mellitus adalah rubella, mumps dan

human coxsackie virus B4, suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel setelah infeksi virus. Kemungkinan gen-gen khusus yang diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau dikaitkan dengan gen-gen


(30)

 

yang merangsang sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulau langerhans sendiri (Katzung, 2002)

c. Nutrisi

Nutrisi yang berlebihan merupakan faktor risiko pertama yang diketahui menyebabkan diabetes mellitus. Semakin lama dan semakin berat obesitas akibat nutrisi berlebihan semakin besar kemungkinan terjangkitnya penyakit diabetes mellitus. Bila konsumsi makanan lebih banyak dari kebutuhan kalori sehari, maka makanan ini akan ditimbun dalam bentuk glikogen dan lemak. Apabila sel tidak mampu lagi memproduksi insulin sesuai dengan jumlah makanan yang masuk, maka akan menyebabkan dekompensasi pada sel yang akhirnya menimbulkan diabetes mellitus (Ranakusuma, 1992).

d. Bahan toksik atau beracun

Beberapa bahan toksik yang dapat merusak sel secara langsung yaitu

alloxan, pyrinuron (rodentisida), streptozotocin (produk dari sejenis

jamur) dan glikosida sianogenik yang terdapat pada singkong.

Penelitian menunjukkan bahwa sianida yang dilepaskan oleh glikosida sianogenik dapat menyebabkan kerusakan pankreas yang dapat menimbulkan gejala diabetes jika disertai kekurangan protein (Utami, 2003).


(31)

 

2.3.3 Pankreas

Pankreas adalah suatu organ lonjong, kira-kira 15 cm, yang terletak di belakang lambung dan sebagian di belakang hati. Dalam pankreas terdapat 4 jenis sel endokrin, yakni:

a. sel alfa (α), yang memproduksi hormon glukagon, proglucagon,

glucagon-like peptides (GLP)

b. sel-beta ( ), yang memproduksi hormon insulin, C-peptide, proinsulin,

amylin, -aminobutyric acid (GABA)

c. sel-D (δ), yang memproduksi somatostatin

d. sel-PP (Sel-F), yang memproduksi pancreatic polypeptide (PP), yang

mungkin berperan pada penghambatan sekresi endokrin dan empedu (Tan, dan Rahardja, 2002).

2.3.4 Patogenesis diabetes mellitus

Diabetes mellitus tipe 1 atau dikenal dengan nama Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena adanya kerusakan sel pankreas (reaksi autoimun) menyebabkan defisiensi absolut fungsi sel beta pankreas. Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80-90% maka gejala diabetes mellitus mulai muncul. Kerusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa. Sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian

kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1

idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus terjadi < 20 tahun, tetapi dapat juga


(32)

 

terjadi pada setiap usia. Prevalensi diabetes mellitus tipe 1 ini masih sedikit dalam populasi (Triplitt, et al., 2008).

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan 90% dari kasus diabetes mellitus

dikenal sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada

diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu

memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance.

Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Diabetes mellitus tipe 2 ini sering dijumpai pada individu yang obesitas. Kasus ini umumnya dijumpai pada usia > 30 tahun (Triplitt, et al., 2008).

2.3.5 Klasifikasi diabetes mellitus 2.3.5.1 Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes tipe ini sering disebut Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau juvenile onset diabetes (Tan dan Rahardja, 2002). Penyebab utamanya karena kerusakan autoimun dari sel pankreas. Tanda dari kerusakan sel yang ada pada saat dilakukan diagnosis dari 90% individu dan termasuk sel islet antibodi, antibodi terhadap dekarboksilasi asam glutamat, dan antibodi terhadap insulin (Triplitt, et al., 2008). Pada kondisi ini, insulin di dalam sirkulasi tidak ada, glukagon plasma meningkat, dan sel pankreas gagal merespon terhadap semua rangsangan insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan insulin eksogen untuk memperbaiki kondisi katabolik, mencegah ketosis, dan mengurangi hiperglukagonemia serta peningkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2002).


(33)

 

2.3.5.2 Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes ini sering disebut Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), dimana penyakit ini dikarakteristikkan oleh adanya resistensi

insulin atau kurangnya sekresi insulin. Kurangnya sekresi insulin postprandial

disebabkan gangguan fungsi sel pankreas dan kurangnya rangsangan untuk mensekresi insulin dari hormon usus (Triplitt, et al., 2008). Pada kondisi seperti ini, pasien dapat diobati dengan antidiabetika oral dan tidak menyebabkan terjadinya asidosis. Sekitar 70-80% dari pasien diabetes yang tergolong jenis ini dikarenakan faktor keturunan yang berperan besar. Jika terjadi resistesi insulin, hal itu biasanya diakibatkan oleh makan terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan individualnya, seperti lazimnya pada orang gemuk (Tan dan Rahardja, 2002).

2.3.5.3 Diabetes mellitus gestasional

Diabetes tipe ini terjadi sebagai akibat intoleransi glukosa yang didapat selama masa kehamilan. Deteksi klinis diperlukan sebagai terapi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas janin (Triplitt, et al., 2008). Kebanyakan wanita yang menderita diabetes gestasional memiliki homeostatis glukosa yang normal selama bulan pertama sampai bulan ketiga kehamilan. Pada bulan keempat dan kelima mengalami defisiensi insulin relatif. Pada umumnya kadar glukosa darah kembali normal setelah melahirkan (Amma, 2009). Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang terus-menerus tinggi selama masa kehamilan. Hormon pertumbuhan dan estrogen menstimulasi


(34)

 

pelepasan insulin yang berlebihan mengakibatkan penurunan responsifitas seluler. Hormon pertumbuhan juga memiliki beberapa efek anti insulin, misalnya perangsangan glukogenolisis dan stimulasi jaringan adipose (Corwin, 2009).

2.3.5.4 Diabetes mellitus tipe lain

Tipe ini disebabkan oleh faktor lain, seperti efek genetis pada fungsi sel pankreas pada kerja insulin, penyakit pankreas eksokrin, atau akibat penggunaan obat-obatan (Triplitt, et al., 2008).

2.3.6 Diagnosis diabetes mellitus

Diagnosa diabetes mellitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosa diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa dapat juga dilihat dari keluhan khas diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan (Sudoyo, dkk., 2009).

