Element Beam Berorientasi Dalam Ruang

C = Cos θ = L xi xj − S = Sin θ = L zi zj − Gambar 3.3.8 Element Grid Berorientasi pada elemen x.

3.4 Element Beam Berorientasi Dalam Ruang

Dalam bagian ini, kita mengembangkan kekakuan matriks untuk elemen balok berorientasi pada dimensi ruang atau tiga dimensi. Unsur ini kemudian dapat digunakan untuk menganalisa frame dalam ruang tiga dimensi. Gambar 3.4.1 Lentur Diantara dua sumbu z dan y ˆ ˆ xˆ x yˆ j θ L z zˆ i y z z d f 1 1 ˆ , ˆ y y d f 1 1 ˆ , ˆ z z m 2 2 ˆ , ˆ φ z z m 1 1 ˆ , ˆ φ y y m 1 1 ˆ , ˆ φ yˆ zˆ 1 L 2 xˆ y y m 2 2 ˆ , ˆ φ z z d f 2 2 ˆ , ˆ y y d f 2 2 ˆ , ˆ Universitas Sumatera Utara

3.4.1 Melentur Arah Bidang z

x ˆ ˆ − Pertama sekali mempertimbangkan lentur pada bidang z dan x ˆ ˆ yang disebabkan oleh y m ˆ . Maka rotasi y φˆ searah jarum jam, sama seperti sebelum lentur terjadi. Matriks kekakuan yang disebabkan oleh lentur arah bidang z dan x ˆ ˆ adalah:               − − − = − 3 2 3 2 3 2 2 4 4 6 12 2 6 4 6 12 6 12 ˆ L Symmetry L L L L L L L L L L EI k y y . . . . . . 3.36 Dimana, y I adalah momen inersia penampang sumbu utama y, merupakan sumbu lemah, yakni z y I I 〈 . 3.4.2Melentur Arah Bidang y z ˆ ˆ − Sekarang dipertimbangkan melentur pada bidang y dan x ˆ ˆ yang disebabkan oleh z m ˆ . Sekarang z φ ˆ berotasi positif yakni berlawanan arah jarum jam, bukan searah jarum jam. Oleh karena itu, beberapa tanda pada matriks kekakuan mengalami perubahan yang tertekuk dalam bidang y x ˆ ˆ − , yakni sebagai berikut:               − − − = − 3 2 3 2 3 2 2 4 4 6 12 2 6 4 6 12 6 12 ˆ L Symmetry L L L L L L L L L L EI k z z . . . . . . 3.37 Dengan superposisi langsung dari beberapa persamaan tersebut di atas, maka diperoleh matriks kekakuan element untuk element beam atau rangka dalam ruang tiga dimensi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara . . . . . . 3.38 Transformasi dari sumbu lokal ke sistem sumbu global diselesaikan sebagai berikut: − − − − = T k T k T ˆ . . . . . . 3.39 Nilai k diberikan pada persamaan 2.38, sementara nilai T             = − 3 3 3 3 3 3 3 3 x x x x T λ λ λ λ diberikan pada persaman berikut: . . . . . . 3.40 Gambar 3.4.2 a Arah Cosinus Gambar 3.4.2 b Ilustrasi Menunjukkan Terkait dengan sumbu x Bagaimana sumbu lokal y ditentukan x x y~ θ x y~ θ x x~ θ z x~ θ y ~ y z z ~ x ~ x x ~ y y ~ z y x x z ~ ~ = L EI L EI L EI L EI L GJ L EIy L EIy L EI L EI L EA z z y y z z 4 6 4 6 6 12 6 12 2 2 2 3 2 3 − − L EI L EI L EIy L EIy L GJ L EIy L EIy L EI L EIz L EA z z z 2 6 2 6 6 12 6 12 2 3 2 2 3 2 3 − − − − − − L EI L EI L EIy L EIy L GJ L EIy L EIy L EI L EIz L EA z z z 2 6 2 6 6 12 6 12 2 3 2 2 3 2 3 − − − − − − L EI 4 L EI 6 L EI 4 L EI 6 L GJ L EIy 6 L EIy 12 L EI 6 L EI 12 L EA z 2 z y 2 y 2 3 2 z 3 z − − − = − k Universitas Sumatera Utara dimana, . . . . . . 3.41 Disini, nilai y x x y C dan C ˆ ˆ tidak selalu sama. Arah kosinus ditampilkan pada gambar 3.4.2 di atas. Perlu diingat bahwa arah cosinus sumbu x adalah: . . . . . . 3.42 Dimana: . . . . . . 3.43 Sumbu yˆ dipilih tegak lurus terhadap sumbu z dan x ˆ ˆ sedemikian rupa, sehingga hasil melintang global z dengan sumbu xˆ hasilnya di sumbu yˆ , seperti yang ditunjukkan dalam gambar. Oleh sebab itu: n m l k j i D y x x z 1 ˆ ˆ ˆ 1 ˆ ˆ = = = . . . . . . 3.44 j D l i D m y ˆ ˆ ˆ + − = . . . . . . 3.45 Dan, 2 1 2 2 m l D + =           = z z z y z x y z y y y x x z x y x x C C C C C C C C C ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ λ k j i x x z x y x x ~ cos ~ cos ~ cos ~ ~ ~ ~ θ θ θ + + = l L x x x z = − = 1 2 ~ cos θ m L y y x y = − = 1 2 ~ cos θ n L z z x z = − = 1 2 ~ cos θ Universitas Sumatera Utara Sumbu zˆ akan ditentukan oleh kondisi ortogonal y x x z ˆ ˆ ˆ = sebagai berikut: ˆ ˆ ˆ 1 ˆ ˆ l m n m l k j i D y x x z − = = = . . . . . . 3.46 Atau k D j D mn i D z ˆ ˆ ˆ ln ˆ + − − = . . . . . . 3.47 Dengan mengkombinasikan persamaan di atas, maka matriks transformasi berordo 3x3 menjadi:                 − − − = − D D mn D D l D m n m l x ln 3 3 λ . . . . . . 3.48 Vektor λ berotasi dari system koordinat local ke dalam satu sumbu global. Vektor λ ini digunakan dalam matriks T Sebagai rumusannya disimpulkan: . D m y x − = ˆ cos θ D m y x − = ˆ cos θ cos ˆ = y z θ . . . . . . 3.49 D z x ln cos ˆ − = θ D mn z y − = ˆ cos θ D z z = ˆ cos θ Universitas Sumatera Utara Dua pengecualian muncul ketika sumbu lokal dan global telah memiliki orientasi khusus berkenaan dengan satu sama lain. Jika sumbu xˆ lokal berimpit dengan sumbu global z, maka anggota tersebut sejajar dengan sumbu global z dan sumbu yˆ menjadi tidak pasti, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 3.4.3 a. Dalam hal ini sumbu yˆ lokal dipilih sebagai sumbu y global. a xˆ dalam arah yang sama dengan z b xˆ dalam arah berlawanan dari z Gambar 3.4.3 Kasus Khusus Matriks Transformasi Kemudian, untuk sumbu xˆ positif dalam arah yang sama global z, λ menjadi:           − = − 1 1 1 λ . . . . . . 2.50 Untuk sumbu xˆ positif berlawanan dengan global z, λ menjadi:           − = − 1 1 1 λ . . . . . . 2.51 xˆ zˆ yˆ x z y x xˆ y z yˆ xˆ Universitas Sumatera Utara

3.5 Langkah-langkah penyelesaian persoalan struktur dengan Finite Element Methode