Sanksi Administratif Sanksi Pidana

segera diberitahukan kepada pelaku usaha. Apabila tidak terdapat keberatan, putusan komisi telah memiliki kekuatan hukum tetap, dan dapat dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri. Dalam waktu 30 hari setelah pelaku persengkongkolan menerima putusan tersebut, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut. Jika pelaku usaha merasa keberatan dengan putusan tersebut maka kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 hari setelah putusan tersebut diterima. Jika pelaku usaha tidak melakukan upaya keberatan sesuai dengan jangka waktu yang ssudah ditentukan, maka pelaku usaha itu dianggap menerima putusan Komisi tersebut. Terhadap putusan yang keberatannya diajukan ke Pengadilan Negeri, harus diperiksa dan sudah ada putusannya selambat-lambatnya 30 hari. Semenjak dimulainya pemeriksaan tersebut. Jika masih terdapat keberatan terhadap keputusan pengadilan negeri maka pihak yang keberatan dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu 14 hari. mahkamah agung memberikan putusan selambat-lambatnya 30 hari setelah permohonan kasasi diterima. Sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha yang telah melakukan persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah antara lain berupa sanksi: 62

1. Sanksi Administratif

Berdasarkan pasal 47 UU No 5 Tahun 1999 63 62 Adrian Sutedi. Op Cit. Hal. 243 63 Pasal 47 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. , maka KPPU berhak untuk menjatuhkan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa, antara lain: Universitas Sumatera Utara a Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau b Penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau c Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000,00 satu miliar rupiah dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 dua puluh miliar rupiah.

