NILAI PENDIDIKAN DAN NILAI RELIGIUS PADA NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE SERTA KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP

(1)

ABSTRAK

NILAI PENDIDIKAN DAN NILAI RELIGIUS PADA NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE SERTA KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP

Oleh

HESTI

Masalah dalam penilitian ini adalah bagaimanakah nilai pendidikan dan religius yang terdapat dalam Novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye serta kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMP? Tujuan penelitian ini untuk menganalisis dan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan dan religius yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye, serta menguji kelayakannya bagi pembelajaran sastra di SMP.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian dideskripsikan berdasarkan kenyataan sebenarnya yang berupa tulisan, kemudian dianalisis dan ditafsirkan secara objektif kemudian dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian.

Berdasarkan hasil analisis data terhadap nilai pendidikan dan religius dalam novel Hafalan Shalat Delisa, dapat dipaparkan bahwa novel tersebut sangat sarat


(2)

dengan nilai pendidikan dan religius. Nilai-nilai pendidikan tersebut yakni nilai kejujuran, keberanian, amanah, keadilan, bijaksana, tanggung jawab, disiplin, mandiri, malu, kasih sayang, indah, toleran, dan cinta bangsa (kewargaan). Selanjutnya, nilai religius yang juga banyak terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa ialah berdasarkan aspek aqidah, syari’ah, dan akhlak.

Implikasi penelitian ini dikaitkan dengan pengajaran kesastraan bagi siswa di sekolah khususnya novel Hafalan Shalat Delisa sangat relevan dengan pembelajaran kesastraan di SMP. Hal ini didasarkan kepada tiga aspek pemilihan bahan pengajaran sastra, yakni aspek bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya. Selain itu, pembelajaran sastra menjadi salah satu materi ajar yang ada dalam Kurikulum 2013 untuk SMP. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye sangat relevan dijadikan sebagai bahan pembelajaran kesastraan di sekolah khususnya SMP.


(3)

Hesti

ABSTRACT

VALUES EDUCATION AND RELIGIOUS VALUES ON THE

NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA BY TERE LIYE

AND WORTHINESS AS A LITERARY MATERIALS IN JUNIOR HIGH SCHOOL

By HESTI

Problems in this research is how religious education and values contained in the Novel Hafalan Shalat Delisa by Tere Liye and worthiness as a literary materials in junior high? The purpose of this research was to analyze and describe the values and religious education in the novel Hafalan Shalat Delisa by Tere Liye, as well as test the worthiness of literary study in junior high.

The method used in this research is qualitative, descriptive method. Research Data has been described based on actual reality in the form of writing, then analyzed and interpreted objectively and described in accordance with the research objectives.

Based on the results of data analysis to the education and religious values in the novel Hafalan Shalat Delisa, can be presented that the novel is so laden with two values referred to, namely the value of education (honesty, boldness, trust, fairness, wisdom, responsibility, discipline, self, shame, compassion, tolerance, love, beautiful nation of citizenship). Furthermore, religious values are also


(4)

Hesti

widely featured in the novel Hafalan Shalat Delisa aspects of aqidah, syariah and morals.

The implication of this research is associated with literary tuition for students in the school of Hafalan Shalat Delisa novels in particular is very relevant to literary study in junior high. It is based on three aspects of literary teaching material selection, i.e. the aspects of language, psychology, and cultural background. In addition, literary studies is one of teaching in curriculum 2013 imaginable to junior high school. Thus, it can be said Hafalan Shalat Delisa novels work of Tere Liye very relevant as literary learning materials in schools especially in junior high school.


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kelurahan Kedaton, Bandar Lampung, 25 Juni 1987. Penulis adalah anak keempat (dari empat

bersaudara) pasangan Bapak A. Effendi Sanusi dan Ibu Helmiyati.

Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Gunung Terang, Bandar Lampung, tamat dan berijasah tahun 1999; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 22 Bandar Lampung, tamat dan berijasah tahun 2002; Sekolah Menengah Atas Sriwijaya, Bandar Lampung, tamat dan berijasah tahun 2005; STKIP PGRI Bandar Lampung, pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, tamat dan berijasah tahun 2009; Pada tahun 2012 penulis menjadi mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.


(10)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri teladan. Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya ini kepada

1. Mama dan Papa tersayang yang telah membimbing, mendoakan, dan membekaliku ilmu untuk mengarungi samudra kehidupan yang penuh dengan misteri ini;

2. Bidadari kecilku Regina Zarifa, yang selalu menangis ketika Bundanya sedang mengetik;

3. Suamiku Evi Saputra, orang yang selalu mendukung dan memotivasiku dalam menyelesaikan karya tulis ini;

4. Seluruh teman, kerabat yang telah membantu baik moral maupun spiritual; 5. Almamaterku, Universitas Lampung, yang telah mendewasakanku dalam


(11)

MOTO

Hidup adalah berjuang. Berjuang memerlukan pengorbanan. Jika tidak sanggup berkorban, janganlah Anda berjuang.

Jika tidak mau berjuang, berhentilah hidup. (A. Effendi Sanusi)

Jangan tergesa-gesa dalam bercinta, studi yang bagus dan karir yang cemerlang akan mengundang cinta yang

berkelas. (Mario Teguh)


(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Nilai Pendidikan dan Nilai Religius pada Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye serta Kelayakannya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMP”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak lepas dari bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Prof. Dr. Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku rektor Universitas Lampung; 2. Prof. Dr. Sudjarwo, M,S., selaku direktur Pascasarjana Universitas

Lampung

3. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

4. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung


(13)

dan pembimbing II yang selalu memberikan nasihat, saran-saran, kritik, motivasi dan dukungan;

5. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku ketua Program Studi Pascasarjana Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

6. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku pembimbing utama yang dengan sabar memberikan motivasi, bimbingan, arahan, saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

7. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam penyelesain tesis ini;

8. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univesitas Lampung;

9. Kepala Sekolah MTS Negeri 2 Bandar Lampung, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin;

10.Kepala SMP Al Kautsar Bandar Lampung, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin; 11.Kepala MTS Al Fatah Muhajirun Natar, Lampung Selatan, yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin; dan

12.Seluruh mahasiswa program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.


(14)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna. Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi kesempurnaan tesis ini sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini berguna dan bermanfaat bagi kita. Amin.

Bandarlampung, Juli 2014 Penulis,

Hesti


(15)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

II. KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pengertian Novel ... 11

2.2 Definisi Nilai ... 12

2.3 Definisi Pendidikan ... 15

2.4 Definisi Nilai Pendidikan ... 17

2.5 Definisi Religius ... 25

2.6 Definisi Nilai Religius ... 26

2.7 Konsep Religius secara Umum ... 26

2.7.1 Pengalaman Transendental Manusia ... 27

2.7.2 Corak Kepercayaan Kepada yang Gaib ... 27


(16)

2.9 Tujuan Pembelajaran Sastra di Sekolah ... 32

2.10 Kelayakan Novel sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMP ... 33

2.10.1 Aspek Kebahasaan ... 35

2.10.2 Aspek Psikologis ……… 35

2.10.3 Aspek Latar Belakang Budaya……… 37

III. METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Metode ... 39

3.2 Sumber Data ... 39

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4 Teknik Analisis Data ... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Hasil Penelitian ... 46

4.1.1 Nilai Pendidikan dalam Novel HSD ... 46

4.1.2 Nilai Religius dalam Novel HSD ... 77

4.2 Pembahasan Hasil Angket ... 88

4.2.1 Tanggapan Guru ... 88

4.2.2 Tanggapan Pakar ... 89

4.2.3 Tanggapan Siswa ... 90

4.2.4 Kelayakan Novel HSD sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMP ... 91

4.2.4.1 Aspek Kebahasaan ... 91

4.2.4.2 Psikologi ... 94

4.2.4.3 Latar Belakang Budaya ... 96

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 97

5.1 Simpulan ... 97

5.2 Saran ... 99


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1: Data penelitian nilai pendidikan dalam

novel Hafalan shalat Delisa karya Tere Liye …………. 102

Lampiran 2: Data penelitian nilai religius dalam

novel Hafalan shalat Delisa karya Tere Liye …………. 120

Lampiran 3: Analisis hasil angket ranah afektif siswa terhadap

kesastraan MTS Negeri 2 Bandar Lampung …………... 127

Lampiran 4: Analisis hasil angket ranah afektif siswa terhadap

Kesastraan SMP Al kautsar Bandar Lampung …………. 128

Lampiran 5: Analisis hasil angket ranah afektif siswa terhadap

Kesastraan MTS Al Fatah Natar ……….. 129

Lampiran 6: Analisis hasil angket implementasi nilai pendidikan

novel HSD (responden guru) ………. 130

Lampiran 7: Analisis hasil angket implementasi nilai religius

novel HSD (responden guru) ………. 132

Lampiran 8: Analisis hasil angket implementasi nilai pendidikan

novel HSD (responden pakar) ……… 133

Lampiran 9: Analisis hasil angket implementasi nilai religius


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sastra adalah tulisan yang bersifat imajinatif, selain berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga berguna untuk menambah pengalaman batin bagi para pembacanya. Oleh karena itu, sebuah karya sastra yang baik tidak hanya dipandang sebagai rangkaian kata tetapi juga ditentukan oleh makna yang terkandung di dalamnya dan memberikan pesan positif bagi pembacanya. Sementara itu, beberapa persoalan yang muncul dalam membahas masalah karya sastra antara lain yaitu kurangnya kemampuan pembaca dalam memahami unsur-unsur yang terdapat dalam suatu karya sastra. Hal ini yang menyebabkan sulitnya pembaca dalam menafsirkan karya sastra. Salah satu penyebab sulitnya pembaca dalam menafsirkan karya sastra, yaitu karena karya sastra tersebut memiliki struktur yang kompleks, unik, serta mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kritik terhadap karya sastra untuk menjelaskannya dengan disertai bukti-bukti hasil kerja analisis.

