ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 94 TAHUN 2011

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS IMPLEMENTATION RULES OF MAYOR IN BANDAR LAMPUNG NUMBER 94 YEARS 2011

By :

JOKO SETIA PUTRA

Mayor Regulation No. 94 Year 2011 (About The Procedures Implementation of Levies Motor Vehicles Testing) estabilished by the Government of Bandar Lampung as procedures of levies motor vehicles testing. The expected impact is increasing local revenue which comes from that levies. But the implementation is not going well, it has proven by the us reached target, the low of socialization, and the extortion. The implementation done by technical unit for the motor vehicle testing (UPT PKB).

This research used the descriptive qualitative research approach type, with data collection techniques used interview, documentation, and observation. The location of this research was at UPT PKB. The focus of this research comes from the implementation model by George C. Edward III : communication, resourches, disposition, and bureaucratic structures.

The results of the research showed that the implementation of The Mayor Regulation Number 94 Year 2011 (About The Procedures Implementation of Levies Motor Vehicles Testing), communication has not going well, the minim number and skill of human resources, inadequate facilities, and violations by officers. The conclusion is The Mayor Regulation No.94 Year 2011 (About The Procedures Implementation of Levies Motor Vehicles Testing) does not run well. For the future implementation, researcher advised that : coordination with the other region related to the motor vehicle with Bandar Lampung plate, submit the


(2)

(3)

ABSTRAK

ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 94 TAHUN 2011

Oleh

JOKO SETIA PUTRA

Peraturan Walikota Nomor 94 Tahun 2011 (Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor) ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung sebagai tata cara pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor. Implikasi yang diharapkan adalah meningkatnya pendapatan asli daerah yang berasal dari retribusi tersebut. Tetapi dalam implementasinya masih berjalan kurang baik, terbukti dengan belum tercapainya target retribusi, masih minimnya sosialisasi, dan masih sering terjadi pungutan liar. Pelaksanaannya dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pengujian Kendaraan bermotor (UPT PKB).

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif bertipe deskriptif, dengan teknik pengumpulan data seperti : teknik wawancara, dokumentasi, dan observasi. Lokasi penelitian ini terdapat pada Unit Pelaksana Teknis Pengujian Kendaraan Bermotor (UPT PKB). Fokus penelitian diambil dari Model Implementasi George C. Edward III, yaitu : komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam implementasi Peraturan Walikota Nomor 94 Tahun 2011 (Tentang Tata Cara Pemungutan Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor), komunikasi belum berjalan baik, sumber daya manusia yang minim secara jumlah dan kecakapan, fasilitas tidak memadai, dan adanya pelanggaran petugas. Kesimpulannya adalah Implementasi Peraturan Walikota Nomor 94 Tahun 2011 (Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor) berjalan kurang baik. Untuk pelaksanaan akan datang, peneliti memberikan saran yaitu : berkoordinasi dengan Pemerintah Kota


(4)

terkait target, berkoordinasi dengan daerah lain terkait kendaraan bermotor berplat Kota Bandar Lampung yang berada di daerah tersebut, mengajukan anggaran pendidikan pelatihan bagi para petugas, memberi sanksi kepada petugas yang melakukan pelanggaran, dan melaksanakan pengawasan terhadap kendaraan yang tidak laik jalan.

Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Peraturan Walikota Nomor 94 Tahun 2011


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pembangunan di suatu daerah diciptakan untuk membangun masyarakat seutuhnya, diharapkan pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan daerah saja, akan tetapi mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat yang dapat berjalan serasi dan seimbang di segala bidang dalam rangka menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual.

Pada masa kini, Indonesia telah memasuki era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 (UU RI No. 22 Tahun 1999) yang kemudian lebih disempurnakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 (UU RI No. 32 Tahun 2004) tentang pemerintahan daerah. Desentralisasi tersebut akhirnya pun melahirkan otonomi daerah. Di dalam UU RI No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut nantinya melahirkan suatu sistem kerja dimana setiap pemerintah daerah mempunyai hak dan


(6)

kewajiban untuk mengurus daerah-daerahnya masing-masing sesuai dengan segala potensi-potensi yang tersedia.

Sesuai dengan akhir alinea di atas, pelaksanaan otonomi daerah digambarkan dengan penyerahan kewenangan. Menurut UU RI No. 32 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembagian kewenangan dalam desentralisasi di Indonesia tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 (PP No. 38 Tahun 2007). Di dalam PP No. 38 Tahun 2007 dijelaskan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang dan tanggung jawab mengenai urusan-urusan baik mengenai politik, kebijaksanaan, perencanaan, dan pelaksanaan maupun mengenai segi-segi pembiayaannya di daerah.

Berbagai kewenangan pemerintahan daerah, salah satu yang sangat urgent adalah terkait aspek keuangan yang didalamnya terdapat pendapatan daerah. Menurut e-book panduan keuangan daerah RPIJM (2007:1), komponen penerimaan pendapatan daerah berasal dari : pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lain yang sah. PAD merupakan pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan.

Sumber PAD salah satunya adalah retribusi daerah. Retribusi daerah diatur dalam peraturan pemerintah, yakni : Undang-Undang Republik Indonesia No 34 Tahun 2000 (UU RI No. 34 Tahun 2000) yang disempurnakan kembali dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 (UU RI No. 28 Tahun 2009)


(7)

tentang pajak dan retribusi daerah. Di dalam UU RI No. 28 Tahun 2009 dijelaskan bahwa jenis retribusi daerah terbagi atas 3 (tiga) jenis, yakni : jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Dari masing-masing jenis retribusi tersebut juga terdapat macam-macam retribusi di dalamnya. Salah satu yang merupakan jenis retribusi daerah berjenis jasa umum adalah retribusi pengujian kendaraan bermotor.

Berdasarkan UU RI No. 28 Tahun 2009, retribusi pengujian kendaraan bermotor adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan pengujian kendaraan bermotor untuk kendaraan angkutan penumpang, bus, dan kendaraan angkutan barang, tempat kegiatan usaha, fasilitas lainnya di lingkungan tertentu/khusus yang dimiliki dan/atau dikelola pemerintah daerah. Terkait pengujian kendaraan bermotor lebih detail dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 (UU RI No. 22 Tahun 2009) tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Pada pasal 48 ayat 1 UU RI No. 22 Tahun 2009, dijelaskan bahwa: setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud terdiri atas: susunan, perlengkapan, ukuran, karoseri, rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya, pemuatan, penggunaan, penggandengan kendaraan bermotor, dan/atau penempelan kendaraan bermotor. Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas: emisi gas buang, kebisingan suara, efisiensi sistem rem utama, efisiensi sistem rem parker, kincup roda depan, suara


(8)

klakson, daya pancar dan arah sinar lampu utama, radius putar, akurasi alat penunjuk kecepatan, kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban, dan kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.

