Analisis Sistem Tataniaga Komoditas Brokoli di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor

(1)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan jasmani yang normal membutuhkan pangan yang cukup bergizi. Pangan yang bergizi terdiri dari zat pembakar seperti karbohidrat, zat pembangun misalnya protein, dan zat pelindung seperti vitamin serta mineral. Karbohidrat banyak terdapat pada pangan beras, jagung, ketela pohon, dan sebagainya, sedangkan pangan protein dapat diperoleh dari hewan (protein hewani) atau dari tanaman (protein nabati). Buah-buahan dan sayuran memiliki kandungan protein maupun vitamin serta mineral yang cukup banyak untuk menopang keseimbangan metabolisme dalam tubuh.

Kontribusi hortikultura terhadap manusia dan lingkungan memberikan banyak manfaat. Beberapa manfaat produk hortikultura bagi manusia diantaranya adalah sebagai sumber pangan dan gizi, pendapatan keluarga, dan pendapatan negara. Sedangkan manfaatnya bagi lingkungan adalah menambah citra dalam rasa dan estetika, konservasi genetik dan sekaligus sebagai penyangga kelestarian alam.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman jenis buah-buahan dan sayur-sayuran yang sangat banyak. Komoditas sayuran memegang peranan penting dalam perekonomian negara. Salah satu produk sayuran unggulan adalah brokoli. Brokoli (Brassicae oleraceae L) merupakan tanaman sayuran yang termasuk dalam kelompok kubis-kubisan (Brassicaceae). Bagian brokoli yang dapat dimakan adalah kepala bunga berwarna hijau yang tersusun rapat seperti cabang pohon dan batang tebal. Brokoli dikenal memiliki berbagai kandungan kimia yang baik bagi kesehatan tubuh manusia. Adapun kandungan dalam brokoli antara lain protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, zat besi, vitamin A, C, E, tiamin, riboflavin, nikotinamide, kalsium, beta karoten

dan glutation, senyawa sianohidroksibutena (CHB), sulforafan dan iberin yang merangsang pembentukan glutation. Hal ini menjadikan brokoli menjadi salah satu sayuran yang diminati banyak orang. Brokoli juga dapat digunakan sebagai obat untuk menjinakkan bakteri H. pylori yang mengendap di dalam lambung dan


(2)

2 usus dua belas jari yang dapat menyebabkan penyakit tukak lambung dan gangguan usus dua belas jari.1

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 1. produktivitas sayuran secara umum cenderung fluktuatif terhitung mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2009. Dari 18 komoditas sayuran unggulan pada tahun 2009, produktivitas brokoli berada pada peringkat sepuluh. Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa produktivitas brokoli cenderung fluktuatif. Produktivitas brokoli pada tahun 2004 mampu mencapai angka 94,77 kuintal/Ha. Brokoli mengalami peningkatan produktivitas pada tahun 2005 yaitu sebesar 100,71 kuintal/Ha. Tingkat produktivitas brokoli pada tahun 2005 merupakan tingkat produktivitas terbesar dari tahun 2004 sampai pada tahun 2009. Pada tahun 2006 terjadi penurunan produktivitas yang sangat drastis yakni sebesar 9,882 kuintal/Ha. Tingkat produktivitas brokoli pada tahun 2006 merupakan tingkat produktivitas terendah dari tahun 2004 sampai pada tahun 2009. Pada tahun 2007, komoditas brokoli mengalami peningkatan produktivitas menjadi 95,35 kuintal/Ha. Pada akhirnya pada tahun 2009, komoditas brokoli kembali mengalami penurunan produktivitas menjadi 90,135 kuintal/Ha.

1

Tim Info Tempo.2009.Khasiat si Kecambah Brokoli.www.tempointeraktif.com.3 November 2010


(3)

3 Tabel 1. Produktivitas Sayuran Indonesia (2004-2009)

Jenis sayuran Satuan

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Bunga Kol ton/ha 14,44 14,53 13,63 13,37 12,31 11,87

Buncis ku/ha 81,4 87,9 7,75 85,2 85,2 94,8

Brokoli Ku/ha 94,77 100,71 9,882 95,535 96,795 90,135

Cabe ku/ha 56,6 0 0 0 0 0

Jamur ku/ha 400,9 1.213,60 790,7 1.279,80 675,8 549,3

Kacang Merah ku/ha 3,2 38,3 3,82 45,1 47,8 48,6

Kacang Panjang ku/ha 53,4 55 5,44 57,2 54,6 57,7

Kangkung ku/ha 56,4 63,6 6,6 71,3 68 73,8

Kentang ku/ha 163,9 164 169,4 160,9 167 165,1

Ketimun ku/ha 94,9 104,1 10,21 102,6 96,8 103,9

Kol ku/ha 115,83 123,09 12,078 116,765 118,305 110,165

Lobak ku/ha 124,1 164,6 135,1 133,2 210,6 156,9

Petai ton/ha 7,01 7,47 7,58 6,99 8,19 6,92

Petsai / Sawi ku/ha 9,43 105,9 103 102,8 103,6 99,8

Terung ku/ha 69 73,5 7,26 82,1 88,2 93,8

Tomat ku/ha 118,9 126,4 11,77 123,3 136,6 152,7

Wortel ku/ha 175,3 178,5 167,1 147,8 149 148,6

Jahe kg/m2 1,7 1,82 1,77 2,66 1,93 1,69

Sumber : Susenas diolah (2011)

Sementara itu, dari Tabel 2. dapat diketahui bahwa tingkat konsumsi per kapita sayuran di Indonesia dari tahun 2004 hingga tahun 2010 cenderung fluktuatif. Konsumsi per kapita untuk komoditas brokoli pada tahun 2004 mencapai 0,91 kg/tahun. Konsumsi per kapita brokoli pada tahun 2005 meningkat menjadi 0,94 kg/tahun. Tingkat konsumsi per kapita pada tahun 2005 tersebut merupakan tingkat konsumsi per kapita tertinggi dari tahun 2004 sampai pada tahun 2010. Pada tahun 2006, konsumsi per kapita brokoli mengalami penurunan


(4)

4 menjadi 0,82 kg/tahun. Tingkat konsumsi per kapita pada tahun 2006 tersebut merupakan tingkat konsumsi per kapita terendah dari tahun 2004 sampai pada tahun 2010. Setelah itu, pada tahun 2007 konsumsi per kapita untuk komoditas brokoli mengalami peningkatan sampai pada tahun 2008. Penurunan konsumsi per kapita untuk komoditas brokoli pada tahun 2006 diperkirakan sejalan dengan penurunan tingkat produktivitas komoditas brokoli pada tahun 2006 yang mencapai 9,882 kuintal/Ha (Tabel 1.). Adapun tingkat konsumsi per kapita brokoli akan terus meningkat pada tahun 2009 dan tahun 2010 yaitu sebesar 0,89 kg/tahun dan 0,92/tahun.


(5)

5 Tabel 2. Data Konsumsi per Kapita Sayuran Indonesia (2004-2010)

Jenis sayur-sayuran

Konsumsi per Kapita (kg/tahun)

2004 2005 2006 2007 2008 2009# 2010#

Bawang Merah 2,19 2,21 2,08 3,01 2,74 2,82 2,90

K e t i m u n 1,92 1,92 1,98 2,08 2,08 2,14 2,21

Kacang Merah - - - 0,00 0,00

Kacang Panjang 3,43 3,69 4,00 3,80 3,80 3,91 4,03

K e n t a n g 1,82 1,92 1,66 2,08 2,03 2,09 2,15

Kol 1,12 1,09 1,00 1,03 1,06 1,09 1,12

T o m a t 1,52 1,34 1,17 2,09 2,23 2,29 2,36

W o r t e l 0,73 1,09 0,94 1,14 1,14 1,18 1,21

Brokoli 0,91 0,94 0,82 0,84 0,86 0,89 0,92

Cabe Merah 1,36 1,51 1,38 1,47 1,54 1,59 1,64

Cabe Hijau 0,24 0,24 0,23 0,30 0,27 0,27 0,28

Cabe Rawit 1,14 1,16 1,16 1,51 1,44 1,48 1,53

T e r u n g 2,55 2,55 2,65 3,48 2,91 3,00 3,09

Petsai / Sawi 0,47 0,78 0,47 0,73 0,88 0,91 0,94

Kangkung 4,52 4,94 4,99 4,94 4,78 4,93 5,08

Labu Siam 0,83 0,94 1,09 1,46 1,46 1,50 1,54

B u n c i s 0,94 0,94 0,94 0,88 0,94 0,96 0,99

B a y a m 4,42 4,78 4,37 4,47 4,00 4,13 4,25

Bawang Putih 1,15 1,21 1,09 1,51 1,71 1,76 1,82

J a m u r 0,05 0,05 0,04 0,07 0,06 0,06 0,06

Petai - - 0,15 0,84 0,30 0,31 0,32

Jengkol - - 0,62 0,68 0,47 0,48 0,50

Lainnya 2,18 2,03 1,72 2,50 2,76 2,84 2,92

Sumber : Susenas diolah (2011) Keterangan : # = Angka ramalan


(6)

6 Dataran tinggi Jawa Barat (Bandung, Garut, Bogor, Cianjur, dan Tasikmalaya) terletak pada daerah agroklimat basah dengan rata-rata bulan basah delapan sampai dengan sepuluh bulan dengan curah hujan rata-rata tahunannya lebih dari 2000 mm. Daerah ini cocok untuk pertumbuhan dan produksi sayuran dataran tinggi seperti brokoli, paprika, selada, sawi, kentang, wortel, kubis, dan lain-lain (Nugraha, 2010).

Berdasarkan informasi melalui komunikasi lisan dengan pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, diperoleh informasi bahwa sayuran brokoli merupakan salah satu jenis sayuran yang belum lama dibudidayakan dan untuk wilayah Bogor hanya dihasilkan di kecamatan Cisarua – Puncak. Daerah ini dipilih untuk usahatani brokoli karena sesuai dengan persyaratan tumbuh dari sayuran brokoli tersebut ditinjau dari aspek geografisnya, yaitu wilayah dengan ketinggian 800 - 900 mdpl. Pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor menyampaikan bahwa sampai saat ini wilayah sentra produksi brokoli untuk wilayah Bogor hanya terdapat di kecamatan Cisarua.

