Persekongkolan yang tidak sehat dilihat dari UU No.5 Tahun 1999 Tentang

BAB II PERSEKONGKOLAN TIDAK SEHAT DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA

DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

A. Persekongkolan yang tidak sehat dilihat dari UU No.5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk dengan tujuan menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahterahan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan pelaku usaha kecil, serta mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Persaingan yang tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. 38 Sedangkan monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. 39 38 Dengan adanya undang-undang No.5 Tahun 1999 ini tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diharapkan akan menjadi sebuah payung hukum bagi upaya http:lib.atmajaya.ac.iddefault.aspx?tabID=61src=kid=77355. Juli 2010 39 http:www.scribd.comdoc16045405Monopoli-dan-Persaingan-Usaha-tidak-sehat. Juli 2010 Universitas Sumatera Utara penciptaan persaingan usaha yang sehat antar pelaku usaha khususnya didalam usaha pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pihak Pemerintah. 40 Unfair competition is a term which may be applied generally to all dishonest or fraudulent rivalry in trade and commerce, but is particularly applied to the practice of endeavoring to subtitute one’s own goods or products in the markets for those of another, having and established reputation and extensive sale, by means of imitating or counterfeiting the name, tittle, shape, or distinctive peculiarities of the article, or the shape, color, label, wrapper or general appearance of the package, or other such simulations, the immitation being carried far enough to mislead the general public or deceive an unwary purchaser, and yet not amounting to an absolute counterfeit or to the infringement of a trade mark or trade name. Persaingan yang ketat dalam persaingan usaha di Indonesia baik perdagangan barang maupun jasa yang ditimbulkan akibat dampak perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal inilah yang menimbulkan bermucullannya berbagai praktek-praktek perdagangan yang tidak sehat unfair trade practices yang dilakukan oleh para pengusaha atau pelaku bisnis untuk dapat memenangkan persaingan tersebut. Praktek persengkongkonglan yang tidak sehat antar pelaku usaha adalah salah satu praktek persaingan yang tidak sehat dilakukan oleh para pelaku usaha untuk dapat memenangkan suatu persaingan dibidang usahanya. Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu bentuk yang dapat diartikan secara umum terhadap segala tindakan ketidakjujuran atau menghilangkan persaingan dalam setiap bentuk transaksi atau bentuk perdagangan dan komersial. Dalam black law dictionary disebutkan pula bahwa : 41 40 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 41 Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, 1990, St. Paul Minnesotta, hal. 1529. Terjemahan Penulis : Persaingan tidak sehat adalah istilah yang dapat diterapkan secara umum untuk semua yang tidak jujur atau penipuan persaingan dalam perdagangan, tetapi terutama diterapkan pada praktik berusaha untuk subtitute barang milik sendiri atau produk di pasar-pasar bagi orang-orang lain, memiliki dan membangun reputasi dan Dijual luas, dengan cara meniru atau pemalsuan nama, makhluk, bentuk, atau kekhasan tersendiri dari artikel, atau bentuk, warna, label, wrapper atau penampilan umum dari paket, atau lainnya simulasi tersebut, yang immitation dibawa cukup jauh untuk menyesatkan masyarakat umum atau menipu pembeli yang tidak waspada, namun tidak sebesar mutlak palsu atau pelanggaran merek dagang atau nama dagang. Universitas Sumatera Utara Persekongkolan merupakan salah satu dari perbuatan yang dapat dikategorikan dalam persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli. Persekongkolan adalah suatu perbuatan dimana adanya conspiracy atau kerjasama yang tidak baik dalam suatu usaha untuk melakukan kecurangan guna mendapatkan keuntungan yang banyak. Istilah persekongkolan ini di semua kegiatan masyarakat hampir seluruhnya berkonotasi negatif. Pandangan ini disebabkan, bahwa pada hakikatnya persengkongkolan atau konspirasi bertentangan dengan keadilan, karena tidak memberikan kesempatan yang sama pada seluruh pelaku usaha untuk melakukan usaha secara jujur. Bentuk persekongkolan yang diatur oleh undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah salah satunya mengenai persekongkolan yang terjadi di dalam pengadaan barang dan jasa. Masalah persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang danatau jasa didalam undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diatur dalam pasal 22 yang berbunyi; “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender pengadaan barang dan jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.” 