Selain itu juga terdapat nilai atau indeks diagnostik tambahan yang dibagi atas 2 bagian, yakni:

a. Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta

Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar insulin, pro-insulin, dan

C-peptide, serta nilai HbA1C ‘Glycosylated hemoglobin’. WHO

memakai istilah ‘Glyclated hemoglobin’ (Sudoyo, dkk., 2009).


(35)

 

b. Indeks proses diabetogenik

Untuk penilaian proses diabetogenik dilakukan dengan penentuan tipe dan sub-tipe HLA (Human Leucocyte Antigen), seperti adanya tipe atau titer antibodi yang ditujukan pada sel islet pankreas (islet cell antibodies, ICA), insulin autoantibodi (IAA), anti GAD (Glutamic Acid Decarboxylase). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas dan menyebabkan kerusakan sel. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi

neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Adanya ICA, IAA, dan

anti GAD ini menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah DM tipe 1 (Sudoyo, dkk., 2009).

2.3.7 Gejala penyakit diabetes mellitus

Penyakit diabetes melitus ditandai gejala 3P, yaitu poliuria (banyak

berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan). Di

samping naiknya kadar gula darah, diabetes bercirikan adanya “gula” dalam

kemih (glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang diekskresikan

mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa sangat haus, kehilangan energi, turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, yang disertai pembentukan zat-zat perombakan,

antara lain aseton, asam hidoksi butirat dan diasetat, yang membuat darah

menjadi asam (ketoasidosis). Keadaan ini amat berbahaya karena akhirnya

dapat menyebabkan pingsan (coma diabeticum) (Tan dan Rahardja, 2002).


(36)

 

2.3.8 Komplikasi diabetes mellitus

Komplikasi diabetes melitus (DM) mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, demikian juga dihubungkan dengan kerusakan ataupun kegagalan fungsi beberapa organ vital tubuh seperti pada mata maupun ginjal serta sistem saraf. Penderita DM juga berisiko tinggi mengalami percepatan timbulnya aterosklerosis, yang selanjutnya akan menderita penyakit jantung koroner, penyakit vaskuler perifer dan stroke, serta kemungkinan besar menderita hipertensi ataupun dislipidemia maupun obesitas. Banyak faktor risiko yang berperan dalam mekanisme terjadinya komplikasi kardiovaskuler ini, diantaranya hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, dan hiperinsulinemia. Hiperglikemia merupakan salah satu faktor terpenting dalam patogenesis komplikasi kronik, khususnya vaskuler diabetik. Hiperglikemia memperantarai efek merugikan melalui banyak mekanisme, karena glukosa dan metabolitnya banyak digunakan dalam sejumlah jalur metabolisme (Hardiman, 2006).

2.3.9 Manajemen pengobatan diabetes mellitus

Tujuan terapi dari manajemen DM ini adalah mengurangi risiko terjadinya komplikasi penyakit mikrovaskular (seperti neuropati, retinopati, dan nefropati) dan makrovaskular (seperti hipertensi, jantung koroner, stroke), mengurangi mortalitas, dan meningkatkan kualitas hidup (Triplitt, et al., 2008). Langkah pertama dalam mengelola diabetes mellitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa perencanaan makan/terapi nutrisi medik, olahraga, dan penurunan berat badan. Bila dengan langkah tersebut sasaran terapi pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan


(37)

 

dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam penyebab terjadinya hiperglikemia (Sudoyo, dkk., 2009).

Obat antidibetika oral dibagi dalam 6 kelompok, sebagai berikut:

1. Sulfonilurea (misalnya: tolbutamid, klorpropamida, glibenklamida,

gliklazida, glipizida, glikidon dan glimepirida)

Mekanisme kerja sulfonilurea dengan menstimulasi insulin dari sel beta-pankreas. Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang memiliki afinitas tinggi yang berkaitan dengan saluran K-ATP pada sel -pankreas, akan menghambat effluks kalium sehingga terjadi depolarisasi kemudian membuka saluran Ca dan menyebabkan influks Ca sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Di samping itu, sulfonilurea juga dapat meningkatkan kepekaan reseptor terhadap insulin di hati dan di perifer.

2. Kalium-channel blockers (misalnya: repaglinida, nateglinida)

Golongan ini mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan sulfonilurea, hanya pengikatan reseptornya terjadi di tempat lain dan kerjanya lebih singkat.

3. Biguanida (misalnya: metformin)

Dapat menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin juga pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Metformin juga meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan


(38)

 

glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa dari usus setelah makan (Waspadji, 1996).

Zat ini juga menekan nafsu makan sehingga berat badan tidak meningkat, maka dapat diberikan pada penderita yang kegemukan. Penderita ini biasanya mengalami resitensi insulin, sehingga sulfonilurea kurang efektif.

Mekanisme kerjanya yaitu dengan meningkatkan kemampuan insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel (insulin sensitizers).

4. Glukosidase-inhibitors (misalnya: akarbose dan miglitol)

Obat golongan ini bekerja dengan merintangi enzim alfa-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian polisakarida menjadi monosakarida terhambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga puncak kadar gula darah dapat dihindarkan.

5. Thiazolidindion (misalnya: rosiglitazon dan pioglitazon)

Obat golongan ini bekerja dengan mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin (insulin sensitizers).

6. Penghambat DPP-4 (dipeptidylpeptidase-4 blockers)

Obat golongan baru ini bekerja dengan menghambat enzim DPP-4 sehingga produksi hormon incretin tidak menurun. Adanya hormon incretin berperan utama dalam produksi insulin di pankreas dan pembentukan hormon GLP-1 (glukagon-like peptide-1) dan GIP


(39)

 

(glucose-dependent insulinotropic polypeptide) di saluran cerna yang juga berperan dalam produksi insulin. Dengan penghambatan enzim DPP-4 akan mengurangi penguraian dan inaktivasi incretin, GLP-1 dan GIP, sehingga kadar insulin akan meningkat (Tan dan Rahardja, 2002).

2.4 Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah merupakan parameter utama untuk menilai metabolisme karbohidrat. Contoh khas adalah penyakit diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat sehingga kadar glukosa meningkat melebihi ambang normal (Henry dan Howanitz, 1996).

Kadar glukosa serum puasa dalam keadaan normal adalah 70-110 mg/dl. Didefinisikan sebagai hiperglikemia jika kadar glukosa serum puasa lebih tinggi dari 110 mg/dl, sedangkan hipoglikemia jika kadarnya kurang dari 70 mg/dl. Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila kadar glukosa darah

sewaktu plasma vena atau darah kapiler ≥ 200 mg/dl, kadar glukosa darah

puasa plasma vena ≥ 126 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa darah kapiler ≥

110 mg/dl (Gustaviani, 2007).