Laporan pihak Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Teknologi Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan dan Kehutanan VII (UPT PTTPHPK VII) menginformasikan bahwa di kecamatan Cisarua brokoli baru dibudidayakan pada tahun 2008. Laju pertumbuhan brokoli dari aspek luas panen, produktivitas, dan produksi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Brokoli di Kecamatan Cisarua (2008-2010)

Tahun Luas panen (ha) Produktivitas (ton/ha)

Produksi (ton)

2008 40 6,75 270

2009 40 6,75 270

2010 44 6,75 297

Sumber : UPT PTTPHPK VII wilayah Ciawi (2011)

Berdasarkan Tabel 3. produksi brokoli dari tahun 2008 sampai pada tahun 2009 adalah tetap yaitu sebesar 270 ton, kemudian mengalami peningkatan produksi sebesar 10 persen pada tahun 2010. Usahatani brokoli di kecamatan Cisarua terpusat di desa Tugu yang masih terbagi pada dua wilayah pedesaan yaitu desa Tugu Utara dan desa Tugu Selatan.


(7)

7 Salah satu kelompok tani yang mengusahakan brokoli di desa Tugu Utara yaitu kelompok tani Suka Tani. Kelompok tani Suka Tani merupakan bagian dari gabungan kelompok tani Tugu Utara. Gapoktan Tugu Utara terdiri dari beberapa kelompok tani yang bergerak dalam beberapa bidang budidaya komoditas yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Kelompok tani Suka Tani bergerak dalam usahatani sayuran non organik. Berdasarkan luas lahan, kelompok tani Suka Tani memiliki luas lahan yang paling besar jika dibandingkan dengan kelompok tani sayuran non organik lainnya di Gapoktan Tugu Utara, yaitu sekitar 70 Ha. Usahatani brokoli yang dijalankan oleh kelompok tani Suka Tani baru dimulai pada tahun 2009. Adapun dari 20 anggota petani kelompok tani Suka Tani, baru ada delapan petani yang berkecimpung dalam usahatani brokoli sampai pada saat ini.

Tabel 4. Daftar Kelompok Tani di Desa Tugu Utara Nama Kelompok

Tani

Alamat Nama Ketua Komoditas Budidaya

Pemuda Sampang Kampung Sampang

Rt 01/03

Aang Zaenal Ikan Nila

Gadong Organik Kampung Cisuren Rt

04/04

Soemadi STP Sayuran Organik

Wijaya Tani Kampung Cisuren Rt

04/04

Asep Ruhiyat Sayuran Non Organik

Puncak Sejati Kampung Pondok

Rawa Rt 03/04

Henda Budiman Kambing

Tunas Kaliwung Kampung Pondok

Caringin Rt 02/04

Rudi Sanjaya Kelinci

Kaliwung Kalimuncar Kampung Pondok

Caringin Rt 02/04

Dedi Damhudi Jamur Tiram

Suka Tani Kampung Suka Tani

Rt 06/04

Ujang Yahya Sayuran Non Organik

Halimun Kampung Tugu Rt

02/01

H.Topik Sayuran Non Organik

Hijau Lestari Kampung Cisuren Rt

04/04

H. Mamat Karyana Sayuran Non Organik

Sumber : Kantor Kelurahan desa Tugu Utara (2011)

1.2 Perumusan Masalah

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), perekonomian yang menyangkut persoalan dalam hal mata pencaharian dan cara hidup bermasyarakat terbagi atas tiga bagian, yaitu produksi, pemasaran, dan konsumsi. Produksi dan pemasaran adalah kegiatan yang mempunyai hubungan dengan penciptaan atau penambahan kegunaan atas barang dan jasa, sedangkan konsumsi adalah kegiatan yang


(8)

8 memiliki hubungan dengan penurunan atas kegunaan barang dan jasa. Sementara pemasaran atau yang sering disebut sebagai tataniaga merupakan tindakan yang berhubungan dengan pergerakan barang-barang dan jasa dari pihak produsen ke pihak konsumen.

Kelompok tani Suka Tani merupakan salah satu anggota gabungan kelompok tani Tugu Utara yang berada di jalan Kampung Suka Tani, desa Tugu Utara, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor. Kelompok tani Suka Tani memiliki anggota sebanyak 20 orang dengan seorang ketua yang bernama bapak Ujang Yahya. Usahatani brokoli di Suka Tani baru dimulai dari tahun 2009. Pada kelompok tani ini, baru terdapat delapan orang petani dalam menjalankan usahatani brokoli. Adapun total luas lahan petani brokoli pada kelompok tani ini seluas 27,6 Ha (Lampiran 1). Masa tanam jenis sayuran ini adalah selama 2,5 bulan dari tahap penyemaian sampai masa panen. Kelompok tani Suka Tani telah mampu menjalankan usahatani brokoli dengan memperoleh hasil panen yang besarnya sama dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 . Hasil panen rata-rata petani dapat mencapai 5,93 ton brokoli per tahun. Dengan demikian total hasil panen yang didapatkan oleh delapan anggota kelompok tani tersebut adalah sebesar 160,70 ton per tahun pada total luas panen sebesar 27,6 Ha.

Data pada Tabel 3. dapat menunjukkan bahwa hasil produksi brokoli di Kecamatan Cisarua sebagian besar diperoleh dari kelompok tani Suka Tani. Pada tahun 2009, kelompok tani ini mampu memperoleh tingkat produksi sebesar 59,52 persen dari total produksi brokoli yang ada di wilayah Cisarua, dan pada tahun 2010 mampu memperoleh tingkat produksi sebesar 54,11 persen dari total produksi di wilayah Cisarua tersebut. Proporsi produksi yang besar pada kelompok tani ini seharusnya membuat kelompok tani tersebut mampu memasarkan brokoli dengan lebih baik. Akan tetapi kelompok tani ini harus mampu menciptakan aktivitas tataniaga yang baik untuk menjaga kestabilan produksinya. Tingkat produksi yang tinggi dapat menjadi salah satu kekuatan bagi kelompok tani ini untuk memasarkan produk brokoli yang dihasilkannya. Oleh karena itu, cukup menarik untuk melakukan suatu penelitian pada kelompok tani ini.


(9)

9 Kelompok tani Suka Tani sebenarnya mampu memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen. Akan tetapi terdapat beberapa kendala yang membuat kelompok tani ini tidak dapat memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen sehingga membuat kelompok tani ini harus berhubungan dengan pedagang yang dapat membantu menyalurkan produk tersebut. Kendala yang dihadapi oleh kelompok tani tersebut adalah produk yang dijual sifatnya mudah rusak (bulky) dan cepat busuk (perishable). Kendala lain yang dihadapi adalah jarak lokasi pemasaran dari areal usahatani yang dimiliki oleh kelompok tani, sehingga memerlukan penanganan, mulai dari penyimpanan, pengangkutan dan bongkar muat. Hal tersebut dapat mengakibatkan biaya yang dikeluarkan oleh kelompok tani tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperolehnya. Dalam memasarkan brokoli, petani belum dapat menentukan harga jual. Dengan demikian penentuan harga seringkali dilakukan oleh pihak pedagang, sehingga status petani hanya sebagai penerima harga saja (price taker). Hal inilah yang mengakibatkan petani cenderung tergantung pada pihak pedagang. Pada Tabel 5. dapat dilihat bahwa harga rata-rata per bulan yang diterima oleh petani dari bulan Oktober tahun 2010 sampai pada bulan Juni tahun 2011 berfluktuasi.

Tabel 5. Harga Rata-rata Brokoli di Tingkat Petani

Tahun Bulan Harga per kg (Rp)

2010 Oktober 4.500

2010 November 3.000

2010 Desember 5.000

2011 Januari -

2011 Februari -

2011 Maret 4.000

2011 April -

2011 Mei -

2011 Juni 4.000

Keterangan : - : petani tidak melakukan penanaman brokoli Sumber : Ketua Kelompok Tani Suka Tani (2011)


(10)

10 Pada Tabel 5. dapat terlihat bahwa petani memperoleh harga rata-rata yang fluktuatif dari mulai bulan Oktober 2010 sampai pada bulan Juni 2011. Petani memperoleh harga rata-rata tertinggi pada bulan Desember tahun 2010 sebesar Rp 5.000,- per kg dan harga rata-rata terendah diperoleh pada bulan November 2010, yaitu sebesar Rp 3.000,- per kg. Dalam hal ini, penulis juga melakukan suatu kegiatan peninjauan harga jual di tingkat pedagang pengecer di pasar Bogor, yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Harga Rata-rata Brokoli di Tingkat Pedagang Pengecer di Pasar Bogor

Tahun Bulan Harga per kg

2010 Oktober 11.000

2010 November 12.000

2010 Desember 12.000

2011 Januari 15.000

2011 Februari 9.000

2011 Maret 9.000

2011 April 8.000

2011 Mei 8.000

2011 Juni 12.000

Sumber : Pedagang Pengecer di Pasar Bogor (2011)

Pada Tabel 6. dapat diketahui bahwa harga yang terbentuk di tingkat pedagang pengecer berfluktuasi. Pedagang pengecer memperoleh harga rata-rata tertinggi pada bulan Januari tahun 2011, yaitu sebesar Rp 15.000,- per kg dan harga rata-rata terendah diperoleh pada bulan April dan Mei tahun 2011 yaitu sebesar Rp 8.000,- per kg. Jika dilakukan pengamatan pada Tabel 5. dan Tabel 6., dapat disimpulkan bahwa telah terbentuk suatu marjin pemasaran yang relatif besar diantara petani sampai ke pedagang pengecer. Dalam hal ini petani mendapatkan bagian yang relatif paling sedikit dari total penerimaan pemasaran brokoli tersebut. Dengan memperhatikan fakta-fakta tersebut, penulis memiliki suatu ketertarikan dalam melakukan penelitian tentang sistem tataniaga brokoli pada kelompok tani ini.

Sistem tataniaga brokoli berkaitan dengan peran lembaga tataniaga dalam menyampaikan brokoli dari tangan produsen ke tangan konsumen. Oleh karena itu, hal ini memiliki keterkaitan pada perbedaan lokasi dan kegiatan lembaga tataniaga yang mengakibatkan penyebaran harga dan keuntungan antar lembaga tataniaga menjadi tidak merata. Adanya lembaga tataniaga akan menyebabkan harga brokoli berubah setelah sampai di konsumen, di mana yang menjadi


(11)

11 penyebab hal tersebut adalah setiap lembaga tataniaga berusaha melakukan fungsi tataniaga yang menambah nilai guna (utilitas) dari brokoli tersebut sehingga memperbesar biaya tataniaga. Besarnya biaya tataniaga biasanya dibebankan kepada pihak produsen dan konsumen dengan cara meningkatkan harga konsumen atau menekan harga produsen.

Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat suatu perumusan masalah yang terwujud dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem tataniaga yang dilakukan oleh kelompok tani Suka Tani, di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua – Puncak, Kabupaten Bogor ?

2. Apakah sistem tataniaga yang berlangsung sudah efisien ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sistem tataniaga brokoli yang dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Anggota kelompok tani dan lembaga tataniaga terkait dalam membantu menambah informasi dan masukan dalam hal pengambilan keputusan pemasaran produk secara umum dan pemasaran brokoli secara khusus. 2. Masyarakat secara umum untuk dapat menambah pengetahuan dalam

menjalankan bisnis untuk komoditas brokoli.

3. Pembaca, dalam menambah informasi, literatur, dan bahan tambahan untuk keperluan penelitian selanjutnya.


(12)

12 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penulis melakukan batasan dalam melakukan kegiatan penelitian, yang mencakup :

1. Produk yang dikaji adalah komoditas brokoli yang merupakan salah satu komoditas unggulan yang dihasilkan oleh kelompok tani Suka Tani.

2. Penelitian hanya terfokus tentang sistem tataniaga sayur brokoli pada kelompok tani Suka Tani.

3. Penelitian berlangsung pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2011. 4. Penelitian dilakukan pada kelompok tani Suka Tani yang terletak di jalan

Kampung Suka Tani, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.


(13)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Brokoli (Brassicae oleraceae L)

Brokoli (Brassicae oleraceae L) adalah tanaman sayuran yang termasuk dalam suku kubis-kubisan (Brassicaceae). Brokoli diperkirakan didomestikasi di wilayah Mediterania dan mungkin di sekitar Siprus atau Crete. Ada tiga tipe brokoli yang ditanam, yaitu tipe umur genjah, tipe umur sedang, dan tipe umur dalam. Bagian tanaman yang dapat dimakan adalah perbungaan yang terdiri atas bunga muda yang telah terdiferensiasi sempurna dan bagian atas batang yang lembut. Berikut taksonomi dari brokoli :

Kelas : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermathophyta (tumbuhan berbiji) atau Embryophyta Siphonogomo

Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup) Ordo : Brassicalaes (Rhoedales) Famili : Brassicaceae (Cruciferae) Genus : Brassisca

Species : OleraceaeL

Kisaran temperatur optimum untuk pertumbuhan dan produksi brokoli adalah 15,5-18,00C. Brokoli merupakan tanaman yang sangat peka terhadap temperatur, terutama pada periode pembentukan bunga. Keadaan tanah untuk lahan penanaman brokoli harus subur, gembur, kaya bahan organik, dan tidak mudah tergenang air, kisaran pH tanah pada kisaran 5,5-6,5 dan harus memiliki pengairan yang cukup. Beberapa manfaat brokoli bagi kesehatan tubuh diantaranya :

1. Memperkecil resiko terjadinya kanker kerongkongan, perut, usus besar, paru,

larynx, parynx, prostat, mulut, dan payudara.

2. Membantu menurunkan resiko gangguan jantung dan stroke. 3. Mengurangi resiko terkena katarak.

4. Membantu melawan anemia.

5. Mengurangi resiko terkena spina bifida (salah satu jenis gangguan kelainan tulang belakang).


(14)

14 Komposisi nutrisi yang terkandung dalam 100 gram brokoli dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Nutrisi per 100 gram Brokoli

Nutrisi Jumlah Mineral Jumlah Asam Amino Jumlah Air 90,69 g Kalsium

(Ca) 48 mg Tryptophan 0,029 g

Energi 28

Kcal Besi (Fe)

0,88

mg Threonine 0,091 g

Energi 117 kj Magnesium

(Mg) 25 mg Isoleucine 0,109 g

Protein 2,98 g Phospor (P) 66 mg Leucine 0,131 g Total lemak 0,35 g Potassium

(K) 325 mg Lysine 0,141 g

Karbohidrat 5,24 g Sodium

(Na) 7 mg Methionine 0,034 g

Serat 3 g Seng (Zn) 0,4 mg Cystine 0,02 g Ampas 0,92 g Tembaga

(Cu)

0,045

mg Phenylalanine 0,084 g Vitamin Jumlah Mangan

(Mn)

0,229

mg Tyrosine 0,063 g

Vitamin C 93,2 mg Selenium

(Se) 3 mcg Valine 0,128 g

Thiamin 0,065

mg Lemak Jumlah Arginine 0,145 g

Riboflavin 0,119 mg

Asam Lemak

Jenuh

0,054 g Histidine 0,05 g

Niacin 0,638 mg

Asam Lemak Tak

Jenuh

0,191 g Alanine 0,118 g Asam

Pantothenic

0,535

mg Kolesterol 0 mg Aspartic acid 0,213 g Vitamin

B-6

0,159

mg Glutamic acid 0,375 g

Folat 71 mcg Glycine 0,095 g

Vitamin A 1542 UI Proline 0,114 g

Vitamin E 1,66

mg Serine 0,1 g

Sumber : Rubatzky dan Yamaguchi (1997)

Tipe brokoli yang penting meliputi tunas ungu (tipe bercabang lewat musim dingin), tanjung bunga ungu (tanaman dua musim berkepala tunggal, lewat musim dingin), sisilia ungu (tanaman setahun berkepala tunggal berwarna ungu


(15)

15 pucat, kadang-kadang dikenal sebagai kubis bunga ungu), tunas putih (tanaman dua tahunan bercabang, lewat musim dingin), dan calabrase (tunas hijau, sebagian besar berkepala tunggal dengan bentuk setahun dan dua tahunan). Tipe

calabrase adalah yang paling banyak ditanam, dengan banyak hibrida yang sangat baik yang menggantikan kultivar menyerbuk terbuka. Sifat yang penting meliputi kepadatan dan bentuk kepala, tingkat percabangan, ukuran individu tunas bunga, panjang batang, jumlah dan panjang ruas, dan perkembangan bunga aksilar/samping.

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada waktu sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian tentang tataniaga suatu produk. Masing-masing peneliti melakukan penelitian pada produk yang berbeda-beda.

Ariyanto (2008) meneliti tentang tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas sayuran bayam, menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, dan menganalisis efisisensi saluran tataniaga bayam berdasarkan marjintataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat.

Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terdiri dari tiga buah saluran tataniaga yaitu ; saluran tataniaga satu : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer - konsumen ; saluran tataniaga dua : petani - pedagang pengecer – konsumen ; saluran tataniaga tiga : petani - konsumen.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan, fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan, pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi petani bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar.


(16)

16 Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul adalah oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembeli dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker.

Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian sayuran bayam dan kemudian menjualnya kepada pedagang pengecer. Secara umum sistem pembayaran antar lembaga tataniaga dan petani dilakukan secara tunai dan harga produk ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Kerjasama antara petani dan pedagang pengumpul terjalin dengan baik melalui kegiatan jual beli produk sayuran bayam. Hal yang sama juga terjadi diantara pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.

Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga petani yang paling efisien, karena hasil produksi sayuran bayam langsung dibawa ke pasar dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk ikat dan petani bertindak sebagai pedagang pengecer. Petani memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 368,- per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga yang terbesar (farmer’s share) diterima oleh petani berprofesi sebagai pedagang pengecer dan produk yang dijual sedikit sehingga keuntungan secara total yang diperoleh tidak begitu besar dan hanya sebagian kecil dari jumlah petani yang melakukan kegiatan tataniaga.

Hasniah (2005), meneliti tentang analisis sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang


(17)

17 dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga pepaya sayur di Desa Sukamaju, menganalisis struktur dan perilaku pasar yang dihadapi oleh pepaya sayur produksi Desa Sukamaju, dan menganalisis efisiensi tataniaga pepaya sayur Desa Sukamaju dilihat dari segi operasional dan harga. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis kualititatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjintataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

Salah satu hasil analisis yang didapatkan adalah pola saluran tataniaga. Pola saluran tataniaga tersebut adalah sebagai berikut: saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga saluran satu (petani-pedagang pengumpul-pedagang grosir-pedagang pengecer-konsumen), saluran tataniaga dua (petani-grosir-pedagang pengumpul- pedagang pengecer-konsumen), dan saluran tataniaga tiga (petani-pedagang pengecer-konsumen). Saluran tataniaga satu merupakan tataniaga pepaya sayur terpanjang dan digunakan oleh 6,04 persen dari total petani responden. Sedangkan saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang digunakan oleh 35,17 persen dari total petani responden. Saluran tataniaga tiga dipergunakan oleh 58,79 persen petani responden. Pada saluran tiga, petani langsung menjual produknya ke pedagang pengecer di pasar.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani pepaya sayur yaitu fungsi pertukaran berupa kegiatan penjualan kepada pedagang perantara. Fungsi fisik dilakukan petani yang menjual produk pertaniannya langsung ke pasar yaitu kegiatan pengemasan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang grosir berupa kegiatan pengemasan. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang grosir berupa penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar.

Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Selain itu produk petani bersifat homogen. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tataniaga sangat lemah. Petani bertindak sebagai

price taker. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul adalah oligopsoni. Hal ini terlihat melalui adanya hambatan bagi pedagang dari daerah lain untuk


(18)

18 keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk bersifat homogen, harga berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Selain itu pedagang pengecer dapat dengan bebas keluar masuk pasar. Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian pepaya sayur dari petani dan menjual kepada pedagang grosir dan pedagang pengecer. Sistem penentuan harga di setiap tingkat lembaga tataniaga berdasarkan mekanisme pasar. Sedangkan sistem pembayaran di setiap lembaga tataniaga dilakukan secara tunai.

Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil, yaitu sebesar Rp 400,- per kg. Farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 60 persen. Namun rasio keuntungan dan biaya tataniaga pepaya sayur tertinggi terdapat pada saluran dua yaitu sebesar 1,24. Efisiensi tataniaga pepaya sayur tercapai jika saluran tataniaga yang digunakan adalah saluran tataniaga tiga. Selain itu saluran tataniaga tiga juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani.

