11
C. Genosida dalam Perang Melawan Teror
Hingga sekarang, AS dan sekutunya masih merahasiakan jumlah korban yang diakibatkan
oleh aksi mereka. Mereka hanya tertarik menghitung korban dari pihak mereka: 4.804
pasukan multinasional telah terbunuh di Irak dari Maret 2003 hingga Februari 2012, waktu di
mana AS berhenti menghitung jumlah korban. Hingga akhir 2014, mereka juga mencatat bahwa
3.485 pasukan keamanan internasional dari NATO telah kehilangan nyawa di Afghanistan. Di
Pakistan, karena AS dan pasukan internasional merahasiakan penerjunan pasukannya di sana,
terutama di wilayah tribal, tidak ada data statistik jumlah korban dari pasukan mereka
tersebut. Gambaran tentang personel militer yang
terluka dalam kancah perang tersebut juga tidak lengkap. Hanya pasukan militer AS yang
diidentifikasi, yaitu 32.223 pasukan yang terluka sepanjang invasi ke Irak sejak tahun 2003, dan
hingga November 2014 sejumlah 20.040 pasukan terluka di Afghanistan.
Tidak ada data yang disajikan mengenai gangguan mental yang menghinggapi personel
militer yang diterjunkan di Irak, Afghanistan, dan Pakistan.
Dari sejumlah data di atas, mereka secara resmi mengabaikan korban dari pihak sipil
maupun dari kombatan lawan, baik yang terbunuh maupun yang terluka. Fakta tersebut
tentu saja tidak mengejutkan. Langkah tersebut bukanlah karena kelalaian, namun memang
disengaja. Pemerintah
AS masih
terus merahasiakan jumlah korban serangan mereka.
Dan hal itu bukan tanpa alasan, terbukanya dampak mengerikan dari kebijakan mereka ke
ruang publik, akan meruntuhkan argumen mereka bahwa mereka melakukan invasi ke Irak
dalam rangka membebaskan rakyat negara tersebut dari kediktatoran, menghapuskan Al
Qaidah dari Afghanistan dan mengeliminasi tempat perlindungan teroris di Pakistan agar
mereka tidak melancarkan serangan ke wilayah AS, meningkatkan keamanan global, serta dalam
rangka menguatkan hak asasi manusia. Semua itu dilakukan
dengan biaya
yang bisa
dipertanggungjawabkan. Namun, kenyataan berkata lain. Masyarakat
dunia tahu bahwa seluruh perhitungan tersebut keliru. Abad ke 21 menjadi saksi hilangnya
nyawa jutaan masyarakat sipil dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya terutama di
Irak, Afghanistan, dan Pakistan. Dan tak seorang pun berani bertanya apakah langkah tersebut
layak diambil. Media Barat seringkali menggunakan kata
genosida saat pemerintah mereka tidak terlibat dalam sebuah konflik. Di Rwanda dan Sudan, kata
genosida seringkali kita dengar dari mereka. Tapi, saat Barat terlibat atau ambil bagian dalam
sebuah konflik bersenjata, kita jarang mendengar kata genosida digunakan, bahkan dalam sebuah
pembunuhan tanpa keadilan terhadap warga sipil tak berdosa sekalipun. Sebagian besar
masyarakat yang tinggal di Timur Tengah adalah umat Islam, dan mereka sangat terpengaruh oleh
perang imperalis Barat di wilayah tersebut.
12
Mungkin, hampir tidak mungkin untuk bisa mendapatkan data jumlah korban yang pasti dari
perang yang dilancarkan oleh Barat di Timur Tengah tersebut, namun sebuah investigasi
terbaru mengungkapkan sebuah fakta yang mencengangkan: jumlah umat Islam yang
dibunuh oleh Barat telah mencapai angka 4 juta, bahkan mungkin bisa lebih. Dalam bahasa
singkatnya, AS dan sekutunya telah melakukan, dan masih terus melakukan, kejahatan melawan
kemanusiaan. Pada bulan Maret 2015, Physicians for
Social Responsibility, salah satu peraih nobel perdamaian, mengungkapkan bahwa korban
perang Irak sejak invasi AS dan sekutunya tahun 2003 sekitar 1,3 juta. Bahkan mereka juga
menduga mungkin jumlahnya bisa meningkar menjadi sekitar 2 juta orang yang telah tewas.
1
Investigasi ini
menyimpulkan bahwa
perang [melawan teror], secara langsung atau tidak langsung, telah membunuh sekitar 1 juta
orang di Irak, 220.000 di Afghanistan, dan 80.000 di Pakistan, dengan total sekitar 1,3 juta.