Provinsi Lampung memiliki sebuah ibu kota provinsi yang bernama Kota Bandar Lampung. Seperti halnya ibukota provinsi pada umumnya, kota ini merupakan pusat kehidupan di Provinsi Lampung. Aspek ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan lain-lain yang terjadi di Provinsi Lampung terpusat di kota ini. Kota Bandar Lampung yang juga merupakan daerah otonomi, memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sehingga memiliki hak untuk mempunyai sumber pendapatan daerah. Sumber penghasilan daerah tersebut juga berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Untuk mengetahui sumber pendapatan daerah Kota Bandar Lampung dapat dipahami melalui tabel di bawah ini :

Tabel 1. Target dan Realisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2007 -2011

Jenis Pendapatan Target Realisasi Persentase

Pajak Daerah

2007 30.399.693.750 30.411.161.697 100,04

2008 30.390.400.000 42.841.374.876 117,73

2009 45.500.000.000 47.035.295.283 103,37

2010 52.614.913.548 56.627.114.786 107,63

2011 104.234.442.000 112.557.355.470 107,98

Retribusi Daerah

2007 13.960.255.560 12.533.404.985 89,78

2008 15.655.936.560 14.414.767.716 92,01

2009 16.855.236.600 15.849.094.531 94,03

2010 23.835.907.380 21.911.781.739 91,93

2011 36.924.709.552 38.341.095.234 103,84

Sumber : Badan Pusat Statistika Kota Bandar Lampung

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat kontribusi pajak daerah dari tahun 2007 s/d 2011 selalui melebihi target yang dicanangkan. Sedangkan, mengenai retribusi


(9)

daerah dapat dilihat selama tahun 2007 s/d 2010 tidak pernah memenuhi target yang ditetapkan dan tercapainya target pada tahun 2011.

Berbagai macam jenis retribusi daerah, salah satu retribusi yang dipungut oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung adalah retribusi pengujian kendaraan bermotor. Pemkot Bandar Lampung membuat suatu peraturan yang mengatur mengenai retribusi tersebut, yaitu : Peraturan Wali Kota Nomor 94 Tahun 2011 (Perwali No. 94 Tahun 2011) tentang tata cara pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor. Kendaraan-kendaraan yang diujikan atau objek retribusi di dalam kebijakan ini antara lain : mobil bus, mobil penumpang umum, mobil barang, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus.

Untuk melaksanakan Perwali No. 94 Tahun 2011, Pemkot Bandar Lampung menunjuk Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandar Lampung sebagai penanggung jawab kebijakan dan menunjuk Unit Pelaksana Teknis Pengujian Kendaraan Bermotor (UPT PKB) sebagai pelaksana harian. Tetapi dalam implementasinya belum berjalan baik, yaitu pada tahun 2012 mengenai PAD yang berasal dari retribusi pengujian kendaraan bermotor atau KIR belum mencapai target. Diberitakan dalam harian media “Koran Editor”, 31 Mei 2013 bahwa :

Berdasarkan data Dishub, pada tahun 2012 PAD dari sektor retribusi pengujian kendaraan bermotor hanya mencapai Rp 1,6 miliar dari target yang ditentukan sebesar Rp 2,4 miliar atau hanya tercapai sekitar 64%. Sementara pada tahun 2013, PAD dari sektor retribusi pengujian kendaraan bermotor ditarget mencapai Rp 2,7 miliar. Dimana pada tahun 2012 kendaraan bermotor wajib uji (KBWU)


(10)

sebanyak 21.017 unit yang terdiri dari mobil penumpang umum, mobil umum, mobil barang, dan mobil gandeng.

Terkait data target dan realisasi dapat diamati dalam pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor pada tahun 2008-2011 di bawah ini :

Tabel 2. Banyaknya Kendaraan Bermotor Wajib Uji dan Hasil Pelaksanaannya Tahun 2008 s/d 2011

No. Tahun Target Jumlah Terealisasi

1. 2008 17.003 Unit 15.009 Unit

2. 2009 16.931 Unit 14.628 Unit

3. 2010 17.488 Unit 15.211 Unit

4 2011 19.192 Unit 17.326 Unit

Sumber : Taman kendaraan wajib uji UPT PKB Kota Bandar Lampung

Pada tabel diatas, peneliti melihat bahwa jumlah target kendaraan bermotor yang diuji di UPT PKB dari tahun 2008-2011 juga mengalami kenaikan dan penurunan. Jumlah kendaraan yang diuji paling sedikit terjadi pada tahun 2009 dan terbanyak pada tahun 2011. Di dalam tabel itu juga dapat dilihat, masih banyak kendaraan yang belum mengikuti pengujian kendaraan bermotor di Kota Bandar Lampung. Salah satu penyebab permasalahan mengenai jumlah kendaraan yang belum mengikuti pengujian kendaraan bermotor adalah terkait faktor sosialisasi. Hal ini dikarenakan media informasi milik Dishub Kota Bandar Lampung tidak aktif. Hal ini senada dengan pernyataan Ketua Badan Pengelola dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Kota Bandar Lampung mengenai permasalahan polusi udara akibat dampak banyaknya kendaraan yang tidak diikutkan dalam pengujian kendaraan bermotor. Diberitakan dalam media “Radar Lampung”, 18

Juni 2011 bahwa : Kepala BPPLH Bandar lampung Syahrial Alam menyadari, minimnya kendaraan yang melakukan uji kendaraan bermotor/uji emisi gas lebih karena sosialisasi terhadap program ini belum maksimal. Sebagai tindak lanjut,


(11)

BPPLH sudah melakukan kesepakatan dengan Dishub dan Polresta Bandarlampung untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi.

Permasalah lain yang juga menjadi permasalahan dalam pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor adalah sikap para aparat pelaksana. Beberapa waktu lalu diberitakan pernah terjadi pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Namun permasalahan tersebut dapat segera ditindaklanjuti oleh Dishub Kota Bandar Lampung. Diberitakan dalam media onlineLampung Post”, 12 November 2012 bahwa: Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Girendra menjamin tidak ada lagi pungutan liar (pungli) terhadap pengujian kendaraan bermotor atau uji kir. Karena, pasca temuan KPK beberapa waktu lalu, terkait hal yang sama, pihaknya telah melakukan pembenahan secara menyeluruh. Bahkan sedikitnya 5 oknum staff PKB (Pengujian Kendaraan Bermotor) yang terkait pungli, sudah dipindahkan. Dia menjamin saat ini PKB sudah bebas pungli dan dengan standar pelayanan minimal 1 jam untuk pelayanan pengujian kendaraan bermotor.