2.4.1 Sumber glukosa darah

a) Karbohidrat dalam makanan (glukosa, galaktosa, fruktosa)

Karbohidrat dalam makanan terdapat dalam bentuk polisakarida,

disakarida, dan monosakarida. Karbohidrat dipecah oleh ptyalin dalam saliva

di dalam mulut. Enzim ini bekerja optimum pada pH 6,7 sehingga akan dihambat oleh getah lambung ketika makanan sudah sampai di lambung.

Dalam usus halus, amilase pankreas yang kuat juga bekerja atas polisakarida


(40)

 

yang dimakan. Ptyalin saliva dan amilase pankreas menghidrolisis polisakarida

menjadi hasil akhir berupa disakarida, laktosa, maltosa dan sukrosa.

Laktosa akan diubah menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan

enzim laktase. Glukosa dan fruktosa dihasilkan dari pemecahan sukrosa oleh

enzim sukrase. Sedangkan enzim maltase akan mengubah maltosa menjadi 2

molekul glukosa. Monosakarida akan masuk melalui sel mukosa dan kapiler darah untuk diabsorbsi di intestinum. Masuknya glukosa ke dalam epitel usus

tergantung konsentrasi tinggi Na+ di atas permukaan mukosa sel.

Glukosa diangkut oleh mekanisme ko-transpor aktif natrium- glukosa

di mana transpor aktif natrium menyediakan energi untuk mengabsorbsi glukosa melawan suatu perbedaan konsentrasi. Mekanisme di atas juga berlaku untuk galaktosa. Pengangkutan fruktosa menggunakan mekanisme yang berbeda yaitu dengan mekanisme difusi fasilitasi (Ganong, 2003). Unsur-unsur gizi tersebut diangkut ke dalam hepar lewat vena porta hati. Galaktosa dan

fruktosa segera dikonversi menjadi glukosa di dalam hepar (Murray, et al.,

2003).

b) Glukoneogenesis

Glukoneogenesis merupakan istilah yang digunakan untuk semua mekanisme dan lintasan yang bertanggung jawab atas perubahan senyawa non karbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Proses ini memenuhi kebutuhan tubuh atas glukosa pada saat karbohidrat tidak tersedia dengan jumlah yang cukup di dalam makanan. Substrat utama bagi glukoneogenesis adalah asam amino glukogenik, laktat, gliserol, dan propionat. Hepar dan ginjal merupakan


(41)

 

jaringan utama yang terlibat karena kedua organ tersebut mengandung komplemen lengkap enzim-enzim yang diperlukan (Murray, et al., 2003). c) Glikogenolisis

Mekanisme penguraian glikogen menjadi glukosa yang dikatalisasi oleh

enzim fosforilase dikenal sebagai glikogenolisis. Glikogen yang mengalami

glikogenolisis terutama simpanan di hati, sedang glikogen otot akan mengalami deplesi yang berarti setelah seseorang melakukan olahraga yang berat dan

lama. Di hepar dan ginjal terdapat enzim glukosa 6-fosfatase, yang membuang

gugus fosfat dari glukosa 6-fosfat sehingga memudahkan glukosa untuk dibentuk dan berdifusi dari sel ke dalam darah (Murray, et al., 2003).

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah

 Enzim

Glukokinase penting dalam pengaturan glukosa darah setelah makan (Murray, et al., 2003).

 Hormon

Insulin bersifat menurunkan kadar glukosa darah. Glukagon, GH, ACTH, glukokortikoid, epinefrin, dan hormon tiroid cenderung menaikkan kadar gula darah, dengan demikian mengantagonis kerja insulin (Murray, et al., 2003).

 Sistem gastrointestinal

Gangguan pada sistem gastrointestinal dapat mengurangi absorbsi karbohidrat di usus dan menurunkan glukosa darah (Sherwood, 1996).


(42)

 

 Stres

Hampir semua jenis stres akan meningkatkan sekresi ACTH oleh kelenjar hipofise anterior. ACTH merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol. Kortisol ini yang akan meningkatkan pembentukan glukosa (Guyton dan Hall, 1997).

 Asupan karbohidrat

Penurunan dan peningkatan asupan karbohidrat (pati) mempengaruhi kadar gula dalam darah (Sherwood, 1996).

2.5. Insulin

Insulin merupakan hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel- dari pulau Langerhans dan merupakan kelompok sel yang terdiri dari 1% massa pankreas. Insulin adalah salah satu hormon terpenting yang mengkoordinasikan penggunaan energi oleh jaringan. Secara fisiologis, fungsi utama insulin adalah menstimulasi masuknya glukosa ke dalam sel-sel otot dan hati untuk digunakan sebagai sumber energi atau disimpan dalam bentuk glikogen. Selain itu insulin juga berperan dalam sintesis protein dan lemak serta menekan produksi glukosa hepatik. Dalam pengelolaan DM, insulin digunakan untuk terapi penderita DM tipe-1 tetapi juga tidak jarang digunakan untuk penderita DM tipe-2.

Mekanisme kerja insulin ialah insulin berikatan dengan reseptor spesifik yang memiliki reaktivitas tinggi pada membran sel kebanyakan jaringan, termasuk hati, otot dan adiposa. Ini merupakan tahap pertama aliran reaksi yang akhirnya menuju kepada susunan aksi biologis yang


(43)

beranekara paling cep segera sete Se darah, ma Dampak t keberadaa ialah men proses gli adipose (B 2.6 Aloks Me hewan pe pankreatom bisa digun yang dibe aloksan ka waktu du agam. Pen pat ialah p elah insulin saat setelah aka glukos tersebarnya an insulin p ningkatkan kogenolisis Bessesen, 20

an Sebagai

enurut Suha ercobaan, k mi dan pem nakan aloksa erikan secar arena obat i ua sampai

ngikatan ins eningkatan n berikatan d

h glukosa te a akan seg glukosa k ada jaringa pemindaha s, glukoneog 001) i Diabetoge Gambar 2 armiati (200 keadaan dia mberian zat k

an, streptoz ra parenter ni cepat me

tiga hari.   sulin meni transport dengan rese erserap dan gera terdist ke seluruh j an tersebut. an glukosa genesis dal

en

2.1 Struktur

03) pada uji abetes mell kimia. Zat k zotocin, diak ral. Diabeto enimbulkan

Aloksan (

mbulkan a glukosa ke eptor membr n masuk ke tribusi ke jaringan tub

Mekanisme darah men lam hati da

r Molekul A i farmakolo litus dapat kimia sebag ksosida, adr ogen yang hiperglikem