Karya sastra dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu sastra imajinatif dan nonimajinatif. Sastra imajinatif terdiri atas; puisi, prosa, dan drama, sedangkan sastra nonimajinatif terdiri atas; esai, kritik, biografi, otobiografi, sejarah, catatan harian, dan surat-menyurat. Karya sastra merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi. Hasil karya sastra dapat


(19)

2

berupa prosa dan puisi. Karya sastra prosa atau karangan bebas di antaranya cerpen, novel, dan roman, dalam bentuk puisi di antaranya puisi itu sendiri, pantun, syair, dan gurindam.

Novel merupakan karya sastra berbentuk prosa fiksi hasil pengungkapan pengalaman batin penulisnya. Novel disusun dengan menggunakan bahasa yang estetis, indah, dan terdapat berbagai permasalahan kehidupan, filsafah, ide-ide, dan gagasan yang dapat memperluas wawasan pembaca. Novel pun dapat dijadikan penyampaian amanat atau pesan penulisnya. Oleh karenanya, perlulah menganalisisnya dari berbagai sudut pandang. Hal demikian tentu saja bertujuan untuk mendapatkan kandungan isi dan pesan-pesan kehidupan, termasuk kandungan nilai-nilai di dalam novel itu sendiri.

Pembelajaran karya sastra (novel) pada jenjang SMP menjadi salah satu materi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam kurikulum 2013, pembelajaran karya sastra (novel) terdapat dalam Kompetensi Dasar 3.1 Memahami teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan. Setelah siswa memahami dan menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam suatu karya sastra (novel), diharapkan nilai-nilai yang positif di dalam novel dapat menjadi cermin dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari.

Salah satu novel yang cukup baik untuk diteliti, yakni novel yang berjudul Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye. Novel ini menceritakan tentang bacaan shalat anak umur 6 tahun, berlatar belakang bencana Tsunami di Lhok Nga Aceh. Meski disajikan dalam dunia kanak-kanak, tetapi secara umum tulisan ini sarat


(20)

3

akan makna yang tidak hanya ditujukan untuk kanak-kanak, melainkan juga untuk seluruh lapisan usia yang membacanya.

Adanya nilai pendidikan dan religius dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye, perlu juga dipaparkan pentingnya kedua nilai tersebut untuk dianalisis dan diimplementasikan dalam pembelajaran sastra di SMP. Pertama, nilai pendidikan yang terdapat dalam novel tersebut diharapkan akan membentuk pola pikir dan kepribadian siswa untuk dapat bersikap jujur, berani, amanah, adil, bijaksana, tanggung jawab, disiplin diri, mandiri, malu, kasih sayang, indah, toleransi, dan cinta bangsa. Kandungan nilai-nilai tersebut yang diilustrasikan dalam setiap tokoh-tokohnya sehingga secara tidak lansung akan sangat berpengaruh terhadap psikologi siswa. Kedua, dipandang dari nilai religiusnya, diharapkan juga akan membentuk pribadi siswa yang memiliki aqidah yang kuat terhadap Allah SWT, memiliki tingkat keimanan yang baik, seperti yang digambarkan oleh penulis novel tersebut. Bukan hanya itu, siswa juga akan belajar untuk mengintegrasikan nilai-nilai syariah dalam kehidupannya, seperti menjaga hubungan batinnya kepada Allah SWT dan hubungan baik dengan sesamanya. Bahkan, nilai-nilai religius dalam novel tersebut akan dapat mem-bentuk pribadi siswa yang berakhlak mulia, seperti beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan, berbakti kepada kedua orang tua, dan mampu menjadi pribadi yang mampu melihat dan menimbang setiap perbuatan baik atau buruk yang akan dilakukannya dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat.

Sehubungan dengan latar belakang masalah di atas, muncul ketertarikan untuk menganalisis novel tersebut khususnya dari nilai pendidikan dan religius yang


(21)

4

terkandung dalam sebuah novel (karya sastra) serta kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMP. Novel yang penulis gunakan sebagai bahan untuk dianalisis adalah novel yang berjudul Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye. Dipilihnya novel tersebut berdasarkan pertimbangan: (1) novel Hafalan Shalat Delisa merupakan novel yang relatif baik (telah mengalami tujuh belas kali cetak ulang), (2) isinya mengungkap masalah yang sering dijumpai dalam masyarakat, (3) bahasanya relatif mudah dipahami oleh siswa SMP, (4) novel Hafalan Shalat Delisa sudah pernah diangkat ke layar lebar (tahun 2011) dan mendapatkan penghargaan sebagai salah satu film terbaik, dan (5) di dalam novel tersebut ditampilkan nilai-nilai pendidikan serta religius yang baik untuk diteladani oleh masyarakat.

Pertimbangan lain perlunya menganalisis novel Hafalan Shalat Delisa ditinjau dari nilai pendidikan dan nilai religiusnya sebab penelitian-penelitian serupa pernah juga dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut di antaranya pernah dilakukan oleh Nur Alfin Hidayati (2012), mahasiswa Pascasarjana Program Studi Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2012. Tesisnya berjudul ’Analisis Psikologi Sastra dan Nilai -Nilai Pendidikan dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye’ bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan struktur sastra dalam novel Hafalan Shalat Delisa, (2) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan psikologi sastra dalam novel Hafalan Shalat Delisa, (3) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan psikologi sastra. Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, dan kalimat yang terdapat


(22)

5

dalam novel Hafalan Shalat Delisa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan metode telaah. Analisis data dilakukan secara analisis isi. Validitas data yang digunakan menggunakan triangulasi data untuk mengumpulkan data yang sama atau sejenis.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Purwandaru Akbarsyah (2013), mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta 2013 dalam bentuk skripsi dengan judul ’Analisis Nilai Pendidikan dalam Novel Ayahku (bukan) Pembohong Karya Tere Liye dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA’. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ayahku (bukan) Pembohong dan Implikasinya terhadap Pembelajaran sastra di SMA. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik analisis data yang bertujuan untuk mengetahui lebih jauh mengenai pesan-pesan pendidikan yang terdapat dalam novel Ayahku (bukan) Pembohong. Hasil penelitian ini menemukan nilai pendidikan yang terdiri dari; (1) nilai pendidikan agama dan budi pekerti, (2) nilai pendidikan kecerdasan keterampilan, dan (3) nilai pendidikan kewarganegaraan.

Selanjutnya, Wahyu Eko Pratomo Aji (2012), mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo (2012) melakukan penelitian yang sejenis pula. Skripsinya berjudul ‘Nilai-Nilai Pendidikan Moral Tokoh Utama Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA’. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan (1) nilai-nilai pendidikan moral tokoh utama novel


(23)

6

Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye, (2) skenario pembelajaran nilai-nilai pendidikan moral tokoh utama novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye di kelas XI SMA. Teori yang digunakan adalah teori sosiologi sastra. Teknik penelitian skripsi ini menggunakan teknik observasi, pustaka, dan catat. Dari penelitian ini diperoleh hasil (1) nilai-nilai pendidikan moral tokoh utama yang berhubungan dengan diri sendiri yang meliputi kejujuran, tidak putus asa, menghargai waktu, sabar, tanggung jawab, iri hati, dan pembohong, (2) nilai-nilai pendidikan moral tokoh utama yang berhubungan dengan manusia lain meliputi dermawan, tolong-menolong, setia kawan, dan suka memberi nasihat, dan (3) nilai-nilai pendidikan moral tokoh utama yang berhubungan dengan Tuhannya meliputi; taat dan bersyukur.

Penelitian relevan yang lainnya dilakukan oleh Helliyatun (2009) mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2009), dengan judul ‘Nilai-Nilai Religius dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye dan Relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam’. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pesan-pesan agama yang ada dalam sebuah karya sastra novel Hafalan Shalat Delisa, yakni tentang nilai-nilai religius. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan semiotik, sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis isi. Hasil penelitian ini menunjukkan novel Hafalan Shalat Delisa mengandung nilai-nilai religius dalam hal pendidikan


(24)

7

aqidah, syariah dan akhlak yang mempunyai relevansi dengan tujuan dan materi pendidikan agama Islam.

Merujuk pada beberapa penelitian yang terdahulu dan permasalahan yang ada, penelitian ini mempunyai rumusan masalah dan tujuan yang berbeda dengan penelitian terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu umumnya lebih kepada kajian isi berdasarkan satu aspek, seperti nilai psikologi, nilai religius, nilai pendidikan, dan direlevansikan dengan pembelajaran sastra di sekolah. Adapun penelitian yang penulis lakukan terhadap novel Hafalan Shalat Delisa dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu berbeda dalam kajian analisis lebih kompleks. Bahkan, penelitian yang penulis lakukan tidak sekadar melihat kandungan dua nilai tersebut, tetapi juga menguji kelayakan novel tersebut sebagai materi pembelajaran sastra bagi siswa di sekolah sehingga tidak hanya isi novel yang dapat bermanfaat bagi siswa tetapi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya untuk kesastraan dan umumnya untuk pembelajaran bahasa Indonesia.