Faisal (2010), meneliti tentang analisis tataniaga sapi potong di PT. Kariyana Gita Utama (PT. KGU) di Cicurug, Sukabumi. Tujuan penelitian yang dilakukan di antaranya mengidentifikasi dan menganalisis pola saluran tataniaga sapi potong di PT. KGU, mengidentifikasi dan meganalisis lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong di PT. KGU, menganalisis marjin tataniaga, producer’s share, rasio keuntungan dan biaya tataniaga sapi potong di PT. KGU, dan mengidentifikasi dan menganalisis struktur pasar tataniaga sapi potong di PT. KGU. Pengolahan data digunakan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif menjabarkan secara deskriptif tentang gambaran umum dan kondisi perusahaan, menganalisis saluran tataniaga dan fungsi tataniaga serta struktur dan perilaku pasar. Sedangkan data kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga,

producer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

Hasil yang diperoleh bahwa di PT. KGU terdapat empat lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul, pedagang pemotong, pedagang pengecer, dan rumah potong hewan (RPH). Fungsi tataniaga yang dilakukan adalah fungsi pertukaran,


(19)

19 fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Lembaga-lembaga tataniaga tidak melakukan seluruh fungsi tataniaga tersebut. Masing-masing lembaga tataniaga hanya melakukan fungsi tataniaga yang dibutuhkannya untuk memperlancar aktivitas tataniaga untuk memperlancar aktivitas tataniaga yang dilakukannya. Di PT. KGU terdapat enam saluran tataniaga, yaitu : (1) PT. KGU - pedagang pengumpul - pedagang pemotong - konsumen, (2) PT. KGU - pedagang pengumpul - pedagang pemotong - pedagang pengecer - konsumen, (3) PT. KGU - pedagang pemotong - konsumen, (4) PT. KGU - pedagang pemotong - pedagang pengecer – konsumen, (5) PT. KGU – pedagang pengumpul – konsumen, (6) PT. KGU – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen.

Saluran dua merupakan jalur distribusi sapi potong terbesar diantara saluran lain yaitu sebesar 39,7 persen. Saluran tataniaga sapi potong di PT. KGU yang paling efisien adalah pada saluran tiga, berdasarkan nilai marjin tataniaga terendah (23,55 persen) dan memberikan nilai producer’s share terendah (73,53 persen). Struktur pasar yang dihadapi hampir seluruh lembaga tataniaga sapi potong di PT. KGU cenderung bersifat oligopoli. Hal ini dilihat dari kemampuan lembaga tataniaga dalam menentukan harga, produk yang diperdagangkan bersifat homogen, dan hambatan keluar masuk pasar yang cukup tinggi.

Purba (2010) meneliti tentang analisis tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar, dan menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Metode pengolahan data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut : terdapat lima lembaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, yaitu petani selaku produsen ubi jalar, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi yang berbeda-beda, yaitu


(20)

20 saluran tataniaga satu (petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – konsumen/pabrik keripik) ; saluran tataniaga dua (petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen) ; saluran tataniaga tiga (petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – konsumen). Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga tataniaga berbeda, di mana petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli.

Saluran tataniaga satu merupakan saluran yang relatif lebih efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325,- per kg dan persentase

farmer’s share terbesar yaitu 74,51 persen. Sementara saluran tataniaga yang relatif kurang efisien adalah saluran tataniaga kedua karena memiliki marjin tataniaga terbesar yaitu sebesar Rp 1.550,- per kg dan persentase farmer’s share

terkecil yaitu sebesar 38 persen. Purba memberi kesimpulan agar petani ubi jalar yang terdapat di desa Malang membentuk kelompok tani agar dapat menjual hasil panennya secara bersama-sama dan mencari alternatif tujuan penjualan sehingga meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani. Manfaat lainnya adalah untuk dapat menghasilkan produk-produk turunan seperti tepung, saos, keripik, untuk dapat memberi nilai tambah (added value) yang dapat menambah penghasilan petani di desa tersebut.


(21)

21 Tabel 8. Penelitian Terdahulu tentang Tataniaga

Nama Peneliti

Judul Tujuan Alat Analisis

Ariyanto (2008) Analisis Tataniaga Sayuran Bayam

1. Menganalisis saluran tataniaga

dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas sayuran bayam.

2. Menganalisis struktur dan

perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat

3. Menganalisis efisisensi saluran

tataniaga bayam berdasarkan

marjin tataniaga, farmer’s

share, rasio keuntungan biaya

1. Marjin tataniaga

2. Farmer’s share

3. Rasio keuntungan dan

biaya Hasniah (2005) Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Pepaya Sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

1. Menganalisis saluran tataniaga

dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga pepaya sayur di desa Sukamaju.

2. Menganalisis struktur dan

perilaku pasar yang dihadapi oleh pepaya sayur produksi desa Sukamaju.

3. Menganalisis efisiensi tataniaga

pepaya sayur desa Sukamaju dilihat dari segi operasional dan harga.

1. Marjin tataniaga

2. Farmer’s share

3. Rasio keuntungan dan

biaya

Faisal (2010)

Analisis Tataniaga Sapi Potong di PT. Kariyana Gita Utama (PT. KGU) di Cicurug

Sukabumi

1. Mengidentifikasi dan

menganalisis pola saluran tataniaga sapi potong di PT. KGU.

2. Mengidentifikasi dan

meganalisis lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong di PT. KGU.

3. Menganalisis marjin tataniaga,

producer share, rasio keuntungan dan biaya tataniaga sapi potong di PT.KGU.

Mengidentifikasi dan menganalisis struktur pasar

tataniaga sapi potong di PT KGU.

1. Marjin tataniaga

2. Farmer’s Share

3. Rasio keuntungan dan

biaya Purba (2010) Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus : Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat )

1. Menganalisis lembaga dan

fungsi tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar ubi jalar di desa Gunung Malang, kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor.

2. Menganalisis efisiensi tataniaga

ubi jalar di desa Gunung Malang, kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor.

1. Marjin tataniaga

2. Producer’s Share

3. Rasio keuntungan


(22)

22 2.3 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Persamaan dari penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan penelitian terdahulu terletak pada topik penelitian yaitu tentang sistem tataniaga suatu produk. Adapun perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada komoditi yang dipilih yaitu brokoli yang menjadi komoditas usaha tani kelompok tani Suka Taniyang terletak di Kampung Suka Tani Rt 06/04, desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua – Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2011.

Metode pengolahan dan analisis data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio dan keuntungan dan biaya. Pemilihan responden petani brokoli dilakukan dengan menggunakan teknik snowballing sampling. Responden pertama untuk petani brokoli pada kelompok tani ini adalah ketua dari kelompok tani tersebut, yang ditentukan secara sengaja (purpossive). Penentuan sampel lembaga-lembaga pemasaran selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode


(23)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Tataniaga Pertanian

Menurut Limbong dan Sitorus (1985), tataniaga pertanian adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Kegiatan pemasaran dapat dikatakan efisien apabila telah tercipta keadaan di mana pihak produsen, lembaga pemasaran, dan konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas pemasaran tersebut.

3.1.2 Fungsi Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1985), fungsi tataniaga terdiri atas tiga fungsi yaitu : (1) fungsi pertukaran, (2) fungsi fisik, dan (3) fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran adalah kegiatan untuk memperlancar perpindahan milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi penjualan merupakan kegiatan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat untuk melakukan penjualan barang sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dilihat dari jumlah, mutu bentuk, dan mutunya. Fungsi pembelian merupakan kegiatan untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli yang sesuai dengan kebutuhan untuk dikonsumsi langsung atau untuk kebutuhan produksi. Kegiatan utama pada fungsi pembelian adalah menentukan jenis, jumlah, kualitas, tempat pembelian serta cara pembelian barang jasa yang akan dibeli.

Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi fungsi penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama


(24)

24 belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah pemasaran atau menunggu sebelum diolah. Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah, dan mutunya. Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang tersebut maupun dalam rangka meningkatkan nilainya.

Fungsi fasilitas merupakan semua tindakan yang memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi : (1) Fungsi standarisasi dan grading, (2) fungsi penanggungan resiko, (3) fungsi pembiayaan, dan (4) fungsi informasi pasar. Pada fungsi standarisasi dan grading, standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, susunan kimia, ukuran bentuk, kekuatan atau ketahanan, kadar air, tingkat kematangan, rasa, dan kriteria-kriteria lainnya. Sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian menurut suatu standarisasi yang diinginkan sehingga kelompok-kelompok barang yang terkumpul sudah menurut satu ukuran standar, masing-masing dengan nama dan etiket tertentu. Fungsi penanggungan resiko merupakan kegiatan penanggungan resiko yang mungkin terjadi pada saat proses pemasaran berlangsung. Resiko yang mungkin terjadi diantaranya : kerusakan, kehilangan, kebakaran, penurunan harga, dan lain-lain. Penanggungan resiko ini dapat ditanggung para produsen maupun lembaga pemasaran sendiri, tetapi dapat juga dialihkan kepada lembaga lain yaitu lembaga asuransi. Fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses pemasaran dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut. Pada fungsi informasi pasar, terdapat kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut.


(25)

25 3.1.3 Lembaga Tataniaga

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Badan perantara dibutuhkan keberadaannya untuk menggerakkan barang dan jasa dari titik produksi ke titik konsumsi, karena jarak antara produsen dan konsumen seringkali berjauhan.

Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa lembaga pemasaran dapat digolongkan pada :

1. Lembaga tataniaga menurut fungsi yang dilakukan : • Lembaga fisik tataniaga, seperti badan pengangkut.

• Lembaga perantara tataniaga, seperti pedagang pengecer dan grosir. • Lembaga fasilitas tataniaga, seperti bank desa, kredit desa, dan KUD. 2. Lembaga tataniaga menurut penguasaan terhadap barang

• Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, seperti agen, perantara, dan broker.

• Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir/importir.

• Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, seperti pengangkutan, pergudangan, asuransi, dan lain-lain.

3.1.4 Saluran Tataniaga

Komoditi pertanian pada umumnya mempunyai sifat-sifat mudah rusak (perishable), mudah busuk, dan mempunyai bobot dan volume yang besar (bulky). Berdasarkan sifat-sifat komoditi tersebut, sistem penyalurannya harus mempunyai sifat mampu memberikan perlindungan dan keamanan bagi barang tersebut.

Menurut Limbong dan Sitorus (1985), saluran tataniaga dapat diartikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen.

Saluran tataniaga dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran. Panjangnya suatu saluran tataniaga akan ditentukan oleh


(26)

26 banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Pada Gambar 1. dapat ditunjukkan beberapa saluran pemasaran yang panjangnya berbeda-beda.

Saluran nol tingkat

Saluran satu tingkat

Saluran dua tingkat

Saluran tiga tingkat

Gambar 1. Contoh Saluran Tataniaga dengan Beberapa Tingkat Sumber : Limbong dan Sitorus (1985)

Saluran nol tingkat (zero level channel) atau dinamakan juga sebagai saluran tataniaga langsung, adalah saluran yang di mana produsen dan atau pabrikan secara langsung menjual produknya kepada konsumen. Tiga cara utama dalam penjualan langsung adalah door to door, mail, order, dan toko milik pabrikan sendiri.