(2,4,5,6,- te

aksi luas. R dalam sel ran.

dalam siste seluruh jar buh akan m e klasik ker nuju otot d

n lipolisis p

Aloksan ogi atau bioa

diinduksi gai induktor renalin, gluk

lazim digun mi yang per

etraoxypirim

Respon ya l yang terja

em peredar ringan tubu meningkatk rja insulin dan menceg pada jaring aktivitas pa dengan ca r (diabetoge kagon, EDT unakan adal rmanen dala

midin) seca ang adi ran uh. kan ini gah gan ada ara en) TA lah am ara


(44)

 

selektif merusak sel beta dari pulau langerhans dalam pankreas yang mensekresikan hormon insulin.

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Efek diabetogennya bersifat antagonis dengan glutation yang bereaksi dengan gugus Sh-nya. Beberapa hipotesis

tentang mekanisme aksi yang telah diajukan antara lain: pembentukan khelat

terhadap Zn, interferensi dengan enzim-enzim sel beta serta deaminasi dan dekarboksilasi asam amino. Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara invitro menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria ini mengakibatkan ganguan homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel (Gutteridge dan Halliwell, 1994 dalam Kumalasari, 2005).

Aloksan dapat diberikan secara parenteral seperti intravena, intraperitoneal atau subkutan pada hewan percobaan. Dosis aloksan yang diperlukan untuk menginduksi diabetes tergantung pada jenis spesies, status gizi dan jalur pemberian. Pemberian dosis secara intavena yang biasa digunakan untuk menginduksi diabetes pada tikus adalah 65 mg/kg BB, sedangkan secara intraperitoneal atau subkutan dosis efektifnya harus 2-3 kali lebih tinggi. Pemberian dosis secara intraperitoneal di bawah 150 mg/kg BB mungkin sudah cukup untuk menginduksi diabetes pada tikus (Szkudelski, 2001).


(45)

 

Hal ini juga harus ditekankan bahwa kisaran dosis diabetogenik dari aloksan cukup sempit dan apabila overdosis dapat menjadi toksik dapat menyebabkan kematian banyak hewan. Kematian yang terjadi kemungkinan besar karena toksisitas nekrotik sel tubular ginjal, khususnya ketika dosis aloksan terlalu tinggi diberikan (Szkudelski, 2001).

Flekel (1994) dan Prabowo (1997) menambahkan bahwa Peningkatan kadar gula darah akibat pemberian aloksan, bekerja langsung pada sel beta

pankreas yang merangsang terbentuknya H2O2, merusak lisosom sel dan dapat

menyebabkan degenerasi dan reabsorbsi sel pankreas sehingga dapat terjadi defisiensi insulin.

Aloksan dapat menyebabkan pembentukan senyawa oksigen reaktif

yang berasal dari O2, oksigen yang bermanfaat untuk pembentukan ATP juga

dapat bersifat toksik sehingga menyebabkan kematian sel, senyawa oksigen

reaktif yang dihasilkan antara lain: superoksida (O2

_

), radikal bebas hidroksil

(OH_) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Kumalasari, 2005).

Pembentukan senyawa oksigen reaktif didahului oleh reduksi aloksan, dalam sel beta pankreas. Reaksi reduksi ini terjadi dengan adanya agen pereduksi yang berbeda, sejak itu aloksan menampakkan afinitas yang tinggi

pada senyawa seluler yang mengandung gugus SH (Sulfilhydril) yang direduksi

oleh gluthation (GSH), sistein dan ikatan protein pada kelompok SH yang sangat mudah terkena reaksinya. Walaupun demikian, senyawa pereduksi yang lain seperti askorbat mungkin berperan serta dalam reduksi ini. Diketahui bahwa senyawa penting yang mengandung gugus SH untuk glukosa


(46)

 

merangsang pelepasan insulin adalah glukokinase yang menjadi sangat rentan terhadap aloksan. Aloksan bereaksi dengan 2 gugus SH yang terdapat pada sisi ikatan gula glukokinase menghasilkan bentuk ikatan disulfida dan enzim yang inaktif. Glukosa bisa melindungi glukokinase menghalangi jalan masuk aloksan pada sisi SH dari enzim ini. Asam dialurik dibentuk dari hasil reduksi aloksan. Asam dialurik dioksidasi kembali menjadi aloksan melalui siklus redoks untuk membentuk radikal superoksida. Reaksi antara aloksan dan asam

dialurik merupakan suatu proses dimana radikal aloksan (HA_) dibentuk ketika

aloksan direduksi oleh GSH. Radikal superoksida dapat membebaskan ion

ferric dan feritin dan mereduksinya menjadi ion ferro (Fe2

+

). Fe3

+

juga bisa dioksidasi oleh radikal aloksan (Szkudelski, 2001)

Kerusakan sel beta pankreas akibat dari induksi aloksan dikarenakan aloksan merupakan penghasil radikal yang menginduksi kerusakan sel beta melalui pembentukan senyawa oksigen reaktif (ROS) selama metabolisme aloksan. Aloksan direduksi menjadi asam dialurik senyawa oksigen reaktif yang dibentuk selama metabolisme aloksan melalui autooksidasi membentuk asam dialurik menjadi aloksan kembali. Aloksan dan hasil reduksinya (asam

dialurik) mengalami siklus redoks dengan membentuk superoksida (O2

_

) yang kemudian superoksida ini dapat mengawali pembentukan senyawa oksigen

reaktif (ROS) lain seperti hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal bebas

hidroksil (OH_) melalui reaksi fenton. Senyawa oksigen reaktif yang paling

berbahaya bagi organ adalah radikal bebas hidroksil (OH_) karena senyawa ini

yang paling reaktif menyerang molekul biologis, karena adanya serangan


(47)

 

senyawa oksigen reaktif yang berasal dari aloksan inilah maka sel-sel beta pankreas mengalami kerusakan dan berdampak pada penurunan insulin

sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia) karena tidak

ada yang merubah glukosa menjadi glikogen (Kumalasari, 2005).


