Analisis Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung (Studi Kasus Pengalihfungsian Taman Hutan Kota Way Halim Menjadi Kawasan Bisnis)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDAR LAMPUNG

(Studi Kasus Pengalihfungsian Taman Hutan Kota Way Halim Menjadi Kawasan Bisnis)

Oleh

RYAN MAULANA

Kebijakan pemerintah Kota Bandar Lampung tentang penggunaan lahan untuk membangun infrastruktur pendukung perkembangan kota telah memberikan dampak negatif bagi keberlangsungan lingkungan di Kota Bandar Lampung. Minimnya lahan yang dimiliki oleh pemerintah Kota Bandar Lampung, mengakibatkan fungsi lahan ruang terbuka hijau Taman Hutan Kota Way Halim dialihfungsikan menjadi lahan untuk kawasan pengembangan ekonomi dan bisnis oleh pemerintah. Melalui kebijakannya, pemerintah Kota Bandar Lampung mengubah fungsi Taman Hutan Kota Way Halim yang awalnya berfungsi sebagai ruang terbuka hijau kini menjadi kawasan pengembangan bisnis.


(2)

dan bisnis. Penelitian ini menggunakan penelitian studi kasus dengan pendekatan deskriptif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer yaitu hasil dari wawancara bersama beberapa informan, dan data sekunder yaitu dari dokumen-dokumen yang diperoleh dari berbagai sumber.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan pengalihfungsian Taman Hutan Kota Way Halim menjadi kawasan bisnis adalah (1) adanya izin dari pemerintah Kota Bandar Lampung terdahulu (2) kepentingan ekonomi dari pemerintah Kota Bandar Lampung. Kebijakan pengalihfungsian Taman Hutan Kota Way Halim menjadi kawasan bisnis yang dilakukan oleh pemerintah tersebut memberikan beberapa dampak. Pertama, masyarakat sekitar kehilangan tempat berinteraksi dan beraktifitas seperti yang sering dilakukan di kawasan tersebut. Kedua, jumlah ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung kian menurun dan menjauh dari standar 30%, dan ketiga, perubahan lingkungan di masa yang akan datang.


(3)

ABSTRACT

GREEN OPEN SPACE POLICY ANALYSIS BANDAR LAMPUNG CITY

(Case Study Change Fungtion Of Way Halim Forest Park City Into Business Area)

By

RYAN MAULANA

Bandar Lampung city government policies in terms of land use to build supporting infrastructure development of the city has a negative impact for the sustainability of the environment in Bandar Lampung city. The lack of land owned by Bandar Lampung city, resulting in function a green open space land Forest City Park Way Halim changed into land for economic development and business areas by government. Through its policies, the government changed the function of Way Halim City Forest Park which initially serves as a green open space is now the business development area.

This study aims to determine whether the factors that led to Park City Forest Way Halim converted into regional economic and business development. This research use


(4)

documents obtained from various sources.

The results of this study indicate that factors cause function changing of Way Halim City Forest Park became the business district are (1) the consent of the government's previous Bandar Lampung (2) the economic interests of the government of Bandar Lampung. Policy transfer function of the way Halim Forest Park City to the business district undertaken by the government to give some impact. First, communities displaced interact and activities as is often done in the region. Second, the amount of green space in Bandar Lampung city slowing down or away from the standard 30%, and the third, environmental changes in the future.


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 09 September 1992, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Hi. Yoesri Abdul Manan dan Ibu Siti Aminah.

Jenjang akademik penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri Larangan 2 Tangerang yang diselasaikan pada tahun 2004, dilanjutkan menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007, dan dilanjutkan menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2010.

Tahun 2010, Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila) melalui jalur PKAB atau tanpa tes seleksi yang saat itu Penulis pilih untuk melanjutkan pendidikan dan selesai ditahun 2014.


(10)

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan karya kecil ini kepada:

Ayahanda tercinta Hi. Yoesri Abdul Manan dan Ibunda yang aku

sayangi Siti Aminah, sebagai tanda terima kasih dan baktiku. Terima

kasih atas semua jerih payah, pengorbanan serta keringat yang kalian

cucurkan demi pendidikan anak-anakmu yang takkan mampu kami balas

sampai kapanpun. Terima kasih pah.. mah.. atas doa dan dukungannya

selama ini.

Tidak lupa untuk Kakak-kakakku Yuanita, S.Kom dan Yulia, A.Md

yang selalu ada untuk memberikan semangat di setiap langkahku.


(11)

MOTO

“Go Green!!! Save Our Tree, Forest, Sea, and Our Earth For Better Life in Future”

(Ryan Maulana)

Sesungguhnya Allah SWT Tidak Menyukai Orang-orang yang Berbuat Kerusakan

”.

(QS: AL-Qasas 28:77)

“Lingkungan Terjaga, Hidup Tenang, Tentram, Tanpa Bencana”


(12)

SANWACANA

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan petunjuk-Nyalah skripsi yang berjudul “Analisis Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung (Studi Kasus Pengalihfungsian THK Way Halim menjadi Kawasan Bisnis)” dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari banyak kesulitan yang dihadapi dari awal pengerjaan hingga penyelesaian skripsi ini, karena bantuan, bimbingan, dorongan dan saran dari berbagai pihak terutama dosen pembimbing yang sudah memberi banyak masukan, kritik dan saran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Bapak Drs. Aman Toto Dwijono, M.H selaku Pembimbing Akademik.

4. Bapak Dr. Syarief Makhya, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan ilmu, dan banyak arahan serta motivasinya yang sangat


(13)

bermanfaat sehingga dapat membantu kelancaran dalam penyelesaian skripsi ini dan dapat lulus dengan hasil yang maksimal.

5. Bapak Maulana Mukhlis, S.Sos, M.IP, selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan banyak bimbingan, motivasi dan tambahan ilmu untuk dapat menjadi mahasiswa yang lulus dengan bekal ilmu yang bermanfaat kedepannya.

6. Bapak Dr. Hertanto, M.Si, selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7.

Seluruh dosen Ilmu Pemerintahan Fisip Unila, terimakasih atas ilmu yang telah kalian berikan kepada penulis selama menuntut ilmu di Jurusan Ilmu Pemerintahan.

8. Staf Jurusan, Ibu Riyanti yang selalu membantu proses administrasi, Pak’De Jum yang selalu membantu urusan seminar dan menemani peneliti ketika menunggu dosen.

9. Staf Akademik, Staf Kemahasiswaan yang telah membantu kelancaran administrasi dan skripsi, terutama kepada Ibu F. Trisni Rahartini, S.I.P yang telah banyak sekali membantu dan mempermudah proses administrasi dari awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan.

10.Teristimewa kepada kedua orangtuaku, yaitu Bapak Hi. Yoesri Abdul Manan, terima kasih telah menjadi ayah terbaik dan motivator terbaik bagi anak-anaknya, yang selalu mendukung apapun yang terjadi dan bekerja keras dalam mendidik untuk menjadikan penulis menjadi manusia yang kuat, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan rahmat-Nya untuk papa. Selanjutnya Ibunda Siti Aminah, terimakasih telah menjadi ibu yang baik dan


(14)

hebat.

11. Untuk kakak-kakaku Yuanita, S.Kom dan Yulia, A.Md, terima kasih atas semua bantuan yang sudah diberikan kepadaku selama ini dukungan moril dan materil, terima kasih telah menjadi kakak-kakak yang baik yang selalu membantu adikmu.. Semoga kita bertiga dapat membahagiakan kedua orang tua kita serta menjadi anak yang selalu berbakti kepada orang tua kita.

12.Terima kasih kepada para informan, Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Lampung, Direktur Pak Bedjo, Bung Herman. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, Bang Candra, Bang Aliyan terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk saya. Pemerintah Kota Bandar Lampung, Pak Chevi (BAPPEDA), Pak Tony (Dinas Tata Kota), Pak Yudi (BPPLH), Pak Wahyono (BPN Provinsi Lampung) terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk saya disela-sela kesibukkan.

13.Teman-teman tercinta Jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2010 yang dari awal kita sama-sama berjuang bersama, Ali Wirawan, Ahlan Fahriadi, Antarizky, Andrialius Feraera, Budi Setia Aji, Dicky Rinaldy, Rangga Giri Wibowo, Prananda Genta Reza, Komang Jaka Ferdian, Prasaputra Sanjaya, Riendi Ferdian, Dani Setiawan, Aris Gunawansyah, Budi Setya Aji, Mirzan Triandana, Novandra Yudha, Novi Nurhana Putri, Herowandi, Ricky Ardian, Alam Patria, Horizon, Ikhwan Efrizal. Ayu Mira Asih, Dita Purnama, Dewi Astria, Synthia Dwi Utami, Tiara Anggina Putri, Uli Kartika Wibowo, Yosita Manara, Mba Gustyari Amantha, Mba Novita dan teman-teman lainnya,


(15)

teruslah belajar dari ketidaksempurnaan yang kita miliki sehingga kita akan menemukan jalan yang indah yang Tuhan gariskan kepada kita.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 16 Desember 2014 Penulis


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Kegunaan Penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik ... 16