42 Persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Persengkongkolan ini mencangkup jangkauan perilaku yang luas antara lain usaha produksi atau distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan harga, dan manipulasi lelang atau kolusi dalam tender Pada pasal 22, persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa adalah kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih secara terang-terangan maupun secara diam-diam. Persengkongkolan antara penyedia barang dan jasa dan pengguna barang dan jasa kerap sering terjadi dalam tender proyek pengadaan barang dan jasa Pemerintah. 42 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Universitas Sumatera Utara collusive tender yang terjadi antar pelaku usaha, pemilik pekerjaan, maupun antar kedua pihak tersebut. Persengkongkolan penawaran tender bid rigging termasuk salah satu perbuatan yang dianggap merugikan negara, karena terdapat unsur manipulasi harga penawaran, dan cenderung menguntungkan pihak yang terlibat dalam persengkongkolan. Bahkan di Jepang, persengkongkolan penawaran tender dan kartel dianggap merupakan tindakan yang secara serius memberikan pengaruh negatif bagi ekonomi nasional. 43 Bentuk-bentuk persengkongkolan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat kita kelompokan berdasarkan pihak-pihak yang terlibat dalam persekongkolan tersebut dan berdasarkan prilakunya, antara lain: 44 a. persekongkolan yang terjadi antara pemilikpemberi pekerjaanpanitia tender dengan peserta tender; Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat, antara lain: 1. Persengkongkolan antar pihak Vertikal, yakni persengkongkolan yang terjadi antara pelaku usaha dengan pemilikpemberi pekerjaanpanitia tender atau dengan pihak-pihak tertentu. Persengkongkolan antar pihak meliputi: b. antara pemilikpemberi pekerjaanpanitia tender dengan produsen dan dengan peserta tender. 2. Persekongkolan antar peserta tender horizontal, yakni persengkongkolan terjadi antara pelaku usaha dengan sesama pelaku usaha pesaingnya. 3. Persengkongkolan Vertikal dan Horizontal. Merupakan persekongkolan antara panitia pengadaan barang dan jasa atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua atau tiga pihak yang terkait dalam proses tender. Salah satu bentuk persekongkolan ini adalah tender fiktif, dimana baik panitia tender, pemberi pekerjaan, maupun para pelaku usaha melakukan suatu proses tender hanya secara administratif dan tertutup. Dan berdasarkan perilakunya, bentuk-bentuk persekongkolan antara lain sebagai berikut: 1. Melakukan pendekatan dan kesepakatan-kesepakatan dengan penyelenggara sebelum pelaksanaan tender ; 2. Tindakan saling memperlihatkan harga penawaran yang akan diajukan dalam pembukaan tender diantara peserta; 3. Saling melakukan pertukaran informasi; 4. Pemberian kesempatan secara eksklusif oleh panitia atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada peserta tertentu; 5. menciptakan persaingan semu antar peserta; 6. Tindakan saling menyesuaikan antar peserta; 43 Adrian Sutedi. op cit . hal. 222 44 Draft Pedoman tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Universitas Sumatera Utara 7. Menciptakan pergiliran waktu pemenang; 8. Melakukan manipulasi persyaratan teknis dan administratif. Bid rigging adalah praktek anti persaingan yang bisa terjadi diantara para pelaku usaha yang seharusnya menjadi pesaing dalam suatu lelang tender pengadaan barang dan jasa. Secara sederhana bid rigging dapat dikatakan sebagai suatu kesepakatan yang menyamarkan adanya persaingan untuk mengatur pemenang dalam suatu penawaran lelang tender melalui pengelabuan harga penawaran. 45 Pasal 22 tersebut jelas bahwa persekongkolan yang terjadi melibatkan semua pihak, baik antara pelaku usaha dengan pesaingnya, maupun pelaku usaha dengan pemberi kerja atau dengan panitia penyelenggara. Menurut Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha dan tidak sehat persekongkolan dalam pasal tersebut harus mengandung unsur-unsur: Bid rigging dalam tender proyek ini sering dikaitkan dengan pengadaan barang dan jasa Pemerintah Government Procurement. Namun, jangkauan UU No.5 Tahun 1999 dapat mencangkup tidak hanya kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga termasuk kegiatan yang dilakukan oleh sektor swasta. 46 1. Unsur Pelaku Usaha. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5 yang berbunyi: Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. 2. Unsur Bersekongkol. 45 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 45. 46 Draft KPPU. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Hal. 13 Universitas Sumatera Utara Bersengkongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta pengadaan barang dan jasa tertentu. Unsur bersengkongkol antara lain dapat berupa: a. kerjasama antara dua pihak atau lebih. b. Secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya; danatau c. Membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan; danatau d. Menciptakan persaingan semu; danatau e. Menyetujui danatau memfasilitasi; danatau f. Tidak menolak meakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu. 3. Unsur Pihak Lain. Pihak lain adalah para pihak yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender pengadaan barang dan jasa, baik pelaku usaha sebagai peserta tender danatau subjek hukum diluar peserta tender. 4. Unsur Mengatur danatau Menentukan Pemenang Tender. Mengatur danatau menentukan pemenang tender adalah suatu perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender untuk bersekongkol yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya danatau memenangkan peserta tender tertentu dengan cara-cara tertentu. Masalah persekongkolan yang tidak sehat ini di dalam tender proyek pengadaan barang dan jasa Pemerintah sebenarnya sudah biasa dilakukan oleh para pihak yang terkait. Baik panitia lelang, pejabat di departemen setempat, dan pihak pengusaha swasta yang Universitas Sumatera Utara mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa tersebut. Persekongkolan ini biasa dilakukan dengan cara melakukan kesepakatan-kesepakatan, guna memenangkan tender pengadaan barang dan jasa untuk salah satu pihak. Persekongkolan didalam pengadaan barang dan jasa ini sudah terjadi bahkan sebelum adanya pengumuman akan diadakannya tender pengadaan barang dan jasa. Para pihak pengusaha yang sudah memiliki hubungan baik dengan orang-orang didalam departemen yang akan melakukan tender proyek pengadaan barang dan jasa biasanya sudah melakukan lobi-lobi terhadap pejabat yang terkait agar dapat memenangkan tender proyek yang akan diadakan nantinya. Kegiatan tersebut tidak jarang mengakibatkan hambatan bagi pelaku usaha yang tidak terlibat dalam kesepakatan, dan dampak yang lebih jauh dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak penyelenggara, karena tedapat ketidakwajaran mengenai harga. Bid rigging dalam industri konstruksi merupakan salah satu akar penyebab korupsi di kalangan kaum politikus dan pejabat negara. Hal ini akan mengakibatkan kerugian, karena masyarakat pembayar pajak harus membayar beban biaya konstruksi yang tinggi. Ada beberapa ciri-ciri yang dapat mengindikasikan adanya persengkongkolan yang tidak sehat yang terjadi di dalam suatu lelang proyek pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Pemerintah 47 1. Pengadaan barang dan jasa yang bersifat tertutup dan tidak transparan dan tidak diumumkan secara luas, sehingga mengakibatkan para pelaku usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi tidak dapat mengikutinya. . Diantaranya adalah : 2. Pengadaan barang dan jasa bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuti oleh semua pelaku usaha dengan kompeten yang sama. 47 Draft KPPU. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persengkongkolan dalam Tender. 2009. Hal. 18 Universitas Sumatera Utara 3. Pengadaan barang dan jasa dengan persyaratan dan spesifikasi teknik atau merek yang mengarah ke satu pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut. Praktek dilapangannya, perbuatan persekongkolan pengadaan barang dan jasa ini seperti yang dikatakan sebelumnya sudah dimulai bahkan sebelum rencana akan adanya tender dimulai. Toolkit anti Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah memberikan indikasi-indikasi yang harus diperhatikan untuk melihat terjadinya praktek persengkongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa dilihat dari tiap-tiap tahap lelang pengadaan barang dan jasa. 48 1. Indikasi Persekongkolan pada saat perencanaan, antara lain: a. Pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan tender lelang secara terbuka. b. Pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu, dan atau waktu penyerahan barang yang akan ditawarkan atau dijual atau dilelang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku usaha tertentu. c. Tender lelang dibuat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu yang dapat mengikuti atau melaksanakannya. d. Ada keterkaitannya antara sumber pendanaan dan asal barang jasa. e. Nilai uang jaminan lelang ditetapkan jauh lebih tinggi dari nili dasar lelang. f. Penempatan tempat dan waktu lelang yang sulit dicapai dan diikuti. 2. Indikasi persekongkolan pada tahap pembuktian panitia, antara lain: a. Panitia yang dipilih tidak memiliki kualitas yang dibutuhkan. b. Panitia terafiliasi dengan peserta tertentu. c. Susunan dan kinerja panitia tidak diumumkan dan cenderung ditutup-tutupi. 