(48)

 

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental, meliputi penyiapan hewan percobaan, pengujian efek ekstrak etanol majakani terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan Galur Wistar dengan metode induksi aloksan. Data hasil penelitian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANAVA) dengan tingkat kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan metode uji Duncan untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan

menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi

18.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas

laboratorium, neraca listrik (Mettler Toledo), neraca hewan (GW-1500),

Glukometer (Nesco Multi Check) dan Glucotest strip (Nesco Multi Check strip

test), spuit, oral sonde, mortir dan stamfer, dan alat laboratorium lainnya.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah majakani (Quercus

infectoria G. Olivier). Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah

aquadest, infus NaCl 0,9% (Widatra Bhakti), aloksan (Sigma Aldrich),

Na-CMC (Natrium-Carboxy Methyl Cellulose), metformin (Hexpharm Jaya).


(49)

 

3.2 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih jantan Galur Wistar dengan berat badan 150-200 g sebanyak 30 ekor , dikelompokkan dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Sebelum pengujian, terlebih dahulu tikus dikondisikan selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan dengan lingkungannya (Depkes, 1979).

3.3 Penyiapan Bahan

Penyiapan bahan-bahan meliputi larutan suspensi CMC 0,5%, aloksan sebagai penginduksi, suspensi Metformin dosis 50 mg/kg BB, air suling, ekstrak etanol majakani.

3.3.1 Pembuatan suspensi CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan ke dalam lumpang berisi air suling panas sebanyak 10 ml, ditutup dan dibiarkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Anief, 1999).

3.3.2 Pembuatan larutan induksi aloksan

Sebanyak 1g aloksan dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% 100 ml.

3.3.3 Pembuatan suspensi metformin dosis 50 mg/kgBB

Tiap tablet metformin mengandung 500 mg metformin dilarutkan dalam 100 ml suspensi CMC 0,5%.


(50)

 

3.4 Pengujian Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah

3.4.1 Penggunaan blood glucose test meter “Nesco Multi Check

Kadar glukosa darah diukur dengan alat glukometer menggunakan tes strip yang bekerja secara enzimatis.

Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah adalah

glukometer NESCO. Glukometer ini secara otomatis akan hidup ketika test

strip dimasukkan dan akan mati setelah beberapa menit test strip dicabut.

Glukometer NESCO check strip dimasukkan ke dalam glukometer NESCO

sehingga glukometer ini akan hidup secara otomatis, kemudian dicocokkan kode nomor yang muncul pada layar dengan yang ada pada vial glukometer

NESCO test strip. Tes strip yang dimasukkan pada glukometer pada bagian

layar akan tertera angka yang sesuai dengan kode test strip, kemudian pada

layar monitor glukometer muncul tanda siap untuk diteteskan darah. Caranya

dengan menyentuh setetes darah ke test strip, reaksi dari wadah test strip akan

otomatis menyerap darah ke dalam test strip melalui aksi kapiler. Ketika wadah

terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadar glukosa darah. Hasil pengukuran diperoleh selama 5 detik.

3.4.2 Pengukuran kadar glukosa darah (KGD)

Sebelum percobaan dilakukan, tikus dipuasakan (tidak diberi makan tetapi tetap diberi minum) selama 18 jam, lalu ditimbang berat badan tikus masing-masing dan diberi tanda pada ekor, kemudian masing-masing tikus diukur kadar gula darah puasa dengan cara mengambil darah melalui pembuluh darah vena dibagian ekor yang ditusuk menggunakan jarum suntik. Darah yang


(51)

 

keluar disentuhkan pada test strip yang telah terpasang pada alat glucometer.

Dibiarkan selama 5 detik, alat mengukur kadar gula darah secara otomatis. Angka yang tampil pada layar dicatat sebagai kadar gula darah (mg/dl).

3.4.3 Pengujian efek ekstrak etanol majakani (EEM) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi Aloksan.

Tikus yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan kadar glukosa darah puasa, kemudian masing-masing tikus diinduksi dengan aloksan dosis 125 mg/kg BB secara intraperitonial. Tikus diberi makan dan minum seperti biasa, diamati tingkah laku tikus dan bobot badan, dan diukur kadar glukosa darahnya pada hari ke 3. Tikus dianggap diabetes apabila kadar

glukosa darah ≥ 200 mg/dl (Triplitt, et al., 2008) dan dapat digunakan untuk

pengujian, selanjutnya disebut sebagai tikus diabetes.

Tikus diabetes yang sudah dapat digunakan dan diukur kadar glukosa darahnya, dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus dan diberi perlakuan secara per oral, yakni:

Kelompok I : Tikus diabetes diberikan larutan suspensi Na-CMC 0,5%

Kelompok II : Tikus diabetes diberikan suspensi EEM dosis 50 mg/kg bb Kelompok III : Tikus diabetes diberikan suspensi EEM dosis 100 mg/kg bb Kelompok IV : Tikus diabetes diberikan suspensi EEM dosis 200 mg/kg bb Kelompok V : Tikus diabetes diberikan suspensi metformin dosis 50 mg/kgbb

Kelima kelompok diberi perlakuan selama 19 hari berturut-turut. Selanjutnya pengukuran kadar glukosa darah diukur pada hari 1, 3, 5,


(52)

 

7, ke-9, ke-11, ke-13, ke-15, ke-17 dan hari ke-19 menggunakan alat ukur NESCO.

3.5 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANAVA) dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji rata-rata Duncan untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 18.


(53)

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak yang digunakan pada penelitian ini berasal dari peneliti sebelumnya yaitu Ninda T.M. Sihombing (2012), identifikasi tumbuhan, karakterisasi simplisia dan skrining fitokimia telah dilakukannya.

4.1 Hasil Uji Farmakologi

Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan Galur Wistar yang dilakukan dengan metode induksi aloksan untuk memperoleh tikus diabetes

dengan kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl. Sebelumnya dilakukan orientasi efek

penurunan kadar glukosa darah (KGD) dengan pemberian ekstrak etanol majakani dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB dan 400 mg/kg BB. Sebelum percobaan dilakukan tikus dipuasakan (tidak diberi makan tetapi tetap diberi min um) selama 18 jam, lalu diukur KGD puasa tikus menggunakan

Glukometer Nesco Multi Check dan pada saat pengerjaan tersebut sebagai KGD awal.

