Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI
DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS,
KABUPATEN BOGOR

BACHTIYAR ARIF IBRAHIM

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem
Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013
Bachtiyar Arif Ibrahim
NIM H34090094

ABSTRAK
BACHTIYAR ARIF IBRAHIM. Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa
Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENY
KUSWANTI SUWARSINAH.
Mentimun merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Harga
mentimun yang fluktuatif dan marjin tataniaga yang cukup besar antara harga
yang diterima oleh petani dengan harga dibayar konsumen membuat farmer’s
share yang diterima oleh petani relatif kecil. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi saluran dan fungsi-fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar
setiap lembaga tataniaga, dan menganalisis efisiensi saluran tataniaga mentimun
berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap
biaya. Data diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung kepada
petani di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Dari hasil

penelitian terdapat tiga saluran tataniaga yang terbentuk dengan fungsi dan
lembaga tataniaga serta struktur dan perilaku pasar yang berbeda setiap
salurannya. Analisis efisiensi tataniaga dapat disimpulkan bahwa saluran tataniaga
III merupakan saluran yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga
terendah, farmer’s share tertinggi, dan rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi.
Kata kunci: Desa Laladon, efisiensi, mentimun, sistem, tataniaga

ABSTRACT
BACHTIYAR ARIF IBRAHIM. Analysis of Marketing system of the cucumber at
Laladon Village, Subdistrict Ciomas, Bogor Regency. Supervised by HENY
KUSWANTI SUWARSINAH.
Cucumber is one of the prime commodities in Indonesia. The fluctuating
price of cucumber and high marketing margin between received price by farmers
and price which is paid by consumers make the received farmer's share by
farmers is relatively small. The purpose of this research is to identify the channels
and marketing functions, market structure and conduct of marketing institutions,
and to analyze the efficiency of marketing channels of cucumber based on
marketing marjin, farmer's share, and the ratio of benefits to costs. The data were
collected by observation and interview to farmers in Laladon village, Subdistrick
Ciomas, Bogor Regency. The result of research stated that there were three

marketing channels formed with different functions, different institutions, and
different market structure on every channel. The analysis of the marketing
efficiency concluded that marketing channel III is the most efficient channel
because it has the lowest marketing marjin, highest farmer's share, and highest
ratio of benefits to costs.
Keywords : Cucumber, efficiency, Laladon village, marketing, system

ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI
DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS,
KABUPATEN BOGOR

BACHTIYAR ARIF IBRAHIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon,
Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor
Bachtiyar Arif Ibrahim
H34090094

Disetujui oJeh

Dr Ir Rr Heny Kuswanti warsinah, MEc
Pembimbing

Diketahui oleh


Tanggal Lulus:

0 5 SEP 2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon,
Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor
: Bachtiyar Arif Ibrahim
: H34090094

Disetujui oleh

Dr Ir Rr Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Mei 2013 ini
ialah tataniaga, dengan judul Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa
Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rr Heny Kuswanti Suwarsinah,
MEc selaku dosen pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Juniar
Atmakusuma, MS selaku dosen penguji utama dan kepada Dr Ir Netti Tinaprilla,
MM selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Ranta dan Bapak Alim selaku petani dan
pedagang yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini bisa berjalan
dengan lancar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adikadik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa
kepada teman-teman agribisnis 46, teman-teman satu bimbingan skripsi, dan

sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan
skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

Bachtiyar Arif Ibrahim

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Mentimun

Penelitian Tentang Tataniaga Produk Hortikultura
Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Tataniaga
Konsep Saluran dan Lembaga Tataniaga
Konsep Fungsi-Fungsi Tataniaga
Konsep Struktur Pasar
Konsep Perilaku Pasar
Konsep Efisiensi Tataniaga
Konsep Marjin Tataniaga
Konsep Farmer’s Share
Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Identifikasi Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga

Identifikasi Struktur dan Perilaku Pasar
Analisis Marjin Tataniaga
Analisis Farmer’s Share
Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis
Keadaan Penduduk
Karakteristik Petani Responden
Karakteristik Pedagang Responden

x
xi
xi
1
1
3
5
5
5
6

6
7
11
11
12
12
12
13
15
15
16
17
18
19
19
21
21
21
21
22

22
22
23
23
24
24
24
25
27
28

Gambaran Umum Usahatani Mentimun di Desa Laladon
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem dan Pola Saluran Tataniaga Mentimun
Pola Saluran Tataniaga I
Pola Saluran Tataniaga II
Pola Saluran Tataniaga III
Fungsi Lembaga Tataniaga
Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani
Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengumpul
Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Besar
Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengecer
Struktur Pasar
Struktur Pasar di Tingkat Petani
Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul
Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar
Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer
Perilaku Pasar
Praktik Pembelian dan Penjualan
Sistem Penentuan Harga
Sistem Pembayaran
Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga
Efisiensi Tataniaga
Analisis Marjin Tataniaga
Analisis Farmer’s Share
Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya
Analisis Efisiensi Tataniaga
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

30
32
32
33
34
34
35
36
38
39
40
41
41
41
42
42
43
43
44
45
45
46
46
49
51
53
54
54
55
55
57
67

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perkembangan produksi tanaman sayuran Indonesia tahun 2008-2011
Produksi mentimun per provinsi tahun 2007-2011
Pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di
Kabupaten Bogor tahun 2007-2011
Struktur pasar untuk pemasaran pangan dan serat
Komposisi lahan di Desa Laladon tahun 2012
Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan usia tahun 2012