1. Pengertian Kebijakan Publik ... 16

B. Tinjauan Tentang Analisis Kebijakan Publik ... 17

1. Pengertian Analisis Kebijakan Publik ... 17

2. Model-Model Analisis Kebijakan ... 18

C. Tinjauan Tentang Proses Kebijakan Publik ... 22

1. Tahapan Kebijakan Publik ... 22

2. Faktor yang Mempengaruhi pemilihan alternatif kebijakan ... 25

D. Tinjauan Tentang Formulasi Kebijakan ... 27

1. Pengertian Formulasi Kebijakan (Policy Formulation) ... 27

2. Tahap-Tahap dalam Formulasi Kebijakan ... 28

E. Tinjauan Tentang Dampak Kebijakan ... 30

F. Tinjauan Tentang Ruang Terbuka (Open Space) ... 30

G. Tinjauan Tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 32

1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 32

2. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 33

3. Fungsi Pokok Ruang terbuka Hijau (RTH) ... 34

4. Dampak Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 36

5. Tujuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 36

H. Tinjauan Tentang Pengalihfungsian Lahan ... 37

1. Pengertian Alih Fungsi Lahan ... 37


(17)

I. Tinjauan Tentang Hutan Kota ... 38

1. Pengertian Hutan Kota ... 38

2. Manfaat dan Fungsi Hutan Kota ... 39

J. Kerangka Pikir ... 39

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 41

B. Fokus Penelitian ... 42

C. Jenis Data ... 44

1. Data Primer ... 44

2. Data Sekunder ... 46

D. Teknik Penentuan Informan ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

1. Wawancara ... 48

2. Dokumentasi ... 49

F. Tenik Pengolahan Data ... 50

1. Editing ... 50

2. Interpretasi Data ... 51

G. Teknik Analisis Data ... 52

1. Reduksi Data ... 52

2. Penyajian Data ... 52

3. Penarikan Kesimpulan ... 52

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

1. Kecamatan Sukarame ... 53

2. Taman Hutan Kota Way Halim ... 55

B. Hasil dan Pembahasan ... 57

1. Ruang Tebuka Tijau (RTH) di Kota Bandar Lampung ... 57

2. Faktor-Faktor Pengalihfungsiaan Taman Hutan Kota Way Halim ... 74

a. Izin dari Pemerintah ... 74

b. Kepentingan Ekonomi ... 80

3. Dampak Pengalihfungsiaan Lahan Taman Hutan Kota ... 89

C. Analisis Kebijakan Pengalihfungsian Lahan Taman Hutan Kota . 95 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 98

B. Saran ... 100 DAFTAR PUSTAKA


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung 2013 ... 10

Tabel 2 : Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Sukarame ... 54

Tabel 3 : Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung Tahun 2013 ... 60

Tabel 4 : Sebaran RTH Taman Kota Bandar Lampung ... 61

Tabel 5 : Sebaran RTH Lapangan Kota Bandar Lampung ... 62

Tabel 6 : Sebaran RTH Bukit/Pegunungan Kota Bandar Lampung ... 63

Tabel 7 : Sebaran RTH Jalur Hijau Kota Bandar Lampung ... 64

Tabel 8 : Sebaran RTH Sempadan Rel Kota Bandar Lampung ... 65

Tabel 9 : Sebaran RTH Sempadan Sungai Kota Bandar Lampung ... 65

Tabel 10 : Sebaran RTH Sempadan Pantai Kota Bandar Lampung ... 67

Tabel 11 : Sebaran RTH Pemakaman Kota Bandar Lampung ... 68

Tabel 12 : Tabel Hasil Penelitian Tentang Faktor Pengalihfungsiaan THK Way Halim Bandar Lampung ... 85

Tabel 13 : Tabel Hasil Penelitian Tentang Dampak Kebijakan Pengalihfungsian THK Way Halim Bandar Lampung ... 94


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepadatan penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ke tahun, menurut data dari Department of Economic and Social Affair Population Division United Nations pada tahun 2011 penduduk di dunia telah menembus angka 6,7 Miliar. Kepadatan penduduk di dunia pada tahun 2015 diperkirakan akan naik menjadi 7 miliar dan diperkirakan akan naik lagi hingga mencapai angka 9 miliar pada tahun 2050 (http://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf /trends/WPP2010/WPP2010Volume-IComprehensiveTables.pdf diakses pada tanggal 21 mei 2014). Kawasan kota merupakan kawasan yang menyumbangkan kepadatan penduduk di dunia, ditandai dengan semakin bertumbuhnya populasi di tiap-tiap kota di dunia termasuk di Indonesia.

Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menyatakan bahwa pada tahun 2015, jumlah penduduk kota di Indonesia akan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk di desa, dengan komposisi 56 persen penduduk kota dan 44 penduduk desa. Direktur Eksekutif Apeksi Sarimun Hadisaputra menyatakan bahwa sesuai laporan dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, pada tahun 2030


(20)

jumlah penduduk kota di dunia sebesar 4,9 Miliar atau 60 persen penduduk di dunia (http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/02/15/744510/tahun-2015-ju mlah-penduduk-kota-lebih-besar-dari-desa diakses pada tanggal 20 mei 2014). Jakarta sebagai salah satu kota terbesar menjadi salah satu kota terpadat ke-6 di dunia karena kepadatan penduduk nya pada tahun 2011 dengan jumlah 18,9 juta jiwa (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/259434-jakarta-kota-terpadat-ke6du nia diakses pada tanggal 20 mei 2014).

Penyebab tingginya kepadatan penduduk di daerah perkotaan di dunia terutama di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh arus urbanisasi yang kian meningkat. Kepadatan penduduk yang kian tinggi, memberikan dampak dalam aspek pengelolaan ruang perkotaan yang akan semakin berat. Kota Jakarta merupakan salah satu kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi, menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta melalui website nya jakartabps.go.id yang diakses pada tanggal 20 mei 2014, jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010 yaitu 9,59 Juta jiwa dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 10 juta. Jumlah penduduk perkotaan yang tinggi dan terus meningkat dari waktu ke waktu akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota.

Penataan ruang kawasan perkotaan menjadi isu penting ketika pertumbuhan penduduk semakin tinggi. Penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik (Open Space) yang meliputi ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka nonhijau (RTNH) di perkotaan merupakan unsur-unsur


(21)

3

penting dalam penataan ruang kota (biropembangunan.acehprov.go.id /?p=702 diakses pada 10 februari 2014). Lingkungan perkotaan hanya berkembang secara ekonomi namun menurun secara ekologi, faktanya masih banyak kawasan perkotaan yang belum menyadari bahwa keseimbangan lingkungan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan ekonomi yang selama ini menjadi isu utama.

Ruang terbuka mencakup pengertian ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau yang berupa kawasan tanpa bangunan di antara kawasan terbangun. Pepohonan yang tumbuh di ruang-ruang terbuka baik itu di pekarangan rumah, kantor, jalan atau pun tempat-tempat umum lainnya, setidaknya akan mengurangi efek pemanasan lingkungan yang terjadi secara global akhir-akhir ini. Ruang terbuka yang ditumbuhi tanaman juga dapat mengurangi dampak yang lebih buruk, seperti bencana alam. Daerah terbangun dengan kegiatan industri akan menimbulkan emisi gas buang dan menimbulkan polusi udara yang berdampak buruk terhadap kehidupan manusia (Sadyohutomo, 2008: 152).

Ruang terbuka hijau menjadi fokus utama di setiap negara-negara di dunia, munculnya gagasan atau gerakan negara-negara di dunia untuk menjadikan ruang terbuka hijau atau kawasan hijau (Green Space), pertama kali ketika Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio De Janiero tahun 1992 serta KTT di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002. Konferensi tersebut menghasilkan kesepakatan bagi negara-negara di dunia untuk menyediakan atau mengembangkan kawasan hijau yang dimiliki negara masing-masing. Ide atau


(22)

gagasan itu muncul karena negara-negara di dunia telah merasakan bahwa bumi telah mengalami kemunduran dalam segi kelestarian lingkungan sebagai konsekuensi kemajuan peradaban yang terus terjadi di dunia internasional (www1.pu.go.id/uploads/ berita/ppw020208 remi.htm diakes pada tanggal 10 februari 2014).

Peradaban yang semakin maju melahirkan berbagai kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang yang memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia di dunia. Selain dampak positif yang dirasakan dari adanya kemajuan tersebut, ada dampak negatif yang timbul sebagai konsekuensi dari kemajuan peradaban di dunia dalam segala bidang. Dampak negatif tersebut nyatanya juga dirasakan oleh lingkungan yang masyarakat dunia tempati. Kemajuan di bidang transportasi yang kian maju di seluruh negara, selain memberikan dampak positif namun juga dampak negatif yang dirasakan oleh lingkungan. Dampak negatif kemajuan peradaban transportasi bagi lingkungan adalah meningkatnya polusi udara yang disebabkan oleh asap kendaran transportasi.

Selain kemajuan di bidang transportasi, kemajuan di bidang ekonomi juga memberikan dampak negatif selain tentunya dampak positif yang diberikan oleh kemajuan yang terjadi. Kemajuan ekonomi khususnya industri ditandai dengan banyaknya pabrik-pabrik yang berdiri untuk melakukan kegiatan produksi, pabrik-pabrik yang berdiri dan beroperasi ini menghasilkan limbah dan asap polusi yang mencemari udara di lingkungan sekitar.