Berdasarkan hasil orientasi yang telah dilakukan dengan pemberian ekstrak etanol majakani (EEM) per oral dengan dosis 100, 200 dan 400 mg/kg BB, penurunan kadar glukosa darah sudah terlihat pada semua dosis. Pada dosis 400 mg/kg BB kadar glukosa darah mengalami penurunan yang sangat rendah, sehingga tikus mengalami kematian. Dengan demikian, berdasarkan hasil orientasi yang telah dilakukan maka ditetapkan dosis untuk penelitian selanjutnya digunakan dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB.


(54)

 

Tikus dikelompokkan dalam 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus yaitu kelompok kontrol yang diberi suspensi CMC 0,5%, kelompok uji dengan 3 variasi dosis perlakuan (suspensi EEM dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB), dan kelompok pembanding menggunakan suspensi metformin dosis 50 mg/kg BB.

Aloksan adalah suatu senyawa yang sering digunakan dalam penelitian untuk membuat tikus diabetes. Aloksan dapat menghasilkan radikal hidroksil yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan diabetes pada hewan coba dengan cara merusak sel-sel beta pankreas (Setiawan, 2012).

Pada penelitian ini digunakan metformin sebagai obat pembanding karena dapat menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin juga pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Metformin juga meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa dari usus setelah makan (Waspadji, 1996).

4.2 Hasil Pengujian Antidiabetes

Hasil pengukuran rata-rata KGD tikus puasa untuk setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD tikus setelah puasa selama 18 jam sebelum diinduksi aloksan 125 mg/kg bb.

No Perlakuan Rata-rata KGD puasa(mg/dL)

1. 2. 3. 4. 5.

Kontrol Na-CMC 0,5% EEM 50 mg/kg bb EEM 100 mg/kg bb EEM 200 mg/kg bb Metformin 50 mg/kg bb

99,3 ± 2,58 96,3± 3,55 94,3± 3,38 93,1± 2,92 92,6± 6,86

Rata-rata 95,12


(55)

 

Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 4.1 diperoleh F hitung (2,574) < F tabel (2,76) pada taraf kepercayaan 95%, berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen, yakni dalam kadar glukosa darah normal, sehingga dapat digunakan sebagai hewan uji. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Hasil uji Anava KGD puasa tikus normal sebelum diinduksi aloksan dosis 125 mg/kg bb.

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 178.000 4 44.500 2.574 .062

Within Groups 432.167 25 17.287

Total 610.167 29

4.2.1 Pengaruh induksi aloksan terhadap KGD tikus

Tikus yang diinduksi dengan aloksan dosis 125 mg/kg bb secara intraperitonial setelah 3 hari menyebabkan tikus hiperglikemia. Peningkatan kadar glukosa darah menjadi sama dengan atau lebih besar 200 mg/dl disebut hiperglikemia (Suharmiati, 2003). Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, senyawa, hewan percobaan dan status gizinya (Amma, 2009). Setelah dipuasakan selama 18 jam diukur KGD tikus. Hasil rata-rata dari peningkatan KGD ditunjukkan pada Tabel 4.3 di bawah ini:


(56)

 

Tabel 4.3 Hasil rata-rata KGD tikus setelah diinduksi aloksan dosis 125 mg/kgbb

No Perlakuan Rata-rata

KGDpuasa(mg/dl)

KGD tikus diabetes (mg/dl) 1.

2. 3. 4. 5.

Kontrol Na-CMC 0,5% EEM 50 mg/kg bb EEM 100 mg/kg bb EEM 200 mg/kg bb Metformin 50 mg/kg bb

311,5 ± 11,81 394,8 ± 24,12 470,5 ± 22,42 377,6 ± 8,01

388 ± 14,93

≥ 200 mg/dl

Rata-rata 388,48

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa penginduksian aloksan dosis 125 mg/kg bb untuk semua hewan percobaan menghasilkan kadar glukosa darah rata-rata 388,48 mg/dl. Hal ini menunjukkan tikus yang digunakan berada dalam keadaan diabetes.

Pemberian sediaan uji pada setiap kelompok tikus diabetes selanjutnya dianggap sebagai hari pertama pemberian sediaan uji (hari ke-1). Pengukuran KGD tikus dilakukan pada hari ke-1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17 dan hari ke 19. Hasil penurunan KGD tikus rata-rata ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Pada kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na-CMC 0,5% secara oral pada tikus diabetes, menunjukkan penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-11, 13 dan 15 bila di bandingkan terhadap hari ke-9, hal ini diduga tikus mengalami perubahan fisiologis individual, pada waktu perlakuan dan saat pengambilan sampel darah, tetapi kadar glukosa darahnya masih masuk

dalam rentang kadar glukosa darah kondisi diabetes yaitu ≥ 200 mg/dl,

sedangkan pada hari ke-17 dan 19 tikus mengalami peningkatan kadar glukosa darah kembali. Hal ini menunjukkan bahwa Na-CMC tidak mempunyai efek dalam menurunkan kadar glukosa darah.


(57)

 

Pada kelompok kontrol positif dengan pemberian metformin 50 mg/kg BB yang diberikan secara per oral, kelompok sediaan uji ekstrak majakani dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg bb yang diberikan secara oral menunjukkan penurunan kadar glukosa darah bila di bandingkan terhadap kadar gula darah puasa. Penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes ini menurun seiring dengan meningkatnya waktu terapi. Kelompok kontrol positif (Metformin 50 mg/kg BB) menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang sangat besar pada hari ke-17 dan 19.

Pada kelompok sediaan uji ekstrak etanol Majakani dosis 50 mg/kg BB mengalami penurunan kadar gula darah secara bertahap dan stabil setelah pemberian ekstrak etanol majakani. Kelompok sediaan uji ekstrak etanol Majakani dosis 100 mg/kg BB mengalami penurunan kadar gula darah secara bertahap, tetapi pada hari ke-13 terjadi peningkatan kadar gula darah, kemungkinan tikus mengalami perubahan fisiologis individual, pada waktu perlakuan dan saat pengambilan sampel darah, sedangkan pada hari ke-15, 17 dan 19 mengalami penurunan kadar glukosa darah kembali terjadi. Kelompok sediaan uji ekstrak etanol majakani dosis 200 mg/kg BB mengalami penurunan kadar gula darah secara bertahap dan stabil setelah pemberian ekstrak etanol majakani.


