Analisis Kinerja Keuangan dan Kepuasan Nasabah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Berbasis Syariah (Studi Kasus: LKM-A Berkah Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor)

(1)

NASABAH LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

AGRIBISNIS BERBASIS SYARIAH

(Studi Kasus : LKM-A Berkah Desa Laladon Kecamatan Ciomas

Kabupaten Bogor)

QISTHY NUR FATHIA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kinerja Keuangan dan Kepuasan Nasabah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Berbasis Syariah (Studi Kasus: LKM-A Berkah Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Qisthy Nur Fathia NIM H34090102


(4)

QISTHY NUR FATHIA. Analisis Kinerja Keuangan dan Kepuasan Nasabah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Berbasis Syariah (Studi Kasus: LKM-A Berkah Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh RACHMAT PAMBUDY.

Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan lembaga keuangan formal non-bank yang berada diantara masyarakat pertanian. LKM-A Berkah sebagai salah satu LKM-A dan menggunakan sistem ekonomi Islam (syariah), hadir sebagai sumber ekonomi dan permodalan bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah yang bekerja di bidang pertanian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik nasabah yang melakukan kegiatan simpan pinjam di LKM-A Berkah, serta kinerja LKM-A melalui rasio keuangan dan kepuasan pelayanan terhadap nasabah. Karakteristik dari nasabah LKM-A Berkah yaitu mayoritas perempuan berusia lebih dari 40 tahun, sudah menikahm berpendidikan terkahir sekolah dasar, dan bekerja sebagai pedagang. Hasil perhitungan rasio keuangan LKM-A Berkah tergolong baik untuk sebuah lembaga keuangan di pedesaan. Tingkat kepuasan dari para nasabah termasuk dalam kategori sangat puas dengan indeks kepuasan konsumen sebesar 81.82%. Kata Kunci: Indeks kepuasan konsumen, LKM-A Syariah, rasio keuangan

ABSTRACT

QISTHY NUR FATHIA. Analysis of Financial Performance and Costumer Satisfaction of Agribusiness Microfinance Intsitution Based on Sharia Economic System (Case Study: Agribusiness Microfinance Intsitution (LKM-A) Berkah Laladon Village Ciomas Subdistrict Bogor Regency). Supervised by RACHMAT PAMBUDY.

Agribusiness Microfinance Institution (LKM-A) is a formal non-bank institution among agricultural community. Nowadays, the main problems that faced by agricultural community is capital. LKM-A Berkah, as one of the institutional and using sharia system in their loan activities that comes between difficulties is expected to be a source of capital to help small economic communities, especially in agricultural communities. The aim of this research is to find out characteristic of customer who did loan activities in LKM-A Berkah, and to determine whole performance of LKM-A Berkah through financial ratio and customer satisfaction. Customer’s characteristic of LKM-A Berkah majority are woman, aged over 40 years old, last education is elementary school, and working as a merchant. Calculation’s result for financial ratio of LKM-A Berkah is fine for small financial institution. Levels of customer satisfaction in LKM-A Berkah refers into highly satisfied category with 81,82% of Customer Satisfaction Index (CSI).

Keywords: Customer Satisfaction Index, Sharia Agribusiness Microfinance Institution (LKM-A), financial ratio


(5)

NASABAH LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS

BERBASIS SYARIAH

(Studi Kasus: LKM-A Berkah Desa Laladon Kecamatan Ciomas

Kabupaten Bogor)

QISTHY NUR FATHIA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

(7)

LKM-A Berkah Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor)

Nama : Qisthy Nur Fathia

NIM : H34090102

Disetujui oleh

Dr Ir Rahmat Pambudy, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen


(8)

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berlangsung sejak bulan Februari sampai April 2013 dengan judul Analisis Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Berbasis Syariah di Desa Laladon Kabupten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Rahmat Pambudy, MS selaku dosen pembimbing, Ibu Tintin Sarianti, SP. MM selaku dosen penguji utama, Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M.Agribus selaku dosen penguji komisi disiplin Departemen Agribisnis, Bapak Feryanto WK, SP, Msi, Bapak Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec, dan Bapak Ir. Burhanuddin, MM yang telah banyak memberi saran-saran yang membangun kepada penulis. Di samping itu, terima kasih kepada Bapak Jajat Sudrajat sebagai pihak LKM-A Berkah yang telah memberikan izin penelitian, para karyawan LKM-A Berkah, staf dan karyawan dari Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan Peternakan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta para sahabat atas doa, semangat, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sumber ilmu dan informasi yang bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Juni 2013


(10)

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup 7

TINJAUAN PUSTAKA

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) 8

Penelitian Terdahulu 12

Perbedaan Dengan Penelitian Sebelumnya 14

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis 14

Kerangka Operasional 22

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian 24

Jenis dan Sumber Data 24

Populasi dan Sampel 24

Deskripsi Variabel 25

Metode Pengumpulan Data 25

Metode Pengolahan dan Analisis Data 26

Definisi Operasional 32

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum LKM-A Berkah 35

Aktivitas LKM-A Berkah 37

Keanggotaan dan Penyaluran Dana PUAP di LKM-A Berkah 38

ANALISIS KINERJA KEUANGAN

Analisis Rasio Likuiditas 39


(12)

Analisis Rasio Rentabilitas/Profitabilitas 41 TINGKAT KEPUASAN NASABAH LKM-A BERKAH

Uji Validitas dan Reliabilitas 42

Karakteristik Responden 42

Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja 52

Indeks Kepuasan Konsumen (Costumer Satisfaction Index) 60 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 61

Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 65

RIWAYAT HIDUP 74

DAFTAR TABEL

1. Perkembangan data usaha mikro, kecil dan menengah

berdasarkan tenaga kerja tahun 2010-2011 1

2. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Berdasarkan Unit Usaha Tahun 2010-2011 1

3. Perbedaan sistem perbankan syariah dan konvensional 15

4. Dimensi pelayanan LKM-A Berkah 25

5. Pengukuran kinerja dan kepentingan

konsumen menggunakan skala likert 29

6. Kriteria indeks kepuasan konsumen 31

7. Definisi operasional atribut-atribut penelitian

di LKM-A Berkah 32

8. Rasio lancar LKM-A Berkah periode 2010-2012 39

9. Perhitungan rasio kas LKM–A Berkah periode 2010-2012 40

10.Perhitungan debt to total asset ratio 40

11.Perhitungan return on investment 41

12.Perhitungan return on equity 41

13.Perhitungan importance performance analysis 52

14.Perhitungan costumer satisfaction index 60

DAFTAR GAMBAR

1. Grafik perkembangan produksi beras pada tiga daerah

unggulan di Indonesia 3


(13)

tahun 2010-2011 6

3. Kuadran Important Performance Analysis 20

4. Kerangka pemikiran operasional 23

5. Struktur organisasi LKM-A Berkah 37

6. Karakteristik jenis kelamin 43

7. Karakteristik usia 44

8. Karakteristik status pernikahan 44

9. Karakteristik pendidikan terakhir 45

10.Karakteristik pekerjaan 46

11.Karakteristik lama usaha 46

12.Karakteristik pendapatan per bulan 47

13.Pendapatan tambahan per bulan 48

14.Karakteristik besar pinjaman 49

15.Karakteristik pengeluaran per bulan 50

16.Karakteristik pinjaman di tempat lain 50

17.Karakteristik kepemilikan tabungan 51

18.Karakteristik lama menjadi nasabah 51

19.Karakteristik frekuensi peminjaman 52

20.Matriks IPA LKM-A Berkah 54

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Gapoktan PUAP Kota dan Kabupaten Bogor

tahun 2008-2011 64

2. Ringkasan Penelitian Terdahulu 67

3. Neraca dan Laporan Rugi Laba LKM-A Berkah

Tahun 2010-2012 68

4. Uji validitas tingkat kinerja 70

5. Uji validitas tingkat kepentingan 71

6. Uji reliabilitas tingkat kepentingan 72

7. Uji reliabilitas tingkat kinerja 72

8. Hasil uji Pearson Chi-Square Test 72


(14)

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan suatu lembaga penyedia jasa keuangan berupa simpanan, kredit, dan jasa keuangan lainnya. Lembaga yang diperuntukkan bagi keluarga miskin, berpenghasilan rendah, serta keluarga yang sulit untuk mendapatkan akses terhadap bank komersial ini mulai berkembang pada akhir tahun 1990 dan berfungsi sebagai alat pembangunan ekonomi dengan berbagai manfaat. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan berdirinya LKM adalah adanya kelenturan prosedur kredit dan tersedianya pinjaman bernominal kecil jangka pendek.

Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia memiliki tenaga kerja usaha mikro, kecil, dan menengah yang dalam jangk waktu dua tahun terakhir jumlahnya terus mengalami perkembangan. Berikut ini merupakan tabel yang memperlihatkan perkembangan tenaga kerja usaha kecil, mikro, dan menengah di Indonesia tahun 2010 sampai tahun 2011.

Tabel 1 Perkembangan data usaha mikro, kecil dan menengah berdasarkan tenaga kerja tahun 2010-2011a

Indikator Tahun 2010 Tahun 2011 Perkembangan

Jumlah Jumlah (%)

Total UMKM 99 401 775 101 722 458 2.33

Usaha Mikro 93 014 759 94 957 797 2.09

Usaha Kecil 3 627 164 3 919 992 8.07

Usaha Menengah 2 759 852 2 844 669 3.07

Total Usaha Besar 2 839 711 2 891 224 1.81

a

Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2012

Dari data yang telah dijelaskan pada tabel 1, tenaga kerja dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengalami perkembangan jumlah yang lebih tinggi dari usaha besar yaitu sebesar 2.33%. Para pekerja di sektor UMKM rata-rata berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah, kurangnya kemampuan untuk meminjam, serta membutuhkan banyak modal untuk membangun usaha. Perkembangan jumlah tenaga kerja di sektor UMKM juga ternyata diikuti dengan adanya perkembangan unit usaha UMKM di Indonesia yang dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2 Perkembangan data usaha mikro, kecil dan menengah berdasarkan unit usaha tahun 2010-2011 (Unit)a

Indikator Tahun 2010 Tahun 2011 Perkembangan

Jumlah Jumlah (%)

Total UMKM 53 823 732 55 206 444 2.57

Usaha Mikro 53 207 500 54 559 969 2.54

Usaha Kecil 573 601 602 195 4.98

Usaha Menengah 42 631 44 280 3.87

Total Usaha Besar 4 838 4 952 2.35

a


(16)

Total usaha UMKM memiliki jumlah yang sangat besar dengan persentasi perkembangan yang lebih besar dari usaha besar yaitu 2.57%. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi Indonesia secara langsung dipengaruhi oleh kemajuan sektor UMKM. Untuk menjaga perkembangan sektor ini, keberadaan LKM sangat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan kemampuan masyarakat kecil dalam membangun usahanya.

Untuk memaksimalkan kemampuan masyarakat yang bekerja di sektor UMKM, maka pemerintah turut serta dalam pembuatan program pengembangan usaha bagi masyarakat mikro, kecil dan menengah. Program pemerintah tersebut diantaranya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri), dan Pemberdayaan Usahatani Agribisnis Pertanian (PUAP).