(23)

5

Polusi udara yang disebabkan oleh pabrik-pabrik atau asap kendaraan bermotor menjadi salah satu dari banyak penyebab terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global (global warming) merupakan suatu kondisi dimana bumi mengalami kenaikan suhu diatas rata-rata akibat emisi gas yang berlebihan yang menyebabkan panas matahari yang datang tertahan di bumi. Polusi merupakan salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global (global warming), polusi baik yang berasal dari pabrik atau kendaraan bermotor sangat berbahaya bagi kelangsungan dan kelestarian lingkungan di muka bumi. Kesadaran negara-negara di dunia akan akibat yang ditimbulkan oleh pemanasan global (global warming) yang terjadi, melahirkan kesepakatan bersama untuk mencari solusi dalam memecahkan masalah global ini. Mengingat bahwa untuk mengurangi pemakaian kendaraan atau pengoperasian pabrik-pabrik tidak akan mudah dilaksanakan karena akan mengurangi atau menghambat rencana pengembangan atau kemajuan suatu negara, solusi lain yang menjadi alternatif dalam mengurangi efek global warming bahkan bisa mengembalikan suhu bumi menjadi normal kembali yaitu dengan menciptakan kawasan hijau (green area).

Kawasan hijau (green area) dapat menyerap polusi-polusi atau gas-gas karbon dioksida yang dikeluarkan atau dihasilkan oleh kendaraan bermotor atau pabrik-pabrik. Kini kawasan hijau atau biasa lebih dikenal dengan nama ruang terbuka hijau telah banyak dikembangkan oleh beberapa negara-negara maju di dunia baik negara dengan luas yang luas seperti Indonesia maupun negara dengan luas


(24)

yang kecil seperti Singapura. Ruang terbuka hijau nampaknya menjadi pilihan tepat bagi negara-negara yang mempunyai gagasan berkelanjutan, sehingga tidak hanya maju atau berkembang secara ekonomi atau aspek lainnya namun juga dari aspek lingkungan juga dapat terjaga.

Sadyohutomo (2008: 152) menambahkan bahwa dampak yang disebabkan oleh polusi udara bila tidak ada ruang terbuka hijau antara lain gangguan pernapasan, pemicu timbulnya kanker paru-paru dan penyakit jantung, penurunan kecerdasan anak, serta dampak buruk lainnya yang disebabkan oleh polusi udara dan penyebab lainnya. Minimnya ruang terbuka (open space) juga mengakibatkan rendahnya interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat yang akan berpengaruh pada psikologis masyarakat itu sendiri. Semua dampak negatif yang ada akan terjadi, apabila ruang terbuka hijau tidak lagi tersedia di kota yang semakin padat.

Laporan badan Perserikatan Bangsa-bangsa urusan permukiman United Nations Human Settlements Program (UN Habitat) menyatakan bahwa kota-kota di Asia, Timur Tengah hingga kota di Amerika Latin berupaya memenuhi standar minimal ruang terbuka hijau di negara masing-masing. Laporan terbaru menyatakan, Singapura menjadi salah satu ibukota yang sementara ini berada di posisi teratas dunia dalam mengembangkan ruang terbuka hijau yang mana luasnya mencapai 50% dari luas wilayah Singapura (voaindonesia.com/content/ penerapan-kebijakan-ruang-terbukahijaurthdiindoesia-minim/1521006.html diakses pada tanggal 10 februari 2014).


(25)

7

Indonesia menunjukkan bentuk keseriusannya dalam mengembangkan dan menyediakan ruang terbuka hijau di setiap wilayah khususnya di perkotaan. Pemerintah Indonesia telah merumuskan sebuah standar minimal ruang terbuka hijau sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk meningkatkan kuantitas ruang terbuka hijau. Upaya ini dilakukan dalam rangka meminimalisir dampak dari perubahan iklim atau pencemaran lingkungan seperti polusi udara atau yang lainnya, yang terjadi akibat perkembangan pembangunan yang kian meningkat khususnya di wilayah perkotaan yang menjadi pusat pembangunan.

Standar minimal yang dimaksud tercantum dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pada paragraf 5 tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah kota Pasal 29 Ayat (2) dan Pasal 29 Ayat (3) yang berbunyi:

(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.

(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyebutkan standar minimal ruang terbuka hijau yang harus dipenuhi oleh setiap kota di Indonesia. Standar minimal tersebut tercantum dalam Pasal 29 Ayat (2) dan Pasal 29 Ayat (3), dalam Ayat (2) disebutkan bahwa proporsi paling sedikit ruang terbuka hijau di kota yaitu 30% (tiga puluh) persen, pada Ayat (3) dijelaskan mengenai besaran angka ruang terbuka hijau publik untuk wilayah kota yaitu sebesar 20% (dua puluh) persen, ruang terbuka hijau publik yang dimaksud adalah ruang terbuka hijau yang dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten


(26)

yang digunakan untuk kepentingan masyarakat. Sedangkan, ruang terbuka hijau privat yang harus dimiliki suatu kota adalah 10% (sepuluh) persen, ruang terbuka hijau privat yang dimaksud adalah ruang terbuka hijau milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman ruang atau gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan.

Realitasnya, hingga saat ini tidak satupun kota-kota besar yang ada di Indonesia yang mampu memenuhi standar minimal yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat dari pembangunan nasional di segala bidang, tercatat masih belum mampu memenuhi standar yang diamanatkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tersebut. Menurut data dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, selama kurun waktu 2001 hingga 2012 luas ruang terbuka hijau di ibukota hanya 2.718,33 Ha sedangkan luas wilayah DKI Jakarta sebesar 66.233 Ha, artinya angka tersebut menunjukkan bahwa luas ruang terbuka hijau di wilayah DKI Jakarta sebesar 10% (sepuluh) persen dari luas wilayah DKI Jakarta (tempo.co/read/news/2013/11/03/214526816/Ruang-Ter buka-Hijauuntuk-Taman-Hutan-dan-Sawah diakses pada tanggal 10 februari 2014).

Keberadaan ruang terbuka hijau yang masih minim juga menjadi salah satu isu penting di wilayah Kota Bandar Lampung. Sebagai Ibukota Provinsi Lampung, dan juga sebagai pusat aktifitas masyarakat mendorong pembangunan yang kian


(27)

9

pesat yang mempunyai efek terhadap pertumbuhan penduduk dan pengaruhnya terhadap kurangnya lahan adalah menjadi salah satu penyebab minimnya ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung. Keadaan ekologi lingkungan di Kota Bandar Lampung yang mulai mengalami penurunan kualitas mengakibatkan Kota Bandar Lampung mulai dilanda bencana seperti banjir dengan intensitas tinggi selama kurun waktu 1 tahun antara tahun 2013-2014. Hal itu terjadi diakibatkan oleh menurunnya kualitas lingkungan atau ekologi di Kota Bandar Lampung, salah satunya permasalahannya adalah penggunaan lahan yang kurang memikirkan lingkungan (lampost.co/berita/intensitasbanjirdibandarlampungmeni ngkattajam diakses pada tanggal 10 februari 2014).

Ruang terbuka hijau menjadi salah satu unsur terpenting dalam penggunan lahan yang bersifat lingkungan. Ruang terbuka hijau juga menjadi salah satu unsur terpenting dalam usaha melestarikan dan memulihkan keadaan lingkungan yang mulai menurun. Keberadan ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung yang masih minim di bawah standar nasional sebesar 30% tidak bisa menyeimbangkan keadaan lingkungan atau ekologi dengan kemajuan pembangunan yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dengan kepadatan penduduk yang ikut meningkat di Kota Bandar Lampung.

Jumlah ruang terbuka baik ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka nonhijau di Kota Bandar Lampung masih belum memenuhi standar nasional yang telah ditentukan pemerintah. Terhitung pada tahun 2013 besaran angka persentase


(28)

ruang terbuka khususnya ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung hanya sebesar 11,08%. Berikut tabel persebaran RTH di Kota Bandar Lampung:

Tabel 1: Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung 2013

No. Jenis RTH Jumlah dalam Ha

1. Taman Kota 19,25

2. Taman Rekreasi 29,20

3. Taman Wisata Alam 22,30

4. Taman Lingkungan Perumahan 2,40 5. Taman Lingkungan Perkantoran 8,90

6. Taman Hutan Raya 510,00

7. Hutan Kota 83,00

8. Hutan Lindung 350,00

9. Bentang Alam 745,80

10. Pemakaman 40,33

11. Lapangan Olah Raga 25,70

12. Lapangan Upacara 1,60

13. Lapangan Parkir 12,70

14. Lahan Pertanian 278,40

15. Jalur Sutet 5,60

16. Sempadan Sungai dan Pantai 0,90 17. Media Jalan dan Pedestrian 43,01

18. Jalur Hijau 6,50

Jumlah Total Luas RTH 2.185,59 Ha

Luas Kota Bandar Lampung 19.722,00 Ha

% Luas RTH 11,08

(Sumber : Data Dinas Tata Kota Bandar Lampung, 2013)

Ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung baru terdapat 11,08% dari luas wilayah Kota Bandar Lampung yaitu sekitar 19.722 Ha. Melihat perkembangan Kota Bandar Lampung yang menjadi pusat perdagangan industri atau jasa di Provinsi Lampung membuat penggunaan lahan menjadi semakin banyak namun persediaan lahan menjadi minim. Pembangunan infrasturktur guna mendukung perkembangan kota yang semakin meningkat mengakibatkan penggunaan lahan-lahan yang telah diatur atau ditata untuk difungsikan menjadi kawasan hijau atau


(29)

11

ruang-ruang terbuka di Kota Bandar Lampung dialihfungsikan dari fungsi semula. Lahan taman hutan kota yang terletak di Kecamatan Sukarame yang difungsikan menjadi ruang terbuka hijau atau kawasan hijau dialihfungsikan untuk digunakan sebagai lahan untuk dibangun infrasturktur ekonomi berupa kawasan bisnis.

