iii. Digesti, adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50
o
C. iv.
Infundasi, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-
98
o
C selama waktu tertentu 15-20 menit. v.
Dekoktasi, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.
2.3 Parasetamol 2.3.1 Uraian Parasetamol
Parasetamol asetaminofen merupakan derivat para amino fenol, penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki
efek anti inflamasi yang bermakna. Hal ini disebabkan ketidakmampuan parasetamol menghambat siklooksigenase pada konsentrasi peroksida yang tinggi
pada keadaan inflamasi. Efek antipiretik didapat melalui penghambatan terhadap siklooksigenase di dalam hipotalamus.
Parasetamol tidak menghambat aktivasi neutrofil, tidak berpengaruh pada platelet, waktu perdarahan, eksresi asam urat, tidak berefek pada sistem respirasi
dan kardiovaskuler.
2.3.2 Struktur Kimia Parasetamol
Gambar 2.1 Struktur kimia parasetamol Ritter, 1999
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Sifat Zat Berkhasiat dan Sifat Fisika
Sifat-sifat parasetamol sinonim : 4-Hidroksiasetanilida yaitu, berat molekul BM: 151,16, rumus empiris C
8
H
9
NO
2
, pemerian serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit, kelarutan larut dalam air mendidih dan
dalam NaOH 1N, mudah larut dalam etanol, dan jarak lebur antara 168 ⁰ dan
172 ⁰ Dirjen, POM., 1995.
2.3.4 Farmakokinetik
Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30-60 menit, waktu paruh antara 1-3 jam
relatif tidak dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Parasetamol relatif didistribusikan secara merata ke seluruh jaringan tubuh. Sekitar 25 asetaminofen terikat oleh
protein plasma. Metabolisme oleh hati dan diubah menjadi parasetamol sulfat 60 dan glukuronida 35 yang secara farmakologik tidak aktif. Suatu
metablit minor sebagai produk dari hidroksilasi tetapi sangat aktif N-asetil-p- benzokuinonimine atau NAPQI pada dosis besar karena bersifat toksik terhadap
hati. Sebagian besar 90-100 parasetamol dieksresikan lewat ginjal dalam bentuk metabolitnya. Hanya sebagian kecil 3-5 dieksresikan dalam bentuk
utuh.
2.3.5 Dosis Terapi
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 125 mg5 ml. Selain itu parasetamol terdapat sebagai
sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet atau cairan. Dosis parasetamol untuk
Universitas Sumatera Utara
dewasa 300 mg-1 g per kali, dengan maksimum 4 g per hari. Dosis anak-anak 6- 12 tahun 150 mgkali, dengan maksimum 1,2 ghari. Anak 1-6 tahun 60-120
mgkali, dan bayi dibawah 1 tahun 60 mgkali pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari Ritter, 1999
2.3.6 Efek Samping
Umumnya parasetamol yang ditoleransi dengan baik pada dosis terapi, tetapi akan terjadi efek samping yang serius pada kasus keracunan parasetamol,
terutama timbul gagal hepar akut. Dosis toksik parasetamol pada dewasa adalah 8- 10 ghari, sedangkan pada anak adalah 200-250 mgkg bb Ritter, 1999.
2.3.7 Hepatoksisitas Parasetamol
Metabolisme hepatik
parasetamol lewat jalur enzim sitokrom P450
menghasilkan metabolit reaktif yangbersifat elektrofilik yang disebut NAPQI. sitokrom P450 yang paling berperan dalam metabolisme ini adalah CYP2E1,
meskipun enzim P450 yang lain seperti CYP3A4 dan CYP1A2 ikut berperan Goodman dan Gilman, 2007.