1
2
3
15
25
26

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan jenis pekerjaan tahun
2012
Karakteristik petani responden tataniaga mentimun di Desa Laladon
tahun 2013
Karakteristik pedagang responden tataniaga mentimun di Desa
Laladon tahun 2013
Fungsi tataniaga pada lembaga tataniaga mentimun di Desa Laladon
Analisis marjin tataniaga mentimun di Desa Laladon tahun 2013
Farmer’s share pada saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon
Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran tataniaga mentimun di
Desa Laladon
Nilai efisiensi tataniaga mentimun di Desa Laladon

26
27
29
36
47
50
52
53

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Harga mentimun di tingkat petani Bulan Desember 2012
Marjin tataniaga
Kerangka pemikiran operasional
Saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon

4
18
20
32

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Data petani responden penelitian di Desa Laladon, Kecamatan
Ciomas, Kabupaten Bogor tahun 2013
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura di
Indonesia tahun 2008-2010
Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap
lembaga tataniaga pada saluran I
Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap
lembaga tataniaga pada saluran II
Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap
lembaga tataniaga pada saluran III
Kuisioner untuk petani
Kuisioner untuk pedagang

57
58
59
60
61
62
64

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi
perekonomian di Indonesia selain sektor peternakan, perikanan, kehutanan dan
perkebunan. Kontribusi ini berupa penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan
bagi masyarakat, hingga sumbangan bagi devisa negara.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki
peranan penting dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan
perekonomian di Indonesia. Komoditi hortikultura ini terdiri dari tanaman
sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Sayuran merupakan salah
satu komoditi yang turut memberikan kontribusi kedua terbesar dalam Produk
Domestik Bruto (PDB) komoditi hortikultura yaitu rata-rata sebesar Rp29 985
milyar pada tahun 2008-2010. Komoditi buah-buahan merupakan komoditi
dengan penyumbang nilai PDB komoditi hortikultura terbesar yaitu dengan ratarata sebesar Rp46 992.67 milyar pada tahun 2008-2010 (Dithorti 2011). Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa sayuran merupakan salah satu komoditi yang
memberikan sumbangan terbesar kedua setelah buah-buahan dalam PDB komoditi
hortikultura. Dengan semakin besar kontribusi sayuran dalam peningkatan PDB
hortikultura maka PDB nasional Indonesia secara keseluruhan juga akan naik.
Data lebih lengkapnya mengenai nilai PDB komoditi hortikultura di Indonesia
tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Lampiran 2.
Komoditi sayuran merupakan salah satu bahan pangan yang dibutuhkan
dari sepanjang waktu. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di
Indonesia maka konsumsi terhadap sayuran juga akan naik. Hal tersebut harus
diiringi dengan produksi sayuran nasional yang terus meningkat agar kebutuhan
sayuran nasional bisa terpenuhi. Masyarakat Indonesia mengonsumsi berbagai
jenis sayuran sesuai dengan kebutuhan mereka. Komoditas sayuran di Indonesia
memiliki berbagai macam jenis. Berikut perkembangan produksi dari beberapa
jenis tanaman sayuran unggulan di Indonesia tahun 2008-2011 pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman sayuran Indonesia tahun 2008-2011
Komoditas
Produksi (Ton)
sayuran
2008
2009
2010
Bawang
853 615
965 164
1 048 934
merah
Kentang
1 071 543
1 176 304
1 060 805
Kubis
1 323 702
1 358 113
1 385 044
Mentimun
540 122
583 139
547 141
Bawang
12 339
15 419
12 295
putih
Kacang
455 524
483 793
489 449
panjang
Tomat
725 973
853 061
891 616
Terung
427 166
451 564
482 305
Kangkung
323 757
360 992
350 879
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012 (diolah).

2011

Rata-rata (Ton)

893 124

940 209.25

955 488
1 363 741
521 535

1 066 035.00
1 357 650.00
547 984.25

14 749

13 700.50

458 307

471 768.25

954 046
519 481
355 466

856 174.00
470 129.00
347 773.50

2
Tabel 1 menunjukkan perkembangan produksi sayuran Indonesia dari
tahun 2008-2011, dimana dapat dilihat terdapat beberapa jenis sayuran dengan
hasil produksi yang berbeda setiap tahunnya. Salah satu sayuran unggulan yang
disebutkan di atas yaitu mentimun. Rata-rata hasil produksi mentimun dari tahun
2008-2011 adalah sebesar 547 984.25 ton dimana untuk rata-rata produksi sayuran
unggulan lain seperti kubis, kentang, bawang merah, dan tomat adalah sebesar 1
357 650.00 ton, 1 066 035.00 ton, 940 209.25 ton, dan 856 174.00 ton. Rata-rata
produksi mentimun di Indonesia merupakan yang terbesar kelima setelah kubis,
kentang, bawang merah, dan tomat. Hal tersebut membuat mentimun merupakan
salah satu sayuran unggulan yang mempunyai potensi bagus untuk dikembangkan
di Indonesia.
Terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang menghasilkan mentimun
dengan produksi yang besar dibandingkan dengan wilayah lainnya. Wilayah
tersebut meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten dan Sumetera
Barat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa wilayah Jawa Barat
adalah wilayah dengan penghasil mentimun terbesar dengan produksi rata-rata
sebesar 189 468.00 ton pada tahun 2007-2011. Data produksi mentimun per
provinsi dari tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Produksi mentimun per provinsi tahun 2007-2011
Tahun (Ton)
Provinsi
2007
2008
2009
2010
Jawa
210 992 163 661
212 159
178 308
Barat
Jawa
32 532
30 725
34 924
34 931
Timur
Jawa
20 565
26 081
26 229
25 463
Tengah
Banten
30 228
26 976
21 245
27 183
Sumatra
16 906
20 471
21 635
21 354
Barat

2011

Rata-rata
(Ton)

182 220

189 468.00

34 458

33 514.00

22 265

24 120.60

20 577

25 241.80

20 518

20 176.80

Sumber: Badan Pusat Statistik 2012 (diolah).