3. Indikasi Persekongkolan pada saat prakulifikasi perusahaan, antara lain: a. Persyaratan untuk mengikuti prakualifikasi membatasi dan atau mengarah kepada pelaku usaha tertentu. b. Adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai spesifikasi, merek, jumlah, tempat, dan atau waktu penyerahan barang dan jasa yang akan ditender atau dilelangkan. c. Adanya kesepekatan mengenai cara, tempat, dan atau waktu pengumuman tender lelang. d. Adanya pelaku usaha yang diluluskan dalam prakulifikasi walaupun tidak atau kurang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. e. Panitia memberikan perlakuan khusus atau istimewa kepada pelaku usaha tertentu. f. Adanya persyaratan tambahan yang dibuat setelah prakualifikasi dan tidak diberitahukan kepada semua peserta. 48 Ibid Universitas Sumatera Utara g. Adanya pemegang saham yang sama diantara peserta atau panitia atau pemberi pekerjaan maupun pihak lain yang terkait langsung dengan tender lelang benturan kepentingan 4. Indikasi persekongkolan pada saat pembuatan persyaratan untuk mengikuti tender lelang maupun pada saat penyusunan dokumen tenderlelang, antara lain meliputi adanya persyaratan tender lelang yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu terkait dengan sertifikasi barang, mutu, kapasitas dan waktu penyerahan yang harus dipenuhi. 5. Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman tender atau lelang, antara lain meliputi: a. jangka waktu pengumuman tender lelang yang sangat terbatas. b. Informasi dalam pengumuman tender lelang dengan sengaja dibuat tidak lengkap dan tidak memadai. Sementara, informasi yang lebih lengkap diberikan hanya pada satu pelaku usaha tertentu. c. Pengumuman tender lelang dilakukan melalui media dengan jangkauan yang sangat terbatas, misalnya pada surat kabar yang tidak dikenal ataupun pada papan pengumuman yang jarang dilihat publik ataupun pada surat kabar dengan jumlah eksemplar yang tidak menjangkau sebagian besar target yang diinginkan. d. Pengumuman tender lelang dimuat pada surat kabar dengan ukuran iklan yang sangat kecil atau pada bagian lay-out surat kabar yang sering kali dilewatkan oleh pembaca yang menjadi target tenderlelang. 6. Indikasi persekongkolan pada saat pengambilan dokumen tender lelang, antara lain meliputi : a. Dokumen tender lelang yang diberikan tidak sama bagi seluruh calon peserta tenderlelang. b. Waktu pengambilan dokumen tender lelang yang diberikan sangat terbatas. c. Alamat atau tempat pengambilan dokumen tender lelang sulit ditemukan. d. Panitia memindahkan tempat pengambilan dokumen tender lelang secara tiba-tiba menjelang penutupan waktu penambilan dan perubahan tersebut tidak diumumkan secara terbuka. 7. Indikasi persekongkolan pada saat penentuan harga perkiraan sendiri atau harga dasar lelang, antara lain : a. Adanya dua atau lebih harga perkiraan sendiri atau harga dasar atas satu produk atau jasa yang ditenderkan dillangkan. b. Harga perkiraan sendiri atau harga dasar hanya diberikan kepada pelaku usaha tertentu. c. Harga perkiraan sendiri atau harga dasar ditentukan berdasarkan pertimbangan yang tidak jelas dan tidak wajar. 8. Indikasi persekongkolan pada saat penjelasan tender atau open house lelang, antara lain meliputi: a. Informasi atas barang dan jasa yang ditender atau dilelang tidak jelas dan cenderung ditutupi. b. Penjelasan tender lelang dapat diterima oleh pelaku usaha yang terbatas sementara sebagian besar calon peserta lainnya tidak dapat menyetujuinya. c. Panitia bekerja secara tertutup dan tidak memberi layanan atau informasi yang seharusnya diberikan secara terbuka. d. Salah satu peserta tender lelang melakukan pertemuan tertutup dengan panitia. 9. Indikasi persekongkolan pada saat penyerahan dan pembukaan dokumen atau kotak penawaran tender atau lelang, antara lain meliputi: a. Adanya dokumen penawaran yang diterima setelah batas waktu. Universitas Sumatera Utara b. Adanya dokumen yang dimasukan dalam satu amplop bersama-sama dengan penawaran peserta tender lelang yang lain. c. Adanya penawaran yang diterima oleh panitia dari pelaku usaha yang tidak mengikuti atau tidak lulus dalam proses kualifikasi atau proses administrasi. d. Terdapat penyesuaian harga penawaran pada saat-saat akhir sebelum memasukan penawaran. e. Adanya pemindahan lokasi tempat penyerahan dokumen penawran secara tiba- tiba tanpa ada pengumuman secara terbuka. 10. Indikasi persekongkolan pada saat evaluasi dan penetapan tender lelang, antara lain meliputi: a. Jumlah peserta tender lelang yang lebih sedikit dari jumlah peserta lelang tender sebelumnya. b. Harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tender lelang sebelumnya oleh perusahaan atau pelaku usaha yang sama. c. Para peserta tender lelang memasukan harga penawaran yang hampir sama. d. Peserta tender lelang yang sama, dalam tender lelang yang berbeda mengajukan harga barang yang berbeda untuk barang yang sama, tanpa alasan yang logis untuk menjelaskan perbedaan tersebut. e. Panitia cenderung untuk memberikan keistimewaan pada peserta tender lelang tertentu. f. Adanya beberapa dokumen penawran tender lelang yang mirip. g. Adanya dokumen penawaran yang ditukar atau dimodifikasi oleh panitia. h. Proses evaluasi dilakukan ditempat terpencil dan tersembunyi. i. Perilaku dan penawaran para peserta tender lelang dalam memasukan penawaran mengikuti pola yang sama dengan beberapa tender atau lelang sebelumnya. 11. Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman calon pemenang, antara lain meliputi: a. Pengumuman diumumkan secara terbatas sehingga pengumuman tersebut tidak diketahui secara optimal oleh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan, misalnya diumumkan pada media masa yang tidak jelas atau diumumkan melalui faksimile dengan nama pengiriman yang kurang jelas. b. Tanggal pengumuman tenderlelang ditunda dengan alasan yang tidak jelas. c. Peserta tender lelang ditunda dengan alasan yang tidak jelas. d. Ada peserta tender lelang yang memenangkan tender atau lelang secara terus menerus disatu wilayah tertentu. e. Ada selisih harga yang besar antara harga yang diajukan pemenang tender lelang dengan harga penawaran peserta lainnya, dengan alasan yang tidak wajar dan tidak dapat dijelaskan. 12. Indikasi persekongkolan pada saat pengajuan sanggahan, antara lain meliputi: a. Panitia tidak menanggapi sanggahan peserta tender lelang. b. Panitia cenderung menutup-nutupi proses dan hasil evaluasi. 13. Indikasi persekongkolan pada saat penunjukan pemenang tender lelang dan penandatangannan kontrak, antara lain meliputi : a. Surat penunjukan pemenang tender lelang tidak lengkap. b. Penerbitan surat penunjukan pemenang tender lelang mengalami penundaan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. c. Surat penunjukan pemenang tender lelang tidak lengkap. d. Konsep kontrak dibuat dengan menghilangkan hal-hal penting yang seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak e. Penandatanganan kontrak dilakukan secara tertutup. Universitas Sumatera Utara f. Penandatanganan kontrak mengalami penundaan tanpa alasan yang jelas. 14. Indikasi persekongkolan pada saat pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan, antara lain meliputi: a. Pemenang tender lelang mensub-kontrakan pekerjaan kepada perusahaan lain atau peserta tender lelang yang kalah dalam tender lelang tersebut. b. Volume atau nilai proyek yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan awal, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. c. Hasil pekerjaan tidak sesuai atau lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam spesifikasi teknis, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan . Persekongkolan yang terjadi antara pengusaha swasta dengan pihak pengguna barang dan jasa tentu saja tidak dilakukan dengan sukarela, biasanya ada perjanjian-perjanjian antara pihak pengguna dan penyedia barang danatau jasa tentu saja perjanjian dalam bentuk nominal uang. Berdasarkan pengalaman yang terlihat biasanya sebelum melakukan pendaftaran lelang proyek akan dilakukan komitmen antara pihak Pengguna barang dan jasa dengan pihak penyedia barang dan jasa. Komitmen tersebut tentu saja sudah dapat dipastikan yaitu perjanjian agar pihak yang nantinya dimenangkan harus memberikan sejumlah uang biasanya sebesar 20 sampai dengan 30 dari nilai proyek yang dilelangkan, hal ini biasa disebut dengan sebutan “commitment fee”. Bayangkan jika proyek itu bernilai satu miliar rupiah, berarti banyaknya komisi yang diterima oleh pihak pengguna barang dan jasa mencapai tiga ratus juta rupiah dan bagaimana jika lebih dari itu. Hal ini lah sering terjadi penyimpangan-penyimpangan yang diakukan oleh penyedia barang dan jasa dalam kewajibannya untuk memenuhi barang dan jasa yang diminta oleh Pemerintah. Dengan tingginya permintaan komisi dari pihak pengguna barang dan jasa dalam hal ini biasanya panitia lelang, maka para pengusaha sering melakukan upaya-upaya yang tidak baik untuk mendapatkan untung yang lebih sehingga dapat menutupi dana yang keluar untuk menyuap para pejabat untuk mendapatkan proyek tadi. Selain lobi-lobi yang biasa dilakukan oleh pihak swasta persengkongkolan yang sebenarnya sering terjadi adalah praktek yang biasa disebut “perusahaan plat merah”. Yang Universitas Sumatera Utara dimaksud dengan perusahaan plat merah ialah suatu perusahaan umumnya pemborongan, yang didirikan oleh seorang pejabat atau lebih, dengan maksud menjadi pemborong atau rekanan di instansi pejabat itu sendiri. 