Persoalan lainnya yang menarik dalam penelitian ini sehingga perlu dilakukan penelitian karena kondisi di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan kepribadian siswa terlihat menurun. Sikap-sikap yang apatis terhadap peraturan sekolah, kurang disipilin dalam berbagai hal, baik berpakaian maupun tidak disiplin waktu, menurunnya sikap sopan santun terhadap guru atau kepada yang lebih tua, seringnya berkata kotor dan sikap-sikap negatif lainnya yang berpotensi merugikan diri siswa maupun orang lain. Pembelajaran Pkn yang diterima siswa di sekolah juga dianggap belum memberikan dampak positif terhadap perubahan sikap atau prilaku siswa dalam kedidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di


(25)

8

lingkungan tempat tinggal siswa. Pembelajaran agama yang juga diterima oleh siswa di sekolah juga dianggap belum sepenuhnya memberikan arahan kepada siswa untuk taat menjalankan aturan-aturan agama, seperti tidak rajin sholat bagi yang muslim, berkata kasar kepada orang tua, berpuasa namun pura-pura, kurang amanah, dan lainnya.

Persoalan-persoalan yang terjadi pada siswa tersebut menjadi perhatian khusus bagi para guru. Guru sudah berusaha memberikan pembelajaran karakter kepada siswa. Meskipun ada perubahan sikap dalam diri siswa tetapi hal itu dirasakan belum maksimal. Oleh karena itu, pembelajaran kesastraan di sekolah sangat perlu diberikan kepada siswa sebagai salah satu alternatif untuk memberikan pembelajaran karakter dalam diri siswa. Siswa perlu diarahkan untuk membaca karya sastra seperti novel. Hal tersebut penting sebab dalam novel mengandung banyak pembelajaran kehidupan yang dapat memberikan efek positif dalam membentuk karakter siswa menjadi lebih baik.

Salah satu novel yang dapat dijadikan alternatif bacaan siswa sebagai bahan ajar kesastraan di sekolah yakni novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye. Novel tersebut dinilai dapat memberikan pembelajaran karakter bagi siswa sebab novel tersebut mengandung nilai pendidikan dan religius. Nilai pendidikan yang ada dalam novel tersebut sangat mungkin memberikan perubahan sikap siswa menjadi lebih baik, seperti jujur, berani atas suatu kebenaran, disiplin, mandiri, dan kasih sayang. Demikian pula dengan nilai religius yang digambarkan dalam novel, akan dapat memberikan tuntunan kepada siswa untuk selalu taat kepada kedua orang tua, berkata santun, amanah, rajin menjalankan sholat, bertanggung jawab, selalu


(26)

9

mengingat atas kebesaran Tuhan, tawakal, dan berbagai sikap lainnya, yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa di rumah dan di sekolah. Dari persoalan tersebut, perlu sekali mengarahkan siswa untuk menjadikan novel Hafalan Shalat Delisa yang sarat dengan nilai pendidikan dan religius sebagai salah satu bahan pembelajaran sastra di sekolah dalam rangka mendukung pembentukan karakter siswa yang lebih baik. Oleh karena itulah penelitian ini difokuskan kepada kajian nilai pendidikan dan religius dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye serta kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMP.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu ‘Bagaimanakah nilai pendidikan dan religius yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye serta kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMP?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1.3.1 Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan, dan nilai religius yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.

1.3.2 Mendeskripsikan kelayakan nilai pendidikan dan nilai religius dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye bagi pembelajaran sastra di SMP.


(27)

10

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk hal sebagai berikut. 1. Dapat menjadi nilai tambah bagi pembaca dan penikmat sastra tentang

pentingnya mengkaji nilai-nilai pendidikan dan religius dalam novel serta dijadikan alternatif sumber pembelajaran kesastraan bagi siswa di sekolah. 2. Untuk menambah wawasan bagi guru bidang studi Bahasa dan Sastra

Indonesia khususnya dan bagi masyarakat penikmat sastra pada umumnya, berkenaan dengan teori apresiasi sastra dalam novel serta kaitannya dengan upaya meningkatkan motivasi siswa khususnya dalam pembelajaran kesastraan di sekolah.


(28)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Novel

Novel merupakan sebuah genre sastra yang memiliki bentuk utama prosa, dengan panjang yang kurang lebih bisa untuk mengisi satu atau dua volume kecil, yang menggambarkan kehidpuan nyata dalam suatu plot yang cukup kompleks (Aziez dan Hasim, 2010: 7). Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang agak panjang dan meninjau kehidupan sehari-hari (Priyatni, 2010:124). Dalam buku Sumardjo (2004: 82) dikemukakan bahwa pengertian novel adalah cerita fiktif yang panjang, bukan hanya panjang dalam arti fisik, tetapi juga isinya, novel terdiri dari satu cerita yang pokok, dijalin dengan beberapa cerita sampingan yang lain, banyak tokoh, banyak kejadian dan kadang banyak masalah juga, yang semuanya itu harus merupakan sebuah kesatuan yang bulat.

Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, dalam buku Ibrahim (1986: 5.10) dikemukakan bahwa novel adalah karya sastra yang menceritakan suatu peristiwa yang luar biasa dalam kehidupan manusia, yaitu dari kejadian-kejadian ini lahir suatu peristiwa yang mengalih atau mengubah jurusan nasib pelakunya. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita” (Sadikin, 2011: 42). Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti


(29)

12

baru‟. Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian. Sebuah roman atau novel ialah terutama sekali sebuah eksplorasi atau suatu kronik penghidupan; merenungkan, dan melukiskan dalam bentuk tertentu, pengaruh, ikatan, hasil, kehancuran, atau tercapainya gerak-gerik manusia (Tarigan, 2011: 167). Novel adalah cerita yang menampilkan suatu kejadian luar biasa pada kehidupan pelakunya, yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya. Novel merupakan roman yang lebih pendek (Wiyanto, 2012: 213).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah cerita yang merangkum tentang kehidupan beserta problematika pelakunya, di dalamnya terdapat unsur-unsur pokok seperti penokohan, alur, tema, latar, sudut pandang dan gaya bahasa, serta di dalamnya terdapat pesan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca.

Novel yang penulis gunakan sebagai bahan penelitian adalah novel yang berjudul Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika Penerbit.

2.2Definisi Nilai

Sebelum membahas tentang nilai-nilai yang akan dianalisis dalam novel Hafalan Shalat Delisa, terlebih dahulu akan dipaparkan pengertian nilai dari beberapa ahli.

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, dan ideal (Lubis, 2011:17). Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal yang tentang baik buruk, benar salah, patut tidak patut, hina mulia, maupun penting


(30)

13

tidak penting. Nilai adalah gagasan tentang apakah pengalaman itu berarti atau tidak. Nilai hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau benar (Setiadi, 2011:118).

Nilai dibedakan menjadi tiga macam antara lain

1) Nilai material, yaitu meliputi berbagai konsepsi tentang segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. Misalnya nilai tentang baik buruknya atau harga suatu benda yang diukur dengan alat ukur tertentu seperti uang, atau benda-benda berharga lainnya. Misalnya tipe rumah akan dinilai layak atau tidak, baik atau buruk tergantung bagaimana corak atau tipenya.

2) Nilai vital, yaitu meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktifitas. Suatu benda akan dinilai dari daya guna yang dimiliki oleh benda tersebut, misalnya pasir akan bernilai karena digunakan untuk membuat konstruksi bangunan, tetapi ketika pasir berada di gurun pasir tentu tidak bernilai sebab, di sana pasir tidak berguna.

3) Nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai konsep yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia, seperti:

a. Nilai kebenaran, yang bersumber pada rasio (akal manusia). b. Nilai keindahan, yang bersumber pada unsur perasaan . c. Nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak.

d. Nilai keagamaan, yang bersumber pada kitab suci wahyu Tuhan, (Setiadi, 2011:124).


(31)

14

Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai (Lubis, 2011:116). Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk, sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman dalam seleksi perilaku yang ketat, Soelaeman (2005).

Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yang menyebabkan terdapat bermacam-macam nilai antara lain.

1) Dilihat dari kemampuan jiwa manusia, nilai dapat dibedakan menjadi dua kelompok: (a) nilai yang statis, seperti kognisi, emosi, konasi, dan psikomotor, dan (b) nilai/kemampuan yang dinamik, seperti motif, berafiliasi, motif berkuasa, dan motif berprestasi.

2) Berdasarkan pendekatan budaya manusia, nilai hidup dapat dibagi ke dalam tujuh kategori: (a) nilai ilmu pengetahuan, (b) nilai ekonomi, (c) nilai keindah-an, (d) nilai politik, (e) nilai keagamaan, (f) nilai kekeluargaan, dan (g) nilai kejasmanian.

3) Nilai bila dilihat dari sumbernya terdapat 2 jenis: (a) nilai Ilahiyah, (b) nilai insaniyah. Nilai Ilahiyah adalah nilai yang bersumber dari agama (wahyu allah), sedangkan nilai insaniyah adalah nilai yang diciptakan oleh manusia pula.

4) Dilihat dari segi ruang lingkup dan keberlakuannya, nilai dapat dibagi menjadi nilai-nilai universal dan nilai-nilai lokal. Tidak semua nilai-nilai agama itu universal, demikian pula ada nilai-nilai insaniyah yang bersifat


(32)

15

universal. Dari segi keberlakuan masanya, nilai dapat dibagi menjadi (a) nilai-nilai abadi, (b) nilai pasang surut, dan (c) nilai temporal.

5) Ditinjau dari segi hakikatnya, nilai dapat dibagi menjadi: (a) nilai hakiki (root values) dan (b) nilai instrumental. Nilai-nilai yang hakiki itu bersifat universal dan abadi, sedangkan nilai-nilai instrumental dapat bersifat lokal, pasang surut dan temporal (Lubis, 2011:18-19).

Berdasarkan beberapa pengertian tentang nilai di atas, penulis menyimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang dapat dianggap bermakna, dapat pula diartikan sebagai kualitas tentang suatu hal, dalam nilai terkandung sesuatu apakah itu baik atau buruk, benar atau salah, tetapi pada prinsipnya di dalam nilai tidak menghakimi sesuatu.