Perwali No. 94 Tahun 2011 merupakan suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang memiliki tujuan dan sasaran tertentu. Sebagai pihak yang bertindak sebagai pelaksana kebijakan pengujian kendaraan bermotor di Kota Bandar Lampung, sudah sepatutnya dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan atau implementasi kebijakan menurut Agustino (2008:139), terdefinisi sebagai suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Tetapi hal yang harus


(12)

digarisbawahi bahwa setiap implementasi kebijakan harus selalu diperhatikan, dilakukan penilaian terhadap kepastian pencapaian tujuan atau target yang diinginkan.

Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pelaksanaan Perwali No. 94 Tahun 2011. Masalah-masalah diatas membuat peneliti berpendapat bahwa pelaksanaan Perwali No. 94 Tahun 2011 harus disesuaikan dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Seandainya tidak demikian maka hal tersebut akan berdampak buruk, yang salah satunya : PAD yang berasal dari pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor tidak akan mencapai target yang ditetapkan. Oleh karena itu, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Implementasi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor dan apasajakah faktor pendukung serta penghambat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 tentang tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor.

2. Untuk menganalisis pelaksanaan dan faktor pendukung serta penghambat dalam pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 tentang tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor.


(13)

C. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian dalam penelitian ini terbagi atas dua macam, yaitu secara akademis dan secara praktis. Dua kegunaan tersebut adalah :

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian dalam studi pelaksanaan kebijakan publik.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan-masukan dan saran bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung selaku pembuat kebijakan publik agar dapat meningkatkan keberhasilan penerapan kebijakan publik pada masa yang akan datang.

D. Kerangka Pemikiran

Dalam perkembangannya, kendaraan bermotor merupakan suatu alat transportasi utama yang digunakan masyarakat untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Pengujian kendaraan bermotor diterapkan untuk menjamin bahwa kendaraan yang digunakan aman dan laik jalan. Selain itu, terkait retribusi daerah dari penggunaan jasa pengujian kendaraan bermotor sangat berpengaruh terhadap PAD. Oleh karena itu implementasinya harus berjalan dengan baik.

Implementasi yang kurang baik, akan memberikan dampak yang kurang baik pula. Impelementasi kebijakan publik adalah tahapan yang krusial dalam proses kebijakan publik. Menurut pendapat Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2006:139), implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah


(14)

digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Sementara itu, Mazmanian dan Sabatier menerangkan bahwa, dengan mengimplementasikan kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijaksanaan negara, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengimplementasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat atau peristiwa-peristiwa.

Ketika kebijakan tersebut berjalan selalu terdapat dua kemungkinan, yaitu kebijakan tersebut berhasil diimplementasikan atau gagal diimplementasikan. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor yang melatarbelakangi berhasil atau tidaknya implementasi suatu kebijakan. Maka, dengan menganalisa implementasi nantinya akan diperoleh hasil berupa gambaran implementasi yang baik, sedang, atau buruk khususnya terkait Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 tentang tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor.

Untuk lebih jelasnya mengenai alur kerangka pikir dalam penelitian ini, maka peneliti membuat model kerangka pikir seperti dibawah ini :


(15)

Gambar 1. Model kerangka pikir

Sumber : Diolah oleh peneliti.

UU RI NO. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Peraturan Walikota No. 94 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pemungutan Retribusi Pengujian Kendaraan

Bermotor

Implementasi Peraturan Walikota Nomor 94 Tahun 2011.

Permasalahan yang terjadi :

1. Tidak tercapainya target PAD dari retribusi pengujian kendaraan bermotor.

2. Banyak kendaraan yang tidak mengikuti pengujian.

3. Sosialisasi yang minim.

4. Terjadinya tindak pungutan liar (pungli).

Hasil yang ingin dicapai :

Tercapainya target PAD yang berasal dari retribusi pengujian kendaraan bermotor di Kota Bandar Lampung

Analisis menggunakan Model Implementasi George C. Edward III. Indikator-indikatornya adalah :

Komunikasi Sumber daya Disposisi/Sikap Struktur birokrasi.

Era Otonomi Daerah Menghadirkan Kewenangan Antar Pusat-Daerah.Terkait Kewenangan Daerah Yang diatur Dalam PP


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembagian Urusan Pemerintah Daerah

Di dalam UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang kewenangan pusat-daerah, urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi tersebut yang menjadi kewenangan dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan mensejahterakan masyarakat. Urusan pemerintahan terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu : urusan wajib dan urusan pilihan.

Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan denga pelayanan dasar. Tercantum dalam PP No. 38 Tahun 2007, urusan wajib meliputi :


(17)

1. Pendidikan,

2. Lingkungan hidup, 3. Pekerjaan umum, 4. Penataan ruang,

5. Perencanaan pembangunan, 6. Perumahan,

7. Kepemudaan dan olahraga, 8. Penanaman modal,

9. Koperasi dan usaha kecil menengah, 10.Kependudukan dan catatan sipil, 11.Ketenaga kerjaan,

12.Ketahanan pangan,

13.Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, 14.Keluarga berencana dan keluarga sejahtera, 15.Perhubungan,

16.Komunikasi dan informatika, 17.Pertanahan,

18.Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri,

19.Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, kepegawaian, perangkat daerah dan persandian,

20.Pemberdayaan masyarakat dan desa, 21.Sosial,

22.Kebudayaan, 23.Kearsipan, dan


(18)

24.Perpustakaan.

Sedangkan urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan meliputi :

1. Kelautan dan perikanan, 2. Pertanian,

3. Kehutanan,

4. Energi dan sumber daya mineral, 5. Pariwisata,

6. Industri,

7. Perdagangan, dan 8. Ketransmigrasian.

Berdasarkan urusan pemerintahan diatas, peneliti menilai bahwa perencanaan pembangunan merupakan salah satu fungsi pemerintah daerah yang harus dilaksanakan. Dalam pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor, pemerintah khususnya Pemkot Bandar Lampung harus memiliki sub bidang khusus untuk melaksanakannya agar potensi retribusi pengujian kendaraan bermotor dapat digali secara maksimal guna meningkatnya kesejahteraan masyarakat, yaitu menunjuk Dishub Bandar Lampung sebagai pemungut dan penghitung retribusi pengujian kendaraan bermotor.


(19)

B. Kebijakan Publik

Pada tinjauan awal mengenai kebijakan publik, peneliti mencoba untuk menguraikan dua hal yang terdapat di dalam kebijakan publik. Dua hal tersebut adalah pengertian, produk kebijakan publik, dan tahap-tahap kebijakan publik. Penjabaran mengenai kedua hal di atas adalah sebagai berikut :

1. Pengertian Kebijakan Publik

Secara umum, istilah “kebijakan” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor, misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu. Tetapi terkadang istilah “kebijakan” seringkali diartikan sebagai tujuan program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan/rancangan-rancangan besar.