Pada kondisi normal, metabolit ini diinaktivasi oleh glutation dengan atau tanpa melibatkan enzim glutation reduktase. Terjadinya keracunan parasetamol
disebabkan karena cadangan glutation dengan cepat menurun, hal ini menyebabkan timbulnya akumulasi NAPQI di dalam hepatosit dan membentuk
ikatan kovalen dengan protein sel hepatosit, menghambat metabolisme oksidatif dan penurunan produksi ATP. Penurunan ATP intraseluler menyebabkan
gangguan pompa kalsium endoplasma. Penimbunan kalsium endoplasma menyebabkan aliran Ca
2+
ke dalam mitokondria, penurunan potensial membran mitokondria, dan menghambat sintesis ATP di mitokondria, selain itu
Universitas Sumatera Utara
hiperkalse Oxygen S
Taylor, 19
Gamb
RN mitokondr
molekul menginakt
berikatan ribose pol
rantai tung NAD
+
ke memperbe
emi intrasel Species
RO 995.
bar 2.2 Jalu
NS juga ria. Superok
nitrit NO tivasi ranta
dengan pus imerase PA
ggal. Aktiv protein in
erat hambat luler turut b
OSReactiv
r metabolism terbentuk
ksida O
2 -
O untuk m ai respirasi
sat Fe-S sec ARP yang
vasi PARP m nti dan ke
tan dalam s berperan m
ve Nitrogen
me paraseta sebagai
selain me membentuk
komplek cara irrever
dapat meny mentransfer
PARP itu sintetis ATP
memacu pen n Species
amol Good produk re
mbentuk H k peroksini
I, II, III, d sible. ONO
yebabkan pe r multipel “
sendiri. Ko P, di mana
ingkatan pr RNS Ch
dman dan G eaksi oksi
H
2
O
2
, juga b itritONOO
dan aconita OO
-
mengak emutusan D
“ADP ribos onsumsi N
resintesis N roduksi Rea
handrasoma
Gilman, 2007 idasi fosfo
bereaksi de O
-
. Peroks ase dengan
ktivasi poly- DNA rantai
se mioeties” NAD
+
akan NAD
+
akan active
, dan
7 orilasi
engan initrit
n cara -ADP
DNA ” dari
lebih lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak menghabiskan ATP. Keseluruhan rangkaian peristiwa di atas tidak berdiri sendiri, namun saling berkaitan membentuk suatu rantai yang semakin
memperburuk kondisi sel Ritter, 1999. Peningkatan
Ca
2+
mitokondria, penurunan potensial membran mitokondria, peningkatan ROS dan RNS, penurunan produksi ATP dan konsekuensi kerusakan
metabolik yang lain seperti akumulasi fosfat anorganik, asam lemak bebas, dan lisofosfatida menyebabkan peningkatan permeabilitas MPT Mitochondrial
Permeability Transition . Kedua membran mitokondria terbuka, produksi ATP
terhenti dan air masuk kedalam mitokondria yang menyebabkan pembengkakan dan inaktivasi mitokondria, apabila hanya beberapa mitokondria dalam sel yang
mengalami kerusakan, maka sel masih akan tetap survive dan mitokondria yang rusak akan di autofagi. Mitokondria yang rusak dalam jumlah yang lebih banyak,
akan menyebabkan aktivasi capcase yang berlanjut dengan apoptosis sel, sedangkan apabila jumlah mitokondria yang terinaktivasi mencakup seluruh
mitokondria di dalam sel, maka sintesis ATP secara oksidatif tidak akan terjadi. Akibat ketiadaan sintesis ATP secara oksidatif maka untuk mencukupi kebutuhan
ATP dilakukan dengan cara glikolisis. Apabila cadangan glikogen telah habis sedangkan mitokondria sudah dalam keadaan inaktivasi, maka proses degradasi
sel segera terjadi. Kegagalan mempertahankan struktur dan fungsi sel berakhir dengan nekrosis hepatosit Lorz, et al., 2005.
Area kerusakan hepatosit terbesar adalah di zona sentral zona 3 yang mengelilingi vena sentral. Hal ini karena, zona 3 merupakan area lobulus yang
mengandung konsentrasi CYP2E1 tertinggi dibanding zona lain sehingga
Universitas Sumatera Utara
metabolit reaktif NAPQI juga lebih banyak terakumulasi di zona sentral Fawcett, 1997.
Berat ringannya hepatotoksitas parasetamol tergantung pada beberapa faktor. Puasa saat keracunan parasetamol akan memperberat gejala klinik. Hal ini
berkaitan dengan rendahnya cadangan glutation dalam hati. Kecepatan pemberian antidotum N-acetylcystein NAC akan memperingan gejala hepatotoksitas
Fawcett, 1997.
2.4 Anatomi Hati