Bearing Stress Pada Baseplate Dengan Cara Teoritis Dibandingkan Dengan Program Simulasi Ansys

(1)

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA

TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM

SIMULASI ANSYS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil (Studi Literatur)

Disusun oleh :

MUNTASHIR AIDIL 060404093

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UN4ERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS

DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh:

MUNTASHIR AIDIL 06 0404 093

Pembimbing Ir.Robert Panjaitan NIP.19510708 198203 1 001

Penguji I Penguji II Penguji III

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan Ir. Sanci Barus, MT Nursyamsi, ST. MT. NIP.19561224 198103 1 002 NIP.19520901 198112 1 001 NIP.19770623 200501 2 001

Mengesahkan:

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP: 19561224 198103 2 003

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini dengan judul : “Bearing Stress Pada Baseplate Dengan Cara Teoritis

Dibandingkan Dengan Program Simulasi Ansys“.

Tugas akhir ini ditulis dan disusun sedemikian rupa sebagai syarat dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang studi Struktur pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan penulis. Sehingga untuk penyempurnaannya maka penulis mengharapkan saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta dari rekan-rekan mahasiswa.

Pada kesempatan ini penulis telah banyak menerima bimbingan dan saran dari berbagai pihak, Untuk itu dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil USU dan dosen pembanding yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini;

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil USU; 3. Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku Koordinator Bidang Studi Struktur Teknik

Sipil USU dan dosen pembanding yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini;

4. Bapak Ir. Robert Panjaitan selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengajaran dan ilmu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini;


(4)

5. Ibu Nursyamsi, ST.MT selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini;

6. Bapak/Ibu dosen pengajar departemen teknik sipil Universitas Sumatera Utara. 7. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dalam kemudahan

penyelesaian administrasi.

8. Orang tua, saudara dan rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, seluruh angkatan 2006, khususnya ‘anak musteker’, ‘anak beton’, ‘anak studio’, ‘anak air’, ‘anak JR’ dan ‘anak geotek’ yang telah memberikan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Para abang dan kakak senior, serta adik-adik junior yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

10. Serta pihak – pihak lain yang turut berperan serta dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari keadaan sempurna. Oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima saran ataupun kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2011 Penulis

MUNTASHIR AIDIL NIM : 060404093


(5)

ABSTRAK

Baseplate atau pelat dasar merupakan pelat baja yang berperan sebagai penghubung antara struktur bagian atas dengan struktur bagian bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban dari kolom menuju struktur di bawahnya. Penggunaan baseplate atau pelat dasar pada struktur baja gedung akan meningkatkan kekuatan pada struktur tersebut. Bearing stress adalah tegangan yang terjadi pada bantalan atau pondasi beton.

Dalam tugas akhir ini, direncanakan baseplate yang menahan beban vertikal dan momen untuk eksentrisitas kecil yang didesain dengan metode LRFD dan mengikuti prosedur AISC (DeWolf, J. T., and Ricker, D.T., Column Base Plates, AISC Steel Design Guide Series, No. 1, 1990). Dari hasil desain tersebut kemudian disimulasikan pada program ANSYS untuk mengetahui bearing stress maksimum yang terjadi. Dalam program ANSYS disimulasikan baseplate dengan variasi

ketebalan baseplate, variasi rasio luasan antara baseplate dan pondasi, dan baseplate dengan tambahan pengaku.

Hasil dari teoritis didapatkan tegangan maksimum yang terjadi sebesar 0,9914 kg/mm2 dan ketebalan baseplate 23,625 mm. Hasil dari simulasi ANSYS untuk ketebalan yang sama, didapatkan tegangan maksimum yang terjadi sebesar 4,288 kg/mm2.

Hasil dari simulasi ANSYS untuk ketebalan 100 mm didapatkan tegangan maksimum sebesar 2,637 kg/mm2 dengan penurunan tegangan sebesar 38,5 % dari pelat normal. Untuk tambahan pengaku didapatkan tegangan sebesar 2,729 kg/mm2 dengan penurunan tegangan sebesar 36,4 % dari pelat tanpa pengaku. Untuk variasi rasio luasan antara baseplate dan pondasi, disimpulkan bahwa tegangan akan

menurun pada rasio luasan 1-2 kali lipat dan akan naik kembali pada rasio luasan 3-4 kali lipat dari baseplate.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR NOTASI... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Umum... 1

1.2. Latar Belakang ... 3

1.3. Rumusan Masalah ... 5

1.4. Batasan Masalah ... 6

1.5. Tujuan ... 6

1.6. Metodologi ... 7

1.7. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Konstruksi Baseplate ( Pelat Dasar ) ... 8

2.2. Perencanaan Baseplate Dengan Metode AISC-LRFD ... 9

2.2.1. Baseplate Dengan Beban Vertikal ... 9

2.2.2. Baseplate Dengan Beban Vertikal dan Momen ... 11

2.2.2.a. Perhitungan Eksentrisitas (e) Kecil dan Sedang ... 12

2.2.2.b. Perhitungan Eksentrisitas (e) Besar ... 14

2.2.2.c. Desain Tambahan Untuk Perhitungan Eksentrisitas Besar ... 15


(7)

2.2.3. Baseplate Dengan Beban Geser ... 17

2.2.4. Desain Baut Angkur ... 18

2.3. Alat Sambung Las ... 20

2.2.2.a.Tipe-tipe Las ... 20

2.4. Beton ... 21

2.5. Perhitungan Baseplate Dengan Simulasi program ANSYS ... 22

2.5.1. Teori Dasar Kegagalan ... 22

2.5.2. Metode Elemen Hingga ... 25

2.5.3. Metode Elemen Hingga Pada Kasus Analisis Struktur ... 29

2.5.4. Regangan Pada Bidang Tiga Dimensi ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

3.5.1.Studi literatur ... 42

3.5.2.Pengumpulan Data ... 42

3.2.1. Material Baja ... 42

3.2.2. Material Beton ... 43

3.2.3. Pemodelan Struktur dengan Software ANSYS ... 44

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Analisis ... 45

4.2. Kriteria Perencanaan ... 45

4.3. Perencanaan Baseplate ... 47

4.3.1. Contoh Perhitungan Baseplate Dengan Eksentrisitas Kecil ... 47

4.4. Simulasi Baseplate Dengan Program ANSYS ... 53


(8)

4.4.2. Desain Objek ... 56

4.4.3. Meshing ... 58

4.4.4. Kondisi Batas (Tumpuan dan Beban) ... 59

4.4.5. Hasil Analisis ... 62

4.5. Tegangan Bantalan ... 65

4.5.1. Pengaruh Tegangan Terhadap Variasi Ketebalan Baseplate ... 68

4.5.2. Pengaruh Tegangan Terhadap Variasi Luas Pondasi Beton ... 85

4.5.3. Pengaruh Penambahan Pengaku Pada Baseplate Terhadap Tegangan ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

5.1. Kesimpulan ... 99

5.2. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(9)

DAFTAR NOTASI

A = Panjang distribusi tegangan (mm)

A` = Jarak dari jangkar ke titik tengah kolom (mm)

A1 = Luas penampang baseplate (mm2)

A2 = Luas penampang pondasi beton (mm2)

Ag = Luas penampang baut jangkar (mm2)

Algu = Luas bantalan untuk penahan geser (mm2)

Apsf = Luas permukaan proyeksi dari keruntuhan baut jangkar (mm2)

B = Lebar baseplate (mm)

bf = Lebar sayap kolom (mm)

c = Jarak tegangan bantalan maksimum ujung ke tengah Baseplate (mm)

d = Diameter baut jangkar, kedalaman kolom (mm)

E = Modulus Elastisitas (kg/mm2)

e = Eksentrisitas (M/P)

Fp = Tegangan bantalan yang diijinkan (kg/mm2)

Fu = Kuat tarik minimum (kg/mm2)

Fy = Tegangan luluh baja (kg/mm2)

f’c = Kuat tekan beton (kg/mm2)

f’ = Tegangan bantalan rata-tara pada baseplate dengan momen (kg/mm2) f1,2 = Tegangan bantalan diujung pada baseplate dengan momen (kg/mm2)

G = Ketebalan grout (mm)

H = Tinggi vertikal pada dinding penahan (mm)


(10)

M = Momen (kg-mm)

MDL = Momen beban mati (kg-mm)

Mlgu = Momen pada penahan geser (kg-mm/mm`)

MLL = Momen beban hidup (kg-mm)

Mplu = Momen terfaktor pada bagian kritis LRFD (kg-mm/mm`)

Mu = Momen terfaktor LRFD (kg-mm)

m,n = Jarak kritis untuk menghitung momen pada baseplate (mm)

N = Panjang baseplate (mm)

N’ = Jarak dari baut jangkar ke ujung pelat (mm)

P = Beban aksial (kg)

PDL = Beban mati (kg)

PLL = Beban hidup (kg)

PU = Beban terfaktor (kg)

T = Gaya pada baut jangkar (kg)

tf = Ketebalan sayap pada kolom (mm)

tlg = Ketebalan penahan geser (mm)

tp = Ketebalan baseplate (mm)

Vlgu = Beban geser terfaktor dari penahan geser (kg)

W = Lebar penahan geser (mm)

α = Koefisien jarak angkur dari pusat distribusi beban β = Koefisien untuk beban dan bantalan

Δ = Perkiraan perbedaan antara B dan N (mm)

μ = Koefisien geser LRFD


(11)

= Faktor tahanan untuk tegangan = 0,75

σ1,2 = Tegangan normal (N/m )

συ = Tegangan Von Mises (kg/mm2)

= Angka Poisson

= Berat Jenis (kg/mm3)

u(x) = Fungsi peralihan elemen { } = Vektor kolom

[k] = Matriks kekakuan elemen {σ} = Vektor tegangan

τ = Tegangan geser (N/m2)

V = Komponen gaya yang sejajar dengan bidang elementer (N) σx = Tegangan normal yang bekerja pada bidang x (N/m2) σy = Tegangan normal yang bekerja pada bidang y (N/m2) σz = Tegangan normal yang bekerja pada bidang z (N/m2) τxy = Tegangan geser yang bekerja pada bidang normal x dalam arah y (N/m2) τxz = Tegangan geser yang bekerja pada bidang normal x dalam arah z (N/m2) τyz = Tegangan geser yang bekerja pada bidang normal y dalam arah z (N/m2) {ε} = Matriks kolom regangan

[d] = Matriks operator dengan peralihan {u} = Matriks kolom peralihan


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1.1 : Perancangan Pelat Dengan Beban Aksial ... 5