Taman hutan kota menjadi salah satu bentuk dari pada ruang terbuka hijau, keberadaan taman hutan kota sangatlah diperlukan untuk sebuah wilayah perkotaan. Kota Palembang seharusnya menjadi contoh bagi kota-kota di Indonesia dalam hal hutan kota, karena di Kota Palembang terdapat hutan kota terbesar di dunia. Media online channelsatu.com menyatakan bahwa, Hutan Kota Punti Kayu di Kota Palembang dengan luas 39,9 Ha merupakan hutan kota terbesar di dunia, setelah hutan kota Islandia (channelsatu.com/news/newsflash/ 56-hutan-kota-terbesar-di-dunia-ada-dipalembang.html diakses pada tanggal 17 februari 2014). Namun, hal ini tidak diikuti oleh kota-kota lain yang belum mampu memaksimalkan keberadaan hutan kota di wilayah perkotaan.

Berbanding terbalik dengan Kota Palembang, Kota Bandar Lampung memiliki satu taman hutan kota yaitu Taman Hutan Kota (THK) Way Halim yang terletak di kawasan Sukarame Bandar Lampung. Namun, hutan kota yang diarahkan menjadi paru-paru Kota Bandar Lampung dengan dasar hukum Peraturan Daerah Bandar Lampung No. 4 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2005-2015 itu, kini tidak menjadi salah satu ruang terbuka hijau lagi setelah pemerintah Kota Bandar Lampung merevisi Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2005-2015 dengan


(30)

Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2011-2030.

Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) 2011-2030 tersebut tidak memasukkan THK Way Halim sebagai salah satu ruang terbuka hijau di kota Bandar Lampung. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan beberapa LSM lainnya menyayangkan keputusan yang diambil oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung ini, kota-kota lain di Indonesia sedang berlomba-lomba meningkatkan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di wilayahnya masing-masing, sementara kota Bandar Lampung tidak mampu mempertahankan ruang terbuka hijau berupa hutan kota. Berdasarkan peraturan daerah No. 10 Tahun 2011 Tentang RTRW 2011-2030 Kota Bandar Lampung, kawasan hijau Taman Hutan Kota Way Halim Bandar Lampung beralihfungsi menjadi kawasan cadangan pengembangan ekonomi dan bisnis. Pemerintah berencana menjadikan lahan Taman Hutan Kota Way Halim tersebut sebagai kawasan bisnis atau ekonomi, tidak lagi menjadi kawasan hijau atau ruang terbuka hijau.

Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung Hermansyah menyatakan bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 04 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung tahun 2005 – 2015. Pada Lampiran III huruf I secara tegas dijelaskan bahwa Hutan Kota Way Halim yang termasuk dalam BWK Sukarame yang peruntukkannya untuk ruang terbuka hijau. Namun, sebelum Peraturan


(31)

13

Daerah No. 4 Tahun 2004 tentang RTRW 2005-2015 itu berakhir, pemerintah kota kembali menyusun Peraturan Daerah baru sebagai pengganti Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2004 tersebut dengan Peraturan daerah No. 10 Tahun 2011 Tentang RTRW 2011-2030 dengan tidak memasukkan Hutan Kota Way Halim sebagai ruang terbuka hijau, seperti yang tertuang dalam Peraturan Derah No. 4 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2005-2015 sebelumya.

Adapun penelitian lain yang mempunyai topik penelitian yang sama dengan penelitian ini adalah penelitian dari Eka Rahmawati yang berjudul Analisis Strategi Pemerintah dalam Mempertahankan dan Mengembangkan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandar Lampung Tahun 2010-2011. Penelitian yang menggunakan pendekatan analisis SWOT tersebut bertujuan untuk mengetahui strategi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam mempertahankan dan mengembangkan ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung tahun 2010-2011. Berdasarkan hasil dari penelitian Rahmawati yang menyimpulkan bahwa Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak optimal dalam mengembangkan dan mempertahankan ruang terbuka hijau yang ada, ditandai dengan hilangnya Taman Hutan Kota Way Halim yang berubah fungsi menjadi kawasan pengembangan ekonomi.

Korelasi antara penelitian ini dengan penelitian Rahmawati adalah penelitian ini menjadi lanjutan dari penelitian Rahmawati, namun menekankan pada pengalihfungsian lahan Taman Hutan Kota Way Halim menjadi kawasan pengembangan ekonomi. Bertolak dari permasalahan di atas, peneliti tertarik


(32)

untuk meneliti kebijakan pengalihfungsian Taman Hutan Kota Way Halim menjadi kawasan pengembangan ekonomi di Kota Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah faktor penyebab alih fungsi THK Way Halim dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan pengembangan ekonomi dalam Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandar Lampung?

2. Bagaimana dampak dari kebijakan pengalihfungsian ruang terbuka hijau THK Way Halim menjadi kawasan pengembangan ekonomi?

3. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab alih fungsi THK Way Halim dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan pengembangan ekonomi dalam Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandar Lampung.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang timbul dari kebijakan pengalihfungsian THK Way Halim menjadi kawasan pengembangan ekonomi.


(33)

15

4. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian semoga dapat bermanfaat dalam mengatasi permasalahan lingkungan terutama mengenai ruang terbuka hijau bagi pemerintah maupun bagi masyarakat luas.

2. Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam mengembangkan ilmu, baik secara konsep maupun teori kebijakan khususnya formulasi kebijakan, serta dapat membantu para peneliti lain sebagai referensi penelitiannya.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik

Definisi tentang kebijakan banyak dikemukakan oleh para ahli administrasi pemerintah, atau juga ahli ilmu politik. Salah satunya menurut Carl Friedrich, kebijakan publik diartikan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud (Winarno, 2012: 23).

Definisi kebijakan publik lainnya, yaitu menurut James E. Anderson. Menurut Anderson dalam Winarno (2012: 23) kebijakan publik diartikan secara luas dalam sistem politik modern bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam sitem politik tersebut. Kebijakan publik menurut Anderson berorientasi kepada maksud atau tujuan yang ingin dicapai dari pola atau arah yang dibuat oleh para aktor-aktor yang ada dalam sistem politik tersebut.


(35)

17

Dalam penelitian ini yang dimaksud kebijakan publik adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Bandar Lampung tentang penataan ruang Kota Bandar Lampung. Kebijakan tentang penataan ruang Kota Bandar Lampung dalam hal ini adalah Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 11 Tahun 2010 tentang RTRW Tahun 2011-2030. Kebijakan yang menjadi focus penelitian ini dalam peraturan daerah tersebut adalah kebijakan pemerintah yang menjadikan THK Way Halim sebagai cadangan pengembangan ekonomi dan jasa bukan sebagai bagian dari ruang terbuka hijau.

B. Tinjauan Tentang Analisis Kebijakan Publik

1. Pengertian Analisis Kebijakan Publik

Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai analisis

kebijakan. Dror dalam Wahab (2014: 40) mendefinisikan analisis kebijakan

sebagai suatu pendekatan dan metodologi untuk mendesain dan menemukan

alternatif-alternatif yang dikehendaki berkenaan dengan sejumlah isu yang

kompleks. Definisi analisis kebijakan tersebut selanjutnya dilengkapi oleh

Kent dalam Wahab (2014: 41) yang mendefiniskan analisis kebijakan sebagai

suatu studi yang sistematis, berdisiplin, analitis, cerdas, dan kreatif yang

dilakukan dengan maksud untuk menghasilkan rekomendasi-rekomendasi

yang andal berupa tindakan-tindakan dalam memecahkan masalah-masalah


(36)

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat digunakan definisi analisis

kebijakan publik yang diadopsi dari Thomas Dye, yaitu analisis untuk

mengetahui apa yang dikerjakan oleh pemerintah, mengapa mereka

mengerjakan hal tersebut, dan keberhasilan apa yang hendak dicapai dengan

pekerjaan tersebut (http://kebijakanpublik12.blogspot.com/2012/04/pengertian

-analisis-kebijakan-publik.html diakses pada tanggal 14 september 2014).

Berkaitan dengan penelitian ini yang dimaksud dengan analisis kebijakan

dalam penelitian ini adalah, menganalisis kebijakan pemerintah Kota Bandar

Lampung dalam kebijakan pengalihfungsian lahan Taman Hutan Kota Way

Halim menjadi kawasan bisnis. Analisis dalam artian untuk mengetahui

mengapa kebijakan tersebut di buat oleh pemerintah selaku pembuat

kebijakan (Policy Maker), dan apa tujuan dari kebijakan tersebut.

2. Model Analisis Kebijakan Publik

Ada beberapa model analisis kebijakan yang dikembangkan oleh beberapa ahli kebijakan, antara lain model sistem, model rasional komprehensif, model penambahan atau ikremental, dan model kualitatif optimal (Winarno, 2012: 97)

1. Model Sistem

Model ini dikemukakan oleh Paine dan Naumes. Model ini menurut Paine dan Naumes merupakan model deskriptif karena lebih berusaha


(37)

19

menggambarkan senyatanya yang terjadi dalam pembentukan kebijakan. Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembentukan kebijakan terjadi interaksi yang terbuka dan dinamis anatara para pembentuk kebijakan dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dalam bentuk masukkan dan keluaran. Keluaran yang dihasilkan oleh organisasi pada akhirnya akan menjadi bagian lingkungan dan seterusnya akan berinteraksi dengan organisasi. Model ini berasumsi kebijakan publik dipandang sebagai tanggapan dari suatu sistem politik terhadap tuntutan-tuntutan yang timbul dari lingkungan (Winarno, 2012: 97).