Nugroho (2008:53), mengemukakan beberapa definisi kebijakan publik dari beberapa tokoh. Definisi tersebut antara lain :

a. Harold Laswell dan Abraham Kaplan, mendefinisikannya sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu (a projected of goals, values, and practices).

b. David Easton, mendefinisikannya sebagai akibat aktivitas pemerintah (the

impact of government activity).

c. Carl I. Friedrick, mendefinisikannya sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang


(20)

diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dari berbagai definisi yang dikemukakan diatas, terlihat bahwa mereka mendefinisikannya menekankan terhadap adanya tindakan. Tindakan yang dimaksudkan disini adalah tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah. Tindakan tersebut memiliki nilai-nilai dan tujuan tertentu. Kemudian tindakan dan nilai-nilai tersebut digunakan oleh pemerintah (institusi publik) untuk memecahkan masalah publik dengan memanfaatkan sumber daya (manusia dan selain manusia) yang dimiliki. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik dapat diartikan sebagai serangkaian keputusan yang diambil dan tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan publik demi kepentingan seluruh masyarakat.

2. Produk Kebijakan Publik

Produk kebijakan publik dapat diamati dengan adanya tingkatan kebijakan publik. Menurut Armey (2012:8), dalam peraturan tertulis tingkatan kebijakan publik dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Kebijakan publik tertinggi adalah kebijakan publik yang mendasari dan menjadi falsafah dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang merupakan produk pendiri bangsa Indonesia, yang dapat di revisi hanya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai perwujudan dari seluruh rakyat Indonesia.


(21)

b. Kebijakan publik yang kedua adalah yang dibuat dalam bentuk kerjasama antara legislatif dan eksekutif. Model ini bukan menyiratkan ketidakmampuan legislatif, namun menyiratkan tingkat kompleksitas permasalahan yang tidak memungkinkan legislatif bekerja sendiri. Contoh kebijakan publik yang dibuat bersama antara eksekutif dan legislative ini adalah adalah Undang-Undang dan Peraturan Daerah.

c. Kebijakan Publik yang ketiga adalah kebijakan yang dibuat oleh eksekutif saja. Di dalam perkembangannya, peran eksekutif tidak cukup melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh legislatif, karena produk dari legislatif berisikan peraturan yang sangat luas, sehingga dibutuhkan peraturan pelaksana yang dibuat sebagai turunan dari produk peraturan legislatif. Contoh kebijakan Publik yag dibuat oleh eksekutif adalah Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan/Peraturan Presiden (Keppres/Perpres), Keputusan/Peraturan Menteri (Kepmen/Permen), Keputusan/Peraturan Gubernur, Keputusan/peraturan Walikota/Bupati.

3. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Dunn (1999:26), membagi tahap-tahap kebijakan publik ke dalam lima langkah. Lima langkah tersebut adalah :

a. Tahap Penyusunan Agenda.

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap


(22)

ini, suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama. b. Tahap Formulasi Kebijakan.

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah.

c. Tahap Adopsi Kebijakan.

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan.

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan


(23)

sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini, berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Tahap Penilaian Kebijakan.

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

Paparan tentang tahap-tahap kebijakan di atas telah menjelaskan bahwa kebijakan merupakan sebuah proses yang berkesinambungan dan semuanya merupakan bagian integral yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Tahap penyusunan agenda merupakan tahap awal dimana dalam tahap tersebut dilakukan identifikasi persoalan (masalah) publik yang layak untuk dibahas dalam tahap berikutnya, yaitu tahap formulasi kebijakan. Setelah diformulasikan, pada tahap tahap adopsi kebijakan akan dipilih alternatif terbaik yang akan dijadikan solusi bagi pemecahan masalah publik.

Selanjutnya, kebijakan yang telah diputuskan dan disahkan akan diimplementasikan untuk meraih tujuan awal yang telah ditentukan. Pada tahap akhir, evaluasi (penilaian) kebijakan akan menilai ketepatan, manfaat, dan


(24)

efektivitas hasil kebijakan yang telah dicapai melalui implementasi dan kemudian dibandingkan dengan tujuan kebijakan yang telah ditentukan.

C. Implementasi Kebijakan Publik

Pada tinjauan mengenai implementasi kebijakan publik, peneliti akan mencoba menjabarkannya ke dalam beberapa hal. Beberapa hal tersebut adalah pengertian implementasi kebijakan publik, arti penting implementasi kebijakan publik, model-model implementasi kebijakan publik dan model implementasi George C. Edward III.

1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam Agustino (2008:139), mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai :

Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk

undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses

implementasinya”.

Sedangkan, Van Meter dan Van Horn, mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai :

Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau

pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam

keputusan kebijaksanaan”.

Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu : adanya tujuan dan sasaran kebijakan, adanya aktivitas atau


(25)

kegiatan pencapaian tujuan dan adanya hasil kegiatan. Peneliti menyimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu. 2. Arti Penting Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi merupakan suatu proses yang penting dalam kebijakan publik. Suatu proses yang bergitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Pada prinsipnya implementasi adalah cara agar suatu kebijakan dapat mencapai tujuannya.

Peneliti menganggap bahwa implementasi kebijakan memiliki arti penting sebagai tahapan yang sangat berperan dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini sesuai juga dengan pernyataan Udoji dalam Agustino (2006:140) bahwa :

Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh

lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi

dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”.

3. Model-Model Implementasi Kebijakan Publik

Terdapat banyak model implementasi kebijakan yang disajikan oleh beberapa ahli. Penggunaan model implementasi kebijakan untuk keperluan analisis dalam suatu penelitian akan tergantung kompleksitas permasalahan-permasalahan kebijakan yang akan dikaji serta tujuan dan analisis itu sendiri. Semakin kompleks masalah kebijakan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan, semakin


(26)

diperlukan teori atau model relatif operasional, dimana nantinya model yang dipilih akan mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang menjadi fokus analisis.

Berbagai model implementasi kebijakan publik mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk memahami model-model tersebut, Nugroho (2008:438) menjabarkan beberapa model di bawah ini :

a. Model Van Meter dan Van Horn

Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel: aktivitas implementasi dan komunikasi antarorganisasi, karakteristik agen pelaksana/implementor, kondisi ekonomi-sosial-politik, dan kecenderungan (disposition) pelaksana/implementor.

b. Model Mazmanian dan Sabatier

Model ini disebut model kerangka analisis implementasi (a framework for

implementation analysis). Model ini mengklasifikasikan proses

implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel. Variabel tersebut adalah variabel independen, variabel intervening, dan variabel dependen.

c. Model Hogwood dan Gunn

Model ini mendasarkan pada konsep manajemen strategis yang mengarah pada praktik manajemen yang sistematis dan tidak meninggalkan kaidah-kaidah pokok. Kelemahannya, konsep ini secara tidak tegas menunjukkan nama yang bersifat politis, strategis, dan teknis atau operasional.