Sebagai sebuah negara agraris, keberadaan program PUAP yang dikhususkan bagi masyarakat pertanian diharapkan dapat meningkatkan kinerja sektor pertanian dalam hal peningkatan kualitas sumberdaya manusia maupun produk-produk yang dihasilkan. Program ini terkait erat dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) yang berdiri dibawah koordinasi Kantor Menteri Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat. Dengan adanya program ini diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di pedesaan melalui pertumbuhan dan pengembangan usaha agribisnis di pedesaan sesuai dengan potensi wilayah (Departemen Pertanian 2008).

Mekanisme PUAP yang telah dirancang oleh Departemen Pertanian cukup mudah. Para petani yang ingin mendapatkan dana PUAP wajib untuk bergabung dalam kelompok tani (Poktan) yang terorganisisr dalam suatu gabungan kelompok tani (Gapoktan). Setelah itu, setiap gapoktan dengan bantuan para penyuluh harus membuat Rencana Usaha Bersama (RUB) dan melengkapi seluruh dokumen administrasi yang dibutuhkan. Apabila telah adanya verivikasi dokumen, maka pencairan dana PUAP dapat diurus oleh kerjasama antara gapoktan dan penyulkuh pendamping. Dana tersebut berjumlah Rp 100 juta dan keterangan penggunaan serta pengguliran dana harus dilaporkan melalui penyuluh pendamping masing-masing gapoktan yang akan diteruskan kepada pemerintah dinas terkait.

Program PUAP memberikan bantuan berupa pinjaman modal yang harus dikembalikan secara berkala oleh petani dengan syarat petani harus mendirikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kelembagaan yang nantinya mampu melakukan fasilitasi intermediasi usaha antara Kelompok Tani (Poktan) dan petani anggotanya dalam hal permodalan.1 Apabila Gapoktan dalam jangka waktu tiga tahun memilki kinerja yang baik dalam hal penggunaan modal yang berasal dari dana PUAP, maka Gapoktan dapat memperkuat dan mengembangkan kelembagaannya dengan cara meresmikan unit simpan pinjamnya yang berupa Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A). Diharapkan lembaga keuangan

1

Anonim. 2012. Konsep Dasar dan Organisasi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Gapoktan Proram PUAP. [Terhubung Berkala] http://lkmagapoktanciptamandiri.blogspot.com/ (6 Oktober 2012)


(17)

yang terbentuk (LKM-A) dapat membuka akses petani dalam memperoleh modal yang mudah dijangkau karena dekat secara psikis dan psikologis dengan petani.

Sebuah LKM-A apabila telah terbentuk dapat membuat sendiri pola pembiayaan yang akan diberikan kepada para anggotanya. Pola lembaga keuangan ini pun dapat menyerupai lembaga keuangan formal. Sistem manajemen yang dibuat harus sedemikian rupa dirancang dengan pola yang mudah dimengerti dan memiliki cara efektif untuk memenuhi kebutuhan para anggota (nasabah).

Para petani terutama petani yang mengusahakan tanaman padi sebagai komoditi pokok masyarakat, menjadi salah satu sasaran utama dari program PUAP dan keberadaan LKM-A di Indonesia. Terdapat tiga provinsi yang menghasilkan produksi beras tertinggi di Indonesia. Daerah yang dimaksud adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Perkembangan produksi dari ketiga daerah tersebut dapat diamati pada gambar 1 berikut.

Gambar 1 Grafik perkembangan produksi beras pada tiga daerah unggulan di Indonesia; -▲- Jawa Timur; -♦- Jawa Barat; -■- Jawa Tengah

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Jumlah produksi beras pada tiga daerah unggulan di Indonesia mengalami fluktuasi dengan provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 sebagai satu-satunya provinsi yang mengalami penurunan jumlah produksi. Jumlah produksi Jawa Barat berangsur menurun dari angka 117370.7 ton pada tahun 2010, 116388.9 ton pada tahun 2011 dan 112718.6 ton pada tahun 2012.

Penurunnya jumlah produksi daerah jawa barat dapat disebabkan berbagai macam permasalahan pertanian, diantaranya adalah masalah teknologi yang masih terbelakang, lemahnya infrastruktur pedesaan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, dan terbatasnya akses terhadap permodalan. Dari keempat masalah tersebut, masalah permodalan dianggap sebagai masalah yang paling kompleks dan sulit dipecahkan. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil beras di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah produksi rendah sebesar 5.7 ton per hektar atau sekitar 81 000 ton gabah per tahun. Hasil tersebut dipengaruhi oleh luas lahan yang rendah dan permodalan yang dirasa sulit untuk dipenuhi petani. Dana yang dianggarkan oleh Departemen Pertanian hanya sebesar Rp 1.4 Miliar sehingga tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan modal seluruh petani di Kabupaten Bogor.


(18)

Permasalahan permodalan bagi petani khususnya petani padi di Kabupaten Bogor saat ini telah menemukan solusi berupa program dana PUAP dan adanya pembentukan LKM-A sebagai tindak lanjut dari program PUAP. Dari tahun 2009 hingga tahun 2011, Dinas Pembiayaan Pertanian Kabupaten Bogor telah menyalurkan dana PUAP kepada 99 Gapoktan di Wilayah Kabupaten Bogor (Lampiran 1) dengan jumlah nominal masing-masing tiap Gapoktan sebesar Rp100 Juta.

Dari sekian banyak Gapoktan PUAP di Kabupaten Bogor, terdapat gapoktan yang telah memiliki unit simpan pinjam mandiri berupa LKM-A. Gapoktan tersebut adalah Gapoktan Tani Berkah yang telah memiliki lembaga keuangan mikro agribisnis dengan nama LKM-A Berkah. Nasabah LKM-A Berkah merupakan anggota Gapoktan Tani Berkah serta masyarakat sekitar yang terdiri dari para petani padi, petani palawija, serta para pedagang yang menjual berbagai produk turunan agribisnis.

LKM-A Berkah memulai perjalanannya sejak tahun 2008 diawali dengan pembentukan Gapoktan Tani Berkah yang beranggotakan para petani padi dan palawija disekitar Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Gapoktan Tani Berkah menerima dana PUAP dari pemerintah pada tahun 2009 sebesar Rp100 juta dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal para anggotanya.

Karena pengelolaan dana yang cukup baik oleh para anggota Gapoktan, maka pemerintah memberikan penghargaan berupa pelatihan pengembangan LKM-A dan memberikan seperangkat komputer untuk memenuhi kebutuhan manajemen pengelolaan gapoktan. Pada tahun 2011, Gapoktan Tani Berkah resmi membentuk LKM-A Berkah yang berfungsi sebagai unit usaha yang mengelola dana PUAP agar dapat memenuhi kebutuhan akan permodalan para anggota dan masyarakat lain yang membutuhkan dana usaha. Perputaran dana PUAP berlangsung cukup baik dengan tingkat pengembalian yang terus meningkat. Pada tahun 2012, tingkat pembiayaan macet hanya sebesar 10% dari total pembiayaan yang diberikan kepada para nasabah, baik anggota maupun non-anggota. Hal tersebut menjadi salah satu bukti bahwa tidak selamanya lembaga keuangan pertanian tingkat pengembalian pinjaman yang rendah.

LKMA Berkah menggunakan konsep ekonomi Islam (Syariah) sebagai basis dari sistem yang dijalankannya. Sistem ini dipilih karena dirasa lebih cocok dengtan mayarakat sekitar yang beragama Islam dan sistem yang diterapkan lebih memudahkan para nasabah. Sebagai contoh, LKM-A Berkah tidak memberlakukan sistem bunga melainkan bagi hasil. Sistem syariah mensyaratkan mengambil keuntungan hanya dari investasi-investasi yang dilakukan ecara etis dan bertanggung jawab dari sisi sosial serta melarang keuntungan dari sistem riba seperti sistem bunga yang diterapkan oleh bank-bank konvensional dan melarang mengambil keuntungan dari investasi-investasi haram seperti perjudian, pornografi, dan bisnis babi.2. Selain itu, setiap transaksi yang dilakukan akan melalui akad (persetujuan) yang diketahui dan diucapkan oleh kedua belah pihak, baik nasabah ataupun manajemen LKM-A. Sistem ekonomi Islam ini juga dipilih oleh manajemen karena telah terbukti lebih mampu bertahan dibandingkan dengan sistem konvensional pada saat krisis ekonomi terjadi.

2

Magdalena. 2008. Industri Keuangan Syariah Tumbuh di Tengah Krisis Global Sistem Kapitalis. http://www.eramuslim.com/ [diakses 6 Februari 2013]


(19)

Penerapan pembiayaan dengan sistem ekonomi Islam pada LKM-A Berkah masih belum memiliki skim khusus seperti lembaga keuangan lainnya. Walaupun demikian, masyarakat telah cukup mengenal prosedur ini sebagai suatu sistem yang tidak membebani petani, baik dari persentasi bagi hasil, persyaratan, maupun waktu pembiayaan. Dalam kegiatan pembiayaannya, LKM-A Berkah juga mewajibkan para nasabahnya untuk berinfaq semampunya saat telah bergabung melakukan pencairan pinjaman dan memberlakukan simpanan pokok serta simpanan wajib bagi nasabah yang telah menjadi anggota agar para nasabah memiliki simpanan untuk kegiatan agribisnisnya di masa yang akan datang.

Sebagai lembaga keuangan yang sedang tumbuh, LKM-A Berkah membutuhkan evaluasi internal maupun eksternal untuk meningkatkan serta mengevaluasi kinerja. Perhitungan kinerja keuangan merupakan evaluasi internal yang berfungsi untuk melihat perkembangan kinerja keuangan selama kurun waktu tertentu. Keberhasilan sebuah lembaga keuangan dapat dilihat dari kinerja keuangannya dengan memperhatikan beberapa hal seperti teknik pencacatan, pelaporan keuangan, serta menghitung beberapa rasio keuangan yang akan memperlihatkan akuntabilitas sebuah lembaga keuangan.

Evaluasi eksternal dapat dilihat dengan cara mengukur kepuasan nasabah terhadap sebuah LKM-A berbasis syariah, sehingga dapat diketahui seberapa puas nasabah terhadap pelayanan yang telah diberikan oleh LKM-A. Menghitung kinerja keuangan dan mengukur kepuasan nasabah dapat menjadi indikator yang merepresentasikan kinerja sebuah lembaga keuangan secara keseluruhan. Karena hal ini menarik untuk diketahui lebih lanjut, maka penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

Pada tahun 2009, Gapoktan Tani Berkah mendapatkan dana PUAP yang diberikan oleh Departemen Pertanian sebagai dana bergulir yang yang nantinya digunakan sebagai modal untuk kegiatan agribisnis pertanian anggotanya. Meskipun banyak pandangan masyarakat yang mengatakan bahwa dana PUAP sulit untuk berhasil digulirkan ternyata terbantahkan oleh LKM-A yang terbentuk dari Gapoktan Tani Berkah, yaitu LKM-A Berkah. LKM-A yang diresmikan pada tahun 2011 ini dibangun menggunakan modal awal dana PUAP dan bertujuan untuk membangun lembaga keuangan mandiri yang khusus memenuhi kebutuhan permodalan sektor agribisnis di Desa Laladon.