Gambar 2.1 : Baseplate Dengan Gaya Vertical, Momen dan Geser ... 8

Gambar 2.2 : Distribusi Gaya Tekan Pelat... 9

Gambar 2.3 : Batasan Kritis Pelat ... 10

Gambar 2.4 : Eksentrisitas Beban (Eksentrisitas Kecil) ... 12

Gambar 2.5 : Eksentrisitas Beban (Eksentrisitas Sedang) ... 13

Gambar 2.6 : Eksentrisitas Beban (Eksentrisitas Besar) ... 14

Gambar 2.7 : Grafik Desain Tambahan Untuk Baseplate Dengan Beban Vertikal dan Momen ... 16

Gambar 2.8 : Baseplate Dengan Beban Geser ... 17

Gambar 2.9 : Jenis-Jenis Angkur ... 18

Gambar 2.10 : Bidang Runtuh Bentuk Kerucut Untuk Jangkar ... 19

Gambar 2.11 : Diagram Alir Perhitungan Struktur dengan ANSYS Secara Garis Besar ... 24

Gambar 2.12 : Permodelan Suatu Benda menggunakan Metode Elemen Hingga . 25 Gambar 2.13 : Elemen 1 Dimensi ... 28

Gambar 2.14 : Elemen 2 Dimensi ... 28

Gambar 2.15 : Elemen 3 Dimensi ... 29

Gambar 2.16 : Model Elemen 3 Dimensi ... 31

Gambar 2.17 : Elemen Tetrahedral... 32

Gambar 3.1 : Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir ... 41

Gambar 3.2 : Grafik Hubungan Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Beton ... 43


(13)

Gambar 4.2 : Ukuran Pelat Dan Bagian Kritis ... 48

Gambar 4.3 : Desain Baseplate Dengan Eksentrisitas Kecil ... 49

Gambar 4.4 : Dimensi Baseplate Dengan Tegangan Bantalan Yang Terjadi ... 50

Gambar 4.5 : Momen Pada Bagian Kritis Baseplate ... 50

Gambar 4.6 : Dimensi Baseplate dan Pondasi Beton 3D ... 52

Gambar 4.7 : a. Pemilihan Jenis Elemen Untuk Baja ... 54

Gambar 4.7 : b. Pemilihan Jenis Elemen Untuk Beton ... 54

Gambar 4.8 : Input Data Karakteristik Bahan ... 55

Gambar 4.9 : Kotak Dialog Element Attributes ... 57

Gambar 4.10 : Desain Objek Pada Program ANSYS ... 58

Gambar 4.11 : Objek Setelah Di-Meshing ... 59

Gambar 4.12 : Objek Setelah Diberi Kondisi Batas Tumpuan ... 60

Gambar 4.13 : Kotak Dialog Apply PRESS on Area ... 61

Gambar 4.14 : Kotak Dialog Apply F/M on Nodes ... 61

Gambar 4.15 : Objek Setelah Diberi Beban ... 62

Gambar 4.16 : Pilihan Hasil Analisis Pada ANSYS Yang Dapat Ditampilkan .. 63

Gambar 4.17 : a. Diagram Tegangan Von Mises Untuk Beban Aksial ... 64

Gambar 4.17 : b. Diagram Von Mises Untuk Kombinasi Beban Aksial dan Momen ... 64

Gambar 4.18 : Garis Potong Di Tengah Pondasi dan Di Bagian Kritis ... 65

Gambar 4.19 : a. Grafik Tegangan Bantalan Untuk Beban Aksial Di Tengah Pondasi ... 66

Gambar 4.19 : b. Grafik Tegangan Bantalan Untuk Beban Aksial Di Bagian Kritis ... 66


(14)

Gambar 4.20 : a. Grafik Tegangan Bantalan Untuk Kombinasi Beban Aksial dan Momen Di Bagian Tegah Pondasi ... 67 Gambar 4.20 : b. Grafik Tegangan Bantalan Untuk Kombinasi Beban Aksial

dan Momen Di Bagian Kritis ... 67 Gambar 4.21 : a. Diagram Von Mises Karena Beban Aksial pada Baseplate

ketebalan 10 mm... 69 Gambar 4.21 : b. Diagram Von Mises Karena Kombinasi Beban Momen dan

Aksial pada Baseplate ketebalan 10 mm ... 69 Gambar 4.22 : Grafik Tegangan Untuk Pelat Dengan Ketebalan 10 mm ... 70 Gambar 4.23 : a. Diagram Von Mises Karena Beban Aksial pada Baseplate

ketebalan 20 mm... 71 Gambar 4.23 : b Diagram Von Mises Karena Kombinasi Beban Momen dan

Aksial pada Baseplate ketebalan 20 mm ... 71 Gambar 4.24 : Grafik Tegangan Untuk Pelat Dengan Ketebalan 20 mm ... 72 Gambar 4.25 : a. Diagram Von Mises Karena Beban Aksial pada Baseplate

ketebalan 40 mm... 73 Gambar 4.25 : b. Diagram Von Mises Karena Kombinasi Beban Momen dan

Aksial pada Baseplate ketebalan 40 mm ... 73 Gambar 4.26 : Grafik Tegangan Untuk Pelat Dengan Ketebalan 40 mm ... 74 Gambar 4.27 : a. Diagram Von Mises Karena Beban Aksial pada Baseplate

ketebalan 60 mm... 75 Gambar 4.27 : b. Diagram Von Mises Karena Kombinasi Beban Momen dan

Aksial pada Baseplate ketebalan 60 mm ... 75 Gambar 4.28 : Grafik Tegangan Untuk Pelat Dengan Ketebalan 60 mm ... 76


(15)

Gambar 4.29 : a. Diagram Von Mises Karena Beban Aksial pada Baseplate ketebalan 80 mm... 77 Gambar 4.29 : b. Diagram Von Mises Karena Kombinasi Beban Momen dan

Aksial pada Baseplate ketebalan 80 mm ... 77 Gambar 4.30 : Grafik Tegangan Untuk Pelat Dengan Ketebalan 80 mm ... 78 Gambar 4.31 : a. Diagram Von Mises Karena Beban Aksial pada Baseplate

ketebalan 100 mm ... 79 Gambar 4.31 : b. Diagram Von Mises Karena Kombinasi Beban Momen dan

Aksial pada Baseplate ketebalan 100 mm ... 79 Gambar 4.32 : Grafik Tegangan Untuk Pelat Dengan Ketebalan 100 mm ... 80 Gambar 4.33 : Grafik Tegangan Di bagian Kritis Pada Setiap Pelat Untuk

Beban Aksial ... 82 Gambar 4.34 : Grafik Tegangan Di bagian Kritis Pada Setiap Pelat Untuk

Kombinasi Beban Aksial dan Momen ... 84 Gambar 4.35 : a. Diagram Tegangan Von Mises Karena Beban Aksial Pada

Luasan A2 = A1 ... 86

Gambar 4.35 : b. Diagram Tegangan Von Mises Karena Kombinasi Beban Aksial dan Momen Pada Luasan A2 = A1 ... 86

Gambar 4.36 : Grafik Tegangan Untuk Luasan A2 = A1 ... 87

Gambar 4.37 : a. Diagram Tegangan Von Mises Karena Beban Aksial Pada Luasan A2 = 3A1 ... 88

Gambar 4.37 : b. Diagram Tegangan Von Mises Karena Kombinasi Beban Aksial dan Momen Pada Luasan A2 = 3A1 ... 88


(16)

Gambar 4.39 : a. Diagram Tegangan Von Mises Karena Beban Aksial Pada

Luasan A2 = 4A1 ... 90

Gambar 4.39 : b. Diagram Tegangan Von Mises Karena Kombinasi Beban Aksial dan Momen Pada Luasan A2 = 4A1 ... 90

Gambar 4.40 : Grafik Tegangan Untuk Luasan A2 = 4A1 ... 91

Gambar 4.41 : Bentuk Pengaku ... 92

Gambar 4.42 : Baseplate Setelah Diberi Pengaku dan di-Meshing... 92

Gambar 4.43 : Diagram Tegangan Von Mises Pada Baseplate Berpengaku Untuk Beban Aksial ... 93

Gambar 4.44 : Diagram Tegangan Von Mises Pada Baseplate Berpengaku Untuk Kombinasi Beban Aksial Dan Momen ... 93

Gambar 4.45 : Grafik Tegangan Untuk Baseplate Berpengaku ... 94

Gambar 4.46 : a. Grafik Tegangan Maksimum Karena Beban Aksial Untuk Variasi Tebal Pelat... 95

Gambar 4.46 : b. Grafik Tegangan Maksimum Karena Kombinasi Beban Aksial dan Momen Untuk Variasi Tebal Pelat... 95

Gambar 4.47 : a. Grafik Tegangan Maksimum Karena Beban Aksial Untuk Variasi Luas Pondasi ... 96

Gambar 4.47 : b. Grafik Tegangan Maksimum Karena Kombinasi Beban Aksial dan Momen Untuk Variasi Luas Pondasi ... 96

Gambar 4.48 : a. Perbandingan Tegangan Secara Teoritis dan Simulasi ANSYS Akibat Beban Aksial ... 97

Gambar 4.48 : b. Perbandingan Tegangan Secara Teoritis dan Simulasi ANSYS Akibat Beban Aksial dan Momen ... 98


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Desain Baut Jangkar Sesuai Jenis Material... 20 Tabel 2.2 : Tegangan Normal dan Regangan Normal... 40 Tabel 3.1 : Hubungan Kuat Tekan Beton dan Modulus Elastisitas Beton .... 44 Tabel 4.1 : Spesifikasi Baja A36 Sesuai Standar ASTM ... 45 Tabel 4.2 : Tegangan Di bagian Kritis Pada Setiap Pelat Untuk Beban

Aksial ... 81 Tabel 4.3 : Tegangan Di bagian Kritis Pada Setiap Pelat Untuk Kombinasi


(18)

ABSTRAK

Baseplate atau pelat dasar merupakan pelat baja yang berperan sebagai penghubung antara struktur bagian atas dengan struktur bagian bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban dari kolom menuju struktur di bawahnya. Penggunaan baseplate atau pelat dasar pada struktur baja gedung akan meningkatkan kekuatan pada struktur tersebut. Bearing stress adalah tegangan yang terjadi pada bantalan atau pondasi beton.

Dalam tugas akhir ini, direncanakan baseplate yang menahan beban vertikal dan momen untuk eksentrisitas kecil yang didesain dengan metode LRFD dan mengikuti prosedur AISC (DeWolf, J. T., and Ricker, D.T., Column Base Plates, AISC Steel Design Guide Series, No. 1, 1990). Dari hasil desain tersebut kemudian disimulasikan pada program ANSYS untuk mengetahui bearing stress maksimum yang terjadi. Dalam program ANSYS disimulasikan baseplate dengan variasi

ketebalan baseplate, variasi rasio luasan antara baseplate dan pondasi, dan baseplate dengan tambahan pengaku.

Hasil dari teoritis didapatkan tegangan maksimum yang terjadi sebesar 0,9914 kg/mm2 dan ketebalan baseplate 23,625 mm. Hasil dari simulasi ANSYS untuk ketebalan yang sama, didapatkan tegangan maksimum yang terjadi sebesar 4,288 kg/mm2.