Saluran satu tingkat (one level channel), adalah saluran yang menggunakan perantara. Dalam pasar konsumsi perantara ini adalah pengecer, dalam pasar industrial perantara tersebut adalah agen penjualan atau pialang.

Saluran dua tingkat (two level channel) mencakup dua perantara. Dalam pasar konsumsi perantara ini adalah grosir dan pengecer, sedangkan dalam pasar industrial perantara tersebut adalah distributor dan dealer industrial.

Pada saluran tingkat tiga (three level channel) terdapat tiga perantara. Dalam hal ini selain grosir dan pengecer terdapat pemborong (jobber). Pemborong tersebut membeli barang dari pedagang grosir dan menjualnya ke pedagang pengecer kecil, yang umumnya tidak dapat dilayani oleh pedagang grosir.

Produsen Konsumen

Produsen Pengecer Konsumen

Produsen Pengecer Konsumen

Produsen Pengecer Konsumen

Grosir


(27)

27 Pola saluran pemasaran yang terdapat pada Gambar 1. pada umumnya ditemui untuk barang industri dan barang atau komoditi pertanian. Penyaluran komoditi-komoditi pertanian biasanya dimulai dengan petani-petani yang menjual hasil-hasil pertaniannya kepada pedagang pengumpul di tingkat pedesaan, kemudian disalurkan ke grosir dan pengecer.

3.1.5 Fungsi Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga menjalankan pekerjaan memindahkan barang dari produsen sampai pada konsumen. Saluran tataniaga membantu dalam mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari mereka yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut. Beberapa fungsi pokok saluran tataniaga diantaranya :

a. Riset, yaitu pengumpulan informasi yang diperlukan untuk perencanaan dan memudahkan pemasaran akan pertukaran.

b. Promosi, yaitu pengembangan dan penyebaran komunikasi yang persuasif mengenai tawaran.

c. Hubungan, yaitu pencarian dan berkomunikasi dengan calon pembeli.

d. Pemadanan, yaitu pembentukan dan penyesuaian tawaran dengan kebutuhan pembeli, yang berhubungan dengan kegiatan pengolahan, grading, perakitan dan pengemasan.

e. Perundingan, yaitu usaha untuk mencapai persetujuan akhir atas harga dan ketentuan lainnya mengenai tawaran agar pengalihan pemilikan dapat terjadi. f. Distribusi fisik, yang meliputi pengangkutan dan penyimpanan barang.

g. Pembiayaan, yaitu perolehan dan penyebaran dana untuk menutupi biaya pekerjaan saluran pemasaran.

h. Pengambilan resiko, yaitu menerima adanya resiko dalam hubungan dengan pelaksanaan pekerjaan saluran pemasaran.

3.1.6 Pendekatan Structure-Conduct-Perfromance (S-C-P)

Menurut Gonarsyah (1996/1997), untuk menganalisis sistem pemasaran dikenal dua pendekatan yang ekstrim yaitu:

1. Pendekatan Structure-Conduct-Performance (S-C-P) 2. Pendekatan Chicago School


(28)

28 Pendekatan S-C-P timbul dengan didasarkan pada kajian empiris, sedangkan pendekatan Chicago School umumnya bersifat agregasi, lebih bersifat kuantitatif, lebih menekankan price determination, lebih mudah melihat pengaruh pemerintahan dalam penentuan harga. Sedangkan pendekatan S-C-P lebih menekankan pada aspek deskriptif, bersifat kasus-kasus, pembahasan aspek kelembagaan secara detail dan lebih menekankan price discovery serta menjelaskan tindakan perusahaan yang melakukan market power.

Menurut Philips dalam Asmarantaka (2009), studi-studi dalam pemasaran menggunakan beberapa pendekatan dimana tipe-tipe perbedaan dari pasar digolongkan dalam kelompok market structure. Praktik-praktik bisnis dikelompokkan dalam market conduct, sedangkan pengaruh-pengaruh terhadap harga dan output, dan sebagainya digolongkan dalam market performance.

Philips mengajukan konsep yang bersifat dinamis, keterkaitan hubungan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan endogenous diantara variabel-variabel S-C-P serta memperhitungkan waktu. Pendekatannya menunjukkan bahwa structure (S), conduct (C), dan performance (P) dalam suatu waktu berada pada sistem dimana S dan C adalah faktor penentu dari P; dilain waktu S dan C ditentukan oleh P. Hal ini menunjukkan suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan.

1. Struktur Pasar (Market Structure)

Menurut Asmarantaka (2009), struktur pasar (market structure) merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dengan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Mc Kie dalam Asmarantaka (2009), mengemukakan bahwa beberapa ukuran untuk melihat market structure antara lain:

a. Market concentration (konsentrasi pasar); market concentration diukur berdasarkan persentase dari penjual/asset/pangsa pasar.

b. Exit-entry (kebebasan keluar masuk calon penjual); perusahaan yang besar mempunyai kelebihan dalam melakukan tindakan price control, dalam rangka mempertahankan konsentrasinya didalam pasar.


(29)

29 c. Product differentiation (diferensiasi produk); pada perusahaan yang

mempunyai konsentrasi pasar yang tinggi mempunyai kelebihan untuk menentukan product differentiation dalam rangka usaha meningkatkan keuntungannya. Usaha ini dilakukan dengan jalan mengubah kurva permintaan yang elastik menjadi tidak elastik. Artinya dengan sejumlah produk tertentu dia akan menerima harga yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain berusaha agar konsumen lebih loyal terhadap produk perusahaan tersebut.

Hammond dan Dahl (1977), mengemukakan lima (5) jenis struktur pasar pangan dan serat dengan berbagai karakteristiknya, secara terinci dapat dilihat pada Tabel 9. di bawah.

Tabel 9. Lima Jenis Pasar Sistem Pangan dan Serat

Karakteristik Struktural Struktural Pasar dari Sisi

Jumlah Perusahaan Sifat Produk Penjual Pembeli

Banyak Standarisasi Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna

Banyak Diferensiasi Persaingan

Monopolistik

Persaingan Monopsonistic

Sedikit Standarisasi Oligopoli Murni Oligopsoni Murni

Sedikit Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi Oligopsoni

diferensiasi

Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Hammond dan Dahl (1977)

Usaha product differentiation dilakukan dengan meningkatkan product differentiation sehingga banyak kelompok masyarakat yang menyenangi produk perusahaan tersebut. Usaha ini efektif pada barang dimana konsumen tidak punya keahlian untuk mengevaluasi barang tersebut. Selain itu tepat sekali untuk barang-barang yang jarang dibeli konsumen dan barang-barang-barang-barang yang secara teknis tidak sederhana namun dapat memenuhi berbagai kebutuhan personal baik secara fisik maupun kejiwaan. Usaha product differentiation dilakukan dengan cara:

1. Advertising: promosi-promosi sehingga menggugah konsumen untuk membeli.

2. Packaging: usaha pengemasan yang membuat konsumen berminat untuk membeli dikarenaka bentuk kemasannya yang menarik.

3. Perubahan bentuk produk itu sendiri. Kadangkala dengan mengubah bentuk sedikit saja yang disertai dengan modifikasi tertentu, membuat konsumen lebih tertarik untuk membeli.


(30)

30 Azzaino (1981) mengungkapkan perbedaan ekstrim antara pasar persaingan murni (atomistik) dengan struktur pasar bersaing tidak sempurna (monopsonistik/oligopolistik) seperti pada Tabel 10.

Tabel 10. Sifat-sifat Utama Bentuk Pasar Bersaing Murni (Atomistik) dan Oligopolistik dikembangkan dengan Sistem Tataniaga

Kriteria Atomistik Oligopolistik

1. Jumlah tataniaga Sangat banyak Sedikit sekali 2. Bersekongkol

dalam menetukan harga (Collusive Pricing)

Tidak mungkin Pada umumnya dilakukan

secara terselubung

3. Hambatan masuk

pasar (Entry

barriers)

a. Modal dasar Hanya sedikit yang diperlukan

Dibutuhkan modal yang sangat besar

b. Waktu yang

diperlukan

Tidak begitu lama Diperlukan waktu yang

cukup c. Pola

perdagangan

Tidak bisa dibedakan Sudah maju (well

developed) 4. Pengetahuan

terhadap permintaan

Tidak sempurna Hubungan antara harga

input-output sudah diketahui

5. Penyesuaian terhadap permintaan

Sticky”, non adjusted Kegiatan pembelian dan penjualan terkontrol sehingga mudah disesuaikan

6. Mengurangi pengangguran

Sistem tataniaga dalam

bentuk atomistik merupakan dasar untuk

mengurangi penganggur

Hanya sedikit tenaga kerja dan lembaga tataniaga yang dapat masuk dalam struktur pasar oligopolistik

7. Marjin tataniaga Rendah pada setiap

tingkat lembaga tataniaga

Tinggi pada setiap tingkat lembaga tataniaga

Sumber : Azzaino (1981)

2. Perilaku Pasar (Market Conduct)

Menurut Asmarantaka (2009), market conduct atau perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya masing-masing. Ada tiga (3) cara mengenal perilaku, yakni:

a. Penentuan harga dan setting level of output; penentuan harga adalah menetapkan harga dimana harga tersebut tidak berpengaruh terhadap


(31)

31 perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga (price leadership).

b. Product promotion policy; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan. c. Predatory and exclusivenary tactics; strategi ini bersifat illegal karena

bertujuan mendorong perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini antara lain menetapkan harga dibawah biaya marjinal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Cara lain adalah berusaha menguasai bahan baku (integrasi vertikal ke belakang) sehingga perusahaan pesaing tidak dapat berproduksi dengan menggunakan bahan baku yang sama secara persaingan sehat.

3. Keragaan Pasar (Market Performance)

Menurut Asmarantaka (2009), market performance atau keragaan pasar dapat diukur dengan beberapa ukuran. Secara khusus ukuran tersebut diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Pricing efficiency, ukurannya adalah seberapa jauh harga mendekati biaya total. Dapat dilakukan melalui beroperasi pada produksi yang efisien atau efisiensi output.

b. Cost efficiency or productive efficiency, ukuran yang digunakan dapat dalam jangka pendek yaitu efisiensi pada fungsi produksi dan efisiensi alokasi sumber daya. Sedangkan ukuran dalam jangka panjang adalah excess capacity dan optimal size.

c. Sales promotion cost, ukurannya dapat dilihat dari volume penjualan.

d. Technical progressive (dynamic product efficiency); pengukuran ini dapat dilihat dari seberapa jauh menurunnya Long-run Average Total Cost.

e. Rate of Product Development atau inovasi; pengukurannya bagaimana dapat memproduksi (how to produce) dengan kualitas, efisiensi dan higienitas sehingga dihasilkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif.

f. Exchange efficiency; meliputi efisiensi biaya dalam penentuan harga dan transportasi.

g. Market externality; bagaimana dapat meminimalkan market externalities


(32)

32 h. Conservation, berkaitan dengan isu-isu antara lain ekolabeling dan

greenpeace.

i. Price flexibility, dalam kaitan bagaimana penyesuaian atau perubahan harga dengan adanya perubahan biaya.

Pada pendekatan S-C-P, dikenal lima (5) pendekatan dalam analisis pemasaran yaitu Pendekatan Fungsi (Functional Approach), Kelembagaan (Institutional Approach), Pendekatan Komoditas, Pendekatan Sistem (System Approach), dan Pendekatan Permintaan-Penawaran (Purcell, 1977; Gonarsyah, 1996/1997; Kohls dan Uhl, 1990 dan 2002). Secara lebih rinci, kelima pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pendekatan Fungsi terdiri dari tiga (3) kelompok utama yaitu:

• Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian atau pengumpulan dan fungsi penjualan.

• Fungsi fisik tediri dari fungsi penyimpanan (gudang), pengangkutan, dan fungsi pengolahan.

• Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko, dan intelijen pemasaran.

Kegunaan Functional Approach:

• Mempertimbangkan bagaimana pekerjaan harus dilakukan

• Analisis fungsional dari berbagai pedagang perantara membantu mengevaluasi biaya pemasaran, misalnya biaya pemasaran di tingkat pengecer lebih besar daripada di tingkat pedagang besar (grosir). • Membantu mengerti perbedaan-perbedaan biaya pemasaran berbagai

variasi komoditas, karena adanya perbedaan-perbedaan perlakuan. b. Pendekatan Institusi atau Kelembagaan Pemasaran

Pendekatan ini mempertimbangkan sifat dan karakter dari pedagang perantara (middleman), hubungan agen dan susunan/perlengkapan organisasi. Middleman adalah perantara individu-individu atau yang mengkonsentrasikan spesialisasi bisnis dalam pelaksanaan-pelaksanaan fungsi marketing, termasuk fungsi pembelian dan penjualan barang-barang dalam aliran produk dari produsen ke konsumen akhir.


(33)

33 Perantara di sini mengandung pengertian tidak harus organisasi. Dapat saja individu, gabungan (partnerhip atau koperasi atau non-koperasi). Macam-macam middleman of marketing:

Merchant middleman adalah perusahaan yang memiliki dan memperdagangkan produk (menguasai dan memiliki) yang terdiri dari

retailers dan wholesalers.

Agent middleman adalah perusahaan yang mewakili pemilik dalam memperdagangkan produk yang terdiri dari brokers dan commission men.

Speculative middleman adalah perusahaan yang mencari untung dari penjualan atau pembelian produk dikarenakan fluktuasi harga dalam jangka pendek.

Processors and manufactures adalah organisasi yang melakukan aktivitas mengubah bentuk.

Facilitative organizations adalah organisasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan proses pemasaran tetapi membantu kelancaran proses pemasaran.

c. Commodity Approach (pendekatan komoditas)

Commodity Approach (pendekatan komoditas) menekankan kepada apa yang diperbuat dan bagaimana penanganan terhadap komoditas sepanjang gap antara petani (the original point of production) dengan konsumen akhir. Dengan demikian, pendekatan ini menggambarkan “what is done and how to handle the commodity” agar penanganannya efisien.

d. System Approach (pendekatan sistem)

System Approach (pendekatan sistem) menekankan kepada keseluruhan sistem, efisiensi dan proses yang kontinu membentuk suatu sistem. Dengan demikian pendekatan ini menganalisa keterkaitan yang kontinu diantara subsistem-subsistem (misalnya subsistem pengumpulan atau penyediaan bahan baku, pengolahan dan distribusi) yang memberikan tingkat efisiensi tinggi.

e. Pendekatan Analisa Permintaan dan Harga

Titik tolak pendekatan analisa permintaan dan harga adalah pendekatan analitis dari kegiatan ekonomi di bidang pemasaran antara petani dan konsumen.


(34)

34 Kegiatan ekonomi disini adalah berhubungan dengan proses transformasi komoditas usahatani menjadi bermacam-macam produk yang diinginkan oleh konsumen. Proses transformasi ini pada asasnya adalah penciptaan suatu komoditas lebih berguna bagi konsumen. Proses transformasi ini merupakan kegiatan produktif dalam sistem pemasaran karena menciptakan atau menambah nilai guna produk. Secara konseptual ada tiga (3) macam kegunaan:

• Kegunaan Tempat (space utility)

Karena hasil-hasil komoditas pertanian biasanya terpencar di beberapa daerah produksi dan konsumennya juga terpencar di daerah yang berlainan (antar kota, antar pulau, dan bahkan luar negeri), maka peranan transportasi, pergudangan, serta ongkos-ongkos yang menyangkut kegiatan ini akan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen.

• Kegunaan Bentuk (form utility)

Perubahan atau pengolah suatu produk menjadi produk yang lebih berguna akan menambah kepuasan konsumen, seperti singkong menjadi tepung tapioca atau pellet. Dalam hal ini proses standarisasi dan grading akan mempengaruhi ongkos tataniaga serta margin pedagang dari produk tersebut.

• Kegunaan Waktu (time utility)

Karena produk pertanian dihasilkan secara musiman sedangkan konsumsinya sepanjang tahun, maka peranan penyimpanan (storage) antara musim panen adalah penting sekali.

3.1.7 Efisiensi Tataniaga

Asmarantaka (2009) mengemukakan, secara teoritis tataniaga yang efisien adalah pasar persaingan sempurna (perfect competition). Tetapi struktur pasar ini tidak dapat ditemukan. Ukuran efisiensi adalah kepuasan dari konsumen, produsen, maupun lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan barang dan jasa mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan tersebut sulit dan sangat relatif. Oleh sebab itu, efisiensi tataniaga pada umumnya dapat diukur dengan mempergunakan indikator efisiensi operasional (teknik) dan efisiensi harga.


(35)

35 Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input tataniaga. Rasio efisiensi tataniaga (operasional) dapat dilihat dari peningkatan dalam dua cara yaitu : (1) pada perubahan sistem tataniaga dengan mengurangi biaya perlakuan pada fungsi-fungsi tataniaga tanpa mengubah manfaat/kepuasan konsumen dan (2) meningkatkan kegunaan output dari proses tataniaga tanpa meningkatkan biaya tataniaga.

Efisiensi harga adalah bentuk kedua dari efisiensi tataniaga. Efisiensi ini menekankan kepada kemampuan dari sistem tataniaga yang sesuai dengan keinginan konsumen. Sasaran dari efisiensi harga adalah efisiensi alokasi sumberdaya dan maksimum output (ekonomi). Efisiensi harga dapat tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat dengan kegiatan tataniaga memperoleh kepuasan atau memiliki sikap yang responsif terhadap harga yang berlaku. Efisiensi harga dapat dianalisis melalui ada tidaknya keterpaduan pasar (integrasi) antara pasar acuan dengan pasar pengikutnya.

3.1.8 Marjin Tataniaga

Menurut Asmarantaka (2009), marjin tataniaga sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga tataniaga di dalam sistem tataniaga. Pengertian marjin tataniaga ini sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani gap (bridging the gap) antara pasar di tingkat petani (farmer) dengan pasar di tingkat eceran (retailer).

Menurut Tomek dan Robinson dalam Asmarantaka (2009), terdapat dua alternatif dari definisi marjin tataniaga yaitu :

1. Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen (petani).

2. Merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi dalam sistem pemasaran tersebut.

Definisi yang pertama menjelaskan secara sederhana bahwa marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat konsumen (Pr) dengan harga yang diterima petani (Pf) dengan demikian marjin tataniaga adalah M = Pr – Pf. Sedangkan pengertian yang kedua lebih bersifat ekonomi dan definisi ini lebih tepat, karena memberikan pengertian adanya nilai tambah (added value) dari


(36)

36 adanya kegiatan tataniaga dan juga mengandung pengertian dari konsep derived supply dan derived demand.

Derived demand memiliki pengertian permintaan turunan dari primary demand yang dalam hal ini adalah permintaan dari konsumen akhir, sedangkan

derived demand-nya adalah permintaan dari pedagang perantara (grosir atau eceran) ataupun dari perusahaan pengolah (processor) kepada petani, sedangkan

derived supply adalah penawaran di tingkat pedagang eceran yaitu merupakan penawaran turunan dari penawaran di tingkat petani (primary supply).

Dari kedua konsep marjin tataniaga tersebut, marjin tataniaga merupakan M = Pr – Pf atau marjin tataniaga terdiri dari biaya-biaya dan keuntungan perusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut. Dengan demikian,

marjin tataniaga juga didefenisikan sebagai M = C + π, di mana C = biaya-biaya

(input pemasaran) dan π = keuntungan perusahaan. Efisiensi operasional, lebih tepat mempergunakan rasio antara keuntungan dengan biaya karena pembanding

opportunity costdari biaya adalah keuntungan, sehingga indikatornya adalah π / C

dan nilainya harus positif (> 0).

Pengertian dari derived demand ini memiliki interpretasi dapat diperluas mencakup hubungan : (a) elastisitas antara berbagai tingkat pasar dan (b) elastisitas antara gabungan produk dan komoditas turunannya. Dari pengertian ini muncul konsep atau besaran elastisitas di tingkat petani (Ef), elastisitas di tingkat eceran atau di tingkat konsumen akhir (Er), dan elastisitas transmisi. Elastisitas transmisi adalah suatu ukuran seberapa jauh perubahan harga di tingkat pasar eceran ditransmisikan ke pasar di tingkat petani. Secara matematis elastisitas transmisi adalah sebagai berikut :

ET =

Keterangan dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut δ Pr/Pr adalah perubahan harga di tingkat eceran (konsumen akhir) dan δ Pf/Pf adalah perubahan

harga di tingkat petani. Untuk komoditas pertanian, umumnya nilai elastisitas transmisi diantara 0-1. Nilai ET = 1 menunjukkan bahwa sistem pemasaran produk tersebut efisien (pasar persaingan sempurna).


