7 penggunaan metode peer tutorial dalam meningkatkan kemampuan
artikulasi anak tunarungu.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu: kemampuan artikulasi siswa tunarungu di Sekolah Luar Biasa Bhakti Wiyata,
Kulon Progo.
1. Kemampuan artikulasi
Kemampuan artikulasi
adalah kesanggupan
siswa dalam
memahami bunyi konsonan dan vokal, menyadari bunyi konsonan dan vokal, dan meyadari pentingnya mengucapkan bunyi konsonan dan vokal,
serta mengucapkan huruf vokal dan konsonan “r” baik yang berada di suku
kata, awal kata, tengah kata, maupun akhir kata. 2.
Anak Tunarungu Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan tidak berfungsinya alat pendengaran sehingga mempengaruhi
dalam memperoleh informasi bahasa. Anak yang dimaksud adalah anak tunarungu yang ketika penelitian tercatat sebagai anak yang duduk di kelas
dasar IV di SLB Bhakti Wiyata, Kulon Progo. 3.
Metode Peer Tutorial Metode Peer Tutorial atau tutor sebaya merupakan metode
pembelajaran yang menunjuk dan menugaskan seorang atau beberapa anak untuk memberikan bantuan belajar kepada teman-teman sekelasnya. Tutor
8 tersebut diambil dari kelompok siswa yang memiliki prestasi yang lebih
tinggi daripada siswa-siswa lainnya.
9
BAB II KAJIAN TEORI
A.
Kajian Pustaka 1.
Kajian tentang Anak Tunarungu a.
Pengertian Anak Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan
tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara Murni Winarsih, 207: 21. Tunarungu merupakan
istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan keadaan individu yang mengalami ketidakmampuan atau gangguan pendengaran,
meliputi keseluruhan gangguan pendengaran mulai dari yang ringan sampai pada tingkatan yang berat, digolongkan ke dalam kategori tuli
dan kurang dengar Hallahan Kauffman, 2009: 342. Dari istilah tersebut beberapa ahli mengemukakan tentang
pengertian tunarungu, diantaranya menurut Mohammad Efendi 2006: 59 mendefinisikan:
“Tunarungu sebagai seseorang yang mengalami ketulian tunarungu berat jika ia kehilangan kemampuan mendengar 70 dB
atau lebih menurut ISO sehingga ia akan mengalami kesulitan dalam memahami informasi yang disampaikan oleh orang lain
meskipun menggunakan alat bantu dengan hearing aid atau tanpa alat bantu dengar. Kemudian yang dikategorikan lemah
pendengaran
adalah apabila
anak mengalami
kehilangan pendengaran antara 35-65dB sehingga mengalami kesulitan dalam
mendengar, tetapi tidak terhalang untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain jika dibantu dengan alat bantu dengar hearing
aid ”.