Tabel 2 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi
dengan produksi mentimun tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi
lainnya di Indonesia. Produksi mentimun Jawa Barat merupakan yang tertinggi
yang kemudian diikuti oleh Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah, dan Sumatera
Barat dengan rata-rata produksi masing-masing sebesar 33 514.00 ton, 25 241.80
ton, 24 120.60 ton, dan 20 176.80 ton.
Salah satu daerah yang memproduksi mentimun di Provinsi Jawa Barat
adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di
Jawa Barat yang memiliki keunggulan dalam produksi sayur-sayuran. Suhu
kabupaten Bogor yang tergolong dingin dan datarannya yang tinggi menyebabkan
banyak dari jenis komoditas sayuran dapat diusahakan di Bogor. Salah satu
komoditas sayuran yang banyak diusahakan di Bogor yaitu mentimun. Berikut

3
pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di Kabupaten
Bogor pada tahun 2007-2011 pada Tabel 3.

Tabel 3 Pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di
Kabupaten Bogor tahun 2007-2011
Tahun
Luas panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
2007
1 543.00
22 060.00
14.30
2008
1 242.00
18 352.00
14.78
2009
1 152.00
13 978.00
12.13
2010
1 182.00
16 866.00
14.27
2011
1 015.00
11 918.00
11.74
Rata-rata
1 226.80
16 634.80
13.44
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2012 (diolah).

Berdasarkan Tabel 3 produktivitas mentimun tertinggi di Kabupaten Bogor
terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 14.78 ton per hektar dan produktivitas
terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 11.74 ton per hektar. Luas panen
mentimun di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar
2.60 persen akan tetapi pada umumnya lebih sering mengalami penurunan yaitu
pada tahun 2007-2009 dengan rata-rata penurunan sebesar 13.39 persen dan tahun
2011 sebesar 14.38 persen. Penurunan luas panen tersebut diduga oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu fragmentasi lahan dan pembangunan pemukiman.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai
potensi yang sesuai dalam pengembangan sayuran khususnya mentimun. Dari
beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Bogor, kecamatan Ciomas merupakan
salah satu kecamatan penghasil sayuran dan Desa Laladon merupakan salah satu
tempat penghasil sayuran mentimun. Mentimun memiliki sifat perishable, bulky,
dan voluminous, jadi pemasaran yang efisien sangat dibutuhkan agar mentimun
sampai di tangan konsumen akhir dalam keadaan baik. Para petani di Desa
Laladon akan mendapatkan pendapatan yang maksimal apabila proses tataniaga
mentimun dari petani sampai ke konsumen bisa berlangsung secara efisien.
Dengan adanya sistem tataniaga yang efisien diharapkan dapat menurunkan biaya
pemasaran dan memperlancar arus pemasaran mentimun serta para petani dapat
mendapatkan harga yang layak.
Mentimun dapat dikonsumsi dalam bentuk segar seperti untuk lalapan
maupun dalam bentuk olahan seperti acar, asinan dan lain-lain. Manfaat yang
diperoleh dari buah mentimun adalah biji mentimun memeiliki racun alkaloid
jenis hipoxanti untuk mengobati anak yang menderita cacingan dan mengobati
penyakit disentri (Kementan 2013).

Perumusan Masalah
Terdapat beberapa permasalahan terkait sistem tataniaga mentimun di
Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Hasil wawancara dalam

4
penelitian pendahuluan dari beberapa petani didapatkan beberapa informasi dan
beberapa permasalahan dalam sistem tataniaga mentimun. Hal ini terlihat dari
perbedaan harga mentimun yang diterima petani dengan harga yang dibayar
konsumen yang cukup besar. Harga yang diterima petani berkisar antara Rp1 200
sampai Rp3 500 per kilogram, sedangkan harga di konsumen mencapai Rp5 000
sampai Rp7 000 per kilogram. Dengan demikian, marjin tataniaga yang diperoleh
berkisar antara Rp2 300 sampai Rp3 500 per kilogramnya. Dari marjin tataniaga
yang cukup besar ini diduga bahwa pendapatan yang diterima petani menurun dari
yang sewajarnya. Dampak lainnya farmers’s share yang diterima petani menjadi
sangat rendah berkisar antara 24 persen sampai 50 persen.
Petani di Desa Laladon sebagai produsen sekaligus sebagai pihak yang
menerima harga dalam posisi tawar-menawar sering tidak seimbang. Petani
mempunyai posisi tawar yang lebih rendah. Keluhan ini semakin diperkuat
dengan fluktuasi harga mentimun yang sering terjadi.
Fluktuasi harga yang terus berlanjut membawa dampak semakin tidak
menentunya pendapatan yang diperoleh. Fluktuasi Harga yang diterima oleh
petani terjadi pada setiap pemanenan dilakukan. Data mengenai fluktuasi harga
mentimun yang diterima petani pada Bulan Desember 2012 dapat dilihat di
Gambar 1.
Harga (Rp) / Kg

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
Panen Ke-

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15

Gambar 1 Harga mentimun di tingkat petani Bulan Desember 2012 (diolah)
Sumber : Pasar Induk Kemang, Bogor (2012)