LKM-A Berkah telah memiliki catatan baik di Balai Pertanian Perikanan Peternakan dan Kehutanan (BP4K) dikarenakan LKM-A ini memulai pertumbuhannya dari nol dan hingga kini mampu mempertahankan perputaran dana yang diberikan oleh pemerintah. Hal lainnya juga dibuktikan dengan telah adanya pencatatan dengan sistem cukup baik serta peran anggota masyarakat yang terlihat turut membangun LKM-A menjadi semakin maju. Selain itu, LKM-A Berkah juga pernah menjadi perwakilan bagi Kabupaten Bogor untuk mengikuti acara Pelatihan dan Pengembangan LKM-A tahun 2011.

Setelah hampir tiga tahun berada diantara masyarakat Desa Laladon, LKM-A Berkah cukup banyak mendapat perhatian dari masyarakat karena kemudahan-kemudahan yang didapatkan pada saat melakukan peminjaman, seperti jangka waktu pembayaran cicilan yang panjang dengan sistem syariah tanpa bunga.


(20)

Perhatian masyarakat kepada LKM-A Berkah terlihat dari perkembangan nasabah yang terjadi antara tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 yang terdapat pada gambar 2 berikut.

Gambar 2 Grafik perkembangan nasabah LKM-A Berkah tahun 2010-2011; -●- Nasabah LKM-A Berkah

Sumber : Manajemen LKM-A Berkah

Dapat dilihat pada gambar 2 bahwa terdapat penurunan jumlah nasabah pada tahun 2011 dari 57 orang (2010) menjadi 28 orang (2011). Hal ini disebabkan tidak adanya plafon ataupun pembatasan nominal jumlah peminjaman sehingga dengan dana yang terbatas, pihak manajemen LKM-A hanya dapat meminjamkan dana kepada orang-orang yang lebih dulu mangajukan pinjaman. Kenaikan jumlah nasabah LKM-A Berkah terjadi pada tahun 2012, yaitu sebanyak 78 orang melakukan transaksi peminjaman di LKM-A ini. Peningkatan nasabah yang cukup signifikan didukung oleh manajemen LKM-A yang mulai melakukan pembatasan jumlah pinjaman sehingga lebih banyak nasabah yang dapat melakukan peminjaman. Sambutan yang baik dari masyarakat terhadap LKM-A Berkah juga tampak baik karena terdapat kenaikan jumlah nasabah yang lebih dari 50% dibandingkan dengan jumlah pada tahun sebelumnya. Apabila melihat omset yang dihasilkan oleh LKM-A Berkah, terjadi peningkatan terus menerus selama tiga tahun terakhir, yaitu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Jumlah omset LKM-A Berkah dari 2010, 2011, dan 2011 adalah sebesar sebesar Rp65 161 750, Rp71 568 850, dan Rp81 267 050.

Pihak Manajemen LKM-A Berkah menyatakan bahwa tingkat kebutuhan akan pinjaman bagi warga sekitar wilayah LKM-A di tahun 2013 ini akan terus meningkat. Hal ini disebabkan karena minat warga masyarakat akan kebutuhan modal yang mudah dijangkau semakin besar. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, LKM-A Berkah harus memenuhi syarat minimal yaitu memiliki laporan neraca, laporan laba rugi, serta memenuhi beberapa persyaratan pehitungan rasio yang mengindikasikan LKM-A Berkah merupakan lembaga keuangan yang

bankable. LKM-A juga membutuhkan data mengenai bagaimana karakteristik nasabah LKM-A serta bagaimana kepuasan nasabah sehingga terlihat komponen atribut apa saja yang mempengaruhi frekuensi peminjaman dan apa saja strategi yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan kinerja LKM-A Berkah secara keseluruhan.


(21)

Berdasarkan berbagai fenomena yang terjadi di LKM-A Berkah, dapat disimpulkan bahwa LKM-A Berkah perlu mengukur kinerja keuangan dan kepuasan nasabah sebagai upaya perbaikan peningkatan pelayanan terhadap nasabah yang nantinya akan berimplikasi terhadap kinerja LKM-A Berkah secara keseluruhan. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana kinerja keuangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Berkah 2. Bagaimana karakteristik nasabah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis

Berkah dan keterkaitannya terhadap frekuensi peminjaman

3. Bagaimana tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Berkah

Tujuan

Berdasarkan latar belakang serta perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menganalisis kinerja keuangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Berkah

2. Mengidentifikasi karakteristik nasabah Lembaga Keuangan Mikro

Agribisnis Berkah dan keterkaitannya dengan frekuensi peminjaman

3. Menganalisis tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan Lembaga Keuangan Mikro Agibisnis Berkah

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapatkan dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi LKM-A Berkah, penelitian ini akan bermanfaat sebagai bahan evaluasi internal dan eksternal organisasi serta dapat menjadi acuan untuk menentukan strategi yang sesuai dengan kebutuhan LKM-A.

2. Bagi pihak luar, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan gagasan dan informasi yang berkaitan dengan hasil penelitian ini untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup

Penelitian dilakukan dengan cara mengevaluasi kinerja internal dan eksternal LKM-A Berkah, Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor melalui analisis rasio keuangan dan kepuasan nasabah. Adapun data yang digunakan dalam menganalisis kinerja meliputi data keuangan LKM-A Berkah dari periode tahun 2011 dan tahun 2012 untuk membandingkan kinerja keuangan pada setiap tahun, serta pelanggan sebagai narasumber yang menjadi nasabah dan mendapatkan pelayanan dari LKM-A Berkah.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

Lembaga keuangan mikro merupakan suatu lembaga yang berupaya menyediakan jasa keuangan, terutama simpanan dan kredit, dan juga jasa keuangan lain yang diperuntukkan bagi keluarga miskin dan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki akses terhadap bank komersial (Arsyad 2008). Ledgerwood (1999) dalam Arsyad (2008) menyatakan bahwa istilah keuangan mikro menunjuk pada jasa-jasa keuangan (biasanya berupa simpanan dan kredit) kepada nasabah berpenghasilan rendah, yang mencakup pedagang kecil, pedagang kaki lima, petani kecil, penjual jasa (penata rambut, penarik becak), dan tukang serta produsen kecil seperti pandai besi dan penjahit.

Selain berperan sebagai perantara keuangan, beberapa LKM juga menyediakan jasaperantara sosial seperti pembentukan kelompok, pengembangan kepercayaan diri, serta pelatihan pengetahuan keuangan dan kemampuan manajemen untuk anggota sebuah kelompok yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi perempuan dan laki-laki berpenghasilan rendah (Bennet, Ledgerwood 1999). Dengan adanya jasa tambahan lainnya, pendekatan keuangan mikro bukanlah pendekatan minimalis yang berperan sebagai lembaga-lembaga perantara keuangan saja akan tetapi merupakan pendekatan terpadu yang dapat mengurangi kemiskinan, mengembangkan serta memperkuat kapasitas institusional sistem keuangan lokal dengan menemukan cara terbaik dengan meminjamkan uang kepada keluarga miskin dengan biaya minimum.

Adams dan Fichett (1992) dalam Arsyad (2008) mengemukakan bahwa tata kelola LKM umumnya merupakan suatu tata kelola yang dinamis, inovatif, dan lentur, yang dibuat sesuai dengan kondisi lingkungan sosial dan ekonomi lokal, serta sangat adaptif dan telah teruji oleh waktu. Fleksibilitas ini dapat tercapai karena jumlah aturan yang tidak teralu banyak, ukuran yang kecil, serta sebagian besar LKM beroperasi dalam wiayah terbatas atau dalam ceruk pasar tertentu.

Jenis transaksi yang berada di LKM berupa transaksi-transaksi kecil dan jangka pendek didasarkan pada hubungan pribadi atau pengetahuan LKM mengenai nasabah-nasabahnya secara pribadi, dan biasanya berlokasi di dekat tempat klien hidup, berbelanja atau bekerja (Wai 1992 dalam Arsyad 2008).

Terdapat empat karakteristik yang menjelaskan mengapa LKM memiliki biaya transaksi yang lebih rendah dibandingkan dengan bank modern. Pertama, LKM memiliki informasi yang lebih baik tentang para nasabahnya dibanding bank-bank komersial. Pemberi pinjaman memiliki informasi yang mencukupi tentang peminjam yang diperoleh dari hubungannya dengan lingkungan sekitar dan komunitas atau dari transaksi-transaksi kredit sebelumnya. Hal tersebut dapat mengurangi biaya informasi yang dikeluarkan oleh LKM. Kedua, biaya administrasi yang harus dikeluarkan oleh LKM lebih rendah daripada bank-bank komersial karena pegawai LKM dibayar relatif rendah (rata-rata karena tingkat pendidikannya rendah), skala usaha yang tidak besar, dan pekerjaan administrasi yang lebih sederhana dibandingkan dengan bank komersial. Ketiga, tingkat bunga LKM tidak diatur secara khusus yang karenanya dapat disesuaikan dengan


(23)

kehendak pasar. Keempat, LKM tidak memiliki kewajiban pencadangan seperti yang diterapkan pada bank komersial modern.

Bank komersial dan LKM memiliki keunggulannya masing-masing. Bank komersial lebih mampu untuk memenuhi kebutuhan pinjaman dalam jumlah besar dalam jangka waktu yang lama karena mereka lebih bergantung pada pengumpulan deposito dan mereka memiliki skala dan ruang lingkup ekonomi yang lebih luas. Oleh karena itu bank komersial lebih cocok untuk melayani kebutuhan industri skala besar dan menengah, penjualan dan perdagangan yang terorganisasi, dan rumah tangga perkotaan yang kaya. Di satu sisi, bank komersial gagal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah di daerah pedesaan. Menurut Ghate (1998) dalam Arsyad (2008), kegagalan tersebut dikarenakan bank komersial harus mematuhi peraturan ketat yang berhubungan dengan modal, cadangan modal dan ketentuan likuiditas, besar pinjaman dan bunga tabungan, target kredit wajib, ketentuan audit pelaporan, serta prosedur-prosedur yang terlalu birokratis.

Ada dua keunggulan komparatif yang dimiliki LKM dalam melayani masyarakat berpenghasilan rendah di pedesaan-pedesaan, yaitu kelenturan prosedur serta kredit penyediaan pinjaman kecil berjangka pendek. LKM juga dapat memberikan pinjaman tanpa adanya agunan, sehingga meringankan para peminjam yang rata-rata berasal dari kalangan ekonomi rendah. Keterkaitan antara kredit dan pasar-pasar yang lain juga memberikan keunggulan komparatif bagi LKM dalam menyediakan pinjaman kecil jangka pendek sebagai pinjaman modal kerja pada bidang pertanian, seperti pinjaman produksi pertanian dan juga pada industri skala kecil. Berdasarkan keunggulan kompetitif, masing-masing lembaga keuangan melayani kelompok peminjam dan tujuan peminjam berbeda-beda sehingga dapat saling melengkapi.