(27)

d. Model Goggin

Model ini bertujuan mengembangkan model implementasi kebijakan yang “lebih ilmiah” dengen mengedapankan pendekatan “metode penelitian” dengan adanya variabel independen, intervening, dan dependen, dan meletakkan faktor “komunikasi” sebagai penggerak dalam implementasi kebijakan.

e. Model Grindle

Model ini ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa kebijakan ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat

implementability dari kebijakan tersebut.

f. Model Elmore, dkk

Model implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakan atau tetap melibatkan pejabat pemerintah namun hanya ditataran rendah. g. Model George C. Edward III

Model ini menegaskan bahwa masalah utama administrasi publik adalah

lack of attention to implementation (kurangnya perhatian dari

implementasi). Dikatakannya, without effective implementation the

decision of policymakers will not be carried out successfully (tanpa

implementasi yang efektif, pembuat kebijakan tidak akan berjalan lancar). Edward menyarankan untuk memerhatikan empat isu pokok agar implementas kebijakan menjadi efektif, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, atau kecenderungan, yang terakhir struktur birokrasi.


(28)

h. Model Nakamura dan Smallwood

Model ini menganggap praktikalisasi menjadi magnet sangat besar terhadap para praktisi kebijakan, yang justru mendekatkan antara ilmuwan kebijakan dan praktisi kebijakan. Kedekatan ini menjadikan pengetahuan implementasi kebijakan semakin mampu mengkontribusikan nilai bagi kehidupan bersama. Konsekuensinya adalah, pengetahuan implementasi kebijakan tidak lagi menjadi monopoli para professor kebijakan publik, namun juga para praktisnya dibirokrasi dan lembaga administrasi publik lainnya.

i. Model Jaringan

Model ini memahami bahwa proses implementasi kebijakan adalah sebuah

complex of interaction processes diantara sejumlah aktor besar yang

berada dalam suatu jaringan (network) aktor-aktor yang independen, Interaksi diantara para aktor dalam jaringa tersebutlah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi bagian penting didalamnya.

Dari beberapa model di atas, penelitian ini menggunakan model implementasi George C. Edward III untuk mengukur implementasi Perwali No.94 Tahun 2011. Alasan peneliti menggunakan model ini karena sesuai dengan keadaan atau kondisi yang ada di dalam implementasi kebijakan, yaitu khususnya faktor komunikasi dan disposisi atau sikap kebijakan pada saat kebijakan diimplementasikan. Selanjutnya dengan menggunakan indikator faktor


(29)

sumberdaya dan struktur birokrasi dapat diketahui mengapa implementasi kebijakan ini belum berjalan baik.

4. Model Implementasi George C. Edward III

Menurut Edward, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public

administration (administrasi publik) dan public policy (kebijakan publik).

Menurut Edward ada 4 (empat) faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Komunikasi

Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap, dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan (Nugroho, 2008:447). Agustino (2006:150), menjelaskan bahwa ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur faktor komunikasi Edward. Indikator tersebut antara lain :

- Transmisi

Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian, hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.


(30)

Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (

street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak

ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. - Konsistensi.

Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

b. Sumber daya (Resources)

Hal ini berkenaan dengan ketersediaan sumber daya manusia menjalankan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif. Sumber daya yang penting menurut Edward dalam Agustino (2006:151) meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanalan tugas-tugas mereka, informasi, wewenang, dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usulan-usulan di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

Sebagaimana yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, staf merupakan sumber daya utama dalam implementasi kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi, salah satunya disebabkan oleh staf atau


(31)

pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

c. Disposisi (Disposition)

Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor yang penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.

Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diingini oleh pembuat kebijakan. Demikian pula sebaliknya, apabila tingkah laku-tingkah laku atau perspektif-perspektif para pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit.

d. Struktur birokrasi

Edward dalam Nugroho (2008:447), menjelaskan bahwa struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif.

Menurut Edward dalam Agustino (2006:153), dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerka struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah: melakukan standar operating procedures (SOPs) dan pelaksanaan


(32)

fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan/administrator/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (standar minimum yang dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.

D. Retribusi Daerah

Dalam tinjauan mengenai retribusi daerah, peneliti menguraikan beberapa hal yang terdapat di dalamnya. Beberapa hal tersebut antara lain : pengertian retribusi daerah, jenis-jenis retribusi daerah, dan retribusi pengujian kendaraan bermotor. 1. Pengertian Retribusi daerah

Menurut e book RPIJM selain pajak pemerintah dapat melakukan pemungutan lain yaitu retribusi. Terdapat perbedaan mendasar antara pajak dan retribusi baik sumber, mekanisme pemungutannya maupun prestasi yang didapat dari pembayar. Terkait pengertian retribusi daerah menurut Pasal 1 UU RI No. 28 Tahun 2009 :

Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk

kepentingan pribadi atau badan.”

2. Jenis-jenis Retribusi Daerah

Menurut Zuraida (2012:88), retribusi terbagi atas 3 (tiga) jenis. Tiga jenis retribusi tersebut adalah sebagai berikut :


(33)

a. Retribusi jasa umum. b. Retribusi jasa usaha.

c. Retribusi perizinan tertentu.

Dimasing-masing jenis retribusi tersebut terdapat beberapa macam/golongan retribusi. Penggolongan retribusi daerah tersebut antara lain sebagai berikut :

Tabel 3. Penggolongan Retribusi Daerah

Jasa Umum Jasa Usaha Perizinan tertentu

1. Retribusi pelayanan

kesehatan.

2. Retribusi pelayanan

persampahan/kebersihan. 3. Retribusi pergantian biaya

cetak KTP dan akta

catatan sipil.

4. Retribusi pelayanan

pemakaman dan

pengabuan mayat.

5. Retribusi pelayanan parkir

di tepi jalan umum.

6. Retribusi pelayanan pasar.

7. Retribusi pengujian

kendaraan bermotor.

8. Retribusi pemeriksaan alat

pemadam kebakaran.

9. Retribusi penggantian

biaya cetak peta.

10. Retribusi penyediaan

dan/atau penyedotan

kakus.

11. Retribusi pengolahan

limbah cair.

12. Retribusi pelayanan

Tera/Tera ulang.

13. Retribusi pelayanan

pendidikan.

14. Retribusi pengendalian

menara telekomunikasi.

1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah.

2. Retribusi pasar

grosir dan/atau

pertokoan.

3. Retribusi tempat

pelelangan. 4. Retribusi terminal.

5. Retribusi tempat

khusus parkir.

6. Retribusi tempat

penginapan atau

pesanggrahan atau villa.

7. Retribusi rumah

potong hewan.

8. Retribusi pelayanan

kepelabuhan.

9. Retribusi tempat

rekreasi dan

olahraga. 10.Retribusi

penyebrangan di

air.

11.Retribusi penjualan

produksi usaha

daerah.

1. Retribusi izin

mendirikan bangunan.

2. Retribusi izin tempat penjualan minuman berakohol

3. Retribusi izin

gangguan.

4. Retribusi izin trayek. 5. Retribusi izin usaha

perikanan.


(34)

Berdasarkan tabel diatas, penelitian ini akan meneliti retribusi daerah yang berjenis jasa umum, yaitu : retribusi pengujian kendaraan bermotor.

3. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

Pada UU RI No. 28 Tahun 2009 pasal 117 ayat 1 objek retribusi pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor, termasuk kendaraan bermotor diatas air, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Untuk memahami lebih lanjut terkait retribusi pengujian kendaraan bermotor dapat dipahami melalui tabel dibawah ini :

Tabel 4. Retribusi pengujian kendaraan bermotor

Unsur Keterangan

Objek retribusi Pelayanan pengujian kendaraan bermotor, termasukan kendaraan

bermotor di air.

Subjek retribusi Orang pribadi atau badan yang memperoleh jasa pelayanan

pengujian kendaraan bermotor.

Wajib retribusi Orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi pelayanan pengujian kendaraan bermotor. Sumber : Zuraida (2012:95)

E. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011

Setelah disahkannya UU RI No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, maka UU tersebut harus dilaksanakan oleh setiap daerah di Indonesia. Pemkot Bandar Lampung akhirnya menetapkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 05 Tahun 2011 (Perda No. 05 Tahun 2011) tentang retribusi jasa umum. Oleh karena itu, untuk melaksanakan peraturan tersebut maka disusun Perwali No. 94 Tahun 2011 tentang tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor.


(35)

Terkait nama objek dan subjek retribusi terdapat pada pasal 3 dan pasal 4 sebagai berikut :

Pasal 3

Ayat 1 : objek retribusi pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor termasuk kendaraan bermotor di air sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang diselenggarakan oleh pemerintah kota.

Ayat 2 : Rincian jenis objek dalam pengujian kendaraan bermotor, yaitu : a. Mobil bus,

b. Mobil penumpang umum, c. Mobil barang,

d. Kereta gandengan, e. Kereta tempelan, f. Kendaraan khusus.

Sedangkan, mengenai struktur dan besaran tarif retribusi terdapat pada pasal 6 yaitu :

Pasal 6

Ayat 1 : struktur besarnya tarif retribusi pengujian kendaraan bermotor ditetapkan dan/atau terdiri dari komponen biaya administrasi dan komponen jasa pengujian kendaraan bermotor.

Ayat 2 : Struktur dan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

a. Biaya administrasi sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah). b. Pengujuan kendaraan bermotor/jasa pengujian :


(36)

- Mobil bus Rp.15.000,- (lima belas ribu rupiah). - Kendaraan khusus Rp.15.000 (lima belas ribu rupiah).

- Mobil penumpang umum Rp.12.500,- (dua belas ribu lima ratus rupiah).

- Kereta gandengan dan kereta tempelan Rp.15.000,- (lima belas ribu rupiah).

- Mobil barang (truck dan pick up) Rp.15.000,- (lima belas ribu rupiah).

c. Buku uji sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah). d. Tanda uji (pengesahan) Rp.5.000 (lima ribu rupiah).

e. Pengetokan nomor uji Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

f. Pengecatan dan atau pemasangan sticker Rp.12.500,- (dua belas ribu lima ratus rupiah).


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Dalam menentukan lokasi penelitian, Moleong (2007:128) berpendapat bahwa cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan mempertimbangkan teori substantif dan dengan mempelajari secara mendalam fokus serta rumusan masalah penelitian. Keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian.

Lokasi dalam penelitian ini ditentukan dengan sengaja (purposive), yaitu pada Dishub Kota Bandar Lampung, khususnya UPT PKB Kota Bandar Lampung. Ada beberapa alasan mengapa peneliti melaksanakan penelitian di tempat tersebut, yaitu :

1. UPT PKB Kota Bandar Lampung adalah pihak pelaksana dalam pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor Kota Bandar Lampung.


(38)

2. Kota Bandar Lampung merupakan pusat pemerintahan di Provinsi Lampung dan jumlah kendaraan di kota ini mengalami peningkatan setiap tahunnya.

3. Peneliti cukup dimudahkan terkait kondisi geografis dan praktis peneliti seperti waktu, biaya, dan tenaga. Hal tersebut dikarenakan peneliti berdomisili di Kota Bandar Lampung.

Suatu penelitian harus memiliki target waktu penyelesaian. Penelitian ini memiliki target waktu yang berlangsung maksimal 6 (enam) bulan, semenjak judul penelitian ini diterima pada awal bulan Oktober 2012. Kemudian pasca diterimanya judul penelitian, peneliti melaksanakan pra-riset dari bulan oktober sampai dengan awal bulan November 2012. Skripsi ini disajikan dalam seminar proposal pada tanggal 31 Januari 2013. Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data dan menganalisa data sampai tercapainya hasil diinginkan dalam tujuan penelitian.

B. Instrumen Penelitian dan Sumber Data

Menurut Sugiyono (2010:222), dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun kelapangan. Dengan demikian, maka yang menjadi instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.


(39)

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nasution di dalam Sugiyono (2010:223) bahwa :

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan

manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, ini semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai satu-satunya

yang dapat mencapainya”.

Selanjutnya, dalam suatu penelitian instrumen penelitan untuk melaksanakan penelitian harus memiliki sumber data. Sumber data adalah suatu sumber-sumber yang dapat menghasilkan data-data yang terkait penelitian yang sedang dilaksanakan. Dalam penelitian ini peneliti membagi 2 (dua) jenis sumber data, yaitu : data primer dan data sekunder. Berikut ini adalah penjelasan kedua sumber data tersebut :

1. Data Primer

Menurut Hasan dalam Liuw (2008:46), data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Pada penelitian ini data dapat diperoleh melalui wawancara. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini antara lain :


(40)

Tabel 5. Daftar Informan Penelitian dan Informasi Yang Diperoleh

No, Informan Informasi Unsur/Jabatan Tanggal

Wawancara

1. Ricardo,

BNW, SH,

MM.

Gambaran pelaksanaan Perwali No. 94 Tahun 2011.

Kasubbag TU

UPT PKB Kota Bandar

Lampung

12 April

2013

2. Hartono Gambaran hasil

pelaksanaan Perwali

No. 94 Tahun 2011.