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa harga mentimun yang
diperoleh petani selalu berubah-ubah setiap panennya. Panen yang dilakukan
petani yaitu setiap dua hari sekali. Harga yang diperoleh petani seringkali
mengalami fluktuasi. Petani umumnya melakukan pemanenan mentimun selama
15 kali. Hasil panen pada lima panen pertama, kedua, dan ketiga yaitu sebesar 37
persen, 51 persen, dan 12 persen. Pola tanam mentimun yang dilakukan oleh para
petani pada umumnya yaitu secara tumpang gilir, setelah menanam mentimun

5
petani menanam kacang panjang, paria, dan beberapa sayuran lainnya. Ada juga
petani yang melakukan penanaman mentimun kembali setelah penanaman
mentimun yang pertama selesai.
Dalam mekanisme pasar petani kurang memiliki peran dalam penentuan
harga. Harga sayuran mentimun lebih dikendalikan oleh pedagang pengumpul dan
pedagang besar. Para pedagang ini memiliki kekuatan besar dalam penentuan
harga dan perolehan keuntungan. Hal ini disebabkan kurangnya informasi
mengenai harga mentimun yang diterima oleh petani pada saat pemanenan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas sayuran mentimun?
2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga
yang terlibat?
3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga sayuran mentimun berdasarkan marjin
tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis saluran dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga tataniaga komoditas mentimun.
2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga
tataniaga yang terlibat.
3. Menganalisis efisiensi saluran tataniaga mentimun berdasarkan marjin
tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak seperti :
1. Petani dan lembaga tataniaga sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan
sistem tataniaga mentimun yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
2. Pemerintah sebagai bahan informasi bagi perencanaan kebijaksanaan untuk
meningkatkan efisiensi tataniaga mentimun.
3. Pihak lain sebagai bahan masukan atau rujukan bagi penelitian berikutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada:
1. Komoditi yang diteliti adalah mentimun yang ditanam oleh petani pemilik atau
petani penggarap di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.
2. Objek penelitian ini adalah petani pemilik atau penggarap yang berusahatani
mentimun dan lembaga tataniaga yang terkait dalam hal pemasaran mentimun
di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Mentimun
Mentimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun
termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal
dari Himalaya di Benua Asia, dan telah meluas ke seluruh daratan baik tropis atau
subtropis, kemudian terus meluas hingga ke Indonesia. Di Indonesia mentimun
umumnya mempunyai masing-masing nama yang berbeda untuk setiap wilayah,
seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), hantimun (Lampung), dan timon
(Aceh) (Deptan 2013).
Jika dilihat secara ilmiah, kedudukan mentimun dalam tata nama atau
sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Cucurbitales
Famili
: Cucurbitaceae
Genus
: Cucumis
Spesies
: Cucumis sativus L.
Menurut Wahyudi (2010), mentimun memiliki beberapa varietas, ada tiga
contoh varietas yaitu Mayapada F-1, Wulan F-1, dan Venus. Mayapada F-1
memiliki bentuk buah meruncing dan warna buah hijau muda sampai sedang,
memiliki ukuran panjang 16.0-16.5 cm dan diameter 3.0-3.5 cm serta bobot per
buah 120-130 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST
dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar. Wulan F-1 memiliki bentuk
buah lonjong dan berwarna hijau muda. Berukuran panjang 12 cm diameter 3.5-5
cm, serta bobot perbuah berkisar 115 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika
tanaman berumur 30 HST dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar.
Lain halnya dengan varietas venus dimana bentuk buah langsing dengan bagian
pangkal bulat dimana daging buahnya memiliki rasa yang manis sehingga
mentimun dengan varietas ini cocok untuk lalap. Varietas ini memiliki ukuran 1516 cm dengan diameter 3.5-4 cm serta bobot perbuah berkisar 120-130 gram.
Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi
produksi sebesar 50-60 ton per hektar.
Faktor lingkungan menjadi salah satu syarat tumbuh yang perlu
diperhatikan dalam melakukan budidaya seperti media, suhu, air, cahaya, dan
kelembaban. Menurut Sumpena (2007) kemasamaan tanah yang optimal untuk
mentimun adalah antara 5.5-6.5 persen. Tanah yang banyak mengandung air,
terutama pada waktu berbunga, merupakan jenis tanah yang baik untuk
penanaman mentimun. Jenis tanah yang cocok untuk penanaman mentimun
diantaranya aluvial, latosol, dan andosol. Tanaman mentimun dapat tumbuh baik
dengan ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut. Selain itu suhu untuk
tanaman mentimun agar tumbuh dengan baik berkisar antara 18°C-30°C, dengan
kelembaban relatif udara untuk pertumbuhan mentimun antara 50-85 persen.
Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman
mentimun, dimana penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika
pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam per hari.