Hasil dari simulasi ANSYS untuk ketebalan 100 mm didapatkan tegangan maksimum sebesar 2,637 kg/mm2 dengan penurunan tegangan sebesar 38,5 % dari pelat normal. Untuk tambahan pengaku didapatkan tegangan sebesar 2,729 kg/mm2 dengan penurunan tegangan sebesar 36,4 % dari pelat tanpa pengaku. Untuk variasi rasio luasan antara baseplate dan pondasi, disimpulkan bahwa tegangan akan

menurun pada rasio luasan 1-2 kali lipat dan akan naik kembali pada rasio luasan 3-4 kali lipat dari baseplate.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum

Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi. Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang oleh pondasi dan beratnya-sendiri ke dalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya. Sebuah pondasi juga berhubungan langsung dengan struktur di atasnya. Untuk itu dibutuhkan suatu penghubung antara struktur bagian atas dengan struktur dibawahnya. Struktur baja yang berfungsi untuk itu adalah pelat dasar (baseplate).

Pelat dasar merupakan pelat baja yang berperan sebagai penghubung antara struktur bagian atas dan struktur bagian bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban dari kolom menuju struktur di bawahnya. Penggunaan baseplate atau pelat dasar pada struktur baja gedung akan meningkatkan kekuatan pada struktur tersebut. Dengan catatan dari semua aspek perhitungan maupun kontrol yang kiranya mendukung suatu struktur tersebut tercapai situasi dan kondisi yang aman. Tujuan analisa ini adalah untuk merencanakan konstruksi struktur baja gedung yang kokoh dan mengurangi resiko terjadinya keruntuhan pada struktur baja gedung bertingkat tinggi.

Perkembangan teknologi berdampak juga pada perkembangan dunia teknik sipil. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya program yang dapat digunakan untuk menganalisis struktur suatu bangunan, baik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam dari suatu struktur tersebut ataupun untuk mendesain struktur tersebut secara keseluruhan misalnya untuk mendesain tulangan baja yang diperlukan untuk struktur


(20)

beton bertulang. SAP2000, ETABS, SANSPRO, merupakan beberapa contoh program komputer yang dapat digunakan untuk mendesain struktur. Tapi perlu kehati-hatian didalam menggunakan program tersebut dan tidak langsung menggunakan hasil desain dari program. Logika kita juga sangat berperan didalam membaca hasil analisis dari suatu program, bisa saja program memberikan hasil "A" tapi kita membacanya "B" akhirnya menjadi sebuah kesalahan yang fatal. Program merupakan suatu alat yang dapat mempercepat dan mempermudah kerja kita. Keputusan selanjutnya ada di tangan engineer sendiri. Yang terpenting didalam menggunakan suatu program yaitu kita harus tahu dan paham betul dasar-dasar dari suatu perencanaan struktur, bagaimana memodelkan suatu struktur, bagaimana kita menentukan beban-beban yang bekerja, dan bagaimana kita membaca hasil analisis, desain dari program. Jika sudah paham betul dengan dasar teori dari suatu perencanaan, dijamin tidak akan sulit untuk menggunakan program-program tersebut dan pastinya pekerjaan akan lebih cepat dan ringan.

Perancangan baseplate melibatkan gaya vertikal, momen dan geser, maka dari itu diperlukan perhitungan dimensi baseplate untuk menahan gaya-gaya tersebut. Umumnya, ukuran baseplate ditentukan dengan melihat batas kekakuan beton pada pondasi saat hancur karena terbebani oleh beban diatasnya dan ketebalan baseplate ditentukan dengan melihat batas plastis yang disebabkan oleh bengkoknya bagian kritis pada plat tersebut.

Perancangan baseplate meliputi dua langkah utama yaitu, menentukan panjang, lebar pelat dan menetukan ketebalan pelat. Baseplate dengan kolom baja harus terikat atau menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan suatu alat sambung yang berfungsi untuk menyatukan kolom dengan


(21)

pelat dasar tersebut. Dalam hal ini alat sambung berupa las yang digunakan dengan alasan, karena las dapat meleburkan antara logam dengan logam sehingga menjadi satu material.

1.2 Latar Belakang

Bangunan tinggi berkaitan erat dengan suatu kota. Ia merupakan jawaban yang wajar terhadap konsentrasi penduduk yang padat, kelangkaan lahan, dan harga lahan yang tinggi. Pembuatan masa bangunan tinggi timbul dari penafsiran seorang perancang terhadap konteks lingkungan dan jawaban terhadap maksud bangunan tersebut. Sebuah bangunan tinggi bisa berdiri bebas yaitu vertikal dan ramping, atau horizontal dan besar atau dapat juga ditempatkan berdekatan dengan bangunan tinggi lainnya sehingga membentuk suatu blok bangunan yang kokoh. Pada kedua pendekatan tersebut, pada dasarnya bangunan merupakan suatu benda terpisah. Akan tetapi, pada masa mendatang bangunan tinggi dapat saja merupakan bagian yang terpadu dari suatu organisme bangunan besar, yaitu kota, dimana bangunan atau kisi-kisi kegiatan saling dihubungkan oleh sistem-sistem pergerakan bertingkat majemuk. Di banyak kota metropolitan, bangunan tinggi merupakan satu-satunya jawaban terhadap pertumbuhan pemusatan penduduk yang sinambung. Ia tidak boleh dicampakkan karena efek yang tidak manusiawi atau disimpan sebagai lambang keberhasilan teknologi. Bangunan dengan skala besar merupakan suatu kota di dalam kota. Rancangan sistem interaksi yang demikian rumit memerlukan pemrograman yang sistematis terhadap akibat-akibat sosial, ekologi, ekonomi, dan politik yang akan terjadi tidak hanya pada konteks kota di sekelilingnya, tetapi juga pada lingkungannya sendiri.


(22)

Bangunan bertingkat merupakan alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan akan ruang yang terus meningkat. Bangunan bertingkat harus memperhatikan faktor alam, faktor struktur, keamanan dan kenyamanan penghuninya. Struktur bangunan gedung terdiri dari komponen-komponen di atas tanah dan komponen-komponen di bawah tanah yang direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat menyalurkan beban ke tanah dasar. Untuk menahan beban yang besar maka diperlukan bangunan yang kuat dan aman.

Struktur yang kuat biasanya memiliki dimensi yang besar tetapi tidak ekonomis jika diterapkan pada bangunan bertingkat. Perhitungan dimensi biasanya didasarkan pada kolom atau balok struktur yang menanggung beban paling besar. Salah satu bagian dari struktur yang berguna untuk meningkatkan kekuatan pada struktur itu adalah dengan menggunakan baseplate.

Penggunaan baseplate atau pelat dasar pada struktur gedung akan meningkatkan kekuatan pada struktur tersebut. Dengan catatan dari semua aspek perhitungan maupun kontrol yang kiranya mendukung suatu struktur tersebut tercapai situasi dan kondisi yang aman. Dalam analisa ini dilakukan kontrol dengan menggunakan sebuah program, yaitu ANSYS.


(23)

1.3 Rumusan Masalah

Perhitungan cara analitis untuk merencanakan dimensi baseplate sampai saat ini menggunakan cara pendekatan dengan mengasumsikan beban vertikal adalah beban terpusat pada pelat yang selanjutnya menjadi beban terbagi rata untuk struktur di dibawahnya, seperti gambar 1.1

Sumber : Design of Column Base Plate (T. DeWolf, John. 2005) Gambar 1.1 Perancangan Pelat Dengan Beban Aksial

Untuk kolom baja I WF, sayap pada profil tersebut tentu juga mempunyai pengaruh terhadap pembebanan dan selanjutnya mempengaruhi pendimensian baseplate tersebut. Untuk itu maka di butuhkan analisis dengan menggunakan sebuah program.

Maka rumusan masalah difokuskan pada bagaimana merencanakan dimensi dan mengontrol kekuatan dari baseplate tersebut secara manual berdasarkan metode AISC-LRFD dan kemudian membandingkan nya dengan menggunakan program ANSYS. Untuk mendapatkan dimensi yang paling tepat, aman dan ekonomis.


(24)

1.4 Batasan Masalah

Perencanaan Baseplate Pada Struktur Baja Gedung menyangkut beberapa faktor, maka untuk mendapatkan analisis yang jelas dan terfokus perlu dibuat penyederhanaan dan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Perencanaan baseplate merupakan hubungan antara kolom baja dengan pondasi beton.

2. Kolom menggunakan baja I WF standar ASTM dengan mutu baja A36. 3. Beban yang bekerja pada baseplate adalah beban vertikal dan momen

dengan eksentrisitas kecil.

4. Kolom dan baseplate dianggap telah menyatu dengan alat sambung las. 5. Analisis menggunakan metode AISC-LRFD dan program ANSYS. 6. Dalam permodelan, baseplate tidak memakai angkur atau jangkar.

1.5 Tujuan

Mengetahui dimensi dan kekuatan dari baseplate yang merupakan hubungan antara kolom baja dan pondasi beton.

 Mengetahui perbandingan antara perhitungan baseplate secara manual berdasarkan metode AISC-LRFD dan menggunakan program ANSYS.  Mengetahui pengaruh ketebalan pelat, luasan pondasi dan penambahan

pengaku terhadap tegangan yang terjadi.

 Mengetahui perbedaan tegangan di tengah dan di bagian kritis pelat  Mengetahui pengaruh beban aksial dan kombinasi terhadap tegangan.  Tujuan lain adalah membuka wawasan kepada masyarakat, khususnya

kaum intelektual seperti mahasiswa, perencana, ilmuwan terhadap baseplate


(25)

1.6 Metodologi

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing. Penganalisaan struktur dilakukan dengan program komputer yaitu program ANSYS untuk mempercepat perhitungan.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran garis besar penulisan tugas akhir ini, maka isi tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN Terdiri dari Umum, Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan, Pembatasan Masalah, Metodologi, Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Terdiri dari Konstruksi Baseplate ( Pelat Dasar ), Perencanaan Baseplate Dengan Metode AISC-LRFD, Alat Sambung Las, Beton, Perhitungan Baseplate Dengan Simulasi program ANSYS

BAB III METODOLOGI terdiri dari Studi Literatur, Pengumpulan Data

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL Terdiri dari Analisa Hasil Dan Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konstruksi Baseplate ( Pelat Dasar )

Pelat dasar merupakan pelat baja yang berperan sebagai penghubung antara struktur atas dan struktur bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban dari kolom menuju struktur di bawahnya.