Pemilik Truck, pengusaha

panglong kayu

di Langkapura, Bandar

Lampung

15 April

2013

3. Radinal

Muchtar

Gambaran hasil

pelaksanaan Perwali

No. 94 Tahun 2011.

Pemilik salah

satu MPU

(angkutan umum kemiling)

16 April

2013

4. Chandra A. Gambaran hasil

pelaksanaan Perwali

No. 94 Tahun 2011.

Pemilik Bus 25 Juli 2013

Sumber : Diolah oleh peneliti. 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah berupa data-data tertulis yang digunakan sebagai informasi pendukung dalam analisis data primer, bukan sebagai unit analisis utama dalam kegiatan analisis data. Data pendukung berupa peraturan-peraturan terkait implementasi Perwali No. 94 Tahun 2011, serta literatur-literatur yang memiliki kaitan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun dokumen-dokumen yang peneliti dapatkan selama penelitian antara lain :

- UU RI No. 32 Tahun 2004 - UU RI No. 28 Tahun 2009 - UU RI No. 22 Tahun 2009


(41)

- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 - Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2012

- Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 34 Tahun 2001 - Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2008 - Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 - Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 108 Tahun 2011

C. Metode

Peneliti akan menjabarkan mengenai dua hal yang terdapat di dalam sub ini, yaitu: tipe penelitian dan fokus penelitian.

1. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2010:9) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi. Sedangkan Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2007:4), mendefiniskan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.


(42)

Dengan demikian, metode kualitatif adalah merupakan suatu prosedur yang umumnya dipakai dalam penelitian sosial yang bergantung kepada pengamatan terhadap manusia dan menghasilkan data-data deskriptif dari perilaku yang diamati. Sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah tipe pendekatan deskriptif, dikarenakan tipe tersebut berusaha menggambarkan atau melukiskan suatu keadaan berdasarkan pada fakta yang ada. Menurut Nawawi dalam liuw (2008:42), yang dimaksud dengan tipe deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif atau gambaran secara sistematis , faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

2. Fokus Penelitian

Fokus merupakan suatu batasan masalah dalam penelitian kualitatif yang masih bersifat sementara dan akan berkembang atau berubah setelah peneliti turun kelapangan. Fokus penelitian sangat penting sebab fokus akan membatasi ruang lingkup penelitian. Moeleong (2007:97) menjelasakan bahwa ada 4 (empat) alasan diperlukannya fokus penelitian dalam penelitian kualitatif, yaitu :

a. Suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang vakum atau kosong. b. Fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari

pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya.

c. Tujuan penelitian pada dasarnya adalah memecahkan masalah yang telah dirumuskan.


(43)

d. Masalah yang bertumpu pada fokus yang ditetapkan bersifat tentatif, dapat diubah sesuai dengan situasi latar penelitian.

Oleh karena itu, peneliti memberikan pembatasan penelitian melalui fokus penelitian. Penelitian ini difokuskan kepada :

a. Menggambarkan dan menganalisa pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 tentang tata cara pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor dengan model implementasi George C. Edward III. Indikator-indikator model tersebut adalah

- Komunikasi

Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik, ketersediaan sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari para pihak yang terlibat, dan bagaiman struktur birokrasi pelaksana kebijakan. Secara umum tiga hal yang penting dalam indikator ini, yaitu : transmisi, konsistensi, dan kejelasan.

- Sumber Daya (Resources)

Berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out (melaksanakan) kebijakan secara efektif.

- Disposisi (Disposition)

Berkenaan dengan ketersediaan dari para implementator untuk carry out (melaksanakan) kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak


(44)

mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melakasanakan kebijakan.

- Struktur birokrasi

Berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik.

b. Faktor Pendukung dan Penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 tentang tata cara pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor..

D. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data yang di gunakan sebagai berikut : 1. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada informan, kemudian pewawancara mencatat atau merekam jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh informan. Peneliti menyusun panduan wawancara berdasarkan fokus masalah penelitian untuk dijadikan materi dalam wawancara agar menjadi terarah dan tidak menyimpang. Di dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai beberapa informan yang telah tertera di dalam tabel 5. Wawancara tersebut dilakukan untuk mengetahui mengenai bagaiamana gambaran pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 tentang tata cara pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor.


(45)

Gambar 2. Dokumentasi Penelitian Saat Mewawancarai Informan

Sumber : Gambar diambil oleh peneliti 2. Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Terkait penelitian ini, dokumen yang dibutuhkan antara lain : peraturan-peraturan, laporan pelaksanaan kebijakan pengujian kendaraan bermotor, data-data mengenai jumlah kendaraan bermotor, dan catatan-catatan penting mengenai pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 tentang tata cara pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor..

3. Observasi

Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010:145), mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Berkaitan


(46)

penelitian ini, peneliti melaksanakan observasi langsung pada lokasi penelitian yang ditetapkan, yaitu UPT PKB Kota Bandar Lampung.

E. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka langkah yang akan dilakukan selanjutnya adalah mengolah dan menganalisa data. Analisa data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007:248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Irawan (2006:74) memaparkan beberapa langkah yang dapat digunakan dalam menganalisis data penelitian, yaitu:

1. Pengumpulan data mentah. 2. Transkrip data.

3. Pembuatan koding. 4. Kategorisasi data. 5. Penyimpulan sementara. 6. Triangulasi.

7. Penyimpulan akhir.

Berdasarkan pemaparan Irawan diatas, peneliti akan menggunakan teknik-teknik tersebut. Pengumpulan data mentah oleh peneliti akan dilakukan dengan teknik pengumpulan data yang telah di tentukan (wawancara, dokumentasi, dan


(47)

observasi). Selanjutnya, peneliti melaksanakan transkrip data dari hasil pengumpulan data mentah. Hal ini dilakukan dengan cara merubah catatan hasil pengumpulan data mentah ke bentuk tertulis. Langkah selanjutnya, melakukan koding data dan kategorisasi data. Hasil transkrip data disederhanakan dengan memberi kode pada setiap konsep-konsep (kata-kata) kunci per hasil data dan kemudian ”mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci tersebut dalam satuan besaran yang dinamakan ”kategori”. Selanjutnya, hal yang dilakukan adalah menyimpulkan sementara. Kemudian dilaksanakan langkah triangulasi, yaitu proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya. Pasca langkah triangulasi, maka peneliti melaksanakan penyimpulan akhir.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal :

Agustino, L. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung.

Armey, Y.P. 2012. Implementasi Program Jampersal di Kabupaten Lebak

Provinsi Banten Tahun 2011. Universitas Indonesia. Depok.