2.3Definisi Pendidikan

Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, khususnya pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pasal 30 ayat 2 dijelaskan pula bahwa pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.


(33)

16

Pendidikan secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “Paedogogike”, yang terdiri atas kata “Pais”yang berarti Anak” dan kata“Ago”yang berarti “Aku membimbing”. Paedogogike berarti aku membimbing, anak Hadi (dalam Amalia, 2010).

Pendidikan berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (Tatang, 2012:13). Dalam buku Tatang, dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya sehingga ia mencapai kualitas diri yang lebih baik (Tatang, 2012:14).

Pendidikan berarti mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmani, pikiran, maupun tehadap ketajaman hati nuraninya. Pendidikan dapat berbasis pada kebudayaan masyarakat, nilai-nilai agama, serta visi dan misi lembaga pendidikan. Pendidikan dapat berjalan baik secara formal maupun informal (Tatang, 2012:17).

Dari beberapa pendapat tentang pendidikan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menerima sesuatu hal yang baru (dalam hal ini yang bersifat positif), dan untuk mencapai tujuan akhir yang baik.


(34)

17

2.4Definisi Nilai Pendidikan

Dari kedua definisi di atas, yaitu definisi tentang nilai dan pendidikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya.

Dari pendapat tentang nilai pendidikan di atas, penulis meyimpulkan bahwa nilai pendidikan adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam suatu karya yang dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai salah satu bahan penunjang dalam pendidikan.

Bagaimana tentang nilai pendidikan dalam karya sastra? Nilai pendidikan dapat bermanfaat bagi kehidupan kita sehari-hari, karena nilai-nilai tersebut dapat kita jadikan tauladan dalam bersikap dan berperilaku. Karya sastra yang baik setidaknya harus memiliki nilai-nilai pendidikan yang disampaikan oleh pengarangnya. Nilai-nilai pendidikan itu dapat berupa nilai sosial, nilai religius, nilai psikologis, dan lain-lain. Oleh karena itu, nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra.

Nilai-nilai dalam suatu karya dapat berupa:

1) Nilai hedonik, yaitu bila nilai dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada kita,


(35)

18

2) Nilai artistik, bila suatu karya dapat memanifestasikan seni atau keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya itu,

3) Nilai kultural, bila suatu karya mengandung hubungan yang mendalam dengan masyarakat, peradaban, atau kebudayaan,

4) Nilai etis, moral, religius, bila dari suatu karya terpancar ajaran-ajaran yang ada kaitannya dengan etika, moral, agama,

5) Nilai praktis, bila terdapat karya-karya yang mengandung hal-hal praktis yang dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari (Tarigan, 2011:194).

Nilai-nilai yang menjadi acuan penetapan tujuan pendidikan dan membimbing proses pendidikan adalah sebagai berikut.

1) Nilai material, memelihara keberadaan manusia dari segi materi,

2) Nilai sosial, yang lahir dari kebutuhan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya,

3) Nilai intelektual, yang berkaitan dengan kebenaran pemikiran dan penting bagi para penuntut ilmu,

4) Nilai estetis, yang berhubungan dengan apresiasi terhadap keindahan, 5) Nilai etis yang menjadi sumber kewajiban dan tanggung jawab,

6) Nilai religius dan spiritual yang menghubungkan manusia dengan pencipta-nya. Nilai religius atau spiritual dan nilai etis, nilai inilah yang menjadi acuan bagi nilai-nilai lainnya (Tatang, 2012:74).


(36)

19

Nilai pendidikan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam berperilaku adalah sebagai berikut.

1) Jujur

Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan (Nashir, 2013:71). Jujur yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan (Syarbini, 2014:37). Kejujuran adalah sebuah sikap hati yang baik yang mendatangkan keberuntungan, karena dapat mendorong terwujudnya kerjasama dan kepercayaan antara satu sama lain, Antonius dkk (2004:311).

Contoh perilaku hidup jujur dalam kehidupan sehari-hari ialah tidak mencontek saat ulangan sedang berlangsung, seorang karyawan tidak mau diajak oleh rekan dan atasannya untuk korupsi, mengakui kesalahan yang telah kita perbuat kepada orang tua, dan lain-lain.

2) Berani

Berani ialah “mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya, tidak takut” (Nashir, 2013:73).

Contoh sikap berani dalam kehidupan sehari-hari ialah berani memperingati teman yang berperilaku meyimpang, berani mengemukakan pendapat di forum resmi, berani untuk menegur atasan yang bersifat arogan, berani mengungkapkan kebenaran meski dengan resiko terburuk sekalipun, dan lain-lain.


(37)

20

3) Amanah

Amanah (al-amanat) ialah sesuatu yang dipercayakan kepada orang lain, keamanan, ketentraman, atau dapat dipercaya (Nashir, 2013:76). Contoh sikap hidup amanah dalam kehidupan sehari-hari ialah seorang pembantu rumah tangga yang sedang ditinggal pergi oleh majikannya ke luar kota, pembantu tersebut dipercaya oleh majikannya untuk menjaga rumah beserta isinya. Meskipun ada kesempatan untuk mencuri atau berbuat hal-hal lainnya dengan sesuka hati, namun pembantu rumah tangga tersebut tetap menjaga kepercayaan majikannya dengan cara menjaga rumah dan tidak mengambil sesuatu yang bukan hak miliknya.

4) Adil

Keadilan berasal dari kata adil. Keadilan berarti sifat, perbuatan, perlakuan, dan keadaan yang adil. Keadilan secara umum sering diartikan menempatkan sesuatu pada posisinya secara tepat dan benar (Nashir, 2013:78). Contoh perilaku hidup adil dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat dari sikap seorang guru. Seorang guru yang adil harus memberi hukuman yang sama kepada siswanya yang berbuat salah. Tidak peduli apakah salah satu dari siswa tersebut adalah kerabat, tetangga, atau bahkan anak kandungnya sendiri. Pemberian nilai yang dilakukan oleh seorang gurupun harus adil. Nilai diberikan kepada siswa sesuai dengan kemampuan yang dicapai siswa tanpa adanya unsur-unsur yang lain (nepotisme).

5) Bijaksana

Bijaksana sama dengan arif, yakni cerdik dan pandai “paham”. Orang bijaksana dikesankan sebagai manusia yang pandai mengambil sikap, keputusan, dan


(38)

21

tindakan yang moderat dari berbagai hal yang ekstrem (Nashir, 2013:80). Bijaksana dapat diartikan sebagai suatu sikap atau perbuatan yang benar-benar ada kejelasan antara proses dan tujuannya. Contoh sikap hidup bijaksana dapat kita lihat dari sikap seorang atasan yang disenangi oleh bawahannya. Seorang atasan yang bijaksana akan mendengarkan saran, kritikan, masukan, bahkan cemohan sekalipun dari bawahannya tanpa memiliki sikap dendam terhadap saran dan kritikan tersebut. Jika seorang atasan tidak bijaksana, maka banyak kemungkinan buruk dapat terjadi dan tidak menutup kemungkinan ia akan dilengserkan oleh bawahannya.

6) Tanggung Jawab

Tanggung jawab ialah kesadaran dari dalam diri sendiri untuk melaksanakan tugas atau kewajiban (Nashir, 2013:82). Tanggung jawab adalah perluasan dari sikap hormat. Jika kita menghormati orang lain, berarti kita menghargainya. Jika kita menghargai mereka, berarti kita merasakan tanggung jawab tertentu terhadap kesejahteraan mereka (Lickona, 2013:63). Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, baik terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), maupun negara dan Tuhan Yang Maha Esa, (Syarbini, 2014:39).

Contoh sikap hidup tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat pada ilustrasi seorang anak yang sedang bermain bola dan secara tidak sengaja memecahkan kaca jendela tetangganya. Anak tersebut berani mengakui dan mempertanggung jawabkan kesalahannya meskipun ia harus menerima resiko dimarahi oleh tetangga maupun oleh orang tuanya sendiri. Contoh lainnya dapat kita lihat dari seorang kakak yang mendapat tugas kecil untuk menjaga adiknya


(39)

22

yang sedang bermain dan diajarkan bertanggung jawab atas segala resiko (kecil) jika ada sesuatu yang menimpa adiknya.

7) Disiplin

Disiplin ialah tata tertib atau ketaatan (kepatuhan) pada peraturan (Nashir, 2013:85). Contoh perilaku hidup disiplin dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat pada siswa sekolah. Setiap hari Senin atau hari-hari besar nasional mereka diwajibkan untuk mengikuti upacara Mereka juga diwaajibkan untuk memakai atribut sekolah yang lengkap seperti topi, dasi, dan sepatu berwarna hitam. Peraturan sekolah yang menanamkan sikap disiplin dapat terlihat pada jam masuk sekolah yang mewajibkan siswanya untuk datang 15 menit sebelum bel masuk berbunyi.

8) Mandiri

Mandiri dapat diartikan sebagai “keadaan dapat berdiri sendiri” atau “tidak bergantung kepada orang lain” (Nashir, 2013:86). Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas (Syarbini, 2014:38). Contoh sikap hidup mandiri dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat pada seorang anak yang diajarkan sejak dini oleh orang tuanya untuk membereskan tempat tidur setelah ia bangun tidur. Seorang anak balita dapat juga diajarkan bersikap mandiri untuk membereskan mainannya ke tempat semula. Mencuci dan menyetrika seragam sekolah yang dilakukan sendiri oleh seorang anak dapat pula dijadikan tauladan untuk bersikap mandiri.