Gambar. 2.1 Baseplate Dengan Gaya Vertical, Momen dan Geser Perencanaan dimensi baseplate melibatkan gaya vertikal, momen dan geser, oleh karena itu diperlukan perhitungan dimensi baseplate untuk menahan gaya-gaya tersebut. Umumnya, ukuran baseplate ditentukan dengan melihat batas kekakuan beton pada pondasi saat hancur karena terbebani oleh beban diatasnya dan ketebalan baseplate ditentukan dengan melihat batas plastis yang disebabkan oleh bengkoknya bagian kritis pada plat tersebut. Perancangan baseplate meliputi dua langkah utama yaitu dengan menentukan ukuran panjang dan lebar baseplate dan menentukan ketebalan baseplate.

Antara kolom baja dan baseplate harus terikat menjadi satu kesatuan, oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan sambungan yang berfungsi untuk menyatukan kolom dengan baseplate tersebut. Dalam hal ini alat sambung yang


(27)

digunakan berupa las, karena las dapat meleburkan antara logam dengan logam sehingga menjadi satu material.

Pendimensian ini akan dilakukan dengan dua cara yaitu : secara manual berdasarkan metode AISC-LRFD dan menggunakan program ANSYS.

2.2. Perencanaan Baseplate Dengan Metode AISC-LRFD

Perencanaan baseplate dengan metode ini meliputi beberapa tinjauan perhitungan, yaitu : perhitungan baseplate dengan beban vertikal, baseplate dengan momen, desain baut angkur dan baseplate dengan beban geser

2.2.1. Baseplate Dengan Beban vertikal

Perencanaan Baseplate dengan beban vertikal diasumsikan bahwa beban vertikal adalah beban terpusat pada pelat yang selanjutnya menjadi beban terbagi rata untuk struktur di dibawahnya.

Gambar. 2.2. Distribusi Gaya Tekan Pelat

 Untuk menghitung dimensi berdasarkan beban vertikal dengan metode LRFD dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sesuai prosedur berikut : 1. Mentukan beban vertikal (Pu).

2. Menentukan luasan pelat ( A1 ), didasarkan pada sifat-sifat dari pondasi yang


(28)

c f Pu

C

A

11.7

` (in

2

)

Dimana :

Pu = Beban vertikal (kip) = Faktor resistensi beton, 0.6 f`c = Mutu beton (ksi)

3. Menentukan dimensi pelat ( B dan N ), sehingga m dan n kira-kira sama.

Gambar. 2.3. Batasan Kritis Pelat Dilihat dari batasan kritis pada pelat itu sendiri, yaitu :

 N

=

+ in) Dimana :

N = Panjang pelat (in) A1 = Luasan pelat (in2) Δ = 0.5 ( 0.95d – 0.8bf ) (in)

 B

=

1 in) Dimana :


(29)

4. Menetukan nilai m dan n, sebagai berikut : m = − 0.95

2

(in)

n = . (in) Dimana :

d = kedalaman sayap dari kolom (in) bf = lebar sayap dari kolom (in)

5. Menentukan ketebalan pelat ( tp ) didasarkan dari besaran nilai m atau n yang

dilihat pada gambar 2.3. di atas dan diambil nilai yang terbesar. Untuk menentukan ketebalan pelat yaitu:

t

p=( m atau n )

.

. . . (in)

Dimana :

tp = Tebal pelat (in)

Fy = Mutu baja (ksi)

6. Menentukan luas dasar beton (bantalan), yaitu: A2 = 4 N B

2.2.2. Baseplate Dengan Beban vertikal dan Momen

Terdapat dua metode perencanaan untuk menentukan dimensi baseplate yang terbebani oleh gaya aksial dan momen, yaitu :

1. Perhitungan untuk eksentrisitas (e) kecil dan sedang. 2. Perhitungan untuk eksentrisitas (e) besar.


(30)

2.2.2.a Perhitungan Eksentrisitas (e) Kecil dan Sedang

Gambar. 2.4. Eksentrisitas Beban (Eksentrisitas Kecil)

Jika nilai eksentrisitas (e) sama atau lebih kecil dari N/6, distribusi gaya tekan terjadi di seluruh permukaan baseplate, seperti yang terlihat pada gambar 2.4. Gaya f1,2 dapat dihitung sebagai berikut :

f1,2 =

. ± .

(ksi) Dimana:

B.N= dimensi baseplate (in) c = N/2 (in)

I = momen inersia, B x N3 / 12 (in4)

Berdasarkan LRFD (Load & Resistance Factor Design), gaya tekan maksimum (f1) tidak boleh melebihi gaya tekan yang d2zinkan (Fp) :

Fp = 0.85 f`c

(ksi)

Dimana :

f`c = Mutu beton (ksi) A1 = Luas baseplate (in2)

A2 = Luas beton dasar (bantalan) (in2)


(31)

 Untuk menghitungnya dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menentukan Pu dan Mu

2. Menentukan tegangan desain bantalan maksimum Fp = 0.85 f`c (ksi)

≤ 1.7 f`c

3. Menentukan nilai N dan B dengan asumsi

4. Menentukan tegangan bantalan yang terjadi dengan rumus f1,2 =

. ± .

(ksi)

5. Memeriksa apakah nilai e =

dan nilai f1,2

Fp. Jika nilainya memenuhi

maka diteruskan kelangkah selanjutnya, jika tidak kembali ke langkah 3. 6. Menentukan tebal pelat (tp), tp =

.

Gambar. 2.5. Eksentrisitas Beban (Eksentrisitas Sedang)

Jika nilai eksentrisitas (e) diantara N/6 dan N/2, distribusi gaya tekan terjadi hanya pada sebagian baseplate, seperti yang terlihat pada gambar 2.5. Agar seimbang, distribusi gaya tekan harus sama dengan beban vertikal dan berada pada jarak e titik tengah dari baseplate. Gaya maksimum f1 dihitung sebagai berikut :

f1 =

.

.

(

ksi) ;

Dimana :


(32)

2.2.2.b Perhitungan Eksentrisitas (e) Besar

Gambar. 2.6. Eksentrisitas Beban (Eksentrisitas Besar)

Saat terjadi eksentrisitas (e) yang besar, maka disarankan menggunakan jangkar (anchor bolt) untuk meredam peregangan komponen pada saat beban momen bekerja. Hal ini diperlihatkan pada gambar 2.6.

 Untuk menghitungnya dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menentukan Pu dan Mu

2. Menentukan tegangan bantalan maksimum Fp = 0.85 f`c (ksi)

≤ 1.7 f`c 3. Menentukan nilai N dan B dengan asumsi.

4. Cek nilai eksentrisitras (e) = ≥ ½ N, jika sesuai maka dapat melanjutkan ke langkah selanjutnya, jika tidak ulangi langkah 3.

5. Menentukan panjang distribusi tegangan (A) < N` sebagai berikut :

A =

`± ` . ( . ` )


(33)

Dimana :

A` = Jarak dari jangkar dan titik tengah kolom, `− (in) f` = . . ` (ksi)

fp = Gaya tekan ijin (ksi)

P = Gaya vertical (kip) M = Gaya momen (kip) 6. Menghitung kapasitas jangkar (T) kips

T = .

7. Menentukan tebal pelat (tp), tp =

.

Dimana :

Mplu = faktor momen pada bagian kritis (in-kips/in)

2.2.2.c. Desain Tambahan Untuk Perhitungan Eksentrisitas Besar

Saat pelat dasar menerima beban vertikal dan beban momen yang cenderung besar, terjadi eksentrisitas yang besar pula. Keadaan ini berakibat tidak seimbangnya pelat dasar yang selanjutnya dapat menyulitkan pengerjaan terutama pada saat awal konstruksi berlangsung. Untuk itu, diperlukan pengikat antara pelat dasar dan pondasi agar dapat menahan gaya guling yang terjadi. Pengikat yang dimaksud adalah anchor bolt (baut angkur).

Maitra (1978) telah mengembangkan suatu solusi grafis untuk kasus pelat dasar yang memiliki beban eksentris yang besar. Grafik yang dimaksud adalah sebagai berikut :


(34)

Gambar. 2.7. Grafik Desain Tambahan Untuk Baseplate Dengan Beban vertikal dan Momen

 Untuk menentukan resultan gaya (T) dari ankur (anchor bolt), dapat dihitung dengan prosedur sebagai berikut:

1. Menentukan Pu dan Mu

2. Menentukan tegangan desain bantalan maksimum Fp = 0.85 f`c

(ksi)

3. Menentukan nilai N dan B dengan asumsi. 4. Hitung β = ( . `)

. . ` sehingga dari grafik didapat nilaiA/N`

5. Dari nilai A/N` didapat nilai A. Jika nilai A sesuai maka lanjutkan ke langkah selanjutnya, jika tidak ulangi langkah 3.

6. Dari grafik juga di dapat nilai α. Sehingga dapat dicari kapasitas angkur T = ( . `)

. `

(kip)

Dimana :

α = Koefisien jarak angkur dari pusat distribusi beban

= ( + . `)


(35)

2.2.3. Baseplate Dengan Beban Geser

Biasanya, gaya geser kolom dasar secara keseluruhan dilawan oleh gesekan karena adanya beban tekan aksial. Karena itu biasanya tidak diperlukan untuk perencanaan geser. Namun ada beberapa kasus dimana perencanaan geser diperlukan.

Ada 4 cara untuk menahan gaya geser yaitu: dengan pengembangan gaya gesek; dengan baut geser / bantalan, penggunaan penahan geser (shear lug) dan dengan penanaman kolom ke pondasi.

Gambar 2.8 Baseplate Dengan Beban Geser

 Untuk merencanakan dimensi baseplate dengan beban geser dapat mengikuti langkah berikut:

1. Menentukan bagian geser yang dapat ditransfer oleh gesekan sebesar μ dikalikan dengan factor beban mati Vlgu, ditambah dengan bagian yang sesuai dari beban hidup yang menghasilkan gaya geser. Bagian ini ditahan oleh penahan geser (shear lug), adalah berbeda antara beban geser yang diperhitungkan dan kekuatan ini.


(36)

2. Menghitung daerah bantalan yang diperlukan untuk penahan geser (shear lug) Algu = . . .

3. Menentukan dimensi penahan geser dengan asumsi bahwa bantalan terjadi pada bagian di bawah pondasi beton. H dan G dapat dilihat pada gambar 2.8

H – G = ; W = asumsi lebar shear lug 4. Menghitung momen pada penahan geser

Mlgu =

( )

5. Menghitung ketebalan shear lug tlg = . .

2.2.4. Desain Baut Angkur

Baut angkur diperlukan untuk semua baseplate. Baut angkur digunakan untuk memperkuat semua pelat dan untuk mencegah kolom terbalik. Baut angkur juga diperlukan ketika pelat menerima beban yang besar atau uplift.

a) Batang Terkait b) Batang Baut c) Batang Berulir Dengan Biji Gambar 2.9. Jenis-Jenis Angkur


(37)

Bidang runtuh

 Untuk menentukan panjang baut angkur yang dibutuhkan, didasarkan pada luas permukaan pelat dan kapasitas baut angkur itu sendiri.