7
Wahyudi (2010) menyebutkan bahwa mentimun dapat dibudidayakan di
sawah, ladang, kebun, polibag, dengan menggunakan lanjaran atau dibiarkan
merambat ditanah. Mentimun merupakan tanaman semusim yang bersifat
menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang seperti ajir. Cara
budidaya mentimun pada dasarnya sama dengan budidaya sayuran konvensional
lainnya yaitu: (1) melakukan persiapan persemaian yang mencakup menyediakan
kebutuhan benih, menyiapkan media semai dan persemaian, (2) melakukan
persiapan penanaman, (3) melakukan pemupukan, (4) melakukan pemeliharaan
tanaman yaitu dengan pemangkasan cabang, pemasangan ajir, pengikatan ajir,
pengikat tanaman, sanitasi lahan dan pengairan, (5) melakukan pencegahan atau
pemberantasan hama dan penyakit yang ada pada tumbuhan mentimun, (6)
melakukan panen dan pascapanen.
Mentimun merupakan salah satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik
dalam bentuk segar maupun olahan, seperti acar, asinan, dan lain-lain. Selain
sebagai sayuran konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lainnya seiring
dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan
berbahan mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena
mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100
gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0.8 gram protein, 0.1 gram pati, 3 gram
karbohidrat, 30 mg fosfor, 0.5 mg besi, 0.02 mg thianine, 0.01 mg nriboflavin, 14
mg asam, 0.45 mg vitamin A, 0.3 mg vitamin B1, dan 0.2 mg vitamin B2
(Sumpena 2007).
Banyaknya kandungan gizi yang terdapat pada mentimun sehingga
sayuran ini memiliki banyak manfaat. Manfaat mentimun diantaranya yaitu
sebagai perawatan kulit, melancarkan fungsi pencernaan, kesehatan sendi,
pencernaan protein, tekanan darah, membunuh cacing pita, perawatan kuku, atasi
encok dan rematik, mengobati sakit gigi dan gusi, diabetes, perawatan ginjal, dan
menyuburkan rambut1.

Penelitian Tentang Tataniaga Produk Hortikultura
Beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis mengenai tataniaga
komoditas hortikultura adalah penelitian Rachma (2008) meneliti tentang efisiensi
tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten
Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Penelitian Ariyanto (2008) mengenai analisis
tataniaga sayuran bayam (kasus Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor). Purba (2010) meneliti tentang analisis tataniaga ubi jalar di
Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Wacana (2011) meneliti tentang efisiensi saluran tataniaga bawang merah
di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Penelitian Hasniah
(2005) tentang analisis sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur di
Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat.
1

Kompas. Manfaat mentimun. 2013. [internet].
http://health.kompas.com/read/2011/08/17/10402067/12.Manfaat.Tersembunyi.Mentimun
[30 Februari 2013]

8
Rachma (2008) meneliti tentang efisiensi tataniaga cabai merah (studi
kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa
Barat). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif terhadap
analisis saluran, lembaga, dan fungsi tataniaga, analisis struktur dan perilaku
pasar. Selain itu, analisis secara kuantitatif juga dilakukan terhadap marjin
tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya.
Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa terdapat lima jenis saluran
tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga I : petani - pedagang
pengumpul - pedagang grosir - pedagang pengecer I. Saluran tataniaga II terdiri
dari petani - pedagang pengumpul - pedagang gosir - pedagang pengecer I dan
pedagang pengecer II. Saluran tataniaga III terdiri dari petani - pedagang
pengumpul - pedagang grosir - pedagang pengecer II. Saluran tataniaga IV terdiri
dari petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer I dan pedagang pengecer
II. Saluran V terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer I.
Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang
gosir, pedagang pengecer I, dan pedagang pengecer II.
Secara umum struktur pasar yang terjadi dalam tataniaga cabai merah di
Desa Cibeureum adalah pasar persaingan tidak sempurna karena hanya ada satu
pedagang pengumpul yang menampung langsung keseluruhan hasil pertanian
cabai merah dari petani di Desa Cibeureum dan sedikit penjual di setiap tingkat
lembaga tataniaga lainnya. Dalam analisis perilaku pasar dalam praktik
penjualannya seluruh petani responden menjual seluruh hasil panen mereka ke
pedagang pengumpul. Umumnya dalam penentuan harga melalui proses tawarmenawar antara penjual dengan pembeli akan tetapi pedagang sebagai pembeli
selalu lebih dominan. Apabila telah terjadi kesesuaian harga antara yang
ditawarkan penjual dengan yang diterima pembeli, maka pada saat itulah
terbentuk harga pasar dan transaksi baru dilaksanakan.
Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada
saluran II, III, dan IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V.
Secara operasional dari kelima saluran tataniaga cabai merah yang ada, saluran V
merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin
tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya yang
paling tinggi.
Ariyanto (2008) meneliti tentang tataniaga sayuran bayam di Desa
Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan dari
penelitian yang dilakukan adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsifungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas
sayuran bayam, menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing
lembaga tataniaga yang terlibat, dan menganalisis efisisensi saluran tataniaga
bayam berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya.
Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terdiri dari tiga
saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul pedagang pengecer – konsumen, saluran tataniaga II : petani - pedagang pengecer
– konsumen, dan saluran tataniaga III : petani - konsumen. Lembaga tataniaga
yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer.
Struktur pasar yang terjadi dalam tataniaga sayuran bayam di Desa
Ciaruten Ilir untuk petani dan pedagang pengecer yaitu pasar persaingan
sempurna. Hal tersebut dikarenakan jumlah petani banyak, tidak dapat