2. Sanksi Pidana

Selain sanksi administratif , Hukum antimonopoli juga menyediakan sanksi pidana terhadap para pelaku persekongkolan tidak sehat. Dimana saknsi pidana tersebut dibagi menjadi dua kategori, yaitu : a. Sanksi pidana pokok yang terdapat dalam pasal 48 UU No 5 Tahun 1999, yang berbunyi 64 1 Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 14, pasal 16 sampai dengan pasal 19, pasal 25, pasal 27, dan pasal 28 diancam pidana serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 dua puluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 seratus miliar rupiah , atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 enam bulan. : 2 Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal 15, pasal 20 sampai dengan pasal 24,dan pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 dua puluh lima miliar rupiah, atau pidana kurungan pengganti denda selama- lamanya 5 limi bulan. b. Sanksi Pidana Tambahan yang terdapat dalam pasal 49 UU No 5 tahun 1999 yang berbunyi : 65 1 Pencabutan ijin usaha; atau 2 Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang undang ini untuk menduduki jabatan 64 Pasal 48 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 65 Pasal 49 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Universitas Sumatera Utara direksi atau komisaris sekurang kurangnya dua tahun dan selama lamanya lima tahun 3 Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain KPPU memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha, namun tidak memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi administratif kepada pihak lain yang bukan pelaku usaha. 66 Tindakan administratif dalam ilmu hukum dikenal merupakan salah satu bentuk sanksi administrasi. Sanksi administrasi dapat diartikan merupakan perwujudan overheidshandeling tentang keputusan, ketetapan dan penetapan. Pengertian dari Pasal 47 ayat 2 huruf c adalah Komisi berwenang menjatuhkan tindakan administratif berupa perintah penghentian kegiatan yang menimbulkan: Pihak lain yang bukan pelaku usaha dalam hal ini adalah para penyelenggara pengadaan barang dan jasa dari instansi Pemerintah, yang kegiatannya berkaitan dengan kepentingan negara atau masyarakat umum dan bukan untuk mencari keuntungan ekonomi. Dalam hal ini terhadap pelaku persekongkolan yang berasal dari instansi Pemerintahan, KPPU hanya dapat memberikan rekomendasi kepada atasan dari ketua panitia dan atau penyelenggara tender, untuk melakukan pemeriksaan terhadap panitia dan penggunaan barang yang bersangkutan, serta menjatuhkan sanksi administratif pada mereka. 67 Kegiatan yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat tercantum dalam Pasal 4 ayat 1, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, Pasal 1. Praktek Monopoli. Kegiatan yang menimbulkan praktek monopoli tercantum dalam Pasal 4 ayat 1, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 16, Pasal 17 ayat 1, Pasal 18 ayat 1, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 26 huruf c, serta Pasal 28 ayat 1 dan 2. 2. Persaingan Usaha Tidak Sehat 66 Adrian Sutedi. Op Cit. Hal. 244 67 KPPU. Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan Administratif. 2008. Hal.6 Universitas Sumatera Utara 17 ayat 1, Pasal 18 ayat 1, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26 huruf c, serta Pasal 28 ayat 1 dan 2. 3. Merugikan Masyarakat Kegiatan yang merugikan masyarakat sebagaimana tercantum dalam Pasal 14. Rekomendasi KPPU merupakan dasar bagi para atasan ketua panitia tender untuk melakukan pemeriksaan sehubungan dengan adanya indikasi pelanggaran terhadap Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tetang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa, dan kelaziman pelaksanaan tender yang sehat. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 menetapkan bahwa pengadaan barang dan atau jasa pemerintah harus memenuhi antara lain prinsip terbuka dan bersaing, serta adil dan tidak diskriminatif. Berdasarkan prinsip tersebut, pengadaan barang dan jasa harus terbuka bagi semua penyedia barang dan jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan sehat berdasarkan ketentuan prosedur yang jelas dan transparan. 68 Sebenarnya ada sanksi pidana yang dapat diberikan kepada pelaku usaha maupun bukan pelaku usaha, berarti didalamnya juga termasuk oknum dalam instansi pemerintahan. Namun hanya sanksi pidana pokok dan pidana tambahan yang berupa penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain saja, yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku usaha maupun bukan pelaku usaha yang melakukan persengkongkolan tender. Adapun sanksi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan larangan menduduki jabatan Direksi atau Komisaris sekurang-kurangnya dua tahun atau selama-lamanya lima tahun, hanya dapat dijatuhkan terhadap pelaku usaha yang melakukan persengkongkolan tender. 