Dapat dihitung dengan prosedur sebagai berikut : 1. Menghitung luas lubang baut Ag

Ag =

. . .

Dimana :

Tu = kapasitas angkur (kip)

= faktor tahanan untuk tegangan = 0.75 = kekuatan tarik minimum (ksi) 2. Menghitung luas permukaan yang di proyeksikan

Gambar 2.10. Bidang Runtuh Bentuk Kerucut Untuk Jangkar

Apsf =

. . ` (in

2

) Dimana :

Tu = kapasitas angkur (pounds)

f`c = mutu beton (psi)


(38)

3. L =

. (in)

Dimana :

=

Luas permukaan pelat (in2)

Panjang jangkar ini berlaku apabila luas proyeksi dianggap penuh, artinya tidak terpotong oleh tepi pondasi beton.

Pada tahun (1983) Shipp and Haninger telah menyajikan panjang minimum jangkar yang tertanam dan juga jarak minimumnya keujung bawah pondasi. Disajikan dalam tabel 2.1 berikut.

Jenis Material Baut

Panjang Minimum Jangkar ( L ) Jarak minimum ke ujung bawah pondasi

A307, A36 12 x diameter baut 5 x diameter baut > 4 in A325, A449 17 x diameter baut 7 x diameter baut > 4 in

Tabel 2.1. Desain Baut Jangkar Sesuai Jenis Material

2.3. Alat Sambung Las

Pengelasan merupakan proses penggabungan material-material logam dengan pemanasan sampai ke temperatur yang sesuai sedemikian rupa sehingga bahan-bahan tersebut melebur menjadi satu material.

2.3.1. Tipe-tipe Las

Ada empat tipe pengelasan yaitu, groove, fillet, slot, dan plug. Masing-masing tipe las memiliki kelebihannya sendiri yang menentukan rentang penggunaannya. Secara kasar, keempat tipe tersebut mewakili presentasi konstruksi las berikut ini : las groove ( las tumpul) 15%, fillet ( las sudut) 80%, sisanya


(39)

terbagi-bagi untuk slot dan plug. Oleh karena itu penulis memilih las sudut sebagai penyambung antara kolom baja dengan baseplate.

1. Las Groove

Las ini dipakai untuk menyambung batang-batang sebidang, karena las ini harus menyalurkan beban yang bekerja secara penuh, maka las ini harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang disambungnya.

2. Las Fillet

Tipe las ini paling banyak dijumpai dibandingkan tipe las yang lain, 80% sambungan las menggunakan tipe las sudut. Tidak memerlukan presisi yang tinggi dalam pengerjaannya.

3. Las Slot dan Plug

Jenis las ini biasanya digunakan bersama-sama las fillet. Manfaat utamanya adalah menyalurkan gaya geser pada smbungan lewatan bila ukuran panjang las terbatas oleh panjang yang tersedia untuk las sudut.

2.4. Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan adiktif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan, durabilitas, dan waktu pengerasan.

Beton memiliki kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah. Karena beton mempunyai kuat tekan yang sangat tinggi, maka dalam analisis ini pondasi yang digunakan terbuat dari beton yang selanjutnya dapat menahan gaya tekan yang diterima dari kolom baja melalui penyebaran beban dari baseplate.


(40)

2.5. Perhitungan Baseplate Dengan Simulasi program ANSYS

Sebelum software simulasi diciptakan, engineer menggunakan hitungan teknik dalam perancangan suatu alat. Kelemahannya perencana tidak pernah mengetahui perkiraan kegagalan dari alat yang dirancangnya.

Dengan menggunakan ANSYS, bagaimana gaya, tegangan dan stress yang terjadi dapat dilihat dengan simulasi serta potensi kegagalan dari alat yang dirancang dapat diprediksi, hal ini dapat dilihat dari simulasi yang memberikan gambaran distribusi tegangan yang berlebih pada titik tertentu ketika ada beban bekerja. Kalkulasi pada software ini meliputi bahan dari material, dimensi dan beban kerja.

2.5.1. Teori Dasar Kegagalan

Salah satu tujuan yang lebih penting dalam melakukan analisis struktur solid ialah untuk memeriksa kegagalan yang terjadi pada struktur tersebut. Perkiraan kegagalan suatu struktur pada umumnya berdasarkan tegangan yang terjadi pada komponen tersebut baik terpusat maupun terdistribusi. Dengan menggunakan ANSYS, maka distribusi tegangan tersebut dapat dengan mudah dikerjakan dengan cepat dan akurat. Selain itu komponen-komponen tegangan tertentu dapat dengan mudah dihitung, seperti: σx, σy,dan τxy dan juga tegangan-tegangan utama seperti σ1 dan σ2.

Untuk mencegah terjadinya kegagalan pada suatu struktur, pada umumnya perhitungan kekuatan struktur tersebut melibatkan suatu faktor yang disebut dengan faktor keamanan (FS), yang didefenisikan sebagai:

F.S = Pmax / Pallowable

Dimana Pmax adalah beban yang dapat menyebabkan kegagalan. Untuk kasus


(41)

maksimum yang menyebabkan kegagalan terhadap tegangan-tegangan yang d2zinkan ketika beban diberikan berbanding lurus terhadap tegangan-tegangan tersebut.

Tegangan utama dalam bidang pada suatu titik ditentukan dari nilai σxx, σyy, dan τxy dengan menggunakan persamaan:

σ1,2 = ± +

Tegangan geser bidang maksimum pada suatu titik ditentukan dari hubungan: τmax = +

Terdapat sejumlah teori penentuan kriteria kegagalan, yaitu: a. Teori tegangan normal maksimum

b. Teori tegangan geser maksimum c. Teori energi distorsi

Teori energi distorsi dikenal juga dengan istilah teori von mises-Hencky adalah kriteria kegagalan yang paling sering dipergunakan untuk material-material liat. Teori ini digunakan untuk mendefinisikan awal mula luluh. Untuk keperluan desain (tegangan von mises συ) dihitung berdasarkan persamaan:

συ = − +

Suatu desain yang aman adalah sesuatu yang menjaga tegangan-tegangan von mises dalam material dibawah kekuatan luluh material. Hubungan antara tegangan von mises, kekuatan luluh, dan faktor keamanan ialah:

συ = Sy / FS


(42)

Pada umumnya material-material rapuh memiliki kecendrungan gagal tiba-tiba tanpa adanya peluluhan. Pada material rapuh dibawah pengaruh tegangan bidang, teori tegangan normal maksimum menyatakan bahwa material akan gagal bila adanya suatu titik dalam material mengalami tegangan utama yang melebihi tegangan normal ultimate material. Ide ini diperlihatkan oleh persamaan:

|σ | = Sultimate |σ | = Sultimate

Dimana Sultimate adalah kekuatan ultimate material yang diperoleh dari suatu

pengujian tarik.

Gambar 2.11 Diagram Alir Perhitungan Struktur dengan ANSYS Secara Garis Besar

Solution

( untuk menganalisa objek, menentukan kondisi batas, dan memasukkan beban)

MULAI

General Postproc

(Untuk menampilkan hasil analisa )

Preferences

(untuk menentukan bidang ilmu kasus yang akan dikerjakan )

Preprocessor

( untuk mendesain objek, mengatur element type, memasukkan jenis

bahan dan meshing)


(43)

2.5.2 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan untuk memprediksi respon-respon sistem teknik yang mengalami kasus-kasus tertentu. Pada awal perkembangannya, metode elemen hingga dirancang untuk mendapatkan respon tegangan pada struktur, tetapi saat ini metode elemen hingga telah dikembangkan untuk berbagai respon teknik lainnya seperti medan tekanan, kecepatan aliran, distribusi temperatur, atau perpindahan panas. Pada dasarnya metoda elemen hingga mencari solusi dari perpindahan, kecepatan dan temperatur.

Metode elemen hingga menggunakan pendekatan secara numerik untuk memperoleh suatu solusi dari bentuk geometri yang sederhana sampai yang rumit. Akurasi yang didapatkan tergantung kepada model yang dibuat. Metode elemen hingga memecahkan masalah struktur yang memiliki geometri yang rumit dengan pendekatan diskrit, yaitu membagi-bagi geometri model menjadi elemen-elemen sederhana seperti gambar. 2.12 di bawah ini.

Gambar. 2.12. Permodelan Suatu Benda menggunakan Metode Elemen Hingga Tiap ujung dari elemen tersebut memiliki nodal yang terhubung satu sama lain dengan nodal dari elemen-elemen lainnya. Setiap nodal memiliki suatu parameter yang memiliki nilai tertentu seperti perpindahan untuk kasus struktur,


(44)

tekanan untuk kasus fluida, atau temperatur untuk kasus perpindahan panas. Dari nilai kuantitas tersebut dapat diturunkan persamaan-pesamaan yang d2kuti dengan perhitungan numerik untuk mendapatkan solusi yang ingin dicari. Metode ini sangat bermanfaat dan membantu mempercepat proses perhitungann pada kasus- kasus yang menggunakan banyak pesamaan.

Penyelesaian analisis struktur menggunakan metode elemen hingga dapat diuraikan dalam langkah-langkah berikut :

1. Diskritisasi kontinum, yaitu membagi elemen kontinu menjadi elemen

kecil atau elemen diskrit. Derajat ketelitian pada metode elemen hingga dapat ditingkatkan dengan beberapa cara seperti:

a. Memperbanyak jumlah elemen dengan model perpindahan sederhana.

b.Menggunakan elemen dengan bentuk sederhana dan model perpindahan kompleks.

c. Mempergunakan elemen dengan bentuk dan model perpindahan yang kompleks. 2. Pemilihan model perpindahan.

Kesalahan dalam pemilihan fungsi dapat menyebabkan hasil yang keluar konvergen kepada jawaban yang salah. Fungsi (himpunan fungsi) perpindahan yang baik secara umum harus memenuhi syarat berikut :

a. Jumlah konstanta yang tidak diketahui dalam fungsi perpindahan harus sama dengan jumlah derajat kebebasan elemen total.

b. Fungsi perpindahan harus tidak condong ke satu arah tertentu, yaitu harus seimbang terhadap sumbu koordinat, kecuali untuk elemen yang ditujukan bagi pemakaian khusus.


(45)

c. Fungsi perpindahan harus mengizinkan elemen mengalami pergerakan benda tegar (rigid body) tanpa regangan dalam.

d. Fungsi perpindahan harus bisa menyatakan keadaan tegangan atau regangan konstan, karena jika tidak, regangan tidak akan konvergen ke fungsi kontinu bila elemen yang semakin kecil digunakan dalam idealisasi struktur.

e. Fungsi perpindahan harus memenuhi kesepadanan perpindahan sepanjang perbatasan dengan elemen yang berdekatan.

3. Hubungan perpindahan, regangan serta tegangan di dalam setiap elemen. 4. Penyususnan matriks kekakuan elemen dan matriks gaya ek4alen.