Dunn, W.N. 1999. Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Harfa, F. 2007. Evaluasi Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Operasional Sekolah (PKPS BBM-BOS)

Di Sekolah-Sekolah Kota Bandar Lampung Tahun 2005. Universtas

Lampung. Bandar Lampung.

Irawan, P. 2006. Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.

Departemen Ilmu Administrasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Jakarta.

Juwandi, R. 2012. Efektivitas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung

Dalam Rangka Reformasi Birokrasi. Universitas Pendidikan

Indonesia. Bandung.

Liuw, N.A. 2008. Evaluasi Kebijakan Siaran Iklan Niaga di Radio (Studi Evaluasi Peencapaian Tujuan Dan Dampak Penerapan Pasal 46 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Iklan Radio


(49)

Nugroho, R. 2008. Public Policy. PT. Gramedia. Jakarta.

Salim, A.A. 1993. Manajemen Transportasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Winarno. 2012. Kebijakan Publik, Teori, Proses, dan Studi Kasus edisi & Revisi

Terbaru. CAPS. Yogyakarta.

Zuraida, I. 2012. Teknik Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta.

Artikel :

Koran Harian Radar Lampung. Koran Harian Lampung Post.

Lembar Kedudukan, Tupoksi, Realisasi dan Program Kegiatan UPT. Pengujian Kendaraan Bermotor. Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

Profil Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Tahun 2010. RPIJM. Buku Panduan Keuangan Daerah. E book.

Peraturan-Peraturan :

Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1965. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1992. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2009.


(50)

Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.2889/AJ.402/DRJD/2007. Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2012.

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 03 Tahun 2008 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 34 Tahun 2001 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2008 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 108 Tahun 2011

Website :

http ://www.bandarlampung.go.id http ://www.dephub.go.id. http ://www.koraneditor.co.id. http : //www.lampungpost.co.id. http : //www.radarlampung.co.id. http : //www.rakyatlampung.go.id.


(1)

41

Gambar 2. Dokumentasi Penelitian Saat Mewawancarai Informan

Sumber : Gambar diambil oleh peneliti 2. Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Terkait penelitian ini, dokumen yang dibutuhkan antara lain : peraturan-peraturan, laporan pelaksanaan kebijakan pengujian kendaraan bermotor, data-data mengenai jumlah kendaraan bermotor, dan catatan-catatan penting mengenai pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 tentang tata cara pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor..

3. Observasi

Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010:145), mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Berkaitan


(2)

42

penelitian ini, peneliti melaksanakan observasi langsung pada lokasi penelitian yang ditetapkan, yaitu UPT PKB Kota Bandar Lampung.

E. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka langkah yang akan dilakukan selanjutnya adalah mengolah dan menganalisa data. Analisa data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007:248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Irawan (2006:74) memaparkan beberapa langkah yang dapat digunakan dalam menganalisis data penelitian, yaitu:

1. Pengumpulan data mentah. 2. Transkrip data.

3. Pembuatan koding. 4. Kategorisasi data. 5. Penyimpulan sementara. 6. Triangulasi.

7. Penyimpulan akhir.

Berdasarkan pemaparan Irawan diatas, peneliti akan menggunakan teknik-teknik tersebut. Pengumpulan data mentah oleh peneliti akan dilakukan dengan teknik pengumpulan data yang telah di tentukan (wawancara, dokumentasi, dan


(3)

43

observasi). Selanjutnya, peneliti melaksanakan transkrip data dari hasil pengumpulan data mentah. Hal ini dilakukan dengan cara merubah catatan hasil pengumpulan data mentah ke bentuk tertulis. Langkah selanjutnya, melakukan koding data dan kategorisasi data. Hasil transkrip data disederhanakan dengan memberi kode pada setiap konsep-konsep (kata-kata) kunci per hasil data dan kemudian ”mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci tersebut dalam satuan besaran yang dinamakan ”kategori”. Selanjutnya, hal yang dilakukan adalah menyimpulkan sementara. Kemudian dilaksanakan langkah triangulasi, yaitu proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya. Pasca langkah triangulasi, maka peneliti melaksanakan penyimpulan akhir.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal :

Agustino, L. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung.

Armey, Y.P. 2012. Implementasi Program Jampersal di Kabupaten Lebak Provinsi Banten Tahun 2011. Universitas Indonesia. Depok.

Dunn, W.N. 1999. Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Harfa, F. 2007. Evaluasi Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Operasional Sekolah (PKPS BBM-BOS) Di Sekolah-Sekolah Kota Bandar Lampung Tahun 2005. Universtas Lampung. Bandar Lampung.

Irawan, P. 2006. Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Departemen Ilmu Administrasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Jakarta.

Juwandi, R. 2012. Efektivitas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung Dalam Rangka Reformasi Birokrasi. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Liuw, N.A. 2008. Evaluasi Kebijakan Siaran Iklan Niaga di Radio (Studi Evaluasi Peencapaian Tujuan Dan Dampak Penerapan Pasal 46 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Iklan Radio Di Kota Bandar Lampung). Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(5)

Moleong, L.J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nugroho, R. 2008. Public Policy. PT. Gramedia. Jakarta.

Salim, A.A. 1993. Manajemen Transportasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Winarno. 2012. Kebijakan Publik, Teori, Proses, dan Studi Kasus edisi & Revisi Terbaru. CAPS. Yogyakarta.

Zuraida, I. 2012. Teknik Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta.

Artikel :

Koran Harian Radar Lampung. Koran Harian Lampung Post.

Lembar Kedudukan, Tupoksi, Realisasi dan Program Kegiatan UPT. Pengujian Kendaraan Bermotor. Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

Profil Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Tahun 2010. RPIJM. Buku Panduan Keuangan Daerah. E book.

Peraturan-Peraturan :

Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1965. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1992. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2009.


(6)

Keputusan Menteri Perhubungan No.63 Tahun 1993. Keputusan Menteri Perhubungan No. 71 Tahun 1993.

Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.2889/AJ.402/DRJD/2007. Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2012.

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 03 Tahun 2008 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 34 Tahun 2001 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2008 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 94 Tahun 2011 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 108 Tahun 2011

Website :

http ://www.bandarlampung.go.id http ://www.dephub.go.id. http ://www.koraneditor.co.id. http : //www.lampungpost.co.id. http : //www.radarlampung.co.id. http : //www.rakyatlampung.go.id.


Dokumen yang terkait

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

23 220 103

Dampak Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 4 Ayat 2pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

14 149 189

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

4 114 100

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah : Pajak Restoran Di Kabupaten Deli Serdang

24 244 132

Implementasi Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 7 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

6 111 114

“Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

8 145 136

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan)

1 46 79

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN MINIMARKET (Studi Implementasi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung)

6 68 99

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN WALIKOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 114 TAHUN 2011 (Tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Reklame)

2 31 59