9
mempengaruhi harga dan petani bebas keluar masuk pasar. Untuk pedagang
pengecer struktur pasarnya pasar persaingan sempurna dikarenakan jumlah dari
pedagang pengecer yang banyak, produk bersifat homogen, serta pedagang
pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar. Struktur pasar pedagang pengumpul
yaitu oligopsoni karena jumlah penjual dan pembeli sedikit, dan terdapat
hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar. Analisis perilaku pasar yang
terjadi yaitu dalam praktik penjualan hampir seluruh petani sayuran bayam di
Desa Ciaruten Ilir menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang ada
di desa tersebut. Sistem penentuan harga pada tingkat petani seluruhnya
dikendalikan oleh pedagang pengumpul berdasarkan harga yang berlaku di pasar.
Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada
saluran I dan II, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran III. Secara
operasional dari ketiga saluran tataniaga bayam di Desa Ciaruten Ilir, saluran III
merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin
tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya yang
paling tinggi.
Purba (2010) meneliti tentang analisis tataniaga ubi jalar di Desa Gunung
Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tujuan
dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis lembaga dan fungsi
tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar, dan menganalisis
efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor. Metode pengolahan data menggunakan analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran
tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar.
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s
share, serta rasio keuntungan dan biaya.
Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa sistem tataniaga ubi jalar di
Desa Gunung Malang terdapat tiga saluran tataniaga, yaitu : saluran tataniaga I :
petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – konsumen/pabrik keripik, saluran
tataniaga II : petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang
pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen,
saluran tataniaga III : petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang
pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – konsumen. Lembaga tataniaga yang
terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul
tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer.
Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga tataniaga berbeda, di mana
petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna,
sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat
kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli.
Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada
saluran II dan III, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I. Secara
operasional dari ketiga saluran tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang,
saluran I merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari
marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya
yang paling tinggi.
Wacana (2011) meneliti tentang efisiensi saluran tataniaga bawang merah
di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Adapun tujuan dari
penelitian yang dilakukan adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-

10
fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas
bawang merah, menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing
lembaga tataniaga yang terlibat, dan menganalisis efisisensi saluran tataniaga
bawang merah berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan
dan biaya.
Saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes terdiri dari empat
saluran tataniaga, yaitu pola saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul pedagang pengirim - pedagang besar non lokal (Sumatera) - pedagang pengecer
non lokal (Sumatera) - konsumen non lokal. Sedangakan pola saluran tataniaga II
: petani - pedagang pengumpul - pedagang pengirim - pedagang besar non lokal
(Jawa) - pedagang pengecer non lokal (Jawa) - konsumen non lokal. Pola saluran
tataniaga III : petani - pedagang besar lokal - pedagang pengecer lokal - konsumen
lokal, dan pola saluran tataniaga IV: petani - pedagang pengecer lokal - konsumen
lokal. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul,
pedagang pengirim, pedagang besar lokal, pedagang besar non lokal, pedagang
pengecer lokal, dan pedagang pengecer non lokal.
Struktur pasar yang dihadapi oleh petani bersifat persaingan sempurna,
struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul dan pedagang pengirim lebih
mengarah kepada pasar oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang
pengecer adalah pasar persaingan monopolistik. Sistem penentuan harga baik di
tingkat petani hingga pedagang pengecer terjadi melalui proses tawar menawar
hingga tercapai kesepakatan bersama.
Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada
saluran I, II dan III, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran IV. Secara
operasional dari keempat saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes,
saluran IV merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari
marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya
yang paling tinggi.
Hasniah (2005) meneliti tentang analisis sistem dan efisiensi tataniaga
komoditas pepaya sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan dari penelitian tersebut
adalah untuk menganalisis saluran dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan
oleh setiap lembaga tataniaga pepaya sayur di Desa Sukamaju, menganalisis
struktur dan perilaku pasar yang dihadapi, dan menganalisis efisiensi tataniaga
pepaya sayur Desa Sukamaju. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis
kualititatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran
tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar. Sedangkan
analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s
share, serta rasio keuntungan dan biaya.
Pola saluran tataniaga yang dihasilkan yaitu terdapat sebanyak tiga pola
saluran yaitu saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul - pedagang grosir
- pedagang pengecer – konsumen, saluran tataniaga II : petani - pedagang
pengumpul - pedagang pengecer – konsumen, dan saluran tataniaga III : petani pedagang pengecer - konsumen. Saluran tataniaga I merupakan tataniaga pepaya
sayur terpanjang dan digunakan oleh 6,04 persen dari total petani responden.
Sedangkan saluran tataniaga II merupakan saluran tataniaga yang digunakan oleh
35,17 persen dari total petani responden. Saluran tataniaga III dipergunakan oleh

11
58,79 persen petani responden. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani,
pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer.
Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung bersifat pasar bersaing
sempurna karena jumlah petani yang banyak, dan petani bebas untuk keluar
masuk pasar. Selain itu produk petani bersifat homogen. Sistem penentuan harga
dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Petani
bertindak sebagai price taker. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul
adalah oligopsoni. Hal ini terlihat melalui adanya hambatan bagi pedagang dari
daerah lain untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang
pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer
cukup banyak, produk bersifat homogen, harga berdasarkan mekanisme pasar dan
pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Selain itu pedagang
pengecer dapat dengan bebas keluar masuk pasar. Perilaku pasar yang dilakukan
oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian pepaya sayur dari petani dan
menjual kepada pedagang grosir dan pedagang pengecer. Sistem penentuan harga
di setiap tingkat lembaga tataniaga berdasarkan mekanisme pasar. Sedangkan
sistem pembayaran di setiap lembaga tataniaga dilakukan secara tunai.
Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga III
yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil, yaitu sebesar Rp
400,- per kg. Farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran III yaitu sebesar
60 persen. Namun rasio keuntungan dan biaya tataniaga pepaya sayur tertinggi
terdapat pada saluran II yaitu sebesar 1,24. Efisiensi tataniaga pepaya sayur
tercapai jika saluran tataniaga yang digunakan adalah saluran tataniaga III. Selain
itu saluran tataniaga III juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani.

Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu
Keterkaitan penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian terdahulu
dapat dilihat dari kesamaan topik yang diangkat yaitu tentang tataniaga komoditas
hortikultura. Penelitian dengan topik tataniaga bukan merupakan hal yang baru.
Sudah banyak dari peneliti yang menggunakan topik tataniaga komoditas
hortikultura sebagai penelitiannya.
Pemasaran merupakan permasalahan yang umum terjadi pada komoditas
hortikultura, maka dari itu penelitian tataniaga menjadi penting untuk dilakukan.
Hasil penelitian dari beberapa penelitian terdahulu tentang tataniaga pada
komoditas hortikultura menunjukkan saluran tataniaga tanaman hortikultura pada
umumnya menghasilkan saluran tataniaga yang panjang. Panjangnya rantai
tataniaga berimplikasi pada besarnya perbedaan harga atau marjin tataniaga antara
harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Hal ini mengakibatkan
bagian yang diterima oleh petani atau farmer’s share menjadi rendah.
Panjangnya rantai tataniaga yang terjadi pada umumnya melibatkan
beberapa lembaga seperti pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang
pengecer. Petani sebagai produsen biasanya hanya bertindak sebagai price taker
yang memperoleh bagian (farmer’s share) kecil dari harga yang dibayar oleh
konsumen. Lembaga-lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga melakukan fungsi
yang berbeda untuk memperlancar proses tataniaga komoditas hortikultura (cabai

12
merah, bayam, ubi jalar, bawang merah, pepaya sayur dan lainnya) dari petani
hingga ke konsumen akhir.
Penelitian terdahulu menganalisis struktur dan perilaku pasar pada
lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses tataniaga. Identifikasi terhadap
struktur pasar dilakukan dengan melihat jumlah pedagang dan pembeli,
kemudahan memperoleh informasi, dan tingkat hambatan masuk-keluar pasar.
Sedangkan, perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan melihat cara penentuan
harga dan sistem pembayaran. Penilitian ini juga akan melakukan identifikasi
dengan cara yang sama seperti penelitian terdahulu.
Indikator yang biasa digunakan untuk melihat efisiensi tataniaga suatu
produk pertanian adalah marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan
terhadap biaya. Secara umum panjangnya rantai pada saluran tataniaga
berimplikasi pada bertambahnya biaya tataniaga yang dikeluarkan untuk
menangani produk pertanian dan adanya pengambilan keuntungan dari setiap
lembaga tataniaga yang terlibat. Hal ini mengakibatkan nilai marjin tataniaga yang
semakin besar dan bagian yang diterima oleh petani (farmer’s share) semakin
kecil. Oleh karena itu, penelitian mengenai tataniaga mentimun di Desa Laladon,
Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor ini menggunakan beberapa rujukan dari
penelitian-penelitian tentang tataniaga pada komoditas hortikultura yang telah
dilakukan sebagai referensi dan pedoman. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Penelitian yang dilakukan
ini berbeda dalam hal sumber atau objek penelitiannya. Penelitian ini dilakukan
dengan mengambil data sebagai objek penelitian di Desa Laladon Kecamatan
Ciomas Kabupaten Bogor pada tahun 2013 dengan komoditas mentimun.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Tataniaga
Tataniaga merupakan suatu distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang
memfasilitasi pergerakan dan pertukaran komoditas, mulai dari komoditas
tersebut lepas dari lahan pertanian hingga berada di tangan konsumen akhir.
Tataniaga merupakan sebuah sistem karena dalam tataniaga terdiri atas lembagalembaga yang saling terkait yang saling berkontribusi menuju satu tujuan industri
secara keseluruhan, yaitu menyampaikan produk ke konsumen akhir (Kohls dan
Uhl 1985). Tataniaga juga bisa diartikan sebagai rangkaian tahapan fungsi yang
dibutuhkan untuk mengubah atau membentuk input produk mulai dari titik
produsen sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri dari proses
produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh grosir, pedagang
pegecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond 1977).
Konsep Saluran dan Lembaga Tataniaga
Saluran tataniaga adalah kumpulan pelaku-pelaku usaha (lembagalembaga tataniaga) yang saling melakukan aktivitas-aktifitas bisnis dalam
membantu menyampaikan produk dari petani sampai konsumen akhir. Dalam