LKM yang berada di Indonesia sebagian besar menggunakan anggota dari komunitas pedesaan (lokal) untuk berperan sebagai agen dalam melakukan penyaringan sebagai peminjam potensial dan melakukan penagihan (Fuentes 1996 dalam Arsyad 2008). Ada banyak LKM di Indonesia yang telah mempergunakan agen desa dalam sistem pemberian kredit diantaranya adalah Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah dan Lembaga Perkreditan Desa di Bali (Arsyad 2008).

Penilaian kinerja LKM didasari oleh tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang miskin. Terdapat dua pendekatan yang biasa dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. LKM dianggap sebagai perantara keuangan yang menyediakan kemudahan dalam akses keuangan bagi orang-orang dengan kemampuan ekonomi rendah. LKM yang telah terbentuk diharapkan memiliki kemampuan finansial untuk mencapai kemandirian. Oleh karena itu salah satu pengukuran kinerja bagi LKM dapat dilihat berdasarkan pada kemampuan keuangannya. Selain itu, pengukuran kinerja LKM dapat pula dilihat dari jangkauan LKM diukur dari luasnya cakupan keluarga yang menjadi target dan besar jasa yang mereka terima.

Pengelompokkan LKM

Menurut Ledgerwood (1999), LKM dapat dikelompokan menjadi tiga bentuk berdasarkan tingkat formalitasnya. Institusi formal terdiri dari lembaga keuangan yang disahkan oleh pemerintah dan terikat oleh peraturan dan


(24)

pengawasan oleh pemerintah, sementara institusi informal terdiri dari perantara yang beroperasi diluar kerangka peraturan dan pengawasan pemerintah. Di antara kedua bentuk tersebut, terdapat institusi semiformal yang terdiri dari lembaga-lembaga yang tidak diatur oleh otoritas perbankan tetapi terdaftar atau memiliki izin dari otoritas atau pemerintah daerah.

LKM formal dapat digolongkan menjadi tiga kelompok; bank komersial, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan lembaga-lembaga keuangan non-bank. Untuk bank komersial, apabila bank tersebut melayani usaha yang lebih kecil, petani, atau klien berpenghasilan rendah secara umum, maka bank tersebut memiliki potensi untuk bergerak ke sektor keuangan mikro. Bank tersebut memberikan layanan keuangan pada klien berpenghasilan rendah, biasanya melalui suatu bagian khusus atau bekerja sama dengan lembaga-lembaga hilir yang lain.

LKM semi-formal adalah lembaga-lembaga keuangan resmi yang biasanya mendapat izin dan pengawasan dari instansi-instansi pemerintah lain, tetapi tidak terikat oleh undang-undang umum yang serupa dengan lembaga formal, yang diatur oleh Undang-Undang Perbankan. Lembaga-lembaga keuangan tersebut, yang ukurannya sangat bervariasi, biasanya melayani klien yang memiliki keterkaitan profesi atau lokasi geografis yang sama. Lembaga-lembaga tersebut menyediakan layanan dan produk yang secara umum berada diantara produk dan layanan yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga keuangan informal dan formal.

Bentuk ketiga LKM adalah lembaga-lembaga keuangan informal yang beroperasi di luar struktur peraturan dan pengawasan pemerintah. LKM informal hadir dalam berbagai bentuk dan tidak selalu dalam bentuk yang dapat disebut sebagai lembaga keuangan. Bentuk-bentuk LKM informal, yang masih terus berkembang di Negara-negara sedang berkembang, dapat dikelompokan ke dalam empat kategori umum. Yang pertama merupakan pinjaman langsung tetapi tidak terus menerus yang diberikan oleh perseorangan atau lembaga (perusahaan) yang memiliki surplus dana sementara, yang disebut dengan pemberi pinjaman sementara. Kategori kedua adalah pemberian pinjaman yang dilakukan oleh perseorangan atau lembaga yang mengkhususkan diri dalam pemberian pinjaman, baik dengan dana mereka sendiri ataupun dana perantara. Kategori ini mencakup pemberi pinjaman professional, tukang gadai (di Indonesia), bankir pribumi, dan perusahaan-perusahaan pembiayaan yang memberikan pinjaman tanpa ikatan. Kategori ketiga adalah pemberian pinjaman yang dilakukan oleh pemberi pinjaman, yang kegiatan utamanya sebenarnya bukan pada pasar kredit namun mengikat transaksi kredit dengan transaksi-transaksi pada pasar tersebut (kredit terikat dan kredit terkait). Kredit terikat ini adalah transaksi kredit yang terjadi antara para peminjam dan pemberi pinjaman yang terhubung dengan cara tertentu dengan transaksi simultan di pasar lain. Kategori keempat adalah kelompok pembiayaan dimana orang-orang menyetorkan simpanannya dan meminjamkannya secara eksklusif atau terutama pada yang lain, atau pada orang diluar kelompok tersebut. Kelompok ini terdiri dari para individu yang secara teratur atau tidak teratur menyimpan dana pada seorang pemimpin kelompok. Di Indonesia, kelompok jenis ini seringkali disebut dengan nama arisan.


(25)

Lembaga Keuangan Mikro Untuk Agribisnis

Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan sektor pertanian dan agribisnis yang tumbuh positif dibandingkn dengan sektor lainnya (Thohari 2003).

Sampai saat ini sektor pertanian masih memiliki risiko tinggi dibandingkan sektor lainnya sehingga pemberian kredit pada petani masih mengandalkan dana yang berasal dari pemerintah yang pola penyalurannya tergantung kepada bentuk pola penyaluran yang diputuskan oleh pemerintah. Apabila pola penyalurannya menggunakan sistem Executing maka dalam pelaksanaannya perbankan akan mensyaratkan lima kriteria yang dikenal dengan 5C : character, collateral, capacity to repay, capital, condition of economy. Hal tersebut menjadi kendala bagi petani untuk memperoleh akses permodalan ke sektor perbankan. Untuk mencari solusi dari permasalahan di atas, maka pemerintah berusaha mengoptimalkan fungsi LKM sehingga dapat berfungsi sebagai lembaga yang dapat menyediakan kredit bagi petani.

Masalah utama yang dihadapi oleh petani Indonesia adalah akses terhadap modal atau kapital, dimana masyarakat tani sulit untuk mendapatkan kredit dikarenakan umumnya mereka berasal dari tingkat ekonomi rendah dan dipandang tidak memenuhi kualifikasi perbankan (bankable). Orientasi lembaga keuangan modern seperti bank adalah laba, sehingga membuat mereka mengutamakan syarat bankable tersebut dengan ketat. Inilah yang menyebabkan semakin jauhnya jarak antara lembaga keuangan sebagai pemberi kredit dan masyarakat lapisan bawah sebagai pihak yang membutuhkan kredit.

Mengacu pada permasalahan yang ada di dunia pertanian Indonesia saat ini, maka pemerintah melalui Departemen Pertanian dan Direktorat Pembiayaan, mengembangkan dan memberdayakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk dijadikan sumber pembiayaan bagi petani, maupun sebagai lembaga intermediary

penyaluran dana pembangunan serta bantuan ke petani. Lembaga keuangan tersebut dinamakan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A). Adapun kebijakan untuk pengembangan dan pemberdayaannya (Arsyad 2008) adalah sebagai berikut:

1. Lembaga keuangan mikro (LKM) yang telah ada, tumbuh dan berkembang dimasyarakat berdasarkan kultur serta sistem yang diinginkan oleh masyarakat itu sendiri. LKM yang akan dijadikan jejaring dari LKM Agribisnis adalah LKM yang berbasis di area pengembangan agribisnis. 2. Embrio LKM yang berasal dari pengembangan kelompok- kelompok tani

berbasis pada program dana bergulir baik yang dikembangkan oleh donor (bantuan Luar negeri) maupun yang dikembangkan melalui program pemerintah, atara lain seperti P4K, Delivery, Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD), PKP, dan lainnya.

Tujuan kebijakan dari departemen pertanian untuk mengembangkan dan memberdayakan LKM-A adalah berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu:

1. Petani diharapkan dapat memperoleh pelayanan keuangan tepat waktu dan tepat sasaran sesuai kebutuhan petani.

2. Pola pelayanan LKM-A tidak menggunakan pola perbankan konvensional (prudent banking/5C), sehingga petani kecil dapat langsung mengakses


(26)

untuk mendapatkan kredit bagi usaha tani tanpa adanya proses administrasi yang menyulitkan.

3. LKM umumnya menggunakan pendekatan pengelolaan yang transparan oleh pengurus sehingga secara psikologis ada kepercayaan dan dapat mengurangi resiko kredit.

4. Arus pelarian modal keluar pedesaan dapat dicegah.

5. Kegiatan ekonomi produktif lainnya di pedesaan dapat tumbuh dan berkembang dengan sendirinya.

6. Mendorong adanya peluang usaha atau lapangan kerja baru di pedesaan. 7. Tingkat pemanfaatan kredit petani yang lebih pasti pada skala pelayanan

optimum dari LKM-A.

8. Menstimulus pengembangan kegiatan usaha mikro yang berbasis

sumberdaya lokal.

9. Melalui LKM-A secara bertahap petani dapat membangun asetnya sendiri melalui tabungan, sehingga LKM-A juga dapat berkembang menjadi industri keuangan yang dikelola secara mandiri dan desentralistis.

LKM-A saat ini dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga keuangan yang berbeda dengan lembaga keuangan mikro lainnya. Selain mengkhususkan diri untuk membantu masyarakat yang bergerak dalam bidang usaha agribisnis, LKM-A juga memiliki keunggulan lainnya yang membuat lembaga ini mudah diterima dengan masyarakat. Keunggulan-keunggulan tersebut adalah memiliki persyaratan yang mudah, pelayanan yang cepat, pencatatan yang akurat, dan produk pinjaman yang ditawarkan dibutuhkan oleh masyarakat. Terdapat pula beberapa kunci keberhasilan dari LKM-A, diantaranya adalah tumbuh karena kepedulian bersama, difungsikan sebagai tempat menyimpan uang dan memberikan fasilitas kredit, memiliki prosedur persyaratan menabung yang dimiliki anggota, pengurus yang jujur, amanah, dan kompak, serta terbuka dalam sistem pengawasan internal maupun eksternal. Kedekatan yang cukup erat antara nasabah dan pengurus ataupun pegawai nasabah menjadi salah satu keunggulan LKM-A karena dengan adanya kedekatan tersebut, pengurus dapat lebih selektif memberikan pinjaman kepada nasabah.