(40)

23

9) Malu

Malu atau dalam bahasa Arab disebut “al-haya” ialah perasaan tidak enak terhadap sesuatu yang dapat menimbulkan cela dan aib, baik berupa perkataan atau perbuatan (Nashir, 2013:87). Contoh perilaku hidup malu dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada siswa ialah malu bila datang terlambat ke sekolah, malu bila tidak memakai atribut sekolah yang lengkap, dan malu bila tidak membuat pekerjaan rumah.

10) Kasih Sayang

Kasih sayang atau cinta kasih ialah perasaan suka, simpati, dan menyayangi terhadap sesuatu dengan sepenuh hati (Nashir, 2013:90). Contoh perilaku hidup kasih sayang ialah saling menyayangi antara sesama manusia yaitu, antara orang tua dan anak, antara kakak dan adik. Antara manusia dengan hewan peliharaannya (misalnya kucing, burung, dan sebagainya). Antara manusia dengan lingkungan sekitarnya (alam) yaitu dengan cara tidak merusak tumbuh-tumbuhan dan ekosistem di sekitarnya, kasih sayang terhadap lingkungan dapat diwujudkan dengan cara merawat dan menjaganya.

11) Indah

Indah ialah suatu keadaan yang enak dipandang, elok, bagus, dan benar yang memancarkan harmoni (Nashir, 2013:92). Contoh sederhana dari perilaku hidup indah ialah seseorang yang menyukai tanam-tanaman sudah pasti orang tersebut menyukai keindahan dan mencintai alam di sekitarnya, pelukis yang menyukai seni dan gambar abstrak, senang akan kerapihan dan kebersihan juga merupakan contoh perilaku hidup indah.


(41)

24

12) Toleran

Toleran ialah “bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelaku-an, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri” (Nashir, 2013:93). Toleran adalah sikap tetap menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan menghargai agama serta kepercayaan orang lain (Antonius dkk, 2004:357). Toleransi yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya (Syarbini, 2014:37). Toleransi adalah sikap yang adil dan obyektif terhadap semua orang yang memiliki perbedaan gagasan, ras, atau keyakinan dengan kita (Lickona, 2013:65).

Contoh perilaku hidup toleran dalam kehidupan sehari-hari adalah saling menghargai perbedaan antar umat beragama, dan tidak mencemooh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh agama lain, meskipun menurut pandangan kita hal itu kurang benar (tidak sepaham).

13) Cinta Bangsa (Kewargaan)

Kewargaan atau kewarganegaraan adalah hal yang berhubungan dengan warga negara, keanggotaan sebagai warga negara. Kewarganegaraan merupakan keadaan dari sikap warga negara yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Nashir, 2013:95). Cinta bangsa (tanah air) yaitu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa (Syarbini, 2014:38). Contoh perilaku hidup yang


(42)

25

mencerminkan cinta bangsa (kewargaan) ialah mau membantu masyarakat, terlibat dalam urusan masyarakat, taat hukum dan peraturan, melindungi lingkungan, dan menjadi relawan.

Berdasarkan beberapa definisi tentang nilai-nilai pendidikan di atas, dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye, penulis mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Nashir (2013: 71). Hal itu dikarenakan pendapat Nashir lebih mudah untuk dipahami dan nilai-nilai yang dikemukakan olehnya lebih mudah untuk dicerna oleh siswa SMP.

2.5Definisi Religius

Kata religiousity berarti religious feeling or sentiment, atau perasaan keagamaan. Religi menurut asal kata berarti ikatan atau pengikatan diri (Atmosuwito, 2010:123). Religius adalah perasaan keagamaan, yaitu segala perasaan batin yang ada hubungannya dengan Tuhan. Perasaan dosa (guilt feeling), perasaan takut (fear to God), kebesaran Tuhan (God’s glory) (Atmosuwito, 2010: 124). Dalam buku Aminuddin dikemukakan bahwa istilah religi menurut asal katanya berarti ikatan atau pengikatan diri. Oleh sebab itu, religi tidak hanya untuk kini atau nanti melainkan untuk selama hidup (Aminuddin, 2005:39). Religius diambil dari bahasa Latin relego, dimaksudkan dengan menimbang kembali atau prihatin tentang..., seorang yang religius dapat diartikan sebagai manusia yang berarti , yang berhati nurani serius, saleh, teliti, dan penuh dengan pertimbangan spiritual (Lathief, 2010: 175).

Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun


(43)

26

dengan pemeluk agama lain (Syarbini, 2013:37). Religiusitas pada hakikatnya merupakan sikap yang mencerminkan rasa cinta-kasih-rindu, rasa ingin bertemu-bersatu, rasa ingin mencapai eksistensi bersama dengan yang ”Nun Jauh di Sana”, yakni Sang Mahaperkasa, yang semua itu berpangkal pada rasa dan hati nurani pribadi (Depdiknas, 2002: 18).

Dari beberapa pendapat dan pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa religius berarti keyakinan atau keimanan kepada Tuhan tentang suatu nilai, baik atau buruk, benar atau salah, dan diwujudkan dalam bentuk pengikatan diri.

2.6 Definisi Nilai Religius

Nilai religius adalah nilai yang berkenaan dengan nilai-nilai dalam pendidikan agama. Nilai religius dapat pula diartikan sebagai nilai yang membahas tentang hubungan manusia dengan Tuhan sebagai penciptanya.

2.7 Konsep Religius secara Umum

Berbicara tentang religius berarti kita juga membicarakan tentang kepercayaan dan iman. Membicarakan tentang manusia dengan Tuhan berarti berkaitan pula dengan iman dan agama. Hubungan antara keduanya bukanlah sebuah keniscayaan, sehingga dengan memiliki yang satu otomatis juga memiliki yang lain. Orang beragama belum tentu beriman, dan orang beriman tidak harus beragama secara eksplisit. Namun yang terbaik adalah kita beragama dan sekaligus juga beriman (Antonius dkk, 2004: 2).


(44)

27

2.7.1 Pengalaman Transendental Manusia

Kepercayaan kepada hal gaib merupakan kepercayaan manusia tentang adanya suatu kekuatan yang mengelilingi hidupnya, melebihi kekuatan dunia ini, yang dapat mempengaruhinya, dan bahwa manusia dapat mendekatinya. Kepercayaan akan hal-hal gaib sebagaimana berkembang dalam diri bangsa primitif, sering dianggap sebagai kepercayaan yang salah dan harus ditinggalkan. Sebaliknya, dapat dikatakan juga ada banyak yang mengakuinya bahwa inilah cikal bakal muncul dan berkembangnya kepercayaan manusia akan Tuhan (Antonius dkk, 2004: 8).

2.7.2 Corak Kepercayaan Kepada yang Gaib

Kepercayaan manusia kepada hal gaib memiliki beberapa corak, terutama menyangkut obyek kepercayaan, tujuan yang ingin dicapai, dan cara-cara berhubungan dengan hal gaib, baik yang sifatnya primitif (praktek magi), sampai pada praktek mutakhir yakni praktek hidup beragama secara eksplisit (Antonius dkk, 2004: 14).

Bangsa primitif mengenal praktek magi, yaitu suatu kepercayaan dan praktek yang mana menurut manusia yakin bahwa secara langsung mereka dapat mempengaruhi kekuatan alam, daya-daya yang lebih tinggi, yang dapat dimanipulasi, entah untuk tujuan baik atau tujuan buruk. Dalam magi terjadi maniulasi daya-daya alam untuk mencapai tujuan-tujuan yang bersifat individual, misalnya untuk kematian seorang musuh (dengan cara menyantet), agar cintanya diterima (dengan cara memelet), penyembuhan penyakit, tercapainya kemakmur-an, kemenangan atas suatu perang, dan lain sebagainya (Antonius dkk., 2004: 15).


(45)

28

2.8 Konsep Religius Secara Islam

Dalam penelitian ini, nilai religius yang akan dibahas adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan agama islam, hal itu dikarenakan novel yang dipilih oleh penulis adalah novel yang berjudul Hafalan Shalat Delisa, yang di dalamnya menceritakan tentang hafalan shalat anak usia 6 tahun. Setelah membaca judul novel tersebut, sudah dapat diketahui bahwa isi novel tersebut bernuansakan agama islam yang kental. Dalam buku Lubis (2011:24) dikemukakan bahwa terdapat tiga komponen pokok di dalam agama Islam, yang mana komponen-komponen tersebut merupakan struktur yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut;

1) Aqidah

Aqidah adalah dimensi ideologi atau keyakinan dalam Islam. Ia menunjuk kepada beberapa tingkat keimanan seseorang muslim terhadap kebenaran Islam, terutama mengenai pokok-pokok keimanan Islam. Pokok-pokok keimanan dalam Islam menyangkut keyakinan seseorang terhadap Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab, nabi dan Rasul Allah, hari akhir, serta Qadha dan Qadar (Lubis, 2011: 25). Dalam buku Lubis dikemukakan bahwa aqidah atau iman berisi keyakinan akan adanya Allah dan para Rasul yang diutus dan dipilihNya untuk menyampaikan risalahNya kepada umat melalui malaikat yang dituangkan dalam kitab-kitab suciNya. Ia berisikan tentang adanya hari akhirat dan adanya suatu kehidupan sesudah mati, serta informasi tentang segala sesuatu yang telah direncanakan dan ditentukan Allah SWT. (Lubis, 2011:25).


(46)

29

2) Syariah

Syariah merupakan aturan atau undang-undang Allah SWT tentang pelaksanaan dan penyerahan diri secara total melalui proses ibadah secara langsung maupun tidak langsung kepada Allah SWT dalam hubungan dengan sesama makhluk lain, baik dengan sesama manusia, maupun dengan alam sekitar (Lubis, 2011: 25).