2. Model Rasional Komprehensif

Pada dasarnya model ini terdiri dari beberapa elemen, yakni:

1. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu. Masalah ini dapat dipisahkan dengan masalah-masalah yang lain atau paling tidak masalah tersebut dapat dipandang bermakna bila dibandingkan dengan masalah-masalah yang lain.

2. Tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang mengarahkan pembuat keputusan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.

3. Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki.

4. Memperhatikan konsekuensi-konsekuensi (biaya dan keuntungan) yang timbul dari setiap pemilihan alternatif.

5. Setiap alternatif dan konsekuensi yang menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif beserta konsekuensi-konsekuensinya


(38)

yang memaksimalkan pencapain tujuan atau sasaran-sasaran yang hendak dicapai (Winarno, 2012: 103).

Keseluruhan proses tersebut akan menghasilkan suatu keputusan rasional, yaitu keputusan yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan (intended goal) (Winarno, 2012: 103).

3. Model Penambahan atau Inkremental (the Incremental Model)

Model ini berasumsi bahwa setiap kebijakan atau keputusan selalu bersifat serial, dan fragmentary. Suatu masalah bisa saja muncul, namun dapat dipecahkan oleh proses pengambilan keputusan inkremental, dan sejalan dengan berlalunya waktu bisa menciptakan atmosfir yang lebih menguntungkan bagi perubahan-perubahan, dan sekaligus memberikan peluang-peluang tambahan bagi perubahan-perubahan, dan perbedaan di kalangan pembuat keputusan (Winarno, 2012: 110). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mempelajari model inkremental, yakni (Winarno, 2012: 111):

1. Pemilihan tujuan atau sasaran-sasaran dan analisis keilmuan terhadap tindakan dibutuhkan.

2. Para pembuat keputusan hanya mempertimbangkan beberapa alternatif untuk menanggulangi masalah yang dihadapi dan alternatif-alternatif ini hanya berada secara marginal dengan kebijakan yang sudah ada.


(39)

21

3. Untuk setiap alternatif, pembuat keputusan hanya mengevaluasi beberapa konsekuesni yang dianggap penting saja.

4. Tidak ada keputusan tunggal atau penyelesaian masalah yang dianggap tepat.

5. Pembuatan keputusan secara inkremental pada dasarnya mengarahkan kepada perbaikan ketidaksempurnaan sosial sebagai dampak dari keputusan yang diambil sebelumnya.

4. Model Kualitatif Optimal

Model ini dikemukakan oleh Dror, dalam tiga bagian pertama buku Dror, Public Policy Making Reexamined merupakan suatu elaborasi dari visi Dror tentang paradigma untuk mengevaluasi pembentukan kebijakan dalam kaitannya, diukur menurut fisibilitas ekonomi dan politik. Kerangka kerja ini memberikan kriteria yang terinci untuk mengevaluasi pembentukan kebijakan, dan ukuran-ukuran untuk penilaian hasil (output), proses dan struktur-struktur sebagai indeks dari konsep inklusif, yaitu hasil bersih atau net-output (Winarno, 2012: 118).

Menurut Dror, pembentukan kebijakan publik merupakan suatu proses dinamis dan sangat kompleks dimana berbagai komponen memberikan kontribusi yang berbeda. Proses itu menentukan garis pedoman penting bagi tindakan yang ditujukan di masa depan terutama oleh organ-organ pemerintah. Garis pedoman kebijakan secara formal bertujuan untuk


(40)

mencapai apa yang menjadi kepentingan publik dan sarana yang dimungkinkan untuk merealisasikannya. Beranjak dari batasan kebijakan ini, Dror mengemukakan model kualitatif optimal. Fisibilitas ekonomi dan politik yang menjadi landasan pemikiran model ini. Dror beranggapan bahwa fisibilitas ekonomi dan politik merupakan landasan utama dari pembuatan suatu kebijakan. Fisibilitas politik berada dibawah kuasa dari sebuah sistem politik atau sistem pemerintah yang sangat besar perannya dalam pembuatan kebijakan. Sedangkan orientasi ekonomi yang pasti akan ada di setiap pembuatan kebijakan menjadi bahan pertimbangan pembuatan kebijakan (Winarno, 2012: 119).

C. Proses Kebijakan Publik

1. Tahapan Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Kebijakan dibuat untuk mengatasi masalah yang terjadi di masyarakat (public), biasanya suatu masalah sebelum masuk ke dalam agenda kebijakan, masalah tersebut menjadi isu terlebih dahulu. Isu, dalam hal ini isu kebijakan, tidak hanya mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan aktual dan potensial, tetapi juga mencerminkan pertentangan pandangan mengenai sifat masalah itu sendiri, sehingga isu kebijakan merupakan hasil dari perdebatan tentang definisi, eksplanasi dan evaluasi masalah (Winarno, 2012: 82).


(41)

23

Adapun proses atau tahapan kebijakan publik selajutnya setelah masalah yang ada telah menjadi isu kebijakan, antara lain sebagai berikut (Winarno, 2012: 36):

a. Tahap Penyusunan Agenda

Mengumpulkan masalah-masalah yang menjadi isu publik menjadi satu kesatuan kedalam suatu agenda kebijakan yang akan dibahas, oleh para pembuat kebijakan. Pada tahap ini masalah-masalah yang dikumpulkan akan dipilih sesuai dengan kesepakatan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antar pembuat kebijakan (Winarno, 2012: 36).

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah yang telah dikumpulkan didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai macam alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Seluruh alternatif kebijakan akan bersaing untuk dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah (Winarno, 2012: 36).

c. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Keputusan program yang


(42)

telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah yang ada harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (Implementators), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana (Winarno, 2012: 37).

d. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan diambil atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, dalam hal ini memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk meminta apakah kebijakan publik telah diraih dampak yang diinginkan (Winarno, 2012: 37).

Tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi penentuan


(43)

25

kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan datang lebih baik dan lebih berhasil (Subarsono, 2012: 12).

2. Kriteria Pengambilan Keputusan Kebijakan

Anderson dalam Wahab (2014: 85) mengungkapkan adanya nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para pembuat kebijakan dalam membuat pilihan diantara alternatif-alternatif kebijakan yang ada. Nilai-nilai yang mempengaruhi pilihan para pembuat kebijakan tersebut, dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:

1. Nilai-nilai Politik

Pembuat keputusan kebijakan mungkin melakukan penilain atas alternatif kebijakan yang dipilihnya dari sudut pentingnya alternatif-alternatif itu bagi partai politiknya, atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinya. Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat demi keuntungan politik, dan kebijakan akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik, atau tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan (Wahab, 2014: 85).

2. Nilai-nilai Organisasi

Para pembuat keputusan kebijakan, khususnya birokrat, mungkin dalam m,engambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di masa ia


(44)

terlibat atau bekerja di dalamnya. Organisasi, seperti badan-badan administrasi public (dinas pemerintah), menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi. Sepanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku pengambil keputusan dalam organisasi ini kemungkinan akan diberi pedoman oleh pertimbangan-pertimbangan rasional semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk melihat organisasinya tetap lestari, untuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan kegiatan-kegiatannya, atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati (Wahab, 2014: 85).

3. Nilai-nilai Pribadi

Hasrat untuk melindungi, memenuhi kesejahteraan, kebutuhan fisik, kebutuhan finansial, reputasi diri, dan posisi historis kemungkinan juga digunakan oleh para pembuat keputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan (Wahab, 2014: 86).

4. Nilai-nilai Kebijakan

Adapun para pembuat kebijakan yang bertindak berdasarkan persepsi dan alasan pembelaan mereka terhadap kepentingan umum (public interst) atau berdasarkan keyakinan tertentu mengenai kebijakan publik apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar (Wahab, 2014: 87).


(45)

27

5. Nilai-nilai Ideologis

Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan secara logis saling berkaitan, mencerminkan gambaran sederhana mengenai dunia, serta berfungsi sebagai pedoman bertindak bagi masyarakat yang meyakininya. Ada beberapa negara berkembang di kawasan Asia, Afrika, dan Timur Tengah, nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari orang-orang atau bangsa yang bersangkutan untuk merdekja dan menentukan nasibnya sendiri, telah memberikan peran penting dalam mewarnai kebijakan luar negeri maupun dalam negeri mereka (Wahab, 2014: 88).

D. Tinjauan Tentang Formulasi Kebijakan

1. Pengertian Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah yang telah dikumpulkan didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai macam alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Seluruh alternatif kebijakan akan bersaing untuk dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah (Winarno, 2012: 36). Formulasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan ruang terbuka hijau yang dibuat oleh pemerintah Kota Bandar


(46)

Lampung dalam hal ini kebijakan tata ruang Kota Bandar Lampung yang tercantum dalam Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 Tentang RTRW 2011-2030.

2. Tahap-tahap dalam Formulasi Kebijakan

Winarno (2012: 123) ada 4 tahapan formulasi atau perumusan kebijakan, antara lain:

a. Perumusan Masalah (Defining Problems)

Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-masalah publik harus dikenali dan diidentifikasi dengan baik pula. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi kebijakan publik. Namun demikian apakah pemecahan masalah-maslaah publik tersebut memuaskan atau tidak bergantung pada ketepatan masalah-masalah publik tersebut dirumuskan (Winarno, 2012: 124).

b. Agenda Kebijakan

Tidak semua masalah publik akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Masalah-masalah tersebut saling berkompetisi antar satu dengan yang


(47)

29

lain. Hanya masalah-masalah tertentu yang pada akhirnya akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti misalnya apakah masalah itu memberikan dampak yang besar bagi masyarakat dan membutuhkan penanganan yang harus segera dilakukan? Masalah publik yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus kebijakan (Winarno, 2012: 124).

c. Pemilihan Alternatif Kebijakan Untuk Memecahkan Masalah

Setelah masalah-masalah publik didefinisikan dengan baik dan para perumus kebijakan sepakat untuk memasukkan masalah tersebut ke dalam agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah. Para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut (Winarno, 2012: 124).

d. Penetapan Kebijakan

Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan diambil sebagai cara untuk memecahkan masalah kebijakan, maka tahap paling akhir dalam pembentukan kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Alternatif kebijakan yang diambil pada dasarnya merupakan kompromi dari berbagai kelompok kepentingan yang terlibat dalam pembentukan kebijakan tersebut. Penetapan kebijakan dapat berbentuk berupa


(48)

undang-undang, peraturan daerah, yurisprudensi, keputusan presiden, keputusan-keputusan menteri dan lain sebagainya.

E. Tinjauan Tentang Dampak Kebijakan

Leo Agustino (2008) menyatakan dampak dari kebijakan mempunyai beberapa dimensi, antara lain:

1. Pengaruh pada persoalan masyarakat yang berhubungan dan melibatkan masyarakat.

2. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi lain. Kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak diharapkan atau bahkan keduanya dapat terjadi.

3. Kebijakan mempunyai pengaruh dimasa yang akan datang.

F. Tinjauan Tentang Ruang Terbuka (Open Space)

Ruang umum merupakan ruang terbuka, yaitu ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang umum merupakan bagian dari lingkungan yang mempunyai pola. Ruang umum adalah tempat atau ruang yang terbentuk karena adanya kebutuhan akan perlunya tempat untuk bertemu ataupun berkomunikasi satu dengan lainnya. Pada dasarnya ruang umum dapat dikatakan sebagai suatu wadah yang dapat menampung kegiatan atau aktivitas tertentu dari manusia secara individu atau secara berkelompok (Mulyandari, 2011: 189).


(49)

31

Mulyandari (2011: 189) menyatakan ruang terbuka (Open Space) dapat diartikan sebagai tanah yang tidak dikembangkan atau suatu area lingkungan yang diperuntukan sebagai taman, jalan, dan tujuan alami (seperti area pertanian). Penggunaan ruang terbuka (Open Space) sebagai berikut (Mulyandari, 2011: 189):

a. Ruang terbuka privat (Private Open Space), ruang terbuka yang dapat diakses oleh orang tertentu. Contoh: halaman rumah.

b. Ruang terbuka publik (Publik Open Space), ruang terbuka yang dapat diakses siapa saja.

c. Ruang terbuka berbentuk garis (open space linier), ruang terbuka berbentuk garis. Contoh: pedestrian jalan.

Ruang terbuka menurut Plato dalam Mulyandari (2011: 189) merupakan wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik dan tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional ataupun dimensional. Manusia berada dalam ruang, bergerak, menghayati dan berpikir juga membuat ruang untuk menciptakan dunianya.


(50)

G. Tinjauan Tentang Ruang Terbuka Hijau (Green Open Space)

1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau (Green Open Space)

Ruang terbuka hijau yang dimaksud dalam penelitian ini adalah area terbuka dalam artian tidak terdapat bangunan, dan ditutupi oleh tanaman-tanaman yang dijadikan sebagai ruang berinteraksi bagi masyarakat di sekitarnya serta mempunyai fungsi dalam melestarikan lingkungan dari bahaya pencemaran lingkungan. Ruang terbuka hijau dalam penelitian ini adalah THK Way Halim yang merupakan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Peraturan No. 4 Tahun 2004 tentang RTRW Tahun 2005-2015.

Definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut didukung oleh pendapat salah satu ahli arsitektur dan juga akademisi dibidang arsitektur Rustam Hakim yang mendefinisikan ruang terbuka hijau sebagai kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, sarana lingkungan di suatu wilayah, dan sebagai pengamanan jaringan prasarana atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, ruang terbuka hijau juga menunjang kelestarian air dan tanah. Ruang terbuka hijau yang berada di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan lanskap kota (rustam2000.wordpress.com/ruang-terbuka-hijau/ diakses pada tanggal 17 februari 2014).


(51)

33

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, ruang terbuka hijau didefinisikan sebagai area memanjang atau jalur dan mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Semua definisi tentang ruang terbuka hijau sebenarnya tidaklah berbeda antara definisi satu dengan definisi yang lain, sehingga dari definisi ruang terbuka hijau yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa ruang terbuka hijau adalah kawasan atau area terbuka yang berada di sekitar ruang terbangun atau tidak berada di sekitar ruang terbangun yang ditumbuhi tanaman-tanaman, dan mempunyai fungsi untuk melestarikan lingkungan dari bahaya pencemaran yang terjadi.

2. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Klasifikasi ruang terbuka hijau (RTH) dapat dibagi menjadi, antara lain (Hasni, 2010: 229):

1. Kawasan hijau pertamanan kota; 2. Kawasan hijau hutan kota; 3. Kawasan hijau rekreasi kota; 4. Kawasan hijau kegiatan olahraga; 5. Kawasan hijau pemakaman; 6. Kawasan hijau pertanian; 7. Kawasan hijau jalur hijau;


(52)

8. Kawasan hijau pekarangan;

Ditinjau dari sudut asalnya ruang terbuka hijau, terbagi menjadi 2 yaitu (Hasni, 2010: 230):

1. Ruang terbuka hijau secara alami.

2. Ruang terbuka hijau ada karena planning (RTH akibat pembangunan).

3. Fungsi Pokok Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Hasni (2010: 231) menyatakan ditinjau dari kondisi ekosisitem pada umumnya, apapun sebutan bagian-bagian ruang terbuka hijau kota tersebut, hendaknya semua selalu mengandung tiga fungsi pokok ruang terbuka hijau (RTH), yaitu:

1. Fisik-ekologis (termasuk perkayaan jenis dan plasma nutfahnya);

2. Ekonomi (nilai produktif atau finansial dan penyeimbang untuk kesehatan lingkungan); dan

3. Sosial-budaya (termasuk pendidikan, dan nilai budaya dan psikologisnya).

Ruang terbuka hijau juga memiliki beberapa fungsi lain diantaranya adalah (Hasni, 2010: 255):

1. Fungsi edhapis, yaitu sebagai tempat hidupnya satwa dam jasad renik lainnya, dpaat dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai, misalnya memilih pohon yang buah atau bijinya atau serangga yang hidup didaun-daunnya digemari oleh burung.


(53)

35

2. Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air, dapat terwujud dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman penutup sehingga menimbulkan erosi, serta meningkatkan infiltrasi air kedalam tanah melalui mekanisme perkaran pohon dan daya air dari humus.

3. Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses fotosintesis dan respirasi tanaman, untuk memiliki fungsi ini secara baik seyogyanya RTH memiliki cukup banyak pohon tahunan. 4. Fungsi protektif adalah melindungi dari gangguan angin, bunyi, dan terik

matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak. 5. Fungsi higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik di

udara maupun di air.

6. Fungsi edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama ilmiahnya, manfaat serta khasiatnya.

7. Fungsi estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada lingkungan sekitarnya, baik melalui keindahan warna, bentuk, kombinasi tekstur, bau-bauan ataupun bunyi dari satwa liar yang menghuninya.

8. Fungsi sosial-ekonomi adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan sosial dan tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi seperti pedagang tanaman hias atau pedagang musiman.


(54)

4. Dampak kurangnya ruang terbuka hijau (RTH)

Ada beberapa dampak yang akan terjadi jika kurangnya ruang terbuka hijau di suatu kota, antara lain (Hasni, 2010: 238):

1. Tidak terserap dan terjerapnya partikel timbal; 2. Tidak terserap dan terjerapnya debu semen; 3. Tidak ternetralisirnya bahasa hujan asam; 4. Tidak terserapnya Karbonmonoksida (CO); 5. Tidak terserapnya Karbondioksida (CO2);

6. Tidak teredamnya kebisingan kota; 7. Tidak tertahannya hembusan angin; 8. Tidak terserap dan tertapisnya bau.

5. Tujuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ruang terbuka hijau memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kualitas hidup bagi lingkungan maupun manusia, dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan ada beberapa tujuan dan menjadi alasan pentingnya ketersediaan ruang terbuka hijau di suatu wilayah adalah:


(55)

37

b. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

c. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman.

d. Lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

H. Tinjaun Tentang Pengalihfungsian Lahan

1. Pengertian Pengalihfungsian Lahan

Alih fungsi lahan atau biasa disebut konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula, seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (http://elib.unikom.ac.id /files/disk1/584/jbptunikompp-gdl-mochaditia-29192-9-unikom_m-i diakses pada tanggal 18 desember 2014).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan

Adapun menurut Balai Penataan Ruang faktor-faktor yang mempengaruhi alihfungsi lahan adalah sebagai berikut:

1. Faktor peningkatan penduduk.

2. Kebutuhan lahan untuk kegiatan lain diluar kegiatan nonpertanian, seperti permukiman, kawasan ekonomi dan bisnis dan lain sebagainya.


(56)

3. Otonomi daerah yang mengutamakan pembangunan pada sektor menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan nasional yang sebenarnya penting bagi masyarakat secara keseluruhan.