Hitungan ini belum termasuk zona perang lain seperti Yaman. Jumlahnya kira-kira 10 kali lipat
lebih besar dari yang selama ini disadari oleh publik, para ahli, dan para pembuat keputusan,
dan dipropagandakan oleh media dan NGO-NGO besar. Dan ini hanya hitungan kasar. Jumlah total
korban tewas di tiga negara yang disebut di atas bisa jadi mencapai 2 juta.
2
1
http:www.psr.orgassetspdfsbody-count.pdf
2
http:www.ippnw.decommonFilespdfsFriedenBody_Coun t_first_international_edition_2015_final.pdf
Sebulan kemudian, pada bulan April 2015, jurnalis
investigasi, Nafeez
Ahmed, mengungkapkan bahwa korban tewas yang
sesungguhnya bisa mencapai 4 juta orang jika korban yang tewas akibat dari sanksi AS di Irak
juga dimasukkan.
3
Menurut Ahmed, studi tersebut hanya menghitung korban dari konflik
kekerasan. Sedangkan banyak korban lain yang tewas sebagai dampak atas kerusakan yang
disebabkan oleh perang melawan terorisme terhadap
infrastruktur-infrastruktur penting,
dari jalan, lahan pertanian, hingga rumah sakit, yang belum dihitung.
Menurut PBB, sekitar 1,7 juta orang tewas, separuhnya anak-anak, sebagai akibat dari sanksi
ekonomi yang diberikan kepada Irak dan dikuatkan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB
661, yang
kemudian ditindaklanjuti
oleh pemerintah AS pada tahun 1990-an.
4
Istilah genosida mulai muncul pada tahun 1943, melalui pengacara Yahudi Polandia
bernama Raphael Lemkin. Lemkin menciptakan kata tersebut dengan mengombinasikan kata
Yunana, geno , yang berarti rakyat atau suku, dengan
istilah latin
cide , yang
berarti membunuh.
Pengadilan Nurnberg,
yang mengadili
beberapa petinggi
Nazi atas
kejahatan kemanusiaan, mulai digelar pada tahun 1945
dengan dasar dari ide genosida Lemkin. Tahun berikutnya,
genosida menjadi
hukum internasional. Menurut United to End Genocide:
3
http:www.middleeasteye.netcolumnsunworthy-victims- western-wars-have-killed-four-million-muslims-1990-
39149394
4
https:en.wikipedia.orgwikiSanctions_against_Iraq
13
Pada tahun 1946, Majelis Umum PBB mengadopsi sebuah resolusi yang
menekankan bahwa genosida adalah kejahatan dalam hukum internasional,
tapi tidak memberikan definisi hukum mengenai kejahatan yang dimaksud.
Dengan dukungan dari perwakilan AS, Lemkin
mempresentasikan draft
pertama Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman atas
Genosida di depan PBB. Majelis Umum PBB mengadopsi konvensi tersebut pada tahun 1948,
meski perlu waktu tiga tahun sejak saat itu untuk membuat negara anggota menandatanganinya.
Menurut konvensi
tersebut, genosida
didefinisikan sebagai: tindakan-tindakan
berikut yang
dilakukan dengan
tujuan untuk
menghancurkan, secara menyeluruh atau sebagian, suatu kelompok bangsa,
etnis, ras atau agama seperti dengan melakukan:
a. Membunuh anggota kelompok b. Menyebabkan luka parah baik
mental maupun
fisik kepada
anggota kelompok c. Secara sengaja menciptakan kondisi
hidup kelompok yang diperhitung- kan akan mengakibatkan kehancur-
an fisik baik secara menyeluruh maupun sebagian
d. Memaksakan tindakan yang meng- hambat kelahiran dalam kelompok
e. Secara paksa memindah anak-anak satu kelompok ke kelompok lain.
Menurut konvensi tersebut, genosida tidak sekadar
didefinisikan sebagai
tindakan pembunuhan yang disengaja, tapi juga meliputi
kegiatan membahayakan lain yang lebih luas: secara sengaja sengaja menciptakan
keadaan kehidupan yang bertujuan mengakibatkan
kelompok tersebut
musnah secara fisik baik seluruh atau sebagiannya ,
termasuk dengan
sengaja menghilangkan
sumber- sumber
yang digunakan
untuk kelangsungan hidup seperti air bersih,
makanan, pakaian,
tempat perlindungan atau perawatan medis.