(37)

37

Gambar 2.Marketing Margin (Sumber : Asmarantaka, 2009)

Marjin tataniaga adalah selisih harga di tingkat konsumen dan petani dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan (Asmarantaka, 2009). Secara matematik sederhana the value of the marketing margin (VMM) = (Pr-Pf) Q. Pandangan ini sama dengan konsep dari nilai tambah.

Nilai dari marjin tataniaga adalah ukuran dari marketing bill dan the market basket statistics. Nilai dari marjin tataniaga (VMM) dapat dipandang secara agregat atau ke dalam dua aspek yang berbeda. Aspek pertama dari VMM adalah penerimaan dari input yang dipergunakan dalam proses pengolahan atau jasa pemasaran yang dipergunakan dari tingkat petani sampai konsumen, (marketing costs or returns to factors) ; termasuk ke dalam kelompok ini adalah upah, suku bunga, sewa, dan keuntungan. Aspek lain analisis VMM adalah

returns to institutions or marketing charges yaitu retailers, wholesalers, processor, dan assemblers.

Hubungan marjin tataniaga dengan perubahan jumlah kuantitas dapat

absolute atau persentase. Marjin tataniaga yang absolute dapat menurun, konstan, ataupun meningkat searah dengan peningkatan jumlah yang dipasarkan. Demikian pula tipe marjin tataniaga dengan persentase tertentu yaitu menurun, konstan, dan meningkat persentasenya, searah dengan peningkatan jumlah produk yang

Qr,f Harga (P)

Sr = Derived Supply

Sf = Primary Supply

Dr = Primary Demand

Dr = Derived Demand

Marjin Harga (P)

Pr


(38)

38 dipasarkan. Tetapi yang disarankan untuk marjin tataniaga produk pertanian adalah kombinasi dari marjin absolute dan marjin persentase.

3.1.9 Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani. Menurut Kohls dan Uhl (1985), farmer’s share merupakan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dari kegiatan usahatani yang dilakukannya. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin tataniaga. Marjin tataniaga yang semakin tinggi umumnya akan mengakibatkan

farmer’s share akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, semakin kecil marjin tataniaganya maka farmer’s share akan semakin besar.

3.1.10 Peran Kelompok Tani

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani, kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota. Berdasarkan batasan tersebut, maka fungsi dari kelompok tani adalah :

1. Kelas belajar

Sebagai kelas belajar, kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap (PKS) serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusahatani, sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah, dan akhirnya berdampak pada kehidupan yang lebih sejahtera.

2. Wahana kerjasama

Sebagai wahana kerjasama, kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan kegiatan usahataninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.


(39)

39 3. Unit produksi

Sebagai unit produksi, usahatani yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompoktani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas, maupun kontinuitas.

Selain kelompok tani, dikenal pula istilah gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang didefenisikan sebagai kumpulan dari beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Di dalam Gapoktan setiap kelompok tani akan dikembangkan dan diarahkan untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan fungsinya. Fungsi dari Gapoktan yang dimaksud adalah sebagai usahatani, unit usaha pengolahan, unit usaha sarana dan prasarana produksi, unit usaha pemasaran dan unit usaha keuangan mikro, serta unit jasa penunjang lainnya. Jika fungsi-fungsi tersebut berjalan dengan baik maka Gapoktan akan menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri.

Sebagai unit usaha pemasaran, hendaknya Gapoktan mempunyai kemampuan sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi serta menganalisa potensi dan peluang pasar berdasarkan sumber daya yang dimiliki untuk mengembangkan komoditi yang dikembangkan/diusahakan guna memberikan keuntungan usaha yang lebih besar.

2. Merencanakan kebutuhan pasar berdasarkan sumberdaya yang dimiliki dengan memperhatikan segmentasi pasar.

3. Menjalin kerjasama/kemitraan usaha dengan pemasok-pemasok kebutuhan pasar.

4. Mengembangkan penyediaan kebutuhan pasar akan produk pertanian. 5. Mengembangkan kemampuan memasarkan produk-produk hasil pertanian. 6. Menjalin kerjasama atau kemitraan usaha dengan pihak pemasok

hasil-hasil produksi pertanian.

7. Meningkatkan kemampuan dalam menganalisis potensi usaha masing-masing anggota untuk dijadikan satu unit usaha yang menjamin pada permintaan pasar dilihat dari kuantitas, kualitas, serta kontinuitas.


(40)

40 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kontribusi hortikultura terhadap manusia dan lingkungan cukup besar. Salah satu jenis produk hortikultura yang memegang peranan penting dalam perekonomian negara adalah sayuran. Tahun 2004 sampai tahun 2006 ekspor sayuran mengalami peningkatan sebesar 30 persen. Akan tetapi pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 17 persen dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2008 sebesar lima persen (dapat dilihat pada Tabel 1). Salah satu produk sayuran unggulan ekspor adalah brokoli (Brassicae oleraceae L). Brokoli dijadikan sebagai keperluan bahan pangan dan dapat berfungsi sebagai obat pada penyakit tertentu.

Berdasarkan informasi melalui komunikasi lisan dengan pihak dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Kecamatan Cisarua Puncak menjadi daerah sentra produksi brokoli untuk wilayah Bogor. Kecamatan Cisarua Puncak memiliki ketinggian yang memenuhi kriteria bertumbuhnya brokoli, yaitu pada ketinggian 800 sampai dengan 900 mdpl. Usahatani brokoli di wilayah ini dimulai pada tahun 2008 (dapat dilihat pada Tabel 2). Usahatani brokoli terpusat di dua desa, yaitu Desa Tugu Utara dan Desa Tugu Selatan.

Di Desa Tugu Utara terdapat satu kelompok tani yang menjalankan usaha tani brokoli, yaitu kelompok tani Suka Tani yang merupakan anggota gabungan kelompok Tani Tugu Utara. Kelompok tani ini memulai usahatani brokoli pada tahun 2009. Tingkat produksi yang dihasilkan, memberi sumbangsih yang besar untuk lingkungan Kecamatan Cisarua Puncak. Tahun 2009, kelompok tani ini mampu memperoleh tingkat produksi sebesar 59,52 persen dari total produksi brokoli yang ada di wilayah Cisarua, dan pada tahun 2010 mampu memperoleh tingkat produksi sebesar 54,11 persen dari total produksi di wilayah Cisarua tersebut.

Kelompok tani ini sebenarnya mampu memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen. Akan tetapi terdapat beberapa kendala yang membuat kelompok tani ini tidak dapat memasarkan produknya secara langsung ke konsumen, sehingga harus berhubungan dengan penyalur yang dapat membantu menyalurkan produk tersebut. Kendala yang dihadapi oleh kelompok tani tersebut adalah produk yang dijual sifatnya mudah rusak (bulky), dan cepat busuk


(41)

41 (perishable). Kendala lain yang dihadapi adalah jarak lokasi pemasaran dari areal usahatani yang dimiliki oleh setiap petani, sehingga memerlukan penanganan, mulai dari penyimpanan, pengangkutan dan bongkar muat. Hal tersebut dapat mengakibatkan biaya yang dikeluarkan oleh kelompok tani tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperolehnya. Dalam memasarkan brokoli, petani juga belum dapat menentukan harga jual. Hal ini dikarenakan harga seringkali ditentukan oleh pihak pedagang, sehingga petani berstatus sebagai penerima harga saja (price taker). Jika dilakukan pengamatan pada Tabel 5. dan Tabel 6., dapat disimpulkan bahwa telah terbentuk suatu marjin pemasaran yang cukup besar diantara petani sampai ke pedangang pengecer. Dalam hal ini petani mendapatkan bagian yang paling sedikit dari total penerimaan pemasaran brokoli tersebut. Penguraian latar belakang dan permasalahan yang ada pada kelompok tani ini, menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan suatu penelitian berupa analisis pada sistem tataniaga sayur brokoli yang dihasilkan oleh kelompok tani ini.

Penelitian ini menggunakan alat analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif meliputi marjin tataniaga, farmer’s share, dan analisis rasio keuntungan dan biaya.


(42)

42 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional

Fakta usahatani brokoli yang dihadapi petani : 1. Marjin tataniaga tinggi.

2. Harga fluktuatif

Analisis kualitatif 1. Analisis saluran tataniaga 2. Analisis lembaga tataniaga 3. Analisis fungsi-fungsi

tataniaga

4. Struktur pasar dan perilaku pasar

Analisis kuantitatif 1. Marjin tataniaga 2. Farmer’s share

3. Rasio keuntungan dan biaya

Alternatif saluran tataniaga sayur brokoli yang paling efisien

1. Bagaimana sistem tataniaga brokoli yang dilakukan oleh kelompok tani Suka Tani, di desa Tugu Utara ?


(43)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada kelompok tani Suka Tani yang terletak di Kampung Suka Tani Rt 06/04, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua – Puncak, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang dimulai pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2011. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, karena brokoli baru dibudidayakan pada tahun 2008 di wilayah Bogor, dan usahatani brokoli hanya terdapat di Kecamatan Cisarua – Puncak, tepatnya di Desa Tugu, karena memiliki syarat geografis tumbuh brokoli yaitu pada ketinggian 800 sampai dengan 900 mdpl. Kelompok tani Suka Tani dipilih sebagai objek yang diteliti karena kelompok tani ini memiliki proporsi produksi yang dapat dikatakan dominan dari total produksi brokoli yang dihasilkan di Kecamatan Cisarua - Puncak pada tahun 2009 dan tahun 2010 yaitu sebesar 59,52 dan 54,11 persen.

4.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui jawaban langsung dari responden, yaitu petani dan lembaga-lembaga tataniaga terkait, seperti pedagang pengumpul dan pedagang pengecer melalui penyebaran kuisioner serta observasi dan wawancara.

Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, buku-buku, internet, serta literatur-literatur dan sumber-sumber lain yang memiliki hubungan dengan topik penelitian.