Penelitian Terdahulu

Terdapat cukup banyak penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa, dosen, maupun para peneliti, yang membuka pengetahuan mengenai lembaga-lembaga keuangan non-formal. Seperti penelitian Setyarini, dkk (2010) dipaparkan bahwa Kebanyakan LKM yang bermunculan di masyarakat adalah LKM proyek maupun LKM atau LSM yang menghadapi persoalan terhadap keberlanjutan usahanya. Ketidakmampuan untuk menjaga keberlanjutan tersebut dikarenakan oleh berbagai macam faktor utama seperti kebergantungan terhadap pemerintah maupun donor, hanya merupakan proyek yang didesain untuk sementara waktu, ketiadaan sistem mikro yang memadai, serta ketidakmampuan beradaptasi dengan situasi pasar keuangan mikro yang sudah ada. Untuk menghindari ketidakberlanjutan lembaga keuangan mikro, maka sangat dibutuhkan adanya penguatan dari sisi manajemen untuk meningkatkan kinerja serta evaluasi kinerja secara periodik. Hasil evaluasi tersebut diharapkan dapat memberikan informasi


(27)

yang bisa membantu LKM untuk mencapai tujuannya. Selain itu, LKM juga memiliki peranan strategis di lingkungan masyarakat terutama bagi masyarakat menengah kebawah yang bekerja di sektor pertanian. LKM merupakan suatu alat pembangunan efektif untuk mengentaskan kemiskinan karena layanan keuangannya memungkinkan orang kecil dan rumah tangga berpenghasilan rendah untuk memanfaatkan peluang ekonomi3.

Sebuah lembaga keuangan yang cocok bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi lemah menurut Muhammad Yunus (2008), pendiri Grameen Bank, sebaiknya berasaskan kepercayaan. Dengan memberikan kepercayaan kepada masyarakat, maka mereka akan memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan. Mayoritas masyarakat yang meminjam pada lembaga keuangan mikro adalah wanita. Hal ini dikarenakan mereka cenderung lebih jujur dan lebih visioner dalam melakukan sesuatu hal. Oleh karena itu banyak ditemui lembaga-lembaga keuangan mikro dengan nasabah yang lebih dari setengah populasinya adalah perempuan.

Kepuasan nasabah Lembaga Keuangan dalam penelitian Rostiana (2009) dapat dilihat dengan menganalisis kinerja pelayanan lembaga keuangan yang bersangkutan. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis kinerja pelayanan diantaranya yaitu Costumer Satisfaction Index (CSI) untuk mengukur kepuasan konsumen dan Index Performace Analysis (IPA) untuk mengetahui kinerja lembaga keuangan. Dalam penelitian ini, penelitian dilakukan pada lembaga keuangan formal. Karakteristik dari nasabah yang menjadi responden rata-rata adalah perempuan berusia 26 sampai 45 tahun, berprofesi sebagai sebagai ibu rumah tangga, dan berpenghasilan lebih dari Rp500 000. Berbeda dengan lembaga keuangan non formal seperti LKM-A, lembaga ini kebanyakan belum memiliki badan hukum secara resmi tetapi telah diakui keberadaannya oleh masyarakat. Karakteristik dari para nasabah LKM-A menurut Kusumaningtyas (2011) adalah sebagai berikut; jenis kelamin pria dengan usia mayoritas lebih dari 41 tahun, berstatus menikah, pendidikan terakhir adalah Sekolah Dasar (SD), dan memiliki pekerjaan sebagai petani dengan lama usaha lebih dari 4 tahun. Mereka memilih untuk meminjam modal kepada LKM-A dikarenakan kemudahan persyaratan maupun dalam hal perolehan pinjaman.

Atribut-atribut dalam metode IPA dan CSI pada penelitian terdahulu mengacu pada teori tentang lima dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari

Tangible, Responsiveness, Reliability, Assurance, dan Empathy. Aspek ini memiliki beberapa kelebihan karena mudah dipahami, komprehensif, dan memiliki instrument yang jelas untuk melakukan pengukuran.

Penelitian lainnya yang membahas mengenai kinerja suatu lembaga keuangan mikro melihat kinerja dari dua aspek, yaitu aspek keuangan melalui perhitungan rasio, dan tingkat kepentingan atribut melalui prinsip koperasi. Penelitian ini dilakukan oleh Retno (2011) yang melakukan penelitian di sebuah koperasi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Analisis kinerja keuangan dilakukan dengan cara mencari rasio keuangan yaitu likuiditas, profitabilitas, dan solvabilitas. Sedangkan untuk menentukan seberapa baik kinerja dari koperasi, dilakukan analisis IPA untuk melihat tingkat kepentingan dari prinsip koperasi yang telah ada.

3


(28)

Berbeda dengan yang lainnya, Jakiyah (2011) melakukan penelitian mengenai kinerja Koperasi Unit Desa (KUD) dengan menggunakan analisis korelasi dan tabulasi berdasarkan visi, kapasitas, sumber daya, dan kapasitas kerja, serta melakukan perhitungan rasio keuangan untuk melihat kinerja internal koperasi.

Perbedaan Dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dilakukan di sebuah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Berkah, Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Mayoritas penelitian yang telah ada bertempat pada lembaga keuangan formal seperti bank dan koperasi, organisasi-organisasi besar yang cakupan wilayah kerjanya telah luas dan modal akan pembiayaan atau kredit telah dibantu oleh lembaga keuangan yang lebih besar, sedangkan penelitian kali ini akan meneliti lembaga keuangan yang relatif kecil dan berada di bawah kelembagaan gapoktan. Penelitian ini difokuskan pada laporan keuangan LKM-A Berkah periode tahun 2010 sampai dengan 2012 serta seluruh nasabah LKM-A Berkah yang melakukan pinjaman pada tahun 2010 hingga 2012 (lampiran 2).

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis Pembiayaan

Ada dua istilah yang berbeda tapi memiliki makna yang sama untuk pengertian kredit. Istilah pembiayaan digunakan untuk pembiayaan berdasarkan prinsip Islam (biasa dikenal dengan istilah Syariah). Penggunaan istilah tersebut tergantung pada kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank atau lembga keuangan lainnya, apakah dalam menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip Syariah. Bank yang menjalankan usaha dengan sistem konvensional akan menggunakan istilah kredit, sedangkan bagi lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah dalam transaksi dan kegiatannya akan menggunakan istilah istilah pembiayaan (Tangkilisan 2003).

Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Sedangkan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu dan dengan pemberian bunga.

Pembiayaan Syariah merupakan pelayananan keuangan bebas bunga bagi para nasabah. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga (riba).


(29)

Pelarangan inilah yang membedakan islam dengan sistem perbankan konvensional. Terdapat beberapa perbedaan antara sistem perbankan syariah dan konvensional yang disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3 Perbedaan sistem perbankan syariah dan konvensionala

No Syariah Konvensional

1. Prinsip risk bearing

(menanggung resiko karena ketidakpastian usaha) dan memberikan expected rate of return (perkiraan keuntungan) pada nasabah

Memberikan jaminan dalam bentuk suku bunga dan presentasi yang tetap

2. Pembiayaan sesuai syariat Mengambil proyek dengan

mempertimbangkan profitabilitas yang tinggi

3. Menekankan pada

peningkatan produktivitas

Menekankan kelancaran pembayaran pinjaman beserta bunga tanpa

mempedulikan kerugian atau keuntungan usaha

a

Sumber : Hafidhuddin (2008)

Pembiayaan Islam atau biasa disebut dengan pembiayaan syariah tidak menggunakan bunga sebagai kontrapretasi dari dana tabungan nasabah. Hal tersebut sebagai konsekuansi dari adanya larangan riba atau larangan untuk mengambil keuntungan dari pinjaman yang dibebankan kepada peminjam. Berikut ini merupakan penjelasan beberapa konsep dasar pembiayaan syariah :

1. Mudarabah : kontrak kerjasama antar lembaga keuangan syariah dan pengusaha/nasabah, dimana lembaga keuangan syariah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan pengusaha/nasabah sebagai mudharib (pelaksana). Kedua belah pihak sepakat untuk berbagi keuntungan dalam rasio tertentu. Jika terjadi kerugian maka shahibul maal menanggung kerugian finansial dan mudharib menanggung kerugian jasa tenaga kerja.

2. Musyarakah : kontrak kerjasama antara lembaga keuangan syariah dan nasabah dalam suatu usaha tertentu, dimana kedua belah pihak bersepakat untuk saling berkontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama.

3. Murabahah : kontrak jual beli antara lembaga keuangan syariah dan nasabah, di mana pihak lembaga keuangan menjual barang yang dipesan oleh nasabah dengan harga jual senilai dengan harga pokok plus marjin profit sebagai keuntungan lembaga keuangan. Marjin profit harus disepaati oleh kedua belah pihak.

4. Ijarah : akad sewa antara lembaga keuangan sebagai pemberi sewa dan nasabah sebagai penyewa atas suatu barang dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah , tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang tersebut.

5. Salam : akad jual beli dalam bentuk pemesanan barang (produk pertanian) dengan persyaratan dan kriteria tertentu, yang disepakati antara pembeli dan


(30)

penjual (pelaku usaha pertanian). pembeli berkewajiban membayar penuh harga barang (produk pertanian) tersebut kepada pembeli dalam waktu tertentu di masa yang akan datang.

6. Istishna : akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mushtashni) dan penjual (pembuat, shani’). Istishna ini merupakan suatu jenis khusus dari akad bai as salam.

7. Qardhul Hasan : pinjaman tanpa bunga

Analisis Rasio Keuangan

Rasio dapat dipahami sebagai hasil yang diperoleh antara satu jumlah dengan jumlah yang lainnya (Joel G. Siegl dan Jae K. Shim 1999). Secara sederhana, rasio juga dapat disebut sebagai perbandingan jumlah, dari jumlah satu ke jumlah lainnya itulah dilihat perbandingannya dengan harapan nantinya akan ditemukan jawaban yang selanjutnya itu dijadikan kajian untuk dianalisis dan diputuskan. Penggunaan kata rasio ini sangat fleksibel penempatannya dan sangat dipengaruhi oleh apa dan dimana rasio itu dipergunakan, yaitu disesuaikan dengan wilayah bidang keilmuannya.

Rasio keuangan atau financial ratio sangat penting gunanya untuk melakukan analisa terhadap kondisi keuangan perusahaan. Bagi investor, biasanya mereka akan lebih tertarik terhadap kondisi keuangan jangka pendek karena kemampuan perusahaan untuk membayar dividen secara memadai dapat diketahui. Invormasi tersebut dapat diketahui dengan menghitung rasio-rasio keuangan yang sesuai dengan yang diingikan.

Secara jangka panjang, rasio keuangan juga dipakai dan dijadikan sebagai acuan dalam menganalisis kondisi kinerja suatu perusahaan. Dalam penilaian suatu kondisi keuangan perusahaan, dipengaruhi oleh faktor-faktor yang turut menyebabkan perubahan pada kondisi keuangan seperti kondisi mikro dan makro ekonomi, baik yang terjadi di tingkat domestik maupun internasional.

Menurut Warsidi dan Bambang (2000), analisis rasio keuangan merupakan instrument analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan menggambarkan tren pola perubahan tersebut untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis rasio keuangan dan kinerja perusahaan memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Rasio keuangan memiliki beberapa macam serta memiliki kegunaannya masing-masing. Bagi investor, ia akan melihat rasio dengan penggunaan yang paling sesuai dengan analisis yang akan ia lakukan.