49 Karena itu pula, Undang-undang Anti Monopoli dilarang terhadap tindakan persekongkolan antara seorang pelaku usaha dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan. Karena hal tersebut dianggap dapat mengakibatkan terjadinya suatu pesaingan usaha tidak sehat. Jadi para pejabat disuatu departemen baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan rekannya membuat satu perusahaan yang nantinya akan digunakan mereka untuk mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa di tempat mereka bekerja. Dan secara otomatis perusahaan yang didaftarkan ke tender lelang tersebut akan dimenangkan oleh panitia lelang, karena memang sudah terjadi persengkongkolan untuk menguasai tender proyek yang ada di departemen tersebut. Selain persengkongkolan yang diatur pada Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 mengenai persengkongkolan antar para pihak untuk memenangkan salah satu peserta lelang dengan cara yang melanggar hukum, undang-undang anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat juga mengatur persengkongkolan untuk mendapatkan rahasia perusahaan lawan atau pesaing yang juga sama-sama mengikut i lelang tender tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa yang namanya “rahasia perusahaan” adalah property dari perusahaan yang bersangkutan. Karenanya tidak boleh dicuri, dibuka atau dipergunakan oleh orang lain tanpa seijin pihak perusahaan yang bersangkutan. Ini adalah prinsip hukum bisnis yang sudah berlaku secara universal. 50 Larangan bersekongkol mendapatkan rahasia perusahaan dalam Pasal 23 tersebut menekankan kepada rahasia perusahaan tersebut. Artinya apabila dapat dibuktikan ada rahasia 49 A. Hamzah. Korupsi Dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan. 1984. CV. Akademika Pressindo; Jakarta. 50 Shappiro DM., Glosari Undang-undang Persaingan dan Ekonomi Organisasi Industri, Jakarta, 2006, hal. 50. Universitas Sumatera Utara perusahaan yang didapati secara bersekongkol, maka larangan oleh pasal pasal tersebut sudah dapat diterapkan, karena “demi hukum” telah dianggap adnya suatu persaingan usaha tidak sehat, tanpa perlu harus dibuktitikan lagi persaingan usaha tidak sehat tersebut. Persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa menurut ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat juga diatur Pasal 24 UU No.5 Tahun 1999 yang berbunyi ;”Pelaku usaha dilarang bersengkongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok dipasar bersangkutan menjadi kurang baik dari jumlah, kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.” 51 Undang-undang Anti Monopoli dengan tegas melarang terhadap setiap persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain yang dibuat dengan tujuan untuk menghambat produksi dan atau pemasaran suatu produk dari pelaku usaha pesaingnya dengan harapan agar produk yang dipasok atau ditawarkan tersebut menjadi kurang baik dari segi kualitasnya, dari segi jumlahnya, maupun dari segi ketetapan waktu yang dipersyaratkan. Salah satu strategi tidak sehat dalam berbisnis adalah dengan berupaya agar produk-produk dari si pesaing menjadi tidak baik dari segi mutu, jumlah atau ketetapan waktu ketersedianya atau waktu yang telah dipersyratkan. 52 Tindakan persekongkolan conspiracy dalam hukum persaingan termasuk dalam kategori perjanjian. Pada hakekatnya, perjanjian terdiri dari dua macam, pertama, perjanjian yang dinyatakan secara jelas express agreement, biasanya tertuang dalam bentuk tertulis, sehingga relatif lebih mudah dalam proses pembuktiannya. Kedua, perjanjian tidak langsung Hal ini biasanya dilakukan untuk menjatuhkan nama pesaingnya agar pesaingnya tersebut tidak dipercaya lagi untuk mengikuti tender proyek dimanapun. 51 Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 52 Shappiro DM. Op Cit. hal. 67 Universitas Sumatera Utara implied agreement, biasanya berbentuk lisan atau kesepakatan-kesepakatan, dalam hal ini tidak ditemukan bukti adanya perjanjian, khususnya implied agreeement, dan jika keberadaan perjanjian tersebut dipersengketakan, maka diperlukan penggunaan bukti yang tidak langsung atau bukti yang melingkupi untuk menyimpulkan perjanjian danatau persekongkolan tersebut. 53 Persekongkolan ini ditujukan untuk mengakibatkan tender kolusif, artinya para pesaing sepakat untuk mempengaruhi hasil tender demi kepentingan salah satu pihak dengan tidak mengajukan penawaran atau mengajukan penawaran pura-pura. Mengingat bahwa persekongkolan selalu dilakukan oleh lebih dari satu pelaku, sebenarnya tindakan ini bisa diatur di dalam kategori perjanjian yang dilarang. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang segala bentuk cara persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain dengan tujuan mengatur atau menentukan pemenang suatu tender. Hal itu jelas perbuatan curang dan tidak fair terutama bagi peserta tender lainya. Sebab sudah inherent dalam istilah ‘tender’ bahwa pemenangnya tidak dapat diatur melainkan siapa yang melakukan penawaran yang baik dialah yang menang. Karena itu segala bentuk persengkongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender dapat mengakibatkan terjadinya suatu persaingan usaha yang tidak sehat. Penjelasan Pasal 22 dari UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud tender adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk mengadakan suatu jasa. Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengasumsikan bahwa persekongkolan terjadi diantara para pelaku usaha, dengan demikian penerapan ketentuan tersebut harus menyepakati dua kondisi, yaitu pihak-pihak tersebut harus berpartisipasi, dan harus menyepakati persekongkolan. 54 53 Euginia Liliawati, Undang-Undang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Harvarindo, Jakarta, 1999, hal 40. 54 Ibid., hal. 36 Manipulasi tender adalah kesepakatan antara para pihak agar pesaing memenangkan suatu tender. Kesepakatan Universitas Sumatera Utara ini dapat dicapai oleh satu atau lebih peserta tender yang sepakat menahan diri untuk tidak mengajukan penawaran atau oleh para peserta tender yang menyepakati satu peserta dengan dengan harga lebih rendah dan kemudian menawarkannya di atas harga perusahaan yang direncanakan dan dinaikkan. Proses pelelangan dirancang untuk meningkatkan keadilan dan menjamin bahwa harga yang serendah mungkin yang diterima. Manipulasi harga dalam suatu tender akan menghancurkan proses kompetitif ini. Kasus ini sering terjadi atas proyek-proyek pemerintah. Praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme KKN dalam proyek pemerintah telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat alam usaha memenangkan tender proyek tersebut, persaingan yang tidak sehat ini membuka peluang terjadinya monopoli orang atau perusahaan tertentu dalam proyek-proyek yang berkaitan dengan pemerintah dan pada gilirannya merugikan masyarakat umum. Mekanisme manipulasi dalam tender sangat beragam dan bervariasi, tetapi umumnya termasuk dalam kategori berikut ini: 55 a. Tekanan penawaran. Satu atau lebih pesaing setuju menahan diri untuk tidak mengikuti tender atau untuk menarik penawaran yang telah diajukan sebelumnya agar perusahaan lain dapat memenangkan pelelangan itu. Pihak-pihak dalam kesepakatan secara administratif atau melalui pengadilan dapat menantang penawaran perusahaan- perusahaan yang bukan merupakan pihak dalam kesepakatan atau dengan cara lain berupaya mencegah mereka mengikuti lelang, misalnya dengan menolak untuk mensuplai bahan-bahan atau surat penawaran untuk sub kontrak. b. Penawaran pelengkap. Perusahaan-perusahaan yang bersaing sepakat diantara mereka sendiri siapa yang seharusnya memenangkan lelang dan kemudian setuju bahwa yang lainnya akan mengajukan harga-harga penawaran yang pura-pura tinggi untuk menciptakan penampilan persaingan yang bersemangat, atau perusahaan-perusahaan yang kalah dapat mengajukan harga-harga kompetitif tetapi disertai dengan syarat-syarat lain yang tidak dapat diterima. c. Rotasi penawaran. Para pesaing bergiliran menjadi pemenang lelang, sedangkan yang lain mengajukan harga yang tinggi. Perusahaan-perusahaan yang bersepakat itu secara umum akan mencoba membuat tender-tender dimenangkan secara merata oleh masing-masing dari waktu ke waktu, pola 55 Abdul Hakim Garuda dan Benny K. Harman, Analisa dan Perbandingan Undang-undang Anti Monopoli: Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Elex Media Komputindo, Jakarta, 1999, hal. 21. Universitas Sumatera Utara rotasi yang teratur merupakan petunjuk adanya persekongkolan dalam tender tersebut.Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 mencakup konspirasi tender, yaitu suatu hambatan persaingan yang seringkali dianggap sangat serius. Jika hasil pengumuman tender menguntungkan salah satu peserta yang mengambil bagian, maka tender tersebut secara tersirat mengandung pembatasan persaingan harga. Persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa terjadi apabila pesaing menyepakati mempengaruhi hasil tender untuk kepentingan salah satu pihak, dengan cara tidak mengajukan penawaran atau mengajukan penawaran yang pura-pura saja, dengan penawaran harga tertinggi yang terkoordinasi, yang mengharap bahwa kontrak diberikan kepada penawar yang memasukkan penawaran tertinggi. Perilaku tersebut biasanya didasarkan pada harapan bahwa pihak yang tidak mengikuti tender bersangkutan akan mendapatkan giliran pada tender yang akan datang berdasarkan kegiatan kolusif yang dilakukan. Tender kolusif biasanya bermaksud untuk meniadakan persaingan harga dan menaikkan harga. Persekongkolan juga bertujuan untuk melakukan tender kolusif, jika posisi yang melakukan tender dapat diklasifikasikan sebagai pelaku usaha yang bersepakat dengan seorang penawar individu potensial untuk mempengaruhi hasil pengumuman tender untuk keuntungan penawar yang bersangkutan dengan tidak lagi memperhatikan penawaran yang diajukan oleh penawar lainnya.Pada umumnya, tender kolusif diperlakukan sebagai per se illegal. Namun demikian, Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menetapkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini akan diperiksa dengan pendekatan rule of reason. Kalimat yang menyatakan “……dapat mengakibatkan terjadinya…” mengandung pengertian bahwa Universitas Sumatera Utara tender kolusif “boleh” dilakukan asal tidak “…mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. 