Penghilangan sumber-sumber
kelangsungan hidup dapat dilakukan melalui pengambilan hasil panen,
pemblokiran bahan
makanan, penahanan didalam kamp-kamp, atau
pemindahan atau pengusiran secara paksa.
Kata kunci
dalam konvensi
tentang genosida adalah aksi yang dilakukan dengan niat
untuk menghacurkan. Meski fakta menunjukkan banyaknya korban tewas di dunia Islam akibat
perang yang dilancarkan Barat, mungkin sulit bagi kita untuk berargumen bahwa aksi yang
dilakukan oleh Barat sengaja diniatkan untuk menghancurkan kelompok nasional, etnis, ras,
atau agama tertentu. Para pembuat konvensi tersebut pun sadar akan hal itu, hanya sedikit
14
dari yang melakukan genosida yang berani menorehkan kebijakan mereka tersebut dalam
sebuah tulisan, sebagaimana yang dilakukan oleh Nazi. Meski demikian, sebagaimana yang ditulis
oleh Genocide Watch pada tahun 2002: Niat bisa dibuktikan secara langsung dari pernyataan atau
perintah. Tapi lebih daripada itu, ia bisa diduga dari
sebuah pola
sistematis aksi
yang terkoordinasi.
5
Pasca serangan 11 September, presiden George W. Bush menggunakan pilihan kata yang
cukup aneh dan kontroversial dalam satu satu pidatonya. Penulis dari Wall Street Journal, Peter
Waldman dan Hugh Pope, mencatat: Presiden
Bush bersumpah
untuk membersihkan
dunia para
penjahat, kemudian memperingatkan: perang salib
ini, perang melawan terorisme ini, akan berjalan dalam beberapa waktu.
Perang Salib? Dalam penggunaan yang cukup tepat, kata tersebut menjelaskan
tentang ekspedisi militer Kristen satu milenium yang lalu untuk merebut Tanah
Suci dari umat Islam. Tapi bagi dunia Islam, di mana sejarah dan agama
melingkupi kehidupan sehari-hari dalam sebuah cara yang tidak dapat diduga oleh
sebagian besar warga AS, [kata tersebut] bermakna lain: invasi kultural dan
ekonomi Barat yang, dikhawatirkan oleh umat Islam, akan berusaha menaklukkan
mereka dan menodai agama Islam.
6
5
http:www.genocidewatch.orggenocidewhatisit.html
6
http:www.wsj.comarticlesSB1001020294332922160
Setelah itu, dalam perang yang dilakukan di Irak dan Afghanistan, AS tidak hanya membunuh
jutaan orang, tapi mereka juga secara sistematis menghancurkan infrastruktur kesehatan, dan
kehidupan di negara tersebut. Dalam konteks ini, banyak warga AS yang menjalankan bahasa
kontroversial Bush, yaitu perang Salib, dengan menyerukan agar umat Islam dimasukkan ke
dalam camp
7
atau bahkan secara terbuka menyerukan dilakukannya genosida.
8
Sebagian besar
korban dari
perang tersebut, secara statistik, adalah umat Islam
jauh bertolakbelakang dengan pandangan umum bahwa kelompok radikal Islam adalah kelompok
paling mematikan di Timur Tengah. Sebaliknya, fakta tersebut justru menunjukkan bahwa AS
adalah pembunuh paling buruk, dan korban tewas yang dihasilkannya menyerupai dengan
genosida agama. Pada tahun 2009, Stephen M. Walt, seorang
profesor hubungan internasional di Harvard University, menulis:
Berapa banyak orang Islam yang dibunuh oleh AS dalam tiga puluh
terakhir, dan berapa banyak warga AS yang
dibunuh oleh
orang Islam?
Mendapatkan jumlah yang tepat atas pertanyaan ini mungkin bisa dikatakan
tidak mungkin, tapi juga tidak perlu,
7
https:firstlook.orgtheintercept20150720chattanooga- wesley-clark-calls-internment-camps-disloyal-americans
8
http:www.salon.com20141007why_right_wing_christian s_are_actively_promoting_genocide_partner
15
karena dalam hitungan kasar pun, jumlahnya jelas-jelas sangat timpang.
9
Atau sebagaimana yang diungkapkan oleh Ben Affleck, Kita jauh lebih banyak membunuh
orang Islam dibanding mereka
membunuh kita.
10
Menurut media
mainstream, dunia
berkabung atas kematian 3.000 orang dalam serangan WTC. Namun, hanya sedikit yang ingat
atas 1,3 juta warga sipil tak berdosa yang dibunuh oleh AS dan sekutunya dalam kampanye
Perang Global Melawan Teror.
D. Normalisasi Penyiksaan