Terdapat tiga rasio keuangan yang paling dominan dan seringkali dijadikan rujukan untuk melihat kondisi kinerja suatu perusahaan (Fahmi 2011), yaitu :

1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

2. Rasio Solvabilitas (Solvability Ratio)

3. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)

Ketiga rasio ini secara umum selalu menjadi perhatian investor, karena secara dasar sudah dianggap merepresentatifkan analisis awal tentang kondisi suatu perusahaan.


(31)

Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini penting karena kegagalan dalam membayar kewajiban dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Rasio ini mengukur pada kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya (hutang yang dimaksud disini adalah kewajiban perusahaan).

Rasio solvabilitas merupakan rasio yang menunjukkan bagaimana perusahaan mampu mengelola hutangnya dalam rangka memperoleh keuntungan dan juga mampu melunasi hutang-hutangnya. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban dalam jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dari total asetnya. Namun perlu dipahami bahwa perusahaan yang insolvable namun likuid dapat menjalankan aktivitasnya, karena dengan kemampuan likuiditas yang dimilikinya sangat memungkinkan perusahaan tersebut untuk mengembalikan hutangnya dengan cepat dan tepat.

Adapun rasio profitabilitas bermanfaat untuk menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan. Investor yang potensial akan menganalisis dengan cermat kelancaran sebuah perusahaan dan kemampuannya untuk menghasilkan keuntungan (profitabilitas), karena mereka mengharapkan deviden dan harga pasar dari sahamnya. Rasio ini dimaksud untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan.

Kepuasan

Kinerja seuatu organisasi dapat terlihat dari kepuasan pelanggan yang terlibat dalam kegiatan organisasi tersebut. Definisi kepuasan itu sendiri adalah hasil dari penilaian konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan di mana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang (Richard Oliver dalam Handi Irawan 2002).

Menurut Irawan (2002), kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk dan jasa. Berdasarkan riset yang telah dilakukan melalui lembaga Frontier, sekitar 90 persen top manajemen Indonesia percaya bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang penting dan akan mempengaruhi kinerja keuangan setiap perusahaan.

Pelanggan merupakan orang yang paling penting dalam perusahaan, karena dengan keberadaannya maka laba perusahaan akan tetap stabil bahkan meningkat. Oleh karena itu, menjaga kepuasan pelanggan menjadi suatu hal yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan. Perolehan laba oleh perusahaan yang disebabkan oleh kepuasan pelanggan dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, pelanggan yang puas akan bersedia membayar dengan harga premium. Kedua, perusahaan yang memiliki banyak pelanggan yang puas, biaya marketing seperti iklan akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan perusahaan lainnya yang tidak memuaskan konsumen. Perusahaan jadi tidak perlu mengeluarkan biaya promosi terlalu tinggi sehingga tidak akan menghabiskan laba yang diperoleh. Ketiga, pelanggan yang puas akan menjadi promotor yang baik melalui penyebaran informasi dari mulut ke mulut, sedangkan apabila kepuasan pelanggan tidak terpenuhi akan mempengaruhi perusahan dalam hal keuangan dan lainnya. Keempat, umumnya perusahaan yang memilki banyak pelanggan akan lebih efisien dibandingkan perusahaan yang memiliki sedikit pelanggan karena biaya


(32)

operasinya menjadi lebih efisien. Kelima, pelanggan yang merasa puas akan melakukan pembelian berulang dan akan memiliki alasan untuk membeli lebih banyak lagi produk yang membuat mereka merasa puas.

Strategi kepuasan pelanggan harus dimulai dengan pemilihan target dan segmentasi yang benar, sehingga strategi yang dilakukan akan tepat sasaran. Ketika kita telah menetapkan sasaran dari apa yang diinginkan, barulah penetapan strategi menjadi lebih efektif untuk dijalankan. Dalam memenuhi kepuasan pelanggan, sebuah perusahanan atau organisasi harus mengetai hal apa saja yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Seringkali dalam suatu perusahaan dihadapkan dengan pelanggan dengan berbagai jenis kebutuhan dan harapan. Untuk mencari tahu apa saja kebutuhan dan harapan pelanggan, perusahaan wajib untuk melakukan riset pasar. Sebelum strategi diformulasikan, ada baiknya perusahaan mendengarkan saran ataupun opini dari pelanggan sebagai bahan evaluasi.

Kualitas produk merupakan dimensi global yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Irawan (2002) mengatakan bahwa ada lima hal utama yang mengendalikan kualitas produk. Pengendali pertama adalah kualitas produk yang terdiri dari enam elemen, yaitu performance, durability, feature, reliability, consistency, dan design. Pengendali kedua adalah harga. Bagi pelanggan yang sensitif, harga murah akan menjadi kepuasan terpenting karena mereka mendapatkan value for money yang tinggi.

Seringkali kualitas dan produk tidak menjamin bahwa produk akan memuaskan konsumen, maka pengendali yang ketiga menjadi salah satu andalan bagi banyak perusahaan yaitu service quality. Service quality sangat bergantung pada tiga hal, yaitu sistem, teknologi, dan manusia. Maka tidak heran service quality sulit untuk ditiru karena terdiri atas beberapa elemen penting yang sulit untuk diciptakan karena memerlukan proses training serta budaya kerja perusahaan yang baik. Bagi beberapa produk yang berhubungan dengan produk tersier, pengendali keempat ini menjadi sangat penting, yaitu emotional factor.

Pelanggan akan merasa puas karena emotional value yang diberikan oleh brand

dari produk tersebut.

Pengendali yang terakhir adalah hal-hal yang berhubungan dengan biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa tersebut. Pelanggan akan semakin puas apabila produk yang diinginkan relatif mudah, nyaman, serta efisien untuk didapatkan.

Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan menjadi salah satu penentu kepuasan konsumen. Konsep yang paling popular mengenai dimensi pelayanan adalah konsep ServQual yang dikembangkan oleh Parasuraman B dan Zeithaml. Konsep ini disederhanakan dari 10 menjadi 5 dimensi, yaitu Tangible, Responsiveness, Reliability, Assurance,

dan Empathy. Aspek ini memiliki beberapa kelebihan karena mudah dipahami, komprehensif, dan memiliki instrument yang jelas untuk melakukan pengukuran.

1.

Tangible

Suatu service tidak dapat dilihat,diraba, dicium, dan dirasakan, maka dimensi ini menjadi aspek penting sebagai penilaian akan kualitas pelayanan. Seringkali pelanggan akan mengamati penampilankualitas dari suatu perusahaan atau organisasi melalui kualitas fisik dari peralatan maupun penampilan karyawannya. Tangible yang baik akan mempengaruhi


(33)

persepsi pelanggan sehingga berpengaruh terhadap perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, apabila sebuah lembaga keuangan memiliki bangunan dengan kualitas baik, maka harapan terhadap pelayanan akan semakin baik. Oleh karena itu, penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui aspek tangible apa yang tepat untuk memenui kebutuhan serta harapan pelanggan.

2.

Reliability

Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan ditentukan pula oleh reliability. Reliability merupakan dimensi yang mengukur kehandalan perusahaan dari kemampuannya memberikan pelayananan kepada pelanggannya. Dimensi ini menjadi dimensi paling penting bagi pelanggan dari berbagai jenis industri jasa. Reliability terdiri dari aspek yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan, dan seberapa jauh suatu perusahaan mempu memberikan pelayanan yang akurat. Ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan reliability, yaitu pembentukan budaya kerja untuk meminimalisir kesalahan (no mistake), mempersiapkan infrastruktur yang mendukung beserta tenaga kerja terampil, dan melakukan tes atau uji coba sebelum suatu produk pelayanan diluncurkan.

3.

Responsiveness

Dimensi kualitas yang ketiga adalah responsiveness, yang merupakan dimensi paling dinamis. Kecepatan akan pelayanan terhadap pelanggan menjadi nilai tambah bagi suatu perusahaan. Perkembangan teknologi yang semakin cepat akan cenderung meningkatkan harapan pelanggan akan kecepatan pelayanan.

4.

Assurance

Assurance merupakan dimensi kualitas pelayanan keempat yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staf

dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan terhadap pelanggannya. Dimensi Assurance terdiri dari empat dimensi, yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan. Keramahan menjadi salah satu aspek yang paling mudah diukur dan menjadi program pertama untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Aspek kedua adalah kompetensi. Suatu perusahaan harus menanamkan kepercayaan kepada pelanggan yang terlihat dari kualitas pelayaanan front-line staf. Menjadi penting bagi para karyawan yang berperan secara langsung menghadapi pelanggan untuk mengetahui berbagai pengetahuan mengenai perusahaan, sehingga memberikan kesan baik bagi perusahaan. Rasa aman bagi pelanggan menjadi sangat penting, terutama bagi dunia perbankan. Kepuasan akan meningkat seiring peningkatan yang dirasakan oleh pelanggan.

5.

Empathy

Dimensi kualitas pelayanan kelima adalah empathy. Secara umum dimensi ini memiiki persepsi kurang penting bagi pelanggan. Tetapi bagi pelanggan yang masuk ke dalam kategori berpendapatan tinggi, dimensi ini dapat menjadi dimensi paling penting. Sesuai dengan Hierarki Maslow yang meyakini bahwa setelah kebutuhan fisik, keamanan, dan sosial terpenuhi, maka kebutuhan lain yang akan dikejar adalah ego dan aktualisasi diri. Maka bagi pelanggan-pelanggan dengan ego tinggi biasanya akan meminta perlakuan khusus seperti fasilitas atau pelayanan lebih daripada pelanggan


(34)

biasa. Misalnya nasabah sebuah bank yang telah memiliki deposito dengan nominal lebih dari Rp500 juta akan mendapatkan pelayanan khusus yang lebih personal serta fasilitas pinjaman dengan nol persen. Pelayanan yang berempati akan mudah diciptakan apabila perusahaan mengerti secara spesifik akan kebutuhan pelanggannya.

Important Performace Analysis (IPA)

Analisis kuadran atau Importance Performance Analysis (IPA) adalah sebuah teknik analisis deskriptif yang diperkenalkan oleh John A. Martilla dan John C. James pada tahun 1977. Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kinerja penting yang harus ditunjukkan oleh suatu organisasi dalam memenuhi kepuasan pengguna jasa mereka (konsumen)4. Hasil penelitian yang menggunakan teknik IPA ini akan disampaikan dalam bentuk kuadran dua dimensi yang bersifat grafis dan mudah diinterpretasi. Hasil kuadran penelitian yang dilakukan oleh Matilda dan James dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Kuadran Importance Performance Analysis

Sumber : Kitcharoen (2004)

Kuadran Importance Performance Analysis pada Gambar 3 memiliki penjelasan berbeda pada tiap kuadrannya. Berikut penjelasan pada masing-masing kuadran:

A. Concentrate Here (Konsentrasi di sini)

Faktor-faktor dalam kuadran ini dianggap sebagai faktor yang penting atau diharapkan oleh konsumen, tetapi kondisi kinerja aktual atau tingkat kepuasan yang ada saat ini belum memuaskan sehingga manajemen berkewajiban mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas utama untuk ditingkatkan.