5. Proses penggabungan. 6. Penyelesaian kondisi batas. 7. Proses Analisis.

8. Perhitungan-perhitungan tambahan yang diperlukan

Dalam metode elemen hingga terdapat berbagai tipe bentuk elemen yang dapat digunakan untuk memodelkan kasus yang akan dianalisis, yaitu :

a. Elemen satu dimensi, terdiri dari:  Elemen line/ garis

Tipe elemen ini yang paling sederhana memiliki dua titik nodal, masing-masing pada ujungnya, disebut elemen garis linier. Dua elemen lainnya dengan orde yang lebih tinggi, yang umum digunakan adalah elemen garis kuadratik dengan tiga titik nodal dan elemen garis kubik dengan empat buah titik nodal.


(46)

a. Kubik b. Kuadratik

b. Linier

Gambar. 2.13. Elemen 1 Dimensi b. Elemen dua dimensi, terdiri dari:

 Elemen triangle  Elemen quadrilateral

Elemen orde linier pada masing-masing tipe ini memiliki sisi berupa garis lurus, sedangkan untuk elemen dengan orde yang lebih tinggi dapat memiliki sisi berupa garis lurus, sisi yang berbentuk kurva ataupun dapat pula berupa kedua-duanya.


(47)

c. Elemen tiga dimensi, terdiri dari:  Elemen tetrahedron

 Elemen parallelepiped

Sama seperti t ipe-tipe elemen yang telah disebutkan sebelumnya, kecuali untuk orde linier, elemen-elemen ini dapat memiliki sisi yang berbentuk kurva. Pada simulasi ini elemen yang dipilih adalah elemen tetrahedron.

Gambar. 2.15. Elemen 3 Dimensi

2.5.3. Metode Elemen Hingga Pada Kasus Analisis Struktur

Pemecahan solusi metode elemen hingga, yaitu dengan menggunakan elemen- elemen untuk memodelkan struktur keseluruhan. Persamaan umum yang digunakan untuk menggambarkan kuantitas nodal-nodal elemen tersebut adalah: {F} [K] = {u} (2.1)

Dengan {f} adalah gaya-gaya yang bekerja pada nodal-nodal, {u} adalah perpindahan pada nodal dan [k] adalah matriks kekauan elemen [k]. Terdapat tiga metoda yang digunakan untuk menurunkan persamaan elemen, yaitu:

1. Metoda Persamaan Langsung atau “Direct Formulation”

Pada metoda ini, matriks kekakuan elemen dan persamaan elemen didapatkan dengan menurunkan persamaan kesetimbangan pada setiap nodal untuk mendapatkan hubungan gaya dan perpindahan nodal. Metoda ini mudah digunakan pada


(48)

model-model yang sederhana, dengan jumlah elemen yang sedikit. Akan sangat sulit menggunakan metoda ini pada geometri yang cukup rumit, dengan jumlah nodal yang sangat banyak. Oleh sebab itu metoda ini tidak digunakan untuk jumlah elemen yang banyak.

2. Metode Energi

Metoda energi merupakan metoda yang cukup banyak digunakan. Terdapat tiga jenis metoda energi dalam analisis elemen hingga, yaitu:

- Virtual Work - Prinsip variasi - Teorema Castigliano

Pendekatan energi potensial minimal merupakan metoda yang lebih mudah untuk diadaptasi pada konfigurasi-konfigurasi yang cukup rumit, seperti elemen plane strain/stress, elemen axisymetric, elemen plate bending, elemen shell, dan elemen solid. Energi potensial minimal menggunakan fungsi variasi, yaitu fungsi dari fungsi lain. f(x,y) merupakan fungsi dari dua variabel x dan y, dan merupakan fungsi dari f.

π = π (x,y) (2.2) Pada permasalahan struktur, total energi potensial pada struktur tersebut adalah p yang dapat dituliskan sebagai fungsi dari variabel perpindahan p=(d1,d2,d3,…,dn). Subskrip n menunjukkan derajat kebebasan benda. Total energi potensial dapat didefinisikan seperti pada persamaan 2.3 di bawah ini :

πp = energi starin + energi potensial


(49)

Dimana U adalah energi potensial karena gaya dalam yang menyebabkan timbulnya strain, sementara W adalah energi potensial karena gaya luar yang menyebabkan timbulnya deformasi pada benda. Persamaan kesetimbangan akan terpenuhi jika nilai energi potensial adalah konstan. Persamaan tersebut akan stabil jika nilai statis adalah minimal, dimana perubahan energi potensial total terhadap perubahan perpindahan adalah nol.

Gambar. 2.16. Model Elemen 3 Dimensi

Dari gambar 2.16 dapat diturunkkan energi strain total dan energi potensial karena

gaya luar sebagai berikut;


(50)

Dimana

u = [u,v,w]T ; deformasi titik x u = [u,v,w]iT ; deformasi pada nodal i

f = [fx, fy, fz]T ; gaya terdistribusi tiap satuan volume

T = [Tx, Ty, Tz]T ; gaya tiap satuan luas

Pi = [Px, Py, Pz]T ; gaya pada nodal i σ = [σx, σy, σz, τyz, τxz, τxy]

ε = [εx, εy, εz, γyz, γxz, γxy,]

2. Metoda Weighted Residual

Metoda ini digunakan apabila Variasi perumusan atau fungsi tidak

didefinisikan secara jelas. Metoda Galerkin merupakan metoda yang menggunakan metoda ini.

4. Elemen Tetrahedral

Elemen tetrahedral adalah elemen tiga dimensi yang sangat simpel untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mekanika stuktur. Seperti yang terlihat pada gambar 2.17, dapat dimisalkan bentuk tiap elemenya berbentuk tetrahedral.


(51)

Gambar 2.17 merupakan elemen tetrahedral dengan 3 dimensi, yang memiliki 4 node untuk 1 elemen.

a. Pemilihan Fungsi Displacement

Pemilihan fungsi displacement dapat dilakukan dengan memperhatikan urutan penomoran, dimana nomor yang terakhir (= 4) ditentukan lebih dahulu. Nomor-nomor lainnya ditentukan searah dengan kebalikan jarum jam.

Displacement = {q}

Fungsi displacement {q} u, v, w harus merupakan fungsi linier karena hanya ada dua node yang membatasi sebuah rusuk elemen. Masing-masing fungsi displacement tersebut adalah

(2.8) dengan syarat batas: pada (x,y,z), u = u1 pada (x,y,z), u = u2 dan seterusnya


(52)

Dimana 6v dihitung dari harga determinan berikut ini.

v menyatakan volume dari elemen tetrahedra. Koefisien αi , βi , γi , δi , ( i =

1,2,3,4) dalam persamaan 2.11 diberikan sebagai berikut:


(53)

(2.11)

Fungsi displacement dalam kaitannya dengan fungsi bentuk N ditulis sehingga persamaan 2.11, dapat disederhanakan menjadi:


(54)

Dimana,

(2.13) b. Menentukan Strain-Displacement dan Hubungan Stress/Strain

Strain dari elemen untuk kasus stress tiga dimensi diberikan dalam persamaan berikut ini:


(55)

Dikalikan dengan matriks [B], strain dinyatakan sebagai:

Dimana,

Sub matriks adalah :

Catatan:

1. Indeks huruf dibelakang koma menyatakan differensial dari N1 terhadap x. 2. Untuk sub matrik lain , , tinggal mengganti indeks 1 pada persamaan

(2.16) berturut-turut dengan 2,3 dan 4.

Dengan memasukkan harga Ni dari persamaan (2.13) (i = 1,2,3,4) ke persamaan (2.17) diperoleh sub matrik:


(56)

Demikian pula untuk sub matriks

Maka hubungan stress-strain diberikan melalui persamaan

2.5.4. Regangan Pada Bidang Tiga Dimensi

Secara umum, konsep dari regangan normal didefenisikan sebagai

perbandingan antara perubahan panjang dengan panjang awal pada uji tarik. Jika perubahan panjang disimbolkan dengan Δl dan panjang awal disimbolkan dengan Lo, maka secara matematis besarnya regangan dapat ditulis:

Berdasarkan hukum Hooke untuk uji tarik, hubungan antara tegangan dan regangan dapat dituliskan:

dimana, E adalah modulus Young atau modulus Elastisitas bahan.

Pada sebuah uji tarik, tidak saja terdapat regangan aksial, tetapi juga terdapat regangan lateral. Sehingga dalam uji tarik dikenal dengan nilai Poisson ratio (υ).

υ =


(57)

Berdasarkan Hukum Hooke, hubungan regangan geser γ dengan tegangan geser yang terjadi adalah:

Dimana G adalah modulus geser elastis. Untuk material homogen dan isotropik, hubungan antara modulus elastisitas E, modulus geser elastis G, dan Poisson ratio dinyatakan dalam:

Pada tabel 2.2 digambarkan mengenai hubungan tegangan normal dan regangan normal pada berbagai kondisi baik uniaxial, biaxial dan triaksial.

Jenis Tegangan Regangan Normal Tegangan Normal

Uniaxial


(58)

Triaxial


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Tugas akhir ini merupakan studi literatur untuk menghitung dimensi baseplate berdasarkan metode AISC- LRFD dan simulasi program ANSYS. Adapun langkah-langkah untuknya dijelaskan dengan diagram alir sebagai berikut:

Gambar. 3.1. Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir Y

Y Program simulasi

ANSYS MULAI

1. Studi literatur 2. Mengumpulkan data

kolom dan Baseplate

Beban Pu dan Mu

Gaya tekan ijin (Fp)

Tegangan yang terjadi “Bearing Stress” (f1,2)

Asumsi dimensi (N x B)

Cek nilai e ≤ N/6

SELESAI

Ketebalan pelat (tp)

Cek nilai f1,2 < Fp

Momen bagian kritis (M )

N N

Tegangan Bearing Stress


(60)

Dari diagram alir di atas langkah-langkah metodologi untuk pengerjaan tugas akhir dapat dirinci sebagai berikut :

3.1. Studi literatur

Studi literatur ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, aman dan ekonomis untuk pendimensian baseplate dengan membandingkan hasil manual dan juga dengan program Ansys. Beberapa literatur yang menjadi acuan antara lain: 1. DeWolf, J.T. dan Ricker D.T (1990) telah merumuskan langkah-langkah

perhitungan praktis untuk baseplate dengan cara ASD dan LRFD yang telah disetujui oleh AISC. Mengacu pada rumusan yang telah di setujui tersebut maka penyusunan tugas akhir ini mengikuti langkah-langkah tersebut untuk mendimensi baseplate secara manual dengan metode AISC-LRFD.