3) Akhlak

Akhlak adalah bentuk plural dari khuluq yang artinya tabiat, budi pekerti, kebiasaan Al-Munawwir (Lubis, 2011:26). Khuluq adalah suatu sifat yang teguh terhujam pada jiwa, yang timbul daripadanya tindakan-tindakan dengan mudah, tidak membutuhkan kepada pikiran dan pertimbangan (Lubis, 2011:26). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa akhlak adalah kebiasaan dan kehendak. Kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah untuk melaksanakannya, sedang kehendak adalah menangnya keinginan manusia setelah ia mengalami kebimbangan. Dalam buku Aminuddin (2005:74) diuraikan ketiga komponen nilai pokok dalam ajaran Islam sebagai berikut.

1) Akidah

Akidah disebut pula iman atau kepercayaan yang merupakan titik tolak permulaan seseorang disebut muslim. Akidah merupakan pengetahuan pokok yang disebut “arkanul iman” atau rukun iman yang terdiri atas iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada Rasul, iman kepada hari akhir serta iman kepada qadha dan qadar.


(47)

30

2) Syariah

Secara bahasa syariat berasal dari kata „syara‟ yang berarti menjelaskan dan menyatakan sesuatu, atau dari kata Asy-Syir‟atu dan Asy-Syari‟atu yang berarti suatu tempat yang dapat menghubungkan sesuatu untuk sampai pada sumber air yang tak ada habis-habisnya sehingga orang membutuhkannya tidak lagi butuh alat untuk mengambilnya. Sedangkan menurut istilah, syariat berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta.

3) Akhlak

Secara bahasa linguistik, kata „akhlak‟ berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlak, yukhliqu, ikjlakan, yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi,ah (kelakuan, tabi‟at, watak dasar), al-„adat (kebiasaan, kelaziman, al-maru‟ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama). Sedangkan pengertian akhlak secara istilah (terminologi) dapat dilihat dari beberapa pendapat pakar Islam. Dalam buku Aminuddin dikemukakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan (Aminuddin, 2005:152).

Secara garis besar akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut. 1) Akhlak yang terpuji (al-Akhlak al-Karimah/al-mahmudah), yaitu akhlak yang

senantiasa berada dalam kontrol Ilahiyah yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan umat, seperti sabar, jujur, ikhlas,


(48)

31

bersyukur, tawadlu (rendah hati), husnudzdzon (berprasangka baik), optimis, suka menolong orang lain, suka bekerja keras dan lain-lain

2) Akhlak yang tercela (al-Akhlak al-Madzmumah), yaitu akhlak yang tidak dalam kontrol ilahiyah, atau berasal dari hawa nafsu yang berada dalam lingkaran syaitaniyah dan dapat membawa suasana negatif serta destruktif bagi kepentingan umat manusia, seperti takabbur (sombong), su-„udzdzon (berprasangka buruk), tamak, pesimis, dusta, kufur, berkhianat, malas, dan lain-lain (Aminuddin, 2005:153).

Dalam buku Akrabi (2006:124) dikemukakan pula ketiga komponen nilai dalam ajaran Islam yaitu;

1) Aqidah

Aqidah adalah ikatan dan perjanjian yang kokoh. Ruang lingkup kajian aqidah berkaitan erat dengan rukun iman. Adapun rukun iman yang populer ada enam, yaitu 1) iman kepada Allah, 2) iman kepada malaikat, 3) iman kepada kitab Allah, 4) iman kepada Rasul Allah, 5) iman kepada hari akhir, dan 6) iman kepada qadha-qadar.

Dalam buku Akrabi dikemukakan bahwa secara istilah aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan (Akrabi, 2006:124).

2) Syari‟ah

Pengertian syari’ah secara bahasa, artinya jalan lurus menuju mata air. Mata air digambarkan sebagai sumber kehidupan. Syari‟ah berarti jalan lurus menuju


(49)

32

sumber kehidupan yang sebenarnya. Sedangkan secara istilah, syari‟ah adalah hukum-hukum yang ditetapkan Allah Ta‟ala untuk mengatur manusia baik dalam hubungannya dengan Allah, dengan sesama manusia, dengan alam semesta, dan dengan makhluk ciptaan lainnya (Akrabi, 2006:152).

3) Akhlak

Akhlak Islami adalah akhlak yang bersumber pada ajaran Allah dan rasul-Nya. Akhlak Islami ini merupakan amal perbuatan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indikator seseorang apakah seorang muslim yang baik atau buruk (Akrabi, 2006:240).

Berdasarkan ketiga pendapat di atas tentang aqidah, syariah, dan akhlak, untuk menganalisis nilai religius yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa penulis mengacu pada pendapat Shofie Akrabi. Hal ini dikarenakan pendapat Akrabi dapat lebih mudah dipahami dan dicerna.

2.9 Tujuan Pembelajaran Sastra (Novel) di Sekolah

Tujuan pembelajaran sastra pada dasarnya adalah untuk menumbuhkan rasa cinta dan kegemaran siswa terhadap sastra, sehingga mampu mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap budaya dan lingkungannya. Pembelajaran dan pengajaran sastra khususnya novel di sekolah sangat penting, dalam karya sastra (novel) banyak pelajaran dan nilai-nilai positif yang dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan masyarakat. Sebelum sebuah karya sastra (novel) diberikan dan diajarkan kepada siswa, terlebih dahulu guru harus mengkajinya apakah novel tersebut sesuai atau tidak dengan perkembangan peserta didik (khususnya siswa SMP).


(50)

33

Dalam buku Muslich (2011:212) dikemukakan bahwa manfaat pembelajaran sastra di sekolah adalah sebagai berikut.

1) Sebagai pembinaan watak (pengajaran sastra yang berdimensi moral), 2) Pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai pintu masuk dalan penanaman nilai-nilai moral, seperti kejujuran, pengorbanan, demokrasi, santun, dan sebagainya,

3) Melalui apresiasi sastra, kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual siswa dapat dilatih serta dikembangkan.

Apresiasi sastra yang baik seyogyanya relevan dengan empat keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setelah siswa membaca dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah novel, diharapkan siswa tersebut dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta dapat membedakan contoh yang baik dan yang buruk dalam novel tersebut, Muslich (2011:213).

2.10 Kelayakan Novel sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMP

Suatu sastra dikatakan layak dipakai sebagai bahan pembelajaran sastra di sekolah khususnya di tingkat SMP setidaknya memiliki 3 hal. Hal yang dimaksud yakni bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmanto (1996: 27) yang menyatakan bahwa aspek penting yang tidak dapat dilupakan jika hendak memilih bahan pengajaran sastra, yakni pertama dari sudut bahasa, dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan dari sudut latar belakang kebudayaan para siswa. Dalam buku Pradopo (1997:57), ada pendapat yang mengemukakan bahwa untuk dapat menilai karya sastra layak atau tidak sebagai


(51)

34

bahan pembelajaran sastra, setidaknya mengandung tigal hal, yakni indah, sublim, dan besar atau agung.

Melihat kedua pendapat tersebut, dapat diinterpretasi bahwa teori yang dikemukakan dalam buku Pradopo (1997:57), lebih cenderung kepada karya sastra sebagai seni. Artinya, karya sastra yang bersifat seni itu tentu harus mengandung unsur keindahan baik bentuk maupun isinya dan sebagai bentuk seni yang agung yang diciptakan oleh para penulis sastra yang konsisiten dalam bidang seni sastra. Berbeda dengan teori Rahmanto yang menegaskan bahwa layak atau tidaknya suatu karya sastra sebagai bahan pembelajaran kesastraan bagi siswa di sekolah, karya sastra haruslah mengandung tiga hal, yakni bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya. Hal ini mengisyaratkan bahwa karya sastra tulis seperti halnya novel, tentulah harus dipertimbangkan tentang penggunaan bahasanya sehingga maksud yang disampaikan kepada pembaca tercapai. Artinya, penggunaan bahasa dalam karya sastra haruslah menyatu dengan kondisi pembaca, baik tingkat bawah, menengah, maupun pembaca pada tingkatan atas. Selanjutnya, isi karya sastra juga harus dapat membawa jiwa pembaca benar-benar menyatu dengan kondisi isi sastra yang disampaikan dan dapat menimbulkan efek perubahan sikap yang positif dalam kehidupan pembaca dan benar-benar disesuaikan dengan kondisi latar belakang budaya pembacanya.

Dengan demikian, acuan yang dijadikan teori dasar sebagai syarat kelayakan karya sastra sebagai bahan pembelajaran sastra di sekolah, difokuskan kepada teori Rahmanto (1996: 27) yakni unsur bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya. Berikut paparan lebih lanjut.


(52)

35

2.10.1 Aspek Kebahasaan

Aspek kebahasaan dalam karya sastra termasuk di dalamnya adalah stilistika. Dalam hal ini meliputi kosakata yang dipakai sastrawan, struktur kata dan kalimat, idiom, metafora, majas, citraan, dan lain-lain sebagai „bungkus‟ (surface structure) atas gagasan sastrawan, dan sebagainya. Guru harus memperhatikan pula konteks dan isi wacana (deep structure), termasuk referensi yang tersedia. Selain itu, guru sastra harus mempertimbangkan pula teknik penulisan yang dipakai sastrawan, ciri-ciri kebahasaan yang khas pengarang yang bersangkutan, kohesi atau hubungan antarkalimat, ungkapan, dan komunitas pembaca yang menjadi target sasaran sastrawan. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat memahami bahasa dengan segala fenomenanya yang dipakai dalam karya sastra. Yang perlu ditekankan dalam konteks ini adalah guru sastra diharapkan dapat memahami benar tingkat kemampuan kebahasaan para siswanya sehingga dapat memilih karya sastra yang tepat. Memang dalam praktiknya, bahasa tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur lain dalam karya sastra yang bersangkutan. Sebagai gambaran, bahasa dalam novel inkonvensional dan eksistensialis karya Iwan Simatupang seperti Merahnya Merah, Kering, dan Ziarah, tentu jauh berbeda dengan bahasa dalam Sri Sumarah dan Para Priyayi karya Umar Kayam yang sosiologis.