B. Keep Up The Good Work (Pertahankan Prestasi)

Faktor-faktor yang berada di kuadran ini dianggap penting dan diharapkan sebagai faktor penunjang bagi kepuasan konsumen sehingga pihak

4

Basri, Autore. 2011. Analisis Kuadran Harapan dan Persepsi Publik. [terhubung berkala] http://setabasri01.blogspot.com (diakses 18 Februari 2013)


(35)

manajemen berkewajiban memastikan kinerja institusi yang dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai.

C. Low Priority (Prioritas Rendah)

Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini memiliki kinerja aktual atau tingkat kepuasan yang rendah sekaligus dianggap tidak terlalu penting oleh konsumen sehingga manajemen tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada faktor-faktor tersebut.

D. Possibly Overkill (Terlalu Berlebihan)

Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggapn tidak terlalu penting dan atau tidak diharapkan sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi dan masih membutuhkan peningkatan seperti di kuadran B.

Customer Satisfaction Index (CSI)

Indeks Kepuasan Konsumen atau Costumer Satisfaction Index adalah metode yang menggunakan indeks untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen berdasarkan atribut-atribut tertentu. Menurut Rangkuti (2006), ada beberaa tujuan dari CSI yaitu :

1. Alat kebijakan pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja perusahaan

2. Alat untuk menyusun strategi pemasaran

3. Alat untuk memonitor dan mengendalikan aktivitas perusahaan sehari-hari 4. Alat untuk mencapai salah satu misi yang telah ditetapkan, yaitu

memperoleh kepercayaan melalui kepuasan konsumen

Dalam menghitung Customer Satisfaction Index, Dixon dan Masey (1991) merumuskan lima langkah untuk menghitungnya, yaitu :

1. Menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score

(MSS), yaitu nilai yang berasal dari rata-rata tingkat kepentingn dan kinerja tiap responden

2. Membuat Weight Factors (WF), yaitu persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut

3. Membuat Weight Score (WS), yaitu perkalian antara Weight Factors dengan rata-rata kepuasan (Mean Satisfaction Score = MSS)

4. Menghitung Weighted Total (WT), yaitu menjumlahkan Weight Score dari semua variable

5. Menentukan Customer Satisfaction Index (CSI) dengan menjumlahkan

Weighted Total dengan skala nominal (skala likert) yang digunakan kemudian dikalikan 100 persen

Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari seberapa besar nilai dari indeks kepuasan konsumen serta kriteria tingkat kepuasan pelanggan.


(36)

Kerangka Operasional

Penyaluran dana PUAP di Gapoktan Tani Berkah sejak tahun 2011 telah dikelola oleh LKM-A Berkah sebagai lembaga keuangan unit simpan pinjam didalamnya. Dalam perjalanannya, LKM-A Berkah merupakan lembaga keuangan yang cukup baik dalam hal pengelolaan dan penyaluran dana pinjaman. Lembaga keuangan mikro ini pun termasuk LKM-A yang merintis karirnya dari nol dan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan pengembangan LKM-A mewakili Kabupaten Bogor karena kerapihan pencatatan, keaktifan kegiatan kelembagaan dalam gapoktan, serta perputaran dana bergulir dari pemerintah yang masih terus berjalan. Sistem pembiayaan yang dijalankan merupakan sistem pembiayaan syariah yang terkenal tidak membebankan nasabah terutama para petani yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam hal menjangkau permodalan.

Nasabah LKM-A Berkah saat ini terus mengalami peningkatan, sedangkan dana yang dimiliki tidak mencukupi. Oleh karena itu LKM-A Berkah diharuskan untuk membuat laporan neraca dan laba rugi untuk dapat diketahui rasio keuangannya. Nilai rasio keuangan tersebut nantinya akan digunakan untuk mengajukan bantuan modal ke lembaga keuangan lain untuk memenuhi permintaan pinjaman nasabah. LKM-A Berkah dalam perkembangannya juga membutuhkan evaluasi eksternal berupa evaluasi mengenai tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan. Evaluasi tersebut akan bermanfaat bagi LKM-A Berkah untuk meningkatkan kinerja pelayanannya di masa yang akan datang. Berikut ini merupakan kerangka operasional penelitian yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan dan Kepuasan Nasabah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Berbasis Syariah”.


(37)

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional LKM-A Berkah

• Peningkatan jumlah

nasabah diikuti kenaikan jumlah /omset

peminjaman • Peningkatan

pengembalian di tahun 2012

Kinerja LKM-A Berkah

Analisis Kinerja Keuangan

Analisis Kepuasan

Nasabah Laporan

Keuangan: - Neraca

- Laporan rugi

laba

Pelayanan LKM-A Berkah

Tingkat Kepuasan

LKM-A Berkah

Tingkat Kinerja LKM-A Berkah Analisis Rasio

Keuangan • Rasio

Likuiditas • Rasio

Solvabilitas • Rasio

Rentabilitas

IPA dan CSI

Kepuasan terhadap mutu

pelayanan LKM-A

Berkah Performance

LKM-A dilihat dari kinerja

keuangan


(38)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Berkah Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan LKM-A Berkah merupakan salah satu lembaga keuangan mikro agribisnis yang aktif berjalan di Kabupaten Bogor. Menurut data pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K), LKM-A Berkah merupakan LKM-A perwakilan dari Kabupaten Bogor untuk ikut serta dalam pelatihan pengembangan Gapoktan PUAP dan pelatihan LKM-A pada tahun 2011. LKM-A Berkah juga telah menerapkan sistem pembiayaan syariah dalam setiap kegiatan transaksi keuangan yang dilakukan. Kegiatan pengambilan data dan penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2013.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Sumber data primer didapatkan melalui hasil kuisioner yang diisi berdasarkan hasil wawancara langsung dengan responden yang merupakan nasabah LKM-A Berkah, wawancara dengan pengurus, serta hasil observasi pada setiap kegiatan yang dilakukan oleh LKM-A Berkah.

Data sekunder diperoleh dari data-data yang dimiliki LKM-A Bekah terkait data keuangan dalam kurun waktu tiga tahun (1 Januari 2010-31 Desember 2012). Data-data pendukung lainnya diperoleh dari berbagai literatur seperti penelitian terdahulu, dokumen organisasi, buku, jurnal, situs-situs internet, serta data yang dihimpun dari lembaga-lembaga terkait seperti Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bogor, Dinas Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, dan BP4K. Proses penelitian ini dimulai dengan penelusuran sumber data dari berbagai referensi yang relevan, dilanjutkan dengan pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara kepada narasumber yang terkait dengan penelitian.

Populasi dan Sampel

Penentuan populasi dan sampel menjadi langkah awal dalam melakukan penelitian. Dalam menentukan sampel, terlebih dahulu peneliti harus mengetahui populasi yang akan dijadikan objek penelitian. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah nasabah LKM-A Berkah yang melakukan peminjaman minimal 1 kali dalam cakupan waktu antara 1 januari 2010 hingga 31 Desember 2012. Populasi yang berada dalam cakupan penelitian berjumlah 127 orang nasabah. Jumlah sampel dalam populasi didapatkan dengan menggunakan Accidental sampling (Convenience Sampling) yaitu mengambil sampel yang paling mudah dijumpai, dengan minimal persentasi sebanyak 30% dari jumlah populasi. Berdasarkan metode tersebut, maka sampel yang akhirnya dijadikan objek penelitian adalah berjumlah 55 orang.


(39)

Deskripsi Variabel

Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah kepuasan nasabah terhadap pelayanan yang diberikan oleh LKM-A Berkah. Terdapat lima indikator dimensi pelayanan utama yang dianalisis, yaitu tangible (berwujud), Reliabiliy

(Keandalan), Responsiveness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan atau kepastian), dan Empathy (Kepedulian), serta tambahan berupa failitas produk. Pengembangan dimensi-dimensi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4 Dimensi pelayanan LKM-A Berkaha

Dimensi Pelayanan Atribut Pelayanan

Berwujud (Tangible)

Lokasi LKM-A Kebersihan LKM-A

Kelengkapan fasilitas kantor seperti kursi tunggu, form/slip setoran/kwitansi, tempat menulis, alat tulis, komputer. Kartu Nasabah

Keandalan (Reliability)

Ketelitian dan keakuratan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya Realisasi janji

Kerjasama dengan pihak lain

Kecepatan dan ketepatan dalam menanggapi masalah

Ketanggapan (Responsiveness)

Kecepatan dalam menangani transaksi Pemberian informasi

Jaminan/kepuasan (Assurance)

Pengetahuan karyawan dalam memberikan informasi kepada nasabah Proses penentuan nilai bagi hasil yang disetujui bersama oleh manajemen dan nasabah

Sistem Penagihan Pinjaman

Penyelenggaraan Rapat Anggota tepat waktu

Kepedulian (Empathy) Kemudahan dalam memanfaatkan jasa yang diberikan LKM-A

Pemberian hadiah bagi nasabah aktif

Fasilitas Produk

Sistem Infaq Waktu pinjaman

Adanya akad saat transaksi berlangsung

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan melalui data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari data yang diperoleh secara langsung dari narasumber (responden). Responden akan diwawancarai menurut kuisioner yang telah disusun oleh penulis untuk mengukur tingkat kepuasan nasabah dan laporan keuangan LKM-A Berkah untuk mengukur kinerja keuangan organisasi.

Untuk menunjang tercapainya tujuan penelitian, kuisioner dibagi menjadi tiga bagian, yaitu untuk mengetahui karakteristik responden, untuk menanyakan tingkat kepentingan, dan untuk menanyakan tingkat kinerja LKM-A Berkah. Setiap pertanyaan diberi bobot menggunakan skala Likert dari satu sampai lima. Skala Likert merupakan skala yang bertujuan untuk memberi kesempatan kepada responden untuk mengutarakan pendapat atau perasaan mereka terhadap suatu pertanyaan. Skala yang diberikan adalah satu untuk nilai terendah dan lima untuk nilai tertinggi. Data sekunder didapatkan melalui jurnal harian LKM-A Berkah yang disusun oleh peneliti dalam bentuk neraca dan laporan rugi laba periode tahun 2010 sampai dengan 2012 (lampiran 3). Data lainnya juga didapatkan melalui literatur, jurnal, artikel, dan data lainnya yang mendukung penelitian ini.


(40)

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah menggunakan Microsoft Excel (Microsoft Office 2007), Software SPSS 16, dan Minitab 15. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui karakteristik nasabah LKM-A Berkah, untuk mengetahui keterkaitan antara karakteristik dengan frekuensi peminjaman dianalisis menggunakan metode Pearson Chi-Square sedangkan untuk menganalisis tingkat kepuasan nasabah LKM-A Berkah menggunakan metode

Importance Performance Analysis (IPA) dan Consumer Satisfaction Index (CSI).

Analisis Deskriptif

Menurut Nazir (2009), analisis deskriptif merupakan analisis yang bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian. Pekerjaan peneliti bukan hanya memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi, serta mendapatkan makna dan implikasi dari hipotesis-hipotesis.