2. Dae-Young Lee, Subhash C. G dan Bozidar Stojadinovic telah mensimulasikan baseplate dengan sebuah program, yaitu ABAQUS dan membandingkannya dengan perhitungan manual metode Drake and Elkin, oleh karena itu penyusunan tugas akhir ini membanding perhitungan manual metode AISC-LRFD dengan sebuah program, yaitu ANSYS dan memakai mutu baja yang sama, yaitu: A36.

3.2. Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah data material baja dan data material beton

3.2.1. Material Baja

Jenis baja yang digunakan dalam kolom dan baseplate adalah baja A36 sesuai standar ASTM.


(61)

1. Kolom

Profil kolom yang digunakan adalah profil baja I WF 10 x 49. Gambar dan data profil dapat dilihat pada gambar 4.1.

2. Baseplate

Material baja pada baseplate adalah baja ASTM A36. Dengan karakteristik bahan dapat dilihat pada table 4.1

3.2.2. Material Beton

Material yang digunakan dalam perencanaan suatu bangunan beton harus selalu mengikuti standar yang berlaku. Terdapat beberapa standar dalam pemilihan material beton, dalam tugas akhir ini, material beton yang digunakan adalah standar yang ditetapkan oleh AASHTO sebagai berikut :


(62)

 Dapat dilihat dalam bentuk tabel 3.1 sebagai berikut :

Beton Kuat tekan f’c

(psi)

Modulus Elastisitas Ec (ksi)

Kelas C 4000 3645

Kelas A 3500 3410

Kelas B 3000 3155

Tabel. 3.1 Hubungan Kuat Tekan Beton dan Modulus Elastisitas Beton

Dalam tugas akhir ini, digunakan material baja dengan kuat tekan f`c= 3000 psi, maka modulus elastisitasnya adalah 3155 ksi.

Untuk karakteristik lain seperti berat jenis beton dan angka poisson, maka diambil dari bahan beton standar, yaitu:

 Berat jenis ( ) = 2400 kg/m3  υ = 0,18

3.2.3. Pemodelan Struktur dengan Software ANSYS

Pemodelan struktur dengan software ANSYS mengikuti langkah-langkah seperti yang telah di jelaskan dalam Gambar 2.11.

Untuk jenis elemen yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis elemen yang digunakan untuk baja adalah solid – tet 10node 92 2. Jenis elemen yang digunakan untuk beton adalah solid – concret 65


(63)

BAB IV

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis

Pada tahap ini, model struktur kolom diberi gaya-gaya vertikal dan momen. Gaya-gaya tersebut digunakan dalam perancangan baseplate serta untuk menarik kesimpulan bahwa parameter apa saja yang mempengaruhi perancangan baseplate saat menganalisa dimensi dan ketebalan dari baseplate.

4.2. Kriteria Perencanaan

Spesifikasi baja yang digunakan dalam tugas akhir ini mengikuti standar ASTM untuk baja A36, dapat di lihat dari table berikut :

Tabel. 4.1. Spesifikasi Baja A36 Sesuai Standar ASTM

Berdasarkan spesifikasi sesuai standar ASTM tersebut maka untuk baja A36 dalam perhitungan digunakan :

 Berat Jenis ( ) = 7,85 g/cc = 7,85 x 10-6 kg/mm3  Mutu Baja ( fy ) = 250 MPa = 25,50 kg/mm2  Modulus elastisitas ( E ) = 200 GPa = 20400kg/mm2  Angka Poisson ( ) = 0,260


(64)

 Untuk beton digunakan :

 Berat jenis ( ) = 2400 kg/m3 = 2,4 x 10-6 kg/mm3  f`c = 3 ksi = 2,109 kg/mm2

 E = 3155 ksi = 2218,802 kg/mm2  = 0.18

 Profil baja I WF berdasarkan standar ASTM A36 adalah W 10 x 49 dengan :

Gambar. 4.1. Dimensi Profil Baja W 10 x 49 Berdasarkan ASTM A36  Untuk pembebanan

 Beban vertikal:

beban mati (PDL) = 40 kips

= 18143,69 kg beban hidup (PLL) = 100 kips

= 45359,24 kg  Beban momen:

momen mati (MDL) = 100 kip-in

= 1152124,62 kg-mm momen hidup (MLL) = 180 kip-in

= 2073824,31 kg-mm

 kedalaman (d) = 9,98 in = 253,49 mm  lebar (b) = 10,00 in = 254 mm  tebal sayap (tf ) = 0,560 in = 14,22 mm


(65)

4.3. Perencanaan Baseplate

Perencanaan baseplate ini dihitung mengikuti prosedur AISC (DeWolf, J. T., and Ricker, D.T., Column Base Plates, AISC Steel Design Guide Series, No. 1, 1990).

4.3.1. Contoh Perhitungan Baseplate Dengan Eksentrisitas Kecil ( e ≤ N/6 )

Perencanaan baseplate didesain dengan beban vertikal dan momen untuk eksentrisitas kecil ( e ≤ ). Dengan menggunakan data-data yang telah dikumpulkan, maka baseplate dapat direncanakan sebagai berikut :

Menghitung Pu dan Mu

Pu = 1,2(PDL) + 1,6(PLL)

= 1,2 (18143,69) + 1,6 (45359,24) = 94347,212 kg

Mu = 1,2(MDL) + 1,6(MLL)

= 1,2 (1152124,62) + 1,6 (2073824,31) = 4700668,440 kg-mm

Menghitung tegangan ijin maksimum (Fp)

Direncanakan rasio luas pondasi beton dengan luas pelat, A1/A2 = 2

Maka ,

Fp = 0,85 x x f`c ⁄ = 0,85 x 0,60 x 2,109 √2


(66)

Asumsi Ukuran Pelat (B x N)

Diasumsikan ukuran pelat 16 x 16 in atau 406,4 x 406,4 mm

Gambar. 4.2. Ukuran Pelat Dan Bagian Kritis

Kontrol eksentrisitas, untuk eksentrisitas kecil e ≤ Dimana: e = Mu/Pu

= 4700668,440 / 94347,212 = 49,8231 mm

 Cek nilai e ≤


(67)

Menghitung Bearing Stress Yang Terjadi

Gambar. 4.3. Desain Baseplate Dengan Eksentrisitas Kecil Dengan menggunakan persamaan

f1,2 =

. ± .

(ksi) dimana : c = N/2

= 406,4 / 2 = 203,2 mm dan I = 406,4 x (406,4)3 / 12 = 2273178559 mm4

Maka tegangan bantalan yang terjadi f1,2 =

94347,212 406,4 x 406,4 ±

, ,

Untuk f1 = 0,9914 kg/mm2

f2 = 0,1511 kg/mm2

Cek nilai f1≤ Fp


(68)

Menghitung Momen Bagian Kritis ( Mplu )

Gambar. 4.4. Dimensi Baseplate Dengan Tegangan Bantalan Yang Terjadi

Mplu adalah momen yang terdapat pada bagian kritis

Gambar. 4.5. Momen Pada Bagian Kritis Baseplate Jarak bagian kritis ke tepi pelat (m) = { N-(0,95 x d)}/2

= {406,4-(0,95 x 253,49)}/2 = 82,79 mm

P2

323,608 mm 82,79 mm

0,9914 kg/mm2 0,1712 kg/mm2 0,8202 kg/mm2


(69)

 Mplu = ( P1. ½ m) + ( P2. 23 m )

= { (0,8202 x 82,79) ½ x 82,79 } + {( ½ x 0,171 x 82,79 ) 2

3 x 82,79 )}

= 3202,3451 kg-mm/mm  Menghitung Tebal Pelat ( tp )

Dapat dihitung dengan persamaan tp = .

,

= ( , )

( , , )

= 23,625 mm

Maka diambil ketebalan pelat tp = 23,625 mm

Menentukan Ketebalan Pondasi Beton

Dalam prosedur AISC (DeWolf, J. T., and Ricker, D.T., Column Base Plates, AISC Steel Design Guide Series, No. 1, 1990) disimpulkan bahwa terdapat pengaruh ketebalan pondasi beton terhadap kapasitas tegangan pondasi.

“Untuk ketebalan pondasi beton lebih kecil dari ukuran horizontal pelat, maka kapasitas tegangan mungkin dapat meningkat, sementara apabila ketebalan pondasi beton lebih besar dari ukuran horizontal pelat maka kapasitas tegangan mungkin dapat berkurang”. (DeWolf, J. T., and Ricker, D.T., Column Base Plates, AISC Steel Design Guide Series, No. 1, 1990, halaman 34)

Luas ukuran penampang pondasi direncanakan 2 kali ukuran luas penampang baseplate. Apabila ukuran luas penampang baseplate 406,4 mm x 406,4 mm, maka luas penampang pondasi 574,7 mm x 574,7 mm dengan kedalaman sama dengan 406,4 mm. Dapat dilihat dalam Gambar 4.6.


(70)

(71)

4.4. Simulasi Baseplate Dengan Program ANSYS

Dimensi baseplate yang telah dihitung secara manual diatas akan disimulasikan dengan program ANSYS, sehingga dihasilkan tegangan Von Mises (συ), kemudian dari tegangan Von Mises akan didapat faktor keamanan dengan persamaan sebagai berikut: συ = Sy /FS

Dimana : Sy = kekuatan luluh material

FS = faktor keamanan

Langkah-langkah simulasi baseplate secara garis besar ditunjukkan dalam diagram alir Gambar 2.11. Dalam tugas akhir ini digunakan ANSYS 9.0.

4.4.1. Karakteristik bahan

Karakteristik bahan dalam ANSYS dibutuhkan agar simulasi baseplate dapat mendekati uji yang sebenarnya. Karakteristik bahan untuk simulasi baseplate ini adalah sebagai berikut :

1. Bidang ilmu kasus yang dipilih adalah struktur. Langkahnya:

Ansys Main Menu preferences dan centang individual discipline(s) to show I the GUI pada structural

2. Jenis elemen yang digunakan untuk baja adalah solid – tet 10node 92 Jenis elemen yang digunakan untuk beton adalah solid – concret 65 Langkahnya:

Ansys Main Menu preprocessor Element Type Add/Edit/Delete, pada kotak dialog Element Type klik Add, pada kotak dialog Library of Element Types pilih Structural Solid Tet 10node 92, klik OK dan Close. Dan begitu juga untuk pondasi beton. Dapat dilihat pada Gambar. 4.7.