13
saluran tataniaga, lembaga-lembaga tataniaga saling melakukan fungsi tataniaga
sehingga kemudian akan terbentuk beberapa alternatif saluran tataniaga. Setiap
alternatif saluran tataniaga memungkinkan terjadinya aliran produk yang berbedabeda, hal ini tergantung dari kepada siapa saja produk tersebut berhenti, apa saja
perlakuan yang diberikan kepada produk selama melewati lembaga-lembaga
tataniaga, dan seberapa panjang rantai tataniaga yang terbentuk (Kohls dan Uhl
1985).
Berikut adalah lembaga-lembaga tataniaga yang umum terlibat dalam
proses tataniaga (Kohls dan Uhl 1985):
1. Pedagang Perantara, lembaga tataniaga yang menghimpun barang untuk
kemudian barang tersebut dimiliki untuk ditangani dalam upaya memperoleh
marjin tataniaga.
a) Pedagang Pengumpul, mengumpulkan dan membeli produk langsung dari
produsen (petani) dalam jumlah besar untuk memperoleh marjin tataniaga
dengan menjual kembali kepada pedagang grosir atau lembaga tataniaga
lain.
b) Pedagang Grosir, menjual produk kepada pedagang eceran, pedagang
grosir lain dan industri terkait, tetapi tidak untuk menjual produk dalam
jumlah tertentu kepada konsumen akhir.
c) Pedagang Eceran, membeli produk untuk langsung dijual kembali kepada
konsumen akhir.
2. Agen Perantara, memperoleh pendapatan dari komisi dan bayaran dari proses
jual-beli. Agen perantara berbeda dengan pedagang yang memiliki hak atas
produk untuk ditangani lebih lanjut, tetapi hanya mewakili pelanggan dalam
transaksi jual-beli dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani.
a) Broker, menyalurkan produk untuk memperoleh komisi tanpa memiliki
hak untuk mengontrol produk secara langsung.
b) Komisioner, menyalurkan produk untuk memperoleh komisi dengan diberi
hak dan keleluasaan dalam mengontrol barang yang diperjual-belikan.
3. Spekulator, melakukan jual-beli produk dengan tujuan utama memperoleh
keuntungan dengan memanfaatkan pergerakan harga di pasar.
4. Pengolah dan Pabrik, melakukan beberapa tindakan pada produk yang
ditangani untuk memperoleh marjin tataniaga dengan mengubah bentuk
fisiknya.
5. Organisasi Pendukung, membantu berbagai perantara tataniaga dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya. Biasanya organisasi pendukung memperoleh
pendapatan dari taksiran bayaran dari lembaga-lembaga yang menggunakan
jasa mereka.
Konsep Fungsi-Fungsi Tataniaga
Lembaga-lembaga tataniaga melakukan aktivitas bisnis selama proses
pemasaran berlangsung. Aktivitas-aktivitas tersebut dinamakan fungsi tataniaga.
Fungsi-fungsi tataniaga tersebut harus dilakukan oleh pelaku-pelaku bisnis yang
terlibat selama proses tataniaga berlangsung. Hal ini dilakukan dengan tujuan
meningkatkan efisiensi tataniaga, karena fungsi tataniaga yang dilakukan dapat
meningkatkan nilai tambah dari produk agribisnis. Kohls dan Uhl (1985)
mengklasifikasikan fungsi tataniaga menjadi 3 kelompok utama, yaitu:
1. Fungsi Pertukaran

14
Fungsi pertukaran merupakan aktivitas-aktivitas yang melibatkan pertukaran
kepemilikan dari barang-barang yang diperjual-belikan antara penjual dan
pembeli. Fungsi pertukaran terdiri atas:
a) Pembelian
Pembelian adalah kegiatan mencari barang atau jasa yang digunakan
sebagai bahan baku atau dengan mengalihkan kepemilikan.
b) Penjualan
Penjualan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran
yang berusaha menciptakan permintaan dengan melakukan strategi
promosi dan periklanan serta strategi pemasaran lainnya untuk dapat
menarik minat pembeli.
2. Fungsi Fisik
Fungsi fisik adalah aktivitas-aktivitas yang melibatkan penanganan,
pergerakan, dan perubahan fisik atas produk. Fungsi fisik membantu
menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan kapan, apa dan
dimana tataniaga tersebut terjadi. Fungsi fisik terdiri atas:
a) Penyimpanan
Penyimpanan membantu menyelesaikan permasalahan produk yang
berhubungan dengan waktu. Penyimpanan membuat produk tersedia pada
waktu yang diinginkan.
b) Pengangkutan
Pengangkutan membantu menyelesaikan permasalahan produk yang
berhubungan dengan tempat. Pengangkutan membuat produk tersedia pada
tempat yang tepat.
c) Pengolahan
Pengolahan merupakan kegiatan merubah bentuk produk untuk
meningkatkan nilai tambah produk tersebut. Pengolahan kadang tidak
termasuk dalam kegiatan pemasaran karena pada dasarnya kegiatan
pengolahan adalah kegiatan merubah bentuk produk, bukan kegiatan
memasarkan produk.
3. Fungsi Fasilitas
Fungsi fasilitas merupakan aktivitas-aktivitas yang secara tidak langsung
terlibat dalam proses pemasaran produk karena membutuhkan teknologi dan
pengetahuan khusus dalam penanganannya. Dengan adanya fungsi fasilitas
akan memperlancar fungsi pertukaran dan fisik sehingga kinerjanya akan
menjadi lebih baik. Fungsi fasilitas terdiri atas:
a) Standarisasi
Standarisasi merupakan ukuran yang menjadi standar bagi semua produk
agar menjadi seragam dalam hal kualitas dan kuantitas.
b) Pembiayaan
Pembiayaan adalah kegiatan mengelola keuangan yang melibatkan banyak
aspek penting dari tataniaga.
c) Penanggungan Risiko
Fungsi penanggungan risiko digunakan untuk menghitung tingkat
kemungkinan kehilangan atau kerugian dari proses tataniaga produk
agribisnis yang dilakukan.
d) Informasi Pasar

15
Fungsi informasi pasar merupakan aktivitas mengumpulkan,
menginterpretasi, dan menyebarluaskan berbagai macam informasi yang
diperlukan untuk kelancaran proses tataniaga.
Konsep Struktur Pasar
Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar menggambarkan fisik
dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur
pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2)
kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) pengetahuan informasi
pasar, dan (4) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya
biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan.
Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa struktur pasar dapat diartikan
sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar
tersebut yang merupakan resultan atau saling mempengaruhi market conduct
(perilaku pasar) dan market performance ( keragaan pasar). Struktur pasar dapat
diartikan sebagai tipe atau jenis-jenis pasar