Analisis Rasio Keuangan

Metode analisis kinerja keuangan yang digunakan adalah analisis rasio keuangan. Analisis ini membutuhkan data neraca dan perhitungan sisa hasil usaha (SHU). Analisis rasio keuangan digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan LKM-A Berkah dengan pendekatan akuntansi.

Mardiyanto (2009) menyatakan bahwa analisis rasio keuangan merupakan peralatan untuk memahami laporan keuangan, khususnya neraca dan laba-rugi. Kinerja keuangan perusahaan akan dinilai melalui analisis rasio keuangan oleh lembaga investor dan lembaga perbankan sebagai kreditor. Rasio keuangan yang digunakan mencakup rasio likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas (rentabilitas).

Rasio Likuiditas

Likuiditas diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam melunasi sejumlah hutang jangka pendek, umumnya kurang dari satu tahun. Menurut Evans dalam Harmono (2009), menyatakan bahwa rasio likuiditas menjelaskan mengenai kesanggupan perusahaan untuk melunasi hutang jangka pendek. Tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan kemampuan melunasi hutang jangka pendek semakin tinggi pula. Dimensi konsep likuiditas yang akan dilakukan pada penelitian ini mencakup current ratio, cash ratio, dan net working capital to total assets rasio. Dimensi konsep likuiditas tersebut mencerminkan ukuran-ukuran kinerja manajemen ditinjau dari sejauh mana manajemen mampu mengelola modal kerja yang didanai dari hutang lancar dan saldo kas perusahaan.

Berikut ini merupakan rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Rasio Lancar (Current Ratio)


(41)

Rasio lancar yang tergolong baik memiliki standar perbandingan 200% (2:1) antara nilai kas dengan kewajiban lancar. Berbeda dengan rasio lancar, semakin tinggi nilai rasio kas akan semakin baik bagi suatu perusahaan (Kasmir 2011).

Rasio Solvabilitas (Rasio Hutang)

Solvabilitas atau leverage digunakan untuk mengukur dua hal, yaitu untuk mengukur proporsi hutang perusahaan yang digunakan untuk membiayai investasi, dan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka panjang. Hutang pada prinsipnya menguntungkan apabila perusahaan mampu memperoleh tingkat pengembalian investasi yang melebihi tingkat bunga yang dibayarkan. Menurut Mardiyanto (2009), diperlukan kehati-hatian dalam menafsirkan angka rasio hutang. Angka rasio hutang yang tinggi mencerminkan dua keadaan sekaligus, yakni kemungkinan menguntungkan (jika ekonomi membaik) dan merugikan (jika ekonomi memburuk). Dalam penelitian ini, rasio hutang yang dihitung adalah debt to total asset ratio dengan cara sebagai berikut :

1. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Harta (Debt to Asset Ratio)

Nilai debt to asset ratio yang semakin rendah akan semakin baik bagi suatu perusahaan. Rendahnya nilai rasio ini mengindikasikan bahwa ketergantungan kegiatan suatu perusahaan terhadap hutang atau biaya dari luar perusahaan rendah.

Rasio Profitabilitas/Rentabilitas

Profitabilitas dalam konsep keuangan sering digunakan sebagai indikator kerja fundamental perusahaan mewakili kinerja manajemen dan seringkali dipakai untuk mengukur kesanggupan perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja fundamental perusahaan diwakilkan melalui dimensi profitabilitas. Perusahaan memiliki hubungan kausalitas terhadap nilai perusahaan melalui indikator harga saham dan struktur modal perusahaan berkenaan dengan besarnya komposisi hutang perusahaan (Harmono 2005). Untuk menghitung rasio rentabilitas ini dibagi menjadi beberapa cara, yaitu:

1. Rasio Pengembalian Modal (Return on Equity)

2. Rasio Laba Operasi atas Total Investasi (Return on Investment)

Nilai ROE ideal bagi suatu lembaga perbankan adalah sebesar 12%5, sedangkan

untuk nilai rasio ROI akan semakin baik apabila nilai dari rasio tersebut semakin besar.

5

Sutaryono, Paul. 2006. Analisis Perbankan. [terhubung berkala] http://www.unisosdem.org/article (diakses 8 Maret 2013)


(1)

Neraca 2012

Aktiva Passiva

Kas

29.412.950

Kas Bank Simpanan

2.030.000 Piutang 5.000.000 Utang Jangka Pendek Pinjaman

76.267.050 Iuran Pokok

5.185.000 Laba Ditahan 3.465.000 Dana PUAP 100.000.000 110.680.000 - 110.680.000 R/L 2010

Pendapatan Bg hasil

8.404.250 Pendapatan adm 1.670.000 Biaya operasional 2.405.000 Laba Bersih 7.669.250 SHU 4.770.000 Laba Ditahan 2.899.250 R/L 2012

Pendapatan Bg hasil

10.100.200 Pendapatan adm 902.100 Biaya operasional 1.601.500 Laba Bersih 9.400.800 SHU 7.452.400 Laba Ditahan 1.948.400 R/L 2011

Pendapatan Bg hasil

6.888.100 Pendapatan adm 5.015.250 Biaya operasional 3.501.000 Laba Bersih 8.402.350 SHU 9.785.000 Laba Ditahan (1.382.650)


(2)

Lampiran 4 Uji validitas tingkat kinerja

Total

P01 Pearson Correlation .470* Valid Sig. (2-tailed) 0.020363

P02 Pearson Correlation .724** Valid Sig. (2-tailed) 6.33E-05

P03 Pearson Correlation .640** Valid Sig. (2-tailed) 0.000765

P04 Pearson Correlation .435* Valid Sig. (2-tailed) 0.033769

P05 Pearson Correlation 0.280616 Tidak Valid Sig. (2-tailed) 0.184106

P06 Pearson Correlation .661** Valid Sig. (2-tailed) 0.000438

P07 Pearson Correlation .492* Valid Sig. (2-tailed) 0.014622

P08 Pearson Correlation .538** Valid Sig. (2-tailed) 0.006699

P09 Pearson Correlation 0.154962 Tidak Valid Sig. (2-tailed) 0.46967

P10 Pearson Correlation .529** Valid Sig. (2-tailed) 0.007912

P11 Pearson Correlation .474* Valid Sig. (2-tailed) 0.019269

P12 Pearson Correlation .486* Valid Sig. (2-tailed) 0.016075

P13 Pearson Correlation .745** Valid Sig. (2-tailed) 2.92E-05

P14 Pearson Correlation .835** Valid Sig. (2-tailed) 3.99E-07

P15 Pearson Correlation .689** Valid Sig. (2-tailed) 0.000198

P16 Pearson Correlation .584** Valid Sig. (2-tailed) 0.002712

P17 Pearson Correlation .642** Valid Sig. (2-tailed) 0.000713

P18 Pearson Correlation .608** Valid Sig. (2-tailed) 0.001615

P19 Pearson Correlation .780** Valid Sig. (2-tailed) 6.97E-06

P20 Pearson Correlation .723** Valid Sig. (2-tailed) 6.54E-05

P21 Pearson Correlation .757** Valid Sig. (2-tailed) 1.85E-05

P22 Pearson Correlation .729** Valid Sig. (2-tailed) 5.39E-05


(3)

Lampiran 5 Uji validitas tingkat kepentingan

Total

P01 Pearson Correlation .471* Valid Sig. (2-tailed) 0.017614

P02 Pearson Correlation .652** Valid Sig. (2-tailed) 0.000411

P03 Pearson Correlation .588** Valid Sig. (2-tailed) 0.001998

P04 Pearson Correlation .650** Valid Sig. (2-tailed) 0.000433

P05 Pearson Correlation .518** Valid Sig. (2-tailed) 0.008035

P06 Pearson Correlation .531** Valid Sig. (2-tailed) 0.006365

P07 Pearson Correlation .701** Valid Sig. (2-tailed) 9.4E-05

P08 Pearson Correlation .696** Valid Sig. (2-tailed) 0.000112

P09 Pearson Correlation .643** Valid Sig. (2-tailed) 0.000522

P10 Pearson Correlation .696** Valid Sig. (2-tailed) 0.000112

P11 Pearson Correlation .664** Valid Sig. (2-tailed) 0.000292

P12 Pearson Correlation .458* Valid Sig. (2-tailed) 0.021272

P13 Pearson Correlation .689** Valid Sig. (2-tailed) 0.000138

P14 Pearson Correlation .610** Valid Sig. (2-tailed) 0.0012

P15 Pearson Correlation .505* Valid Sig. (2-tailed) 0.010052

P16 Pearson Correlation 0.302627 Tidak Valid Sig. (2-tailed) 0.141453

P17 Pearson Correlation 0.302627 Tidak Valid Sig. (2-tailed) 0.141453

P18 Pearson Correlation .682** Valid Sig. (2-tailed) 0.000176

P19 Pearson Correlation .474* Valid Sig. (2-tailed) 0.016701

P20 Pearson Correlation .401* Valid Sig. (2-tailed) 0.046704

P21 Pearson Correlation .637**

Valid Sig. (2-tailed) 0.000621

P22 Pearson Correlation .724** Valid Sig. (2-tailed) 4.35E-05

P23 Pearson Correlation .609** Valid Sig. (2-tailed) 0.001232


(4)

Lampiran 6 Uji Reliabilitas Atribut Kepentingan

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items .898 .907 19

Lampiran 7 Uji Reliabilitas Atribut Kinerja

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items .909 .916 19

Lampiran 8 Hasil uji Pearson Chi-Square Test

Lama Usaha

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 66,366a 16 ,000

Likelihood Ratio 23,077 16 ,112

Linear-by-Linear Association ,325 1 ,569

N of Valid Cases 55

Besar Pinjaman

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 27,288a 16 ,038

Likelihood Ratio 28,013 16 ,032

Linear-by-Linear Association 6,526 1 ,011


(5)

Lama menjadi nasabah

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 42,822a 16 ,000

Likelihood Ratio 41,950 16 ,000

Linear-by-Linear Association 7,641 1 ,006

N of Valid Cases 55

Lampiran 9 Dokumentasi penelitian

Wawancara Penelitian

Logo LKM-A Berkah

Kartu Nasabah LKM-A Berkah

Kotak Infaq Nasabah LKM-A Berkah


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Agustus 1991 dari Ayah Farid

Muhidin dan Ibu Dina Murniaty. Penulis adalah putri pertama dari empat

bersaudara. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SDN Polisi 1

pada tahun 2003, lalu melanjukan pendidikan ke SMP Negeri 2 Bogor hingga

tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor. Pada tahun

yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan

Daerah yang diberikan oleh PT. Guna Persada. Penulis diterima di Departemen

Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi panitia dalam berbagai

acara dan organisasi kemahasiswaan seperti HIPMA (Himpunan Mahasiswa

Agribisnis), IPB Art Contest, Music Agricultural Xpression (MAX), Bogor Art

Festival, dan kegiatan lainnya. Pada tahun 2011 penulis mengikuti acara FEM

Ambassador dan berhasil meraih juara tiga dan favorit sebagai duta Fakultas

Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga pernah melakukan program

internship

(magang) di salah satu lembaga bahasa inggris di Bogor sebagai seorang guru

selama tiga bulan.