4. Lemahnya sistem Perundang-Undangan dan penegak hukum dari peraturan yang ada (http://werdhapura.penataanruang.net/component/ content/article/40-saya-ingin-tahu/286-alih-fungsi-lahan diakses pada tanggal 18 Desember 2014).

I. Tinjauan Tentang Hutan Kota

1. Pengertian Hutan Kota

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota menyebutkan bahwa hutan kota adalah hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Hutan kota bertujuan untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial, dan budaya.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung mengatakan bahwa keberadaan hutan kota di kawasan perkotaan dapat membuat kualitas lingkungan membaik dan berfungsi efektif dalam meredam kebisingan,


(57)

39

mereda panas suhu, meningkatkan kelembapan, mengurangi debu, mengakumulasi polutan serta menciptakan suasana nyaman, sehat, dan indah (sumber: data pra riset di kantor sekretariat Walhi Lampung).

2. Manfaat dan fungsi Hutan Kota

Fungsi hutan kota di kawasan perkotaan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Pasal (3), antara lain:

a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai keindahan atau estetika;

b. Sebagai resapan air;

c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan d. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

J. Kerangka Pikir

Taman Hutan Kota Way Halim di Bandar Lampung merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang dimiliki oleh Kota Bandar Lampung. Fungsi Taman Hutan Kota Way Halim Bandar Lampung dalam Peraturan daerah No. 4 Tahun 2004 Tentang RTRW 2005-2015 adalah sebagai ruang terbuka hijau, namun pada RTRW 2011-2030 sebagai revisi RTRW 2005-2015 fungsi lahan THK Way Halim Bandar Lampung berubah fungsi sebagai cadangan pengembangan ekonomi dan jasa. Penelitian ini membahas tentang hal apa yang menjadi faktor atau dasar dari penyusunan kebijakan yang mengalihfungsikan THK Way Halim Bandar Lampung yang awalnya sebagai RTH menjadi cadangan pengembangan ekonomi dan jasa.


(58)

Mengacu pada teori dari Wahab tentang kriteria pengambilan keputusan pemilihan altenatif kebijakan dalam proses formulasi kebijakan yang terdiri dari Nilai-nilai Politik, Nilai-nilai Organisasi, Nilai-nilai Pribadi, Nilai-nilai Kebijakan, Nilai-nilai Ideologi. Serta menggunakan teori dampak kebijakan dari Leo Agustino yang terdiri dari 3 dimensi. Variabel-variabel tersebut digunakan sebagai alat bantu penelitian untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kebijakan penghapusan THK Way Hal

Gambar 1: Kerangka Pikir Peraturan Daerah No. 4 Tahun

2004 Tentang RTRW 2005-2015 Taman Hutan Kota sebagai RTH

Kriteria pengambilan

keputusan pemilihan altenatif kebijakan:

1. Nilai-nilai Politik 2. Nilai-nilai Organisasi 3. Nilai-nilai Pribadi 4. Nilai-nilai Kebijakan 5. Nilai-nilai Ideologi Peraturan Daerah No.10 Tahun

2010 tentang RTRW 2011-2030 Taman Hutan Kota sebagai cadangan pengembangan ekonomi

Dampak kebijakan:

1. Pengaruh pada persoalan masyarakat yang berhubungan dan melibatkan masyarakat.

2. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi lain. Kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak diharapkan atau bahkan keduanya dapat terjadi.


(59)

41

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan deskriptif. Tipe penelitian studi kasus, dalam arti penelitian difokuskan pada satu kasus atau fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam. Kasus atau fenomena yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah kebijakan pemerintah daerah Kota Bandar Lampung atas pengalihfungsian Taman Hutan Kota Way Halim menjadi kawasan eknomi dan bisnis.

Mengenai tipe penelitian studi kasus, Yin (2002: 1) menyatakan bahwa secara umum studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how dan why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata. Penelitian ini menggunakan penelitian studi kasus karena pada penelitian ini terdapat sebuah kasus atau fenomena yang menjadi


(60)

objek penelitian yaitu pengalihfungsian THK Way Halim menjadi kawasan bisnis.

B. Fokus Penelitian

Adapun batasan penelitian yang menjadi fokus pada penelitian ini seperti yang dijelaskan dalam kerangka pikir penelitian, yaitu dengan melihat variabel dari konsep Wahab tentang kriteria pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif kebijakan untuk melihat apa yang menjadi faktor atau dasar terbentuknya kebijakan berupa RTRW yang mengakibatkan THK Way Halim berubah fungsi:

1. Nilai-nilai Politik

Pembuat keputusan kebijakan mungkin melakukan penilain atas alternatif kebijakan yang dipilihnya dari sudut pentingnya alternatif-alternatif itu bagi partai politiknya, atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinya. Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat demi keuntungan politik, dan kebijakan akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik, atau tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.


(61)

43

2. Nilai-nilai Organisasi

Para pembuat keputusan kebijakan, khususnya birokrat, mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di masa ia terlibat atau bekerja di dalamnya. Organisasi, seperti badan-badan administrasi publik (dinas pemerintah), menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi. Sepanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku pengambil keputusan dalam organisasi ini kemungkinan akan diberi pedoman oleh pertimbangan-pertimbangan rasional semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk melihat organisasinya tetap lestari, untuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan kegiatan-kegiatannya, atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati.

3. Nilai-nilai Pribadi

Hasrat untuk melindungi, memenuhi kesejahteraan, kebutuhan fisik, kebutuhan finansial, reputasi diri, dan posisi historis kemungkinan juga digunakan oleh para pembuat keputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.


(62)

4. Nilai-nilai Kebijakan

Adapun para pembuat kebijakan yang bertindak berdasarkan persepsi dan alasan pembelaan mereka terhadap kepentingan umum (public interst) atau berdasarkan keyakinan tertentu mengenai kebijakan publik apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar.

5. Nilai-nilai Ideologis

Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan secara logis saling berkaitan, mencerminkan gambaran sederhana mengenai dunia, serta berfungsi sebagai pedoman bertindak bagi masyarakat yang meyakininya.

C. Jenis Data

1. Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari para informan di lokasi penelitian. Peneliti memperoleh data primer dari informan-informan baik instansi pemerintahan yaitu BAPPEDA Kota Bandar Lampung, BPN Kota Bandar Lampung, Dinas Tata Kota Bandar Lampung, BPPLH Kota Bandar Lampung, lembaga masyarakat yaitu WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).


(63)

45

a. Chepi Hendri Saputra, Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan dan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Bandar Lampung.

Tempat Wawancara : Kantor BAPPEDA Kota Bandar Lampung

Waktu : 14-07-2014

Durasi : ± 1,5 Jam

b. Tony Ferdiansyah, Kepala Seksi Evaluasi Rencana dan Pengembangan Kota Dinas Tata Kota Bandar Lampung.

Tempat Wawancara : Kantor Dinas Tata Kota di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung

Waktu : 16-07-2014

Durasi : ± 2 Jam

c. Wahyono, Kepala Sub Seksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan tertentu Badan Pertanahan Provinsi Lampung

Tempat wawancara : Kantor BPN Provinsi Lampung

Waktu : 14-07-2014


(64)

d. Ahmad Wahyudi, Kepala UPT Laboratorium BPPLH Kota Bandar Lampung.

Tempat wawancara : Kantor BPPLH Kota Bandar Lampung

Waktu : 07-07-2014

Durasi : ±1,5 Jam

e. Bedjo Dewangga, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung Tempat wawancara : Sekretariat Walhi di Jl. Tupai Gg Kancil No.34

Kedaton, Bandar Lampung.

Waktu : 03-07-2014

Durasi : ± 2 jam

f. Candra Muliawan, Kepala Divisi Ekonomi Sosial Budaya Lembaga Bantuan Hukum Kota Bandar Lampung

Tempat wawancara : Kantor LBH Bandar Lampung

Waktu : 26-08-2014

Durasi : ± 1 jam

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder berupa dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang dapat mendukung penelitian. Data sekunder diperoleh dari sejumlah tempat, kantor, dan lembaga. Data sekunder ini sangat penting bagi peneliti untuk memahami permasalahan yang diteliti secara mendalam.


(65)

47

D. Teknik Penentuan Informan

Adapun informan yang akan dijadikan sumber informasi atau data dalam penelitian ini adalah:

1. Chepi Hendri Saputra, Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan dan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Bandar Lampung. Badan yang merencanakan pembangunan-pembangunan di segala aspek yang ada di kota Bandar Lampung.

2. Tony Ferdiansyah, Kepala Seksi Evaluasi Rencana dan Pengembangan Kota Dinas Tata Kota Bandar Lampung. Dinas Tata Kota Bandar Lampung dijadikan sebagai informan utama dalam penelitian ini karena Dinas Tata Kota Bandar Lampung adalah pihak yang menjadi salah satu aktor utama dalam merumuskan agenda-agenda yang berkaitan dengan penataan kota termasuk ruang terbuka hijau.

3. Wahyono, Kepala Sub Seksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan tertentu Badan Pertanahan Provinsi Lampung. Badan yang mengurusi segala kegiatan pertanahan di provinsi lampung.

4. Ahmad Wahyudi, Kepala UPT Laboratorium BPPLH Kota Bandar Lampung. BPPLH adalah badan pelaksana startegi ataupun kebijakan yang telah dirumuskan oleh dinas tata kota.