4.3 Metode Penarikan Responden

Pemilihan responden petani brokoli dilakukan dengan menggunakan teknik snowballing. Responden pertama untuk petani brokoli pada kelompok tani ini adalah bapak Ujang Yahya (ketua kelompok tani Suka Tani), yang ditentukan secara sengaja (purpossive) berdasarkan pengalamannya dalam menjalankan usahatani brokoli. Adapun jumlah petani responden adalah sebanyak delapan orang. Penentuan responden lembaga-lembaga pemasaran selanjutnya dilakukan


(1)

102

Lampiran 8. Pendapatan Pedagang Besar No Nama

Volume Jual (kg)

Volume Beli (Kg)

Harga Jual (Rp/Kg)

Harga Beli (Rp/Kg)

Penjualan (Rp)

Pembelian (Rp)

Pendapatan Kotor (Rp)

Biaya Tataniaga

(Rp)

Pendapatan Bersih

(Rp) 1 Jujun 1,799 3,360 8,000 5,000 14,389,760 16,800,000 8,043,935 1,839,600 6,204,335

1,394 7,500 10,454,175

2 Agus 505 1,540 9,000 6,000 4,545,000.00 9,240,000.00 3,448,000.00 512,050 2,935,950


(2)

103

Lampiran 9. Biaya Pedagang Pengecer

No

Biaya tataniaga (Rp) Volume

Pembelian (Kg)

Biaya Tataniaga per Kg (Rp)

Total Biaya Tataniaga

(Rp) Nama Transportasi Pengemasan Retribusi Penyusutan Bongkar

muat

Tenaga Kerja

Saluran I 1 Mulyadi 33,400 66,600 16,600 170,000 50,000 0 200 1,683 336,600

2 Iwan 35,700 95,200 19,754 214,000 0 0 238 1,532 364,654

3 Syarifuddin 39,500 52,614 19,750 134,300 0 0 158 1,558 246,164

4 Hamid 33,400 66,666 16,600 170,000 0 0 200 1,433 286,666

5 Dadang 16,700 33,333 8,300 85,000 0 0 100 1,433 143,333

6 Malik 33,400 66,666 16,600 170,000 0 0 200 1,433 286,666

7 Surya 16,700 33,333 8,300 85,000 0 0 100 1,433 143,333

8 Arifin 40,500 88,999 22,161 240,300 0 0 267 1,468 391,960

Saluran II 9 Adung 0 262,956 65,739 525,912 0 525,912 657.39 2,100 1,380,519

10 Nana 0 420,708 105,177 841,416 0 525,885 1,051.77 1,800 1,893,186 11 Hendi 0 530,000 132,500 993,750 0 662,500 1,325 1,751 2,318,750

Saluran III 12 Rendi 0 26,000 1,625 32,500 0 0 65 925 60,125


(3)

104

Lampiran 10. Pendapatan Pedagang Pengecer

No Nama

Volume Jual (kg)

Volume Beli (Kg)

Harga Jual (Rp/Kg)

Harga Beli (Rp/Kg)

Penjualan (Rp)

Pembelian (Rp)

Pendapatan Kotor (Rp)

Biaya Tataniaga

(Rp)

Pendapatan Bersih (Rp)

Saluran I 1 Mulyadi 180.00 200.00 12,000 8,500 2,160,000 1,700,000 460,000 336,600 123,400

2 Iwan 214.00 238.00 12,000 9,000 2,568,000 2,142,000 426,000 364,654 61,346 3 Syarifuddin 142.00 158.00 12,000 8,500 1,704,000 1,343,000 361,000 246,164 114,836 4 Hamid 180.00 200.00 12,000 8,500 2,160,000 1,700,000 460,000 286,666 173,334 5 Dadang 90.00 100.00 12,000 8,500 1,080,000 850,000 230,000 143,333 86,667 6 Malik 180.00 200.00 12,000 8,500 2,160,000 1,700,000 460,000 286,666 173,334 7 Surya 90.00 100.00 12,000 8,500 1,080,000 850,000 230,000 143,333 86,667 8 Arifin 240.00 267.00 12,000 9,000 2,880,000 2,403,000 477,000 391,960 85,040

Saluran II 9 Adung 660.13 657.39 12,000 8,000 7,921,560 5,259,120 2,662,440 1,380,519 1,281,921

10 Nana 1,054.81 1,051.77 12,000 8,000 12,657,720 8,414,160 4,243,560 1,893,186 2,350,374 11 Hendi 1,318.74 1,324.50 12,000 7,500 15,824,880 9,933,750 5,891,130 2,318,750 3,572,380

Saluran III 12 Rendi 62.00 65.00 13,000 10,000 806,000 650,000 156,000 60,125 95,875


(4)

105

Lampiran 11. Biaya Tataniaga Rata-rata

No. Lembaga Tataniaga

Jumlah

(Orang) Jenis Biaya Tataniaga

Biaya Tataniaga Rata-rata (Rp)

Volume Rata-rata (Kg)

Biaya Tataniaga Rata-rata per Kg

(Rp) 1 Petani 8 Biaya Transportasi &

Biaya Pengemasan

1,312.50 625.00 2.10

Total 1,312.50 625.00 2.10

2 Pedagang Pengumpul

1 1.Biaya Transportasi 172,480.00 1,540.00 112.00 2.Biaya Pengemasan 77,000.00 1,540.00 50.00

3.Bongkar muat 194,040.00 1,540.00 126.00

4.Penyusutan 616,000.00 1,540.00 400.00

Total 1,059,520.00 1,540.00 688.00

3 Pedagang Besar

2 1.Biaya Transportasi 50,400.00 2,411.50 20.90

2.Biaya Pengemasan 8,400.00 2,411.50 3.48

3.Biaya Tenaga Kerja 102,287.50 2,411.50 42.42

4. Retribusi 60,287.50 2,411.50 25.00

5. Bongkar Muat 63,000.00 2,411.50 26.12

6. Penyusutan 891,450.00 2,411.50 369.67

Total 1,175,825.00 2,411.50 487.59

4 Pedagang Pengecer

13 1.Transportasi 19,177.00 354.00 54.17

2.Pengemasan 135,160.00 354.00 381.81

3.Retrbusi 33,348.00 354.00 94.20

4.Penyusutan 283,052.00 354.00 799.58

5.Bongkar Muat 3,846.00 354.00 10.86

6.Tenaga kerja 132,004.00 354.00 372.89


(5)

RINGKASAN

BATAHI WASTIN HUTABARAT. Analisis Sistem Tataniaga Komoditas Brokoli di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI)

Kontribusi hortikultura terhadap manusia dan lingkungan memberikan banyak manfaat. Beberapa manfaat produk hortikultura bagi manusia diantaranya adalah sebagai sumber pangan dan gizi, pendapatan keluarga, pendapatan negara, sedangkan bagi lingkungan adalah rasa, estetika, konservasi genetik sekaligus sebagai penyangga kelestarian alam. Salah satu jenis produk hortikultura yang berperan penting dalam perekonomian negara adalah sayuran. Pada berbagai jenis sayuran unggulan yang ada, diketahui bahwa salah satu sayur unggulan adalah brokoli (Brassicae oleraceae L). Brokoli memiliki banyak manfaat dalam aspek kesehatan diantaranya : memperkecil resiko terjadinya kanker kerongkongan, perut, usus besar, paru, larynx, parynx, prostat, mulut, dan payudara, membantu menurunkan resiko gangguan jantung dan stroke, mengurangi resiko terkena katarak, membantu melawan anemia, dan membantu mengurangi resiko terkena spina bifida (gangguan pada tulang belakang).

Kelompok tani Suka Tani merupakan salah satu anggota gabungan kelompok tani Tugu Utara yang menjadikan brokoli menjadi salah satu komoditas usahatani anggotanya. Terdapat beberapa kendala yang membuat kelompok tani ini tidak dapat memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen sehingga kelompok tani ini harus berhubungan dengan pedagang yang dapat membantu menyalurkan produk tersebut. Kendala yang dihadapi oleh petani adalah harga yang fluktuatif dimana harga seringkali ditentukan oleh pihak pedagang dan petani cenderung bertindak sebagai penerima harga (price taker). Di samping itu terjadi juga perbedaan marjin yang diterima dari tingkat petani kepada pedagang dan pada tingkat sesama pedagang. Dalam hal ini petani mendapatkan bagian yang paling sedikit dari total penerimaan pemasaran brokoli tersebut.

Penelitian dilakukan pada kelompok tani Suka Tani yang terletak di jalan Kampung Suka Tani, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Kemudian lokasi penelitian dilanjutkan ke pasar TU Kemang, pasar penampungan Cipanas, pasar induk Cipanas, pasar Cisarua, pasar Tangerang, dan pasar Parung. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Juli sampai dengan Agustus 2011. Responden penelitian adalah anggota kelompok tani Suka Tani sebanyak delapan responden, pedagang pengumpul desa sebanyak satu responden, pedagang besar sebanyak dua responden, dan pedagang pengecer sebanyak 13 responden. Penelitian ini menggunakan alat analis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya.

Terdapat tiga pola saluran tataniaga brokoli di Desa Tugu Utara. Adapun saluran tersebut adalah sebagai berikut : saluran satu: Petani - Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir, saluran dua : Petani – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir, dan saluran tiga : Petani – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir. Fungsi-fungsi


(6)

tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas sudah berjalan relatif baik. Pada umumnya semua lembaga yang terkait dalam tataniaga brokoli di desa Tugu Utara sudah melakukan berbagai fungsi tataniaga dengan baik. Struktur dan perilaku pasar berpengaruh terhadap kinerja keseluruhan sistem tataniaga brokoli di Desa Tugu Utara. saluran tataniaga brokoli yang paling efisien adalah saluran satu. Hal ini dapat dilihat berdasarkan sebaran harga yang tidak berbeda secara signifikan yaitu sebesar Rp 12.000,- per kg, total keuntungan sebesar Rp 5.465,38 per kg, dan rasio keuntungan terhadap biaya yaitu sebesar 2,16. Berdasarkan pengamatan pada saat penelitian disimpulkan bahwa saluran tataniaga brokoli yang terjadi di desa Tugu Utara belum optimal. Hal ini dikarenakan oleh : harga cenderung ditentukan oleh pedagang sehingga petani menjadi penerima harga (price taker), informasi yang diperoleh anggota kelompok tani masih terbatas, dan skala usaha petani masih kecil. Saran yang dapat diberikan pada hasil penelitian ini diantaranya: 1. Saluran satu merupakan saluran yang paling efisien di antara ketiga saluran yang terbentuk. Akan tetapi pada saluran satu masih perlu dilakukan upaya dalam memperkecil biaya tataniaga khususnya di tingkat pedagang pengecer. 2. Pada saluran dua diharapkan adanya upaya untuk meningkatkan keuntungan atau mengurangi biaya dalam meningkatkan rasio keuntungan dan biaya. 3. Pada saluran tiga masih perlu dilakukan peningkatan volume penjualan. 4. Mengharapkan adanya penelitian lanjutan dalam melengkapi informasi yang tidak terdapat dalam penelitian ini.