56 Ketentuan ini berbeda dengan pengaturan pengadaan barang dan jasa di negara mana pun, dan akan mempersulit badan pengawas persaingan usaha, untuk membuktikan apakah tindakan tersebut mendukung atau merusak persaingan. Hal ini mengingat tender kolusif sama sekali tidak berkaitan dengan struktur pasar strucutre, dan tidak terdapat unsur pro- persaingan sama sekali. Tender kolusif lebih mengutamakan prilaku behavior berupa perjanjian untuk bersekongkol conspiracy yang pada umumnya dilakukan secara diam-diam. Oleh karena itu, terhadap persekongkolan penawaran tender seharusnya menggunakan pendekatan per se illegal. 57 Tender kolusif bagaimanapun juga sebagai koordinasi persaingan harga merupakan pembatasan persaingan usaha yang horizontal untuk pembahasan secara terperinci apakah pihak-pihak yang terkait dianggap pesaing. Persekongkolan yang bertujuan mengakibatkan terjadinya tender kolusif hanya dilarang jika dapat mengarah ke persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 6. persaingan usaha tidak sehat dapat dibandingkan dengan efek suatu kartel, yaitu kriteria yang terdapat dalam hambatan terhadap alternatif yang dimiliki pihak lawan dalam pasar danatau kebebasan ekonomi untuk bertindak yang dimiliki oleh pihak luar kartel, dan efek kewajiban eksklusivitas yang khususnya membatasi saluransumber pasokan para pesaing dari pelaku usaha yang menyebabkan hal tersebut. Oleh karena itu, hambatan hukum untuk memulai penyelidikan hal ini berbeda, yaitu bahwa dalam persekongkolan antara pelaku persaingan usaha harus ditegaskan tentang kemungkinan yang cukup bagi terjadinya pembatasan kebebasan bertindak pihak luar kartel danatau pihak lawan dalam pasar, dan dalam persekongkolan antara pembeli dan pemasok 56 A.M. Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan tidak Sehat: Perse Illegal atau Rule of Reason, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 365 57 Ibid Universitas Sumatera Utara pun harus ditegaskan tentang kemungkinan yang cukup bagi pembatasan peluang terciptanya pasar para pesaing dari pelaku usaha yang menyebabkan hal tersebut. Persyaratan-persyaratan inilah yang selalu ada dalam persekongkolan untuk mencapai tender kolusif. Praktek persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa yang bersifat kolusif ini secara pasti dapat mengakibatkan dampak-dampak seperti konsumen atau pemberi kerja membayar harga yang lebih mahal dari pada harga yang sesungguhnya, barang atau jasa yang diperoleh baik dari sisi mutu, jumlah, waktu, maupun nilai sering kali lebih rendah dari apabila tender dilakukan secara jujur, terjadi hambatan pasar bagi peserta potensial yang tidak memperoleh kesempatan untuk mengikuti dan memenangkan tender, dan nilai proyek untuk tender pengdaan jasa menjadi lebih tinggi akibat mark-up yang dilakukan pihak-pihak yang bersengkongkol. Apabila hal tersebut dilakukan dalam proyek pemerintah yang pembiayaannya melalui anggaran pendapatan dan belanja negara, maka persengkongkolan tersebut berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

B. Sanksi Hukum Bagi Pelaku Persengkongkolan Tidak Sehat Ditinjau dari UU

Dokumen yang terkait

Peranan Notaris Dalam Persekongkolan Tender Barang/Jasa Pemerintah Terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

6 47 130

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

1 34 229

Analisis terhadap Briding Loan dalam Praktik Pengadaan Barang dan Jasa Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junctis Peraturan Perundang-Undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

0 2 37

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 8

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 1

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 1 28

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 36

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 3

Praktek Persekongkolan Tidak Sehat Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembeantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 35

PENCANTUMAN SANKSI PIDANA KUMULATIF SEBAGAI SUATU PENAL POLICY DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAITKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO.20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NO.31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDA

0 0 16