(66)

5. Bedjo Dewangga, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung. Walhi adalah LSM yang mengetahui kasus ini secara baik sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

6. Candra Muliawan, Kepala Divisi Ekonomi Sosial Budaya Lembaga Bantuan Hukum Kota Bandar Lampung

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara yang dilakukan menggunakan metode tatap muka, yaitu dengan mendatangi informan yang berada di instansi-instansi dan lembaga-lembaga yang dianggap memahami tema dari penelitian ini. Informan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:

1. Chepi Hendri Saputra, Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup BAPPEDA Kota Bandar Lampung.

2. Tony Ferdiansyah, Kepala Seksi Evaluasi Rencana dan Pengembangan Kota Dinas Tata Kota Bandar Lampung.

3. Wahyono, Kepala Sub Seksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan tertentu Badan Pertanahan Provinsi Lampung


(67)

49

5. Bedjo Dewangga, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung.

6. Candra Muliawan, Kepala Divisi Ekonomi Sosial Budaya Lembaga Bantuan Hukum Kota Bandar Lampung.

2. Dokumentasi

Dokumen-dokumen yang digunakan sebagai data sekunder pendukung data primer dalam penelitian ini antara lain adalah:

1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;

2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan; 3. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 10 Tahun 2011 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030;

4. Peta RTRW 2011-2030 berdasarkan Perda No. 10 Tahun 2011 tentang RTRW 2011-2030.

5. Keputusan Walikota Bandar Lampung Tentang Penetapan Areal Tanah Sebagai Taman Hutan Kota di Kelurahan Perumnas Way Halim Kecamatan Kedaton.

6. Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung Tentang Pemberian Hak Guna Bagunan (HGB) Atas Nama PT. HKKB Atas Tanah di Kota Bandar Lampung.


(68)

7. Dokumen Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Atas Perkara Sengketa Tanah Taman Hutan Kota Way Halim.

8. Dokumen dari Dinas Tata Kota Bandar Lampung berupa hasil riset BPPLH tahun 2011 terkait ruang terbuka hijau di Bandar Lampung.

3. Triangulasi Data

Triangulasi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggali informasi yang didapat dari para informan dan dari dokumentasi yang diperoleh sehingga data yang didapat benar-benar data yang valid dan benar.

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari lapangan terkumpul maka tahap berikutnya ialah mengolah data tersebut. Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data sebagaimana yang disebutkan oleh Moleong (2006: 151) meliputi:

1. Editing

Tahap editing, peneliti memperbaiki kalimat-kalimat hasil wawancara yang dianggap tidak baku atau kurang baku dan menggantinya dengatan kata atau

Wawancara dengan Informan

Dokumentasi


(1)

99

Lampung yang berencana akan membuat sebuah kawasan bisnis elit di daerah strategis tersebut, bila dikaitkan dengan konsep Wahab tentang kriteria pemilihan alternatif kebijakan maka penyebab kedua tergolong ke dalam kriteria nilai-nilai pribadi.

Dampak yang terjadi akibat alihfungsi lahan THK Way Halim dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan pengembangan ekonomi adalah:

1. Pengaruh pada persoalan di masyarakat, dengan adanya alihfungsi lahan THK Way Halim masyarakat sekitar tidak dapat beraktifitas seperti biasa yang masyarakat lakukan ketika THK Way Halim masih menjadi RTH.

2. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi lain, dampak yang timbul bukan hanya dampak yang diharapkan pemerintah saja, tetapi ada dampak lain yang akan timbul bersamaan. Pemerintah berharap dengan pengalihfungsian THK Way Halim dari RTH menjadi kawasan pengembangan ekonomi, perekonomian Kota Bandar Lampung akan semakin berkembang. Akan tetap, ada dampak lain yang muncul yaitu hilangnya RTH yang dimiliki Kota Bandar Lampung sehingga semakin menurun level RTH Kota Bandar Lampung.

3. Kebijakan dapat berpengaruh di masa yang akan datang, kebijakan alihfungsi lahan THK Way Halim mempunyai dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Pengalihfungsian ini akan menyebabkan berkurangnya kualitas lingkungan sekitar mengingat THK Way Halim merupakan satu-satunya RTH di daerah sekitar.


(2)

100

B. Saran

Ruang tebuka hijau seharusnya butuh perhatian khusus dalam tata ruang sebuah kota, begitu pula untuk kota bandar lampung yang sedang berkembang menjadi kota berkembang atau menjadi kota yang maju. Pengaruh atau fungsi yang diberikan oleh ruang terbuka hijau sangat lah baik untuk lingkungan dimana masyatakat tinggal. Sebaiknya pemerintah kota bandar lampung memikirkan dampak lingkungan ketika hendak membangun sebuah kawasan atau gedung di atas sebuah lahan. Pemerintah kota bandar lampung juga hendaknya dalam membangun kota menerapkan pembangunan yang berkelanjutan lingkungan, sehingga Kota Bandar Lampung tidak hanya maju di bidang ekonomi tapi juga maju dalam bidang ekologi atau lingkungan.

Pemerintah Kota Bandar Lampung harus lebih bijaksana dalam memilih sebuah kawasan untuk digunakan sebagai area baru dengan fungsi yang berbeda, khususnya untuk kawasan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau sangatlah penting bagi daerah perkotaan, sehingga pemerintah seharusnya tidak mengorbankan kawasan hijau untuk dijadikan sebuah area baru sekalipun akan banyak memberikan keuntungan. Penelitian ini masih memiliki kekurangan dalam beberapa hal, sehingga bila ada peneliti yang ingin meneliti di masa yang akan datang dengan tema sejenis penelitian ini, maka sebaiknya menyempurnakan data-data yang ada di penelitian ini dengan referensi yang lebih baik lagi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin S, Zainal. 2012. Kebijakan Publik Edisi 2. Jakarta. Salemba Humanika. Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung. Alfabeta. Hasni. 2010. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Jakarta. Raja

Grafindo Persada.

Mulyandari, Hestin. 2011. Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta. Andi Offset. Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Realita dan

Tantangan. Jakarta. Bumi Aksara.

Subarsono AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Konsep Teori dan Aplikasi. Yogjakarta. Pustaka Pelajar.

Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta.

Wahab A, Solichin. 2004. Analisis Kebijaksanaan. Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta. Bumi Aksara.

_______________, 2014. Analisis Kebijakan. Dari Formulasi ke Penyusunan Model- Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta. Bumi Aksara.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik. Teori proses, dan studi kasus. Yogyakarta. Caps.


(4)

Karya Ilmiah:

Skripsi:

Rahmawati, Eka. 2013. Analisis Strategi Pemerintah dalam Mempertahankan dan Mengembangkan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandar Lampung Tahun 2010-2011. Lampung. Universitas Lampung.

Website:

(http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/584/jbptunikompp-gdl-mochaditia-29192-9-unikom_m-i.pdf diakses pada tanggal 18 Desember 2014)

Hutan Kota Terbesar di Dunia Ada di Palembang

http://www.channelsatu.com/news/newsflash/56-hutan-kota-terbesar-di-dunia-ada-di- palembang.html diakses pada tanggal 17 februari 2014

Intensitas Banjir di Bandar Lampung Meningkat Tajam

http://www.lampost.co/berita/intensitasbanjirdibandarlampungmeningkattajam diakses pada tanggal 10 februari 2014

Jakarta Masuk Kota Terpadat Didunia

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/259434-jakarta-kota-terpadat-ke6duna diakses pada tanggal 20 mei 2014

Kepadatan penduduk Kota di Indonesia

http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/02/15/744510/tahun-2015-jumlah- penduduk-kota-lebih-besar-dari-desa diakses pada 20 mei 2014

Manan R, Hakim. Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau

http://rustam2000.wordpress.com/ruang-terbuka-hijau/ diakses pada tanggal 17 Februari 2014

Data Penduduk Jakarta 2000, 2013 dan 2014

http://jakarta.bps.go.id/fileupload/publikasi/2013_07_08_08_02_51.pdf diakses pada 20 mei 2014

Penerapan Kebijakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Indonesia Minim

http://www.voaindonesia.com/content/penerapan-kebijakan-ruang-terbuka-hijau-rth- di-indoesia-minim/1521006.html diakses pada tanggal 10 Februari 2014


(5)

Pengalihfungsiaan Lahan

http://werdhapura.penataanruang.net/component/content/article/40-saya-ingin- tahu/286-alih-fungsi-lahan diakses pada tanggal 18 Desember 2014 Pengertian Analisis Kebijakan Publik

http://kebijakanpublik12.blogspot.com/2012/04/pengertian-analisis-kebijakan- publik.html diakses pada tanggal 14 september 2014

Ruang Terbuka Hijau

http://biropembangunan.acehprov.go.id/?p=702 diakses pada tanggal 10 Februari 2014

Ruang Terbuka Hijau memiliki 3 Fungsi

www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw020208remi.htm diakses pada tanggal 10 februari 2014

Ruang Terbuka Hijau untuk Taman, hutan, sawah

http://www.tempo.co/read/news/2013/11/03/214526816/Ruang-Terbuka-Hijau- untuk-Taman-Hutan-dan-Sawah diakses pada tanggal 10 Februari 2014 World Population 2011

http://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf/trends/WPP201 0/WPP2010Volume-IComprehensiveTables.pdf diakses pada tanggal 20 mei 2014.

Dokumen:

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Undang-Undang No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Pemanfaatan dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) Tahun 2011-2030

Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung Nomor: 04/HGB/BPN.18/2010 Tentang Pemeberian Hak Guna


(6)

Bagunan Atas Nama PT. HKKB Atas Tanah di Kota Bandar Lampung. Peta Tata Kota Kota Bandar Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar

Lampung No. 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2015-2030.