2.10.2 Aspek Psikologis

Secara psikologis, setiap orang mengalami perkembangan, sehingga seorang anak akan berbeda dengan orang dewasa. Dalam menanggapi bacaan sastra pun taraf perkembangan kejiwaan seseorang sangat berperan. Yang pasti, perkembangan psikologis seseorang pasti mengalami tahap-tahap tertentu dan tiap tahap memiliki


(53)

36

kecenderungan tertentu pula. Oleh karena itu, tahap-tahap perkembangan psikologis anak ini harus dipertimbangkan dalam pemilihan bahan ajar sastra. Jika bahan ajar sastranya tepat sesuai dengan tahap perkembangan psikologisnya, maka terbukalah kemungkinan bahwa pengajaran sastra akan diminati. Sebaliknya, jika tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaannya, sulit diharapkan siswa tertarik mengikuti pengajaran sastra. Satu hal yang harus dicatat bahwa perkembangan psikologis siswa juga akan berpengaruh besar terhadap: etos belajar, daya penalaran, daya ingat, minat mengerjakan tugas, kerja sama dengan teman lain, pemahaman terhadap situasi, dan pemecahan masalah yang timbul. Makin sesuai dengan tingkat perkembangan psikologisnya, siswa makin berminat mengikuti pengajaran sastra, dan demikian pula sebaliknya.

Ditinjau dari usianya, ada empat tahap perkembangan siswa, yakni: (1) Usia 8-9 tahun adalah tahap pengkhayal (the auatitic stage); (2) Usia 10-12 tahun adalah tahap romantik (the romantic stage); (3) Usia 13-16 tahun adalah tahap realistik (the realistic stage), dan (4) Usia 16 tahun ke atas adalah tahap generalisasi. Dengan demikian, siswa termasuk dalam kategori keempat, yakni the generalizing stage. Pada tahap ini, seorang anak sudah memiliki kemampuan untuk mengeneralisasikan permasalahan, berpikir abstrak, menentukan sebab suatu gejala, dan memberikan keputusan yang bersangkutan dengan moral. Karena itu, jenis dan ragam karya yang disajikan dapat berupa apa saja. Secara psikologis, siswa SMP/MTs. merupakan anak remaja yang pada umumnya telah memasuki fase yang dikenal dengan masa pubertas. Pada masa itu, siswa cenderung ingin menunjukkan sikap mandiri, idealis, dan moralis. Sesuai dengan fenomena psikologis itu, maka karya sastra yang dapat dijadikan sebagai bahan


(54)

37

ajar sastra adalah yang bertema perjuangan, kepahlawanan, kritik sosial, percintaan, kepercayaan, dan keagamaan.

2.10.3 Aspek Latar Belakang Budaya

Dalam memilih bahan ajar sastra, harus diperhatikan latar belakang budaya siswa yang mengacu pada ciri khas masyarakat tertentu dengan segala variasinya yang meliputi: pranata sosial, stratifikasi sosial, norma, tradisi, etos kerja, lembaga, hukum, seni, kepercayaan, agama, sistem kekrabatan, cara berpikir, mitologi, etika, moral, dan sebagainya. Demikian pula latar belakang karya sastra perlu diperhatikan seperti: sejarah, politik, sosiologis, kultur, kepercayaan, agama, geografis, dan sebagainya.

Mudah dipahami bahwa pada umumnya para siswa akan lebih mudah tertarik pada karya sastra dengan latar belakang yang akrab dengan kehidupannya. Lebih-lebih jika karya sastra itu mengangkat tokoh yang berasal dari lingkungan sosialnya dan memiliki kesamaan budaya dengan mereka. Bahan ajar sastra akan mudah diterima oleh siswa jika dipilih karya sastra yang memiliki latar cerita yang dekat dengan dunianya. Dalam konteks itu guru sastra harus mampu membaca apa yang diinginkan atau diminati siswa. Artinya, guru harus menggunakan perspektif siswa, bukan perspektifnya sendiri yang sering berbeda dengan siswa. Dengan demikian, guru sastra akan dapat menyajikan karya sastra yang memenuhi kemampuan imajinatif para siswa, yang dekat dengan dunianya. Oleh karena itu, perlu dipilih karya sastra dengan latar belakang budaya sendiri. Sebagai ilustrasi, jelas latar belakang budaya Jawa berbeda dengan luar Jawa seperti Minang, Banjarmasin, Betawi, dan sebagainya. Pemilihan karya sastra


(55)

38

yang dekat dengan latar belakang siswa itu memiliki beberapa keuntungan (1) hal itu menunjukkan perlunya karya sastra yang membumi, yang dekat dengan dunia pembacanya; (2) menyadarkan kepada siswa akan kekayaan budaya masyarakat kita yang kompleks dan unik; dan (3) menanamkan kesadaran akan pentingnya budaya sendiri (lokal, nasional) dulu sebelum mengenal budaya global. Dengan demikian, pemilihan bahan ajar sastra yang relevan untuk siswa sekolah di pedesaan pun relatif berbeda dengan perkotaan. Namun, dengan meluasnya era globalisasi, kehadiran media massa baik elektronik seperti radio, televisi, film, video compact disc (VCD), home theatre, internet, di berbagai wilayah Nusantara yang membentuk global village, tentu lambat laun membuat kesenjangan budaya pedesaan dan perkotaan akan segera mencair. Pada gilirannya, pemilihan bahan ajar sastra di sekolah pedesaan dan perkotaan pun dari aspek latar belakang budaya tidak lagi perlu dibedakan.


(56)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang terkumpul berupa kata-kata bukan angka. Data penelitian dideskripsikan berdasarkan kenyataan sebenarnya yang berupa tulisan, kemudian dianalisis dan ditafsirkan secara objektif kemudian dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian.

Penelitian deskriptif artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Data pada umumnya berupa pencatatan, bukan dalam bentuk angka-angka. Data pada umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen, memorandum atau catatan-catatan resmi lainnya (Semi, 2012:30).

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye serta nilai-nilai pendidikan dan religius yang terdapat dalam novel tersebut, yang diterbitkan oleh Republika Penerbit tahun 2012. Tebal buku 269 halaman, dengan sampul depan dominan berwarna putih ditambah dengan gambar kupu-kupu. Adapun data berupa kutipan-kutipan yang bersumber dari novel Hafalan Shalat Delisa.


(57)

40

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka (library research), simak, dan catat. Sebagai instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, dalam hal ini peneliti akan membaca novel, mencermati, dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Adapun langkah pengumpulan data penelitian, penulis mengacu kepada pendapat Rafiek (2013: 4) yakni 1) Membaca karya sastra, 2) Menguasai teori, 3) Menguasai metode, 4) Mencari dan menemukan data, 5) Menganalisis data yang ditemukan secara mendalam, 6) Melakukan perbaikan secara menyeluruh, 7) Membuat simpulan penelitian.

Selain mendapatkan data kedua nilai pendidikan dan religius dalam novel, pengumpulan data juga dilakukan dengan kuisioner. Kuesioner (questionnaire) atau angket, merupakan serangkaian (daftar) pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada peserta didik (dalam penelitian: responden) mengenai masalah-masalah tertentu, yang bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dari peserta didik (responden) tersebut (Nurgiyantoro, 2012: 91). Kuesioner yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah angket yang bersifat tertutup, karena jawaban yang harus dipilih sudah tersedia. Angket diberikan kepada siswa yang tersebar di tiga sekolah, kepada guru bidang studi bahasa Indonesia (masing-masing sekolah diwakili oleh dua responden), dan kepada pakar (dua orang dosen dan satu orang sastrawan).


(58)

41

Untuk mendapatkan data nilai pendidikan dan nilai religius dalam penelitian, maka perlu dibuat kisi-kisi instrumen. Berikut kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data-data penelitian.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Nilai Pendidikan dan Religius dalam Novel Hafalan Shalat Delisa

No Masalah Indikator Tujuan Sumber

data

Inter-pretasi 1 Bagaimanakah

nilai pendidikan dalam novel Hafalan Shalat Delisa ?

1.1 Jujur

1.2 Berani

1.3 Amanah

1.4 Adil

1.5 Bijaksana

1.1Mendapatkan nilai-nilai kejujuran dalam novel serta

manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah.

1.2Mendapatkan nilai-nilai keberanian dalam novel dan manfaatnya bagi siswa dan

pembelajaran di sekolah.

1.3Mendapatkan nilai-nilai amanah dalam novel serta

manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah.

1.4Mendapatkan nilai-nilai keadilan dalam novel serta

manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah.

1.5Mendapatkan nilai-nilai bijaksana dalam novel serta

manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah. Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye


(59)

42

1.6 Tanggung Jawab

1.7 Disiplin

1.8 Mandiri

1.9 Malu

1.10 Kasih sayang

1.11 Indah

1.12 Toleran

1.6 Mendapatkan nilai-nilai tanggung jawab dalam novel serta manfaatnya bagi siswa dan

pembelajaran di sekolah.

1.7 Mendapatkan nilai-nilai disiplin dalam novel serta manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah.

1.8 Mendapatkan nilai-nilai mandiri dalam novel serta manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah.

1.9 Mendapatkan nilai-nilai malu dalam novel serta

manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah.

1.10 Mendapatkan nilai-nilai kasih sayang dalam novel serta manfaatnya bagi siswa dan

pembelajaran di sekolah.