(58)

 

Tabel 4.4 Pengukuran KGD Rata-rata Metode Induksi Aloksan Setelah Perlakuan Kelompok Uji Kontrol Na-CMC 0,5% EEM 50 mg/kg bb EEM 100 mg/kg bb EEM 200 mg/kg bb Metformin 50mg/kg bb KGD puasa sebelum diinduksi aloksan (mg/dl) 99,30 ± 2,58 96,30 ± 3,55 94,30 ± 3,38 93,16 ± 2,92 92,60 ± 6,86 KGD setalah diinduksi alokan (mg/dl) 311,50 ± 11,81 394,80 ± 24,12 470,50 ± 22,42 377,60 ± 8,01 388,00 ± 14,93 KGD Setelah Perlakuan (mg/dl) Hari ke-3 318,83 ± 10,16 378,80 ± 14,13 425,33 ± 16,72 348,00 ± 9,40 321,83 ± 6,73 Hari ke-5 322,00 ± 11,31 357,80 ± 10,90 384,50 ± 9,15 292,50 ± 10,25 302,50 ± 4,23 Hari ke-7 338,66 ± 17,99 313,16 ± 12,30 366,66 ± 4,50 256,16 ± 16,94 281,16 ± 6,46 Hari ke-9 358,16 ± 16,85 284,50 ± 12,86 336,66 ± 22,86 236,50 ± 15,39 257,16 ± 8,30 Hari ke-11 354,00 ± 21,92 248,00 ± 21,48 256,33 ± 7,77 222,60 ± 8,64 225,66 ± 13,90 Hari ke-13 348,80 ± 33,07 213,60 ± 9,87 266,83 ± 11,23 210,30 ± 11,41 191,00 ± 11,27 Hari ke-15 345,00 ± 26,11 187,50 ± 11,39 209,16 ± 7,54 167,33 ± 7,14 168,50 ± 7,94 Hari ke-17 353,66 ± 18,12 151,80 ± 15,96 150,50 ± 22,13 132,16 ± 7,80 132,80 ± 12,65 Hari ke-19 357,16 ± 18,19 115,60 ± 5,71 101,16 ± 3,60 99,30 ± 3,38 93,50 ± 3,39


(59)

 

Gambar 4.1 Grafik yang menunjukkan KGD setelah perlakuan pada masing-masing kelompok.

Hasil analisis data Area Under the Curve (AUC) setiap perlakuan

ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan grafik hasil analisis data Area Under the Curve

(AUC) setiap perlakuan ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Tabel 4.5 Hasil analisis dataAUC [(mg/dl) (hari)], n= 6

No Hewan Cmc 0,5% Metformin

50 mg/kg bb

Ekstrak Etanol Majakani (mg/dl)

50 100 200

1 5938 4263 4808 5447 4361

2 6060 4200 4827 5398 3739

3 6328 3948 4598 5498 4216

4 6065 4335 4849 5678 4146

5 6352 4187 4702 4907 4258

6 6130 4224 4583 5368 3337

Rata-rata ± SD 6147 ± 162,21 4192,83 ± 131,25 4772,83 ± 117,85 5382,66 ± 279,77 4009,5 ± 392,93

Selanjutnya dilakukan analisis variansi terhadap hasil analisis data Area

Under the Curve (AUC) setiap perlakuan. Berdasarkan analisis statistik diperoleh F hitung (84,589) > F tabel (2,76) pada taraf kepercayaan 95%,

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Cmc Na 0,5% EEM 50 mg/kg bb EEM 100 mg/kg bb EEM 200 mg/kg bb Metformin

KGD(mg/dl)

)

Waktu (Hari)


(60)

berarti ter analisis da AU sirkulasi s yakni ber (Harianja, Tabel 4.6 Between Within G Tot Gambar Keteranga 10 20 30 40 50 60 70 AUC [(mg/dl) (hari)] rdapat perb ata Area Un

UC adalah t sistemik) ve rapa banyak 2011). Hasil anali Groups Groups tal

4.2 Grafik

perlaku an: K- : N

K+: M P1: EE 0 000 000 000 000 000 000 000 K‐ bedaan yan

nder the Cur

total jumlah ersus waktu k obat di

sis data AU

Sum of Squares 1.858E 1373058.50 1.996E hasil anali uan a-cmc 0,5% Metformin 50 EM 50 mg/k

‐ K

 

ng signifik

rve (AUC) s

h obat yang u. Nilai AUC

absorbsi da UC berdasar Df E7 4 00 25 E7 29

isis data Ar

%

0 mg/kg bb kg bb

K+

Per

an antar p setiap perla ada dalam C menggam ari sejumla rkan SPSS Mean Squ 4645826 54922 rea Under P1 rlakuan

perlakuan. A akuan berbed

tubuh (kada mbarkan der

ah dosis ya

uare F

6.617 84.5 2.340

the Curve (

P2

Artinya ha da signifika dar obat dala rajat absorp ang diberik

Sig.

589 .00

(AUC) seti P3 asil an. am psi, kan 00 iap


(61)

 

P2: EEM 100 mg/kg bb P3: EEM 200 mg/kg bb

Untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan maka dilakukan uji beda rata-rata Duncan. Hasil perhitungan uji beda rata-rata Duncan AUC ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil perhitungan AUC berdasarkan uji beda rata-rata Duncan Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

EEM 200 mg/kg bb 6 4009.5000

Metformin 6 4192.8333

EEM 50 mg/kg bb 6 4772.8333

EEM 100 mg/kg bb 6 5382.6667

Cmc Na 0,5% 6 6147.0000

Sig. .188 1.000 1.000 1.000

Hasil analisis uji beda nyata rata-rata Duncan tampak bahwa pada pemberian EEM 200 mg/kg bb menunjukkan penurunan KGD yang tidak berbeda nyata dengan metformin, sehingga pemberian EEM 200 mg/kg bb dapat menurunkan KGD, sedangkan pemberian EEM 50 mg/kg bb, EEM 100 mg/kg bb dan kontrol diabetes (CMC) masih menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai metformin maupun EEM dosis 200 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian EEM 200 mg/kg bb didapatkan sebagai dosis efektif dalam menurunkan KGD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol majakani memiliki efek antidiabetes, hal ini didukung oleh adanya penelitian yang telah di lakukan Sihombing (2012) dimana kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol majakani yaitu alkaloid, flavonoid, glikosida dan tanin.