69 Kegiatan persengkongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah yang mengadung dua sifat pelanggaran hukum membawa konsekuensi penjatuhan 68 KPPU, Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persengkongkolan Dalam Tender.2009. Hal.36 69 Adrian Sutedi. Op Cit. Hal. 245 Universitas Sumatera Utara sanksi administratif oleh KPPU, tidak mengahapuskan sifat pidana persengkongkolan tender. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penjatuhan sanksi administratif dan sanksi pidana bersifat alternative bagi pelaku usaha. Dengan kata lain, penjatuhan sanksi administratif dan sanksi pidana dapat dilakukan terhadap setiap pelaku usaha yang terbukti melakukan persengkongkolan dalam tender proyek. Sampai saat ini di Indonesia terdapat tiga perkara persengkongkolan tender ke tingkat Pengadilan, bahkan dua diantaranya telah diputuskan oleh Mahkamah Agung, yakni penjualan saham PT. Indomobil dan penjualan kapal milik VLCC milik PT.Pertamina Persero. Perkara pertama adalah berkaitan dengan penjualan saham PT. Indomobil Sukses Indonesia PT IMSI. Perkara ini berawal dari inisiatif KPPU yang menilai adanya kejanggalan dalam proses tender penjualan saham PT. IMSI, antara lain harga dianggap terlalu rendah, jangka waktu pelaksanaan tender yang singkat, jumlah peserta tender amat terbatas, dan adanya pelanggaran prosedur pelelangan. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 36 b dan Pasal 40 UU No.5 Tahun 1999, KPPU berwenang melakukan penelitian dan pemeriksaan tentang dugaan adanya kegiatan usaha atau pelaku usaha yang dapat mengeakibatkan terjadinya pelanggaran UU, tanpa adanya laporan dari masyarakat. Perkara ini melibatkan sepuluh pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999. Pelanggaran yang dilakukan adalah mereka melakukan persengkongkolan baik secara terang-terangan atau diam-diam. Persengkongkolan tersebut terlihat dengan cara menerima keikutsertaan tiga peserta tender yang merupakan anggota dari konspirasi, meskipun mengetahui bahwa ketiganya tersebut tidak memenuhi syarat prosedur penawaran tender procedures for the submission of bid. Para pelaku usaha yang terlibat dalam konspirasi juga secara bersama-sama melakukan pelanggaran, berupa tindakan saling menyesuaikan dan atau membandingkan dokumen tender, menciptakan persaingan semu, serta memfasilitasi tindakan untuk memenangkan salah satu peserta sebagai Universitas Sumatera Utara pemenang tender. Dalam perkara ini KPPU memutuskan telah terjadi pelanggaran atas Pasal 22 UU anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dengan menjatuhkan sanksi antara lain melarang beberapa pelaku usaha untuk mengikuti transaksi baru dalam bentuk apapun dengan penyelenggara tender. Selain itu juga menghukum masing-masing pelaku usaha untuk membayar denda dan atau sesuai tingkat pelanggarannya. 70 Sedangkan dalam perkara ini merupakan penjualan saham dan konversi obligasi Indomobil, dan yang mengajukan penawaran tertinggi adalah salah satu peserta tender, sehingga sudah selayaknya jika perusahaan tersebut ditunjuk sebagai pemenang. Di tingkat Kasasi Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri dengan alasan, bahwa Pengadilan Negeri tidak mempertimbangkan segi formal putusan KPPU Nomor 03KPPU- I2002. adapun segi formal putusan KPPU adalah penggunaan irah-irah kepala putusan “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini mengingat bahwa berdasarkan Pasal 30 UU No.5 Tahun 1999, KPPU bukan badan peradilan sebagaimana dimaksud Pasal 10 undang-undang No.14 Tahun 1970, dan KPPU juga tidak memiliki kewenangan secara khusus dari UU No.5 Tahun 1999 serta peraturan lainnya untuk memuat irah-irah tersebut. Oleh karena itu KPPU melampaui kewenangannya, sehingga Putusan tersebut cacat hukum, dan karenanya harus dinyatakan batal demi hukum. Tetapi ditingkat banding yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat membatalkan putusan KPPU tersebut melalui Putusan Nomor 001KPPUPDT.P2002PN.Jkt.Bar. Adapun alasan pengadilan adalah cangkupan undang- undang antimonopoly dan persaingan usaha tidak sehat hanya terbatas pada tender untuk memborong pekerjaan, pengadaan barang, dan atau penyediaan jasa. Oleh karena itu, lazimnya dalam pengertian tender disini adalah siapa yang dapat mengajukan harga penawaran terendah, maka akan ditunjuk sebagai pemenang. 70 Putusan KPPU Nomor 03KPPU-I2002 tentang Tender Penjualan Saham PT. Indomobil Sukses Indonesia, Tbk.. PT IMSI Universitas Sumatera Utara Perkara selanjutnya adalah perkara yang cukup mendapat perhatian dari para pengamat bisnis, yaitu penjualan kapal tanker milik PT. Pertamina. Perkara bermula dari penjualan dua unit kapal Tanker Very Large Crude Carrier VLCC milik Pertamina yang mengandung indikasi persengkongkolan untuk mengatur pemenang tender. Proses penawaran berawal dari penunjukan Goldman Sachs Singapura, Pte. Sebagai penasehat keuangan oleh Pertamina, tanpa melalui proses tender terbuka, yang sekaligus juga merupakan salah satu pemegang saham di Frontline, Ltd. Dalam proses selanjutnya, Pertamina menyatakan Frontline, Ltd. Sebagai pemenang tender, meskipun perusahaan tersebut menawar dengan harga yang lebih rendah dari pada Essar yang merupakan penawar tertinggi, tetapi tidak mempunyai komitment untuk membayar uang muka sebesar 20 . Penunjukan secara langsung Goldman Sachs Singapura, Pte sebagai penasihat keuangan dan pengatur dalam divestasi VLCC oleh Pertamina merupakan perlakuan istimewa yang diberikan kepada satu pelaku usaha. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 huruf d yang menyatakan bahwa “melakukan praktek diskriminisasi terhadap pelaku usaha tertentu”. Disamping itu didalam pemeriksaan juga terbukti bahwa terdapat persekongkolan antara Pertamina dengan pelaku usaha yang terlibat dalam penawaran tender, yaitu Frontline, Ltd. Goldman Sachs, dan Equinox. Persekongkolan tersebut dilakukan secara terang-terangan maupun diam-diam melalui tindakan penyesuaian dan atau membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan, atau dengan menciptakan persaingan semu dan menyetujui dan memfasilitasi melakukan suatu tindakan meskipun sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu. 71 KPPU berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, memutuskan antara lain bahwa Pertamina terbukti melanggar Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam hal 71 Adrian Sutedi. Op Cit. Hal. 242 Universitas Sumatera Utara penunjukan langsung Goldman Sachs Singapore, Pte. Sebagai penasehat keuangan dan pengatur tender. Kedua perusahaan tersebut juga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam hal menerima penawaran ketiga dari Frontline, Ltd. Adapun Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 diterapkan pada PT.Pertamina, Goldman Sachs, Frontline, dan Equinox, karena keempat perusahaan tersebut terbukti telah melakukan persengkongkolan dalam tender proyek. 72 72 Putusan KPPU Nomor 04KPPU2002, jo. Putusan KPPU Nomor 001KPPUPDT.P2002PN.JKT Setelah kita melihat pembahasan dan beberapa contoh kasus persengkongkolan yang tidak sehat dalam tender proyek diatas terlihat bahwa persengkongkolan penawaran tender merupakan tindakan dikalangan para pelaku usaha yang mengakibatkan hambatan dalam proses persaingan yang sehat serta menimbulkan kerugian secara material. Bahkan dibeberapa negara, tindakan tersebut diakui sebagai salah satu penyebab utama terjadinya korupsi dan manipulasi dalam kegiatan pembangunan, sehingga lembaga pengawas persaingan dibeberapa negara disamping memiliki otoritas menjatuhkan sanksi administratif juga sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut secara kumulatif. Kesulitan tersendiri bagi KPPU dalam memberantas persengkongkolan yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa adalah adanya keharusan bagi lembaga pengawas untuk membuktikan semua unsur yang terdapat dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini dirasa sangat menyulitkan KPPU dalam melakukan penyelidikan terhadap persengkongkolan tender. Unsur yang paling dirasa memberatkan tugas KPPU adalah penilaian atas terjadinya “persaingan usaha tidak sehat”, karena dalam hal ini mereka harus membuktikan bahwa persengkongkolan tersebut dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat pendekatan rule of reason. Unsur ini dapat dianggap sebagai proses pembuktian yang berlebihan, sehingga kadang kala menjadi boomerang bagi keputusan KPPU sendiri, karena kata “dapat mengakibatkan”merupakan kata-kata yang memiliki berbagai macam makna. Universitas Sumatera Utara Banyak di negara-negara lain lembaga pengawas persaingan cukup membuktikan terjadinya kesepakatan kolusif, karena hampir semua kesepakatan kolusif selalu berakibat merugikan dan atau menghambat persaingan usaha

Bab III Persengkongkolan yang Tidak Sehat dalam Pengadaan Barang dan Jasa Dilihat dari

Dokumen yang terkait

Peranan Notaris Dalam Persekongkolan Tender Barang/Jasa Pemerintah Terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

6 47 130

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

1 34 229

Analisis terhadap Briding Loan dalam Praktik Pengadaan Barang dan Jasa Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junctis Peraturan Perundang-Undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

0 2 37

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 8

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 1

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 1 28

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 36

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 3

Praktek Persekongkolan Tidak Sehat Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembeantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 35

PENCANTUMAN SANKSI PIDANA KUMULATIF SEBAGAI SUATU PENAL POLICY DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAITKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO.20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NO.31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDA

0 0 16