1.11 Mendapatkan nilai-nilai keindahan dalam novel serta manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah.

1.12 Mendapatkan nilai-nilai toleransi dalam novel serta manfaatnya bagi siswa


(60)

43

1.13 Cinta Bangsa

dan pembelajaran di sekolah.

1.13 Mendapatkan nilai-nilai cinta bangsa dalam novel serta manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah.

2 Bagaimanakah nilai religius dalam novel Hafalan Shalat Delisa? 2.1 Aqidah 2.2 syariah 2.3 Akhlak 2.1 Mendapatkan nilai-nilai aqidah dalam novel serta manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah

2.2 mendapatkan nilai-nilai syariah dalam novel serta manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah

2.3 Mendapatkan nilai-nilai akhlak dalam novel serta manfaatnya bagi siswa dan pembelajaran di sekolah Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye

3 Bagaimanakah kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMP?

3.1Aspek kebahasaan

3.2Aspek Psikologis

3.3Latar Belakang Budaya

3.1 mengemukakan aspek kebahasaan yang digunakan dalam novel Hafalan Shalat Delisa

3.2 mengemukakan aspek psikologis yang digunakan dalam novel Hafalan Shalat Delisa

3.3 mengemukakan aspek latar belakang

Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye


(1)

45

jelas jalan cerita dalam novel Hafalan Shalat Delisa tanpa harus membaca novelnya secara langsung.

2) Menyusun dalam satuan-satuan, yaitu nilai-nilai yang akan dianalisis (dalam hal ini adalah nilai pendidikan dan religius) akan dikelompokkan tersendiri ke dalam tabel, sehingga nilai yang sudah dikelompokkan tersebut dapat lebih mudah untuk dilihat dan dicermati.

3) Mengadakan pemeriksaan keabsahaan data, yaitu pada tahap ini akan dilakukan pemeriksaan ulang apakah nilai-nilai tersebut telah sesuai atau belum berdasarkan teori tertentu.

Secara rinci, langkah analisis data sebagai berikut.

1. Membaca dengan cermat novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye. 2. Mengklasifikasikan nilai-nilai pendidikan dan religius dalam tabel data. 3. Mendeskripsikan nilai-nilai tersebut sesuai dengan kelompoknya

masing-masing.

4. Membahas nilai-nilai yang sudah dideskripsikan dengan menggunakan teori nilai-nilai tersebut sehingga dapat diketahui makna yang tersirat dan tersurat dalam nilai-nilai tersebut.

5. Mengomentari atau memberi makna nilai-nilai tersebut sehingga dapat diketahui fungsi nilai-nilai tersebut.

6. Menarik kesimpulan.

7. Menguji layak atau tidaknya untuk diterapkan dalam pembelajaran sastra di SMP.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data terhadap nilai pendidikan dan religius dalam novel Hafalan Shalat Delisa, dapat disimpulkan bahwa novel tersebut sangat sarat dengan nilai pendidikan dan religius. Nilai pendidikan dalam novel Hafalan Shalat Delisa tersebut terdiri atas;

1) Nilai kejujuran digambarkan dengan perlunya bersikap jujur dalam semua hal.

2) Berani dalam mengambil keputusan yang hak. 3) Amanah dalam menjalankan tugas yang diberikan. 4) Adil dalam bersikap dan bertindak sesuai hukum. 5) Bijaksana dalam menghadapi berbagai persoalan.

6) Tanggung jawab dalam menjalankan tugas yang diberikan. 7) Disiplin diri dalam mengerjakan tugas dan melakukan segala hal. 8) Mandiri dengan tidak membebani orang lain atau keluarga. 9) Malu jika berbuat salah dan dosa.

10)Kasih sayang terhadap orang tua, saudara, dan sesama. 11)Indah dalam menjalani kehidupan dengan penuh keikhlasan. 12)Toleransi terhadap lingkungan dan sesama manusia.


(3)

98

Nilai religius yang juga banyak terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa ialah; 1) Berdasarkan aspek aqidah, sebagai bentuk ikatan dan perjanjian yang

kokoh antara manusia dengan Tuhan.

2) Aspek syari’ah sebagai hukum-hukum yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur manusia baik dalam hubungannya dengan Allah, dengan sesama manusia, dengan alam semesta, dan dengan makhluk ciptaan lainnya. 3) Di samping nilai aqidah dan syariah, kandungan nilai yang juga terdapat

dalam novel Hafalan Shalat Delisa yakni nilai akhlak. Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Dalam istilah lain selalu ada ikhlas dalam hati, khusu, sabar, syukur, tawakal, dan berserah diri/berdoa.

Selanjutnya, kelayakan Novel Hafalan Shalat Delisa sebagai bahan pembelajaran sastra di SMP, maka suatu sastra dikatakan layak dipakai sebagai bahan pembelajaran sastra di sekolah khususnya di tingkat SMP setidaknya memiliki 3 hal. Ketiga hal tersebut ialah bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya. Novel Hafalan Shalat Delisa buah pena Tere Liye yang terbit tahun 2012 merupakan novel yang sangat sarat dengan isi dan makna tentang kehidupan yang sangat berguna bagi pembaca. Berdasarkan analisis instrumen kuisioner menunjukkan bahwa isi novel dapat membetuk kejiwaan siswa khususnya siswa SMP. Selain itu, latar belakang budaya yang dikemukakan dalam novel pun dapat membawa pola pikir siswa ke dalam perilaku keislaman yang baik, hal tersebut juga tidak lepas dari bahasa yang digunakan dengan baik dan sangat sesuai dengan kondisi siswa SMP sehingga mudah dicerna.


(4)

99

5.2 Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, perlu kiranya menyampaikan saran-saran kepada siswa, guru, dan pembaca umumnya. Berikut saran-saran dimaksud.

5.2.1 Sebagai wujud usaha untuk membentuk pribadi siswa yang baik dari segi religius maupun pendidikannya, pembelajaran kesastraan khususnya novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye sangat perlu bagi siswa untuk membaca dan memahami novel tersebut serta dijadikan sebagai salah satu bahan pembelajaran kesastraan di sekolah sehingga nilai-nilai yang terkandung, baik nilai religius dan pendidikannya dapat dicerna, dipahami, dan diamalkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

5.2.2 Guru sebagai fasilitator pembelajaran siswa di sekolah, hendaknya dapat mengajarkan pembelajaran sastra kepada siswa di sekolah secara kontinyu dan memberi pemahaman kepada siswa tentang perlunya memahami karya sastra termasuk novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye sebab novel tersebut sarat dengan nilai pendidikan dan religius. Peran guru sangat diperlukan sehingga tujuan pembelajaran kesastraan di sekolah tercapai.

5.2.3 Pembaca atau penikmat sastra setidaknya dapat pula membaca dan memahami novel tersebut sebagai bahan evaluasi diri dalam menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, dengan adanya karya tulis ini, pembaca dapat melakukan kajian-kajian selanjutnya dalam rangka memperkaya khasanah penelitian kesastraan serta implementasinya dalam pembelajaran sastra di sekolah bagi siswa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Akrabi Shofie. 2006. Pendidikan Agama Islam. Lampung: Gunung Pesagi. Aminudin, dkk. 2005. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum.

Bogor : Ghalia Indonesia.

Antonius, dkk. 2004. Relasi dengan Tuhan. Jakarta: Gramedia.

Atmosuwito, Subijantoro. 2010. Perihal Sastra dan Religiusitas dalam Sastra. Bandung: Sinar baru Algensindo.

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Religiusitas dalam Sastra Jawa Modern. Jakarta: Pusat Bahasa.

Ibrahim. 1986. Kesusatraan. Jakarta: Karunika.

Lathief, Supaat I. 2010. Sastra Eksistensialisme Mistisme Religius. Lamongan: Pustaka Pujangga.

Lickona, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter. Bandung: Nusa Media. Liye, Tere. 2012. Hafalan Shalat Delisa. Jakarta: Republika Penerbit.

Lubis, Mawardi. 2011. Evaluasi pendidikan Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi `Kritis. Jakarta: Bumi Aksara.

Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013, Kemendikbud Jakarta.

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Moleong, Lexy J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(6)

101

Nashir, Haedar. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya. Yogyakarta: Multi Presindo.

Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: Bumi Aksara.

Rafiek, M. 2013. Pengkajian Sastra: Kajian Praktik. Bandung: Refika Aditama. Rahmanto, B. 1996. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Sadikin, Mustofa. 2011. Kumpulan Sastra Indonesia. Jakarta: Gudang Ilmu. Semi, M. Atar. 2012. Metode Penelitian sastra. Bandung: Angkasa.

Setiadi, Elly M. dan Kolip, Usman. 2011. (Pengantar Sosiologi) Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial, Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana.

Sumardjo, Jakob. 2004. Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Latifah. S., Tatang. 2012. Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Syarbini, Amirulloh. 2014. Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga. Jakarta: Gramedia.

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Universitas Lampung. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung:

Unila Press.

Wiyanto, Asul. 2012. Kitab Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher.

http://konselingsebaya.blogspot.com/2012/06/pengertian-nilai-pendidikan.html (Diakses pada hari Jumat tanggal 13 Desember 2013).


Dokumen yang terkait

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Darwis Tere-Liye

0 38 81

ASPEK MORAL DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Aspek Moral Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sas

0 5 18

Aspek Moral Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Aspek Moral Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di

0 2 14

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE : TINJAUAN Nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye : Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Di SMA.

1 2 13

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLIKASINYA Nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye : Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Dalam Pem

0 3 18

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE-LIYE NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE-LIYE.

0 1 13

PENDAHULUAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE-LIYE.

0 1 17

Analisis Psikologi Sastra Dan Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye Nur

0 0 23

HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE

0 1 131

ORIENTASI RELIGIUS GORDON ALLPORT TOKOH DELISA DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE

0 0 12