(62)

 

Efek penurunan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan pada penelitian ini disebabkan oleh adanya kandungan senyawa golongan flavonoid yang mempunyai aktivitas antioksidan. Pada individu diabetes cenderung mengalami stres oksidatif yang menyebabkan pembentukan radikal bebas. Kadar gula darah yang tinggi di dalam tubuh (hiperglikemia) akan meningkatkan jumlah radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh. Protein, lemak, karbohidrat, dan asam nukleat akan menjadi sasaran kerusakan sel akibat radikal bebas oksigen sehingga mengakibatkan makin luasnya komplikasi pada diabetes (Setiawan dan Suhartono, 2005). Oleh karena itu, flavonoid sebagai antioksidan bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil dan superoksida dalam tubuh sehingga dapat menetralisir dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal (Robinson, 1995). Selain itu, senyawa glikosida-flavonol yang merupakan flavonoid yang berada dalam bentuk aglikon pada glikosida, juga dapat memberikan efek dalam penurunan kadar glukosa darah tikus dengan menghambat efek glikasi dalam tubuh (Karim, et al., 2011).

Widowati (1997) menyatakan bahwa senyawa kimia alkaloid dan flavonoid mempunyai aktifitas sebagai antioksidan. Flavonoid merupakan suatu senyawa yang banyak ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran yang berfungsi memberi efek antioksidan. Tindakan antioksidatif oleh flavonoid dapat mencegah radikal bebas untuk melepaskan sel ß pankreas dalam mensekresikan insulin. Antioksidan merupakan molekul yang berinteraksi dengan radikal bebas dan mengakhiri reaksi rantai sebelum


(1)

  3. AUC 1-3 = = 725

AUC 3-5 = = 650

AUC 5-7 = = 556

AUC 7-9 = = 489

AUC 9-11 = = 459

AUC 11-13 = = 448

AUC 13-15 = = 378

AUC 15-17 = = 286

AUC 17-19 = = 225

AUC total = 4216

4. AUC 1-3 = = 740

AUC 3-5 = = 627

AUC 5-7 = = 522

AUC 7-9 = = 472

AUC 9-11 = = 448

AUC 11-13 = = 434

AUC 13-15 = = 376

AUC 15-17 = = 293

AUC 17-19 = = 234

AUC total = 4146

5. AUC 1-3 = = 729

AUC 3-5 = = 653

AUC 5-7 = = 563


(2)

 

AUC 7-9 = = 495

AUC 9-11 = = 451

AUC 11-13 = = 425

AUC 13-15 = = 386

AUC 15-17 = = 320

AUC 17-19 = = 236

AUC total = 4258

6. AUC 1-3 = = 707

AUC 3-5 = = 619

AUC 5-7 = = 513

AUC 7-9 = = 451

AUC 9-11 = = 429

AUC 11-13 = = 210

AUC 13-15 = = 357

AUC 15-17 = = 308

AUC 17-19 = = 243

AUC total = 3337

Perhitungan AUC Metformin dosis 50 mg/kg bb 1. AUC 1-3 = = 714

AUC 3-5 = = 622

AUC 5-7 = = 584

AUC 7-9 = = 554

AUC 9-11 = = 511

AUC 11-13 = = 432


(3)

 

AUC 13-15 = = 352

AUC 15-17 = = 281

AUC 17-19 = = 213

AUC total = 4263

2. AUC 1-3 = = 701

AUC 3-5 = = 612

AUC 5-7 = = 579

AUC 7-9 = = 540

AUC 9-11 = = 495

AUC 11-13 = = 416

AUC 13-15 = = 353

AUC 15-17 = = 291

AUC 17-19 = = 213

AUC total = 4200

3. AUC 1-3 = = 730

AUC 3-5 = = 640

AUC 5-7 = = 602

AUC 7-9 = = 541

AUC 9-11 = = 481

AUC 11-13 = = 404

AUC 13-15 = = 336

AUC 15-17 = = 294

AUC 17-19 = = 220


(4)

  AUC total = 3948

4. AUC 1-3 = = 711

AUC 3-5 = = 631

AUC 5-7 = = 583

AUC 7-9 = = 541

AUC 9-11 = = 488

AUC 11-13 = = 430

AUC 13-15 = = 382

AUC 15-17 = = 326

AUC 17-19 = = 243

AUC total = 4335

5. AUC 1-3 = = 681

AUC 3-5 = = 621

AUC 5-7 = = 573

AUC 7-9 = = 520

AUC 9-11 = = 450

AUC 11-13 = = 399

AUC 13-15 = = 371

AUC 15-17 = = 324

AUC 17-19 = = 248

AUC total = 4187

6. AUC 1-3 = = 722

AUC 3-5 = = 620


(5)

 

AUC 5-7 = = 581

AUC 7-9 = = 534

AUC 9-11 = = 472

AUC 11-13 = = 419

AUC 13-15 = = 363

AUC 15-17 = = 292

AUC 17-19 = = 221

AUC total = 422


(6)

 

Lampiran 13. Hasil analisis data SPSS

ANOVA Kadar gula darah

Sum of

Squares DfS Mean Square F Sig.

Between Groups

1.858E7 4 4645826.617 84.589 .000

Within Groups 1373058.500 25 54922.340

Total 1.996E7 29

Kadar gula darah Duncana

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

EEM 200 mg/kg bb

6 4009.5000

Metformin 6 4192.8333

EEM 50 mg/kg bb

6 4772.8333

EEM 100 MG/KG bb

6 5382.6667

Cmc Na 0,5% 6 6147.0000

Sig. .188 1.000 1.000 1.000

 

 


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Majakani (Quercus Infectoria G. Olivier) Terhadap Tikus Putih Yang Diinduksi Karagenan

10 148 117

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan

5 51 113

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 30 101

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Majakani (Quercus Infectoria G. Olivier) Terhadap Tikus Putih Yang Diinduksi Karagenan

0 2 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Majakani (Quercus Infectoria G. Olivier) Terhadap Tikus Putih Yang Diinduksi Karagenan

0 0 27

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Majakani (Quercus Infectoria G. Olivier) Terhadap Tikus Putih Yang Diinduksi Karagenan

0 0 15

Uji Efek Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G. Olivier) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan

0 0 30

Uji Efek Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G. Olivier) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Efek Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G. Olivier) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan

0 1 25

Uji Efek Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G. Olivier) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan

0 0 14