Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Pustaka 1. Kajian tentang Anak Tunarungu a. Pengertian Anak Tunarungu Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara Murni Winarsih, 207: 21. Tunarungu merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan keadaan individu yang mengalami ketidakmampuan atau gangguan pendengaran, meliputi keseluruhan gangguan pendengaran mulai dari yang ringan sampai pada tingkatan yang berat, digolongkan ke dalam kategori tuli dan kurang dengar Hallahan Kauffman, 2009: 342. Dari istilah tersebut beberapa ahli mengemukakan tentang pengertian tunarungu, diantaranya menurut Mohammad Efendi 2006: 59 mendefinisikan: “Tunarungu sebagai seseorang yang mengalami ketulian tunarungu berat jika ia kehilangan kemampuan mendengar 70 dB atau lebih menurut ISO sehingga ia akan mengalami kesulitan dalam memahami informasi yang disampaikan oleh orang lain meskipun menggunakan alat bantu dengan hearing aid atau tanpa alat bantu dengar. Kemudian yang dikategorikan lemah pendengaran adalah apabila anak mengalami kehilangan pendengaran antara 35-65dB sehingga mengalami kesulitan dalam mendengar, tetapi tidak terhalang untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain jika dibantu dengan alat bantu dengar hearing aid ”. 10 Melihat pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukan hambatan mendengar, yang meliputi seluruh hambatan mendengar dari yang paling ringan hingga yang paling berat, dan digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar.

b. Klasifikasi Anak Tunarungu

Menurut Samuel A. Kirk dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1995: 29 klasifikasi tunarungu dibagi menjadi: 1 0 dB : menunjukkan pendengaran yang optimal. 2 0 – 26 dB : menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran yang normal. 3 27 – 40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang letaknya strategis dan memerlukan terapi bicara tergolong tunarungu ringan. 4 41 – 55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara tergolong tunarungu sedang. 5 56 – 70 dB : hanya dapat mendengar suara dari jarak yang dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara yang khusus tergolong tunarungu agak berat. 6 71 – 90 dB : hanya dapat mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat bantu mendengar dan latihan bicara secara khusus tergolong tunarungu berat. 7 91 dB keatas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk proses menerima informasi, dan yang bersangkutan dianggap tuli tergolong tunarungu berat sekali. Berdasarkan pendapat diatas, klasifikasi tunarungu masih sangat luas lagi. Dapat dilihat untuk menentukan seseorang dalam kelompok tunarungu tertentu berdasarkan tingkat kehilangan pendengarannya, jika dicermati sangat bervariasi dimana yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Seseorang dikatakan tuli apabila mengalami kehilangan