(72)

Gambar. 4.7.a. Pemilihan Jenis Elemen Untuk Baja

Gambar. 4.7.b. Pemilihan Jenis Elemen Untuk Beton

3. Bahan material yang digunakan terdiri dari 2 , yaitu material baja dan beton. Untuk material baja digunakan baja standar ASTM A36 dengan

 berat jenis ( ) = 7,85 x 10-6 kg/mm3  modulus elastisitas ( E ) = 20400kg/mm2  angka poisson ( ) = 0,260

Sedangkan untuk material beton digunakan bahan standar dengan  berat jenis ( ) = 2,4 x 10-6 kg/mm3

 modulus elastisitas ( E ) = 3155 ksi = 2218,802 kg/mm2  angka poisson ( ) = 0.18

Langkahnya:

Ansys Main Menu Preprocessor Material Props Material Models, pada kotak dialog Material Define Model Behavior untuk Material Model


(73)

Number 1, klik Structural Liniear Elastic Isotropic isikan EX dengan nilai modulus elastisitas ( E ) dan PRXY dengan angka poisson ( ) klik OK. Kemudian klik Density isikan DENS dengan berat jenis ( ) klik OK. Kemudian untuk material 2, pada kotak dialog Material Define Model Behavior pilih Material New Model, pada kotak dialog Define Material ID isikan 2, klik OK. Selanjutnya untuk Material Model Number 2 langkahnya sama seperti langkah material 1. Setelah semua nilai dimasukkan klik tanda Close. Dapat dilihat pada Gambar. 4.8.

Gambar. 4.8. Input Data Karakteristik Bahan

Modulus elastisitas


(74)

4.4.2. Desain Objek

Desain objek disesuaikan dengan hasil perhitungan dimensi secara manual, 1. kolom baja didesain setinggi 1000 mm,

2. ketebalan pelat tp = 23,625 mm,

3. dimensi beton diambil dari 2 kali luas pelat dengan tinggi 406,4 mm yang diambil dari panjang ukuran baseplate. Sehingga untuk pondasi kolom beton digunakan dimensi (574,7 x 574,7 x 406,4) mm3.

Untuk desain kolom, pelat dan pondasi dapat dilihat pada Gambar. 4.10. Langkahnya:

1. Untuk material 1 yaitu kolom dan pelat, pertama dibuat titik keypoint sesuai bentuk kolom. Ansys Main Menu Preprocessor → Modeling → Create → Keypoints On Working Plane, isikan nilai koordinat satu persatu kemudian klik Apply, setelah selesai klik OK. Kemudian titik keypoint dihubungkan menjadi garis yang membentuk penampang kolom. Ansys Main Menu Preprocessor → Modeling → Create → Lines → In Active Coord, hubungkan titik-titik hingga membentuk penampang kolom, setelah selesai klik OK . Selanjutnya garis diubah menjadi luasan. Ansys Main Menu Preprocessor → Modeling → Create → Areas → Arbitary →By Lines, klik semua garis lalu tekan OK. Setelah menjadi sebuah bidang luasan kemudian dibangun menjadi bentuk 3 dimensi sesuai ukuran. Ansys Main Menu Preprocessor → Modeling → Operate → Extrude Areas Along Normal, pilih bidang luasan klik Apply, pada kotak dialog, isikan DIST dengan tinggi atau ketebalan objek, kemudian klik OK. Untuk mendesain pelat, langkahnya sama dengan membuat kolom.


(75)

2. Untuk material 2 yaitu pondasi beton, pertama harus diubah materialnya menjadi material 2. Ansys Main Menu Preprocessor → Modeling → Create → Elements Elem Attributes, pada kotak dialog Element Attributes, ubah Element Type Number menjadi solid 65 dan Material Number menjadi 2, kemudian klik OK (Gambar. 4.9). Selanjutnya dapat didesain bentuknya sesuai rencana. Ansys Main Menu Preprocessor → Modeling → Create → volumes → Block → By Dimensions, kemudian pada kotak dialog diisikan koordinatnya sesuai ukuran, kemudian klik OK.

Gambar. 4.9. Kotak Dialog Element Attributes

3. Setelah semua bentuk selesai didesain, kemudian kolom dan pelat disatukan. Ansys Main Menu Preprocessor → Modeling → Operate → Booleans → Add → volumes, klik kolom dan pelat kemudian klik OK. Untuk pelat dan pondasi beton perlu dilekatkan, sehingga pondasi beton tepat berada dibawah pelat. Ansys Main Menu Preprocessor → Modeling → Operate → Booleans → Glue → volumes, pilih pelat dan pondasi kemudian klik OK. Hasil desain dapat dilihat pada Gambar. 4.10.


(76)

Gambar. 4.10. Desain Objek Pada Program ANSYS

4.4.3. Meshing

Meshing adalah proses pembagian elemen menjadi elemen yang lebih kecil sehingga dapat diberikan kondisi batas. Untuk kolom baja dan baseplate di-meshing dengan panjang 20 mm. Untuk pondasi beton di-meshing dengan panjang 100 mm. Langkahnya:

Ansys Main Menu preprocessor Meshing → Mesh Tool, pada kotak dialog Mesh Tool pilih Size Control: Globals klik Set, kemudian ubah SIZE Element egde length sesuai ukuran yang akan ditentukan. Kemudian klik OK. Kembali ke kotak dialog Mesh Tool klik Mesh, pilih objek yang akan di-mesh, kemudian klik OK. Untuk beton sebelum dilakukan meshing, terlebih dahulu diubah Element Type Number menjadi solid 65 dan Material Number menjadi 2, kemudian klik OK. Hasil Meshing dapat dilihat pada Gambar. 4.11.

406,4mm 23,625 mm

574,7 mm


(77)

Gambar. 4.11. Objek Setelah Di-Meshing

4.4.4. Kondisi Batas (Tumpuan dan Beban)

Tumpuan diberikan pada bagian alas pondasi beton dengan jenis tumpuan All DOF ( semua arah ).

Langkahnya:

Ansys Main Menu Solution → Define Loads → Structural → Displacement →On Areas, klik bagian alas pondasi beton lalu klik Apply, Pada kotak dialog Aplly U, ROT on Areas pilih All DOF, kemudian klik OK. Hasil dapat dilihat pada Gambar. 4.12.


(78)

Gambar. 4.12. Objek Setelah Diberi Kondisi Batas Tumpuan  Untuk pembebanan

 Beban vertikal diberikan sebagai tekanan, sehingga harus dibagi dengan luas penampang kolom.

Diketahui beban vertikal Pu = 94347,212 kg dan luas penampang kolom =

9306,3956 mm2, sehingga tekanan = 10,13789 kg/mm2. Langkahnya:

Ansys Main Menu Solution → Define Loads → Apply → Structural → Pressure → On Areas, lalu pilih penampang kolom yang berada paling atas, lalu klik OK, pada kotak dialog Apply PRESS on Area, masukkan nilai tekanan, kemudian klik OK. Gambar. 4.13.


(79)

Gambar. 4.13. Kotak Dialog Apply PRESS on Area

 Beban momen pada ANSYS harus dijadikan beban terpusat dengan jarak tertentu sehingga menjadi momen.

Diketahui Mu = 4700668,440 kg-mm dan ketinggian kolom 1000 mm, maka

beban terpusat = 4700,668440 kg. Langkahnya:

Ansys Main Menu Solution → Define Loads → Apply → Structural → Force/Moment On Nodes, kemudian pilih Nodes pada penampang profil kolom yang terletak di tengah, klik Apply, pada kotak dialog Apply F/M on Nodes ubah arah sumbu menjadi FY, setelah itu masukkan nilainya, lalu klik OK. Gambar. 4.14.

Gambar. 4.14. Kotak Dialog Apply F/M on Nodes

Arah Sumbu

Nilai Beban Nilai tekanan


(80)

Gambar. 4.15. Objek Setelah Diberi Beban

4.4.5. Hasil Analisis

Setelah semua beban dan tumpuan diberikan maka struktur dapat dijalankan. Langkahnya: Solution → Solve → Current LS. Kemudian klik OK.

Hasil analisis dapat ditampilkan dalam bentuk gambar kontur maupun tabel. Hasil analisis tidak memiliki satuan, oleh karena itu dalam mendesain harus disamakan semua satuannya.

Ansys dapat menampilkan hasil analisis berupa perpindahan, tegangan, regangan, suhu, dan lain-lain. Seperti terlihat pada Gambar. 4.16


(81)

Gambar. 4.16. Pilihan Hasil Analisis Pada ANSYS Yang Dapat Ditampilkan  Untuk melihat hasil dalam bentuk kontur dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut: Langkahnya:

General Postproc → Plot Result → Contour Plot → Nodal Solution. Kemudian dipilih hasil analisis yang akan ditampilkan.

Beberapa hasil analisis yang sering ditampilkan adalah perpindahan dan tegangan Von Mises. Dalam contoh perhitungan ini dapat dilihat tegangan Von Mises seperti Gambar. 4.17.

 Untuk melihat hasil dalam bentuk tabel dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Langkahnya:

General Postproc → List Result → Nodal Solution. Kemudian dipilih hasil analisis yang akan ditampilkan.


(82)

Gambar. 4.17.a. Diagram Tegangan Von Mises Untuk Beban Aksial


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasar hasil dari analisis dan simulasi dari program ANSYS maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara teoritis didapatkan bearing stress maksimum = 0,9914 kg/mm2 Dari hasil simulasi didapatkan bearing stress maksimun = 4,288 kg/mm2

2. Pada saat ketebalan pelat tipis, tegangan maksimum terdapat pada bagian kritis pelat, namun pada saat ketebalan pelat relatif tebal, maka tegangan maksimum terdapat pada bagian tengah pelat. Dapat dilihat pada Gambar 4.46.

3. Saat luas pondasi beton bertambah sekitar 1 sampai 2 kali lipat dari luas pelat maka tegangan akan menurun, namun saat luas pondasi terus bertambah sekitar 3 sampai 4 kali lipat dari luas pelat maka tegangan akan meningkat kembali. Dapat dilihat pada grafik 4.47.

4. Dari hasil simulasi pengaruh ketebalan baseplate, apabila tegangan pada ketebalan baseplate 100 mm dibandingkan dengan ketebalan normal, maka akan didapat penurunan tegangannya sebesar 38,5 %.

5. Dari hasil simulasi baseplate berpengaku dapat dilihat penurunan tegangan dari grafik. Apabila dibandingkan dengan baseplate tanpa pengaku maka penurunan tegangannya sebesar 36,4 %.

6. Baseplate berpengaku lebih ekonomis dan dapat menurunkan tegangan yang

hampir sama dengan menambah ketebalan pelat sampai 100 mm.


(2)

5.2. Saran

1. Dengan memasukkan lebih banyak karakteristik bahan pada simulasi ANSYS, maka hasil akan semakin mendekati uji yang sebenarnya.

2. Menggunakan pengaku lebih baik dan lebih ekonomis dari pada menambah ketebalan pelat.

3. Dari teori, untuk rasio luasan pondasi dibatasi maksimum 4 kali lipat dari ukuran pelat, namun dari hasil simulasi ANSYS, grafik sudah menunjukkan kenaikkan pada rasio luasan 3 kali lipat, maka sebaiknya menggunakan ukuran pondasi maksimum 2 kali lipat dari ukuran baseplate.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

T.DeWolf, John. 2005. Design of Column Base Plate. America Institute Of

Steel Construction, inc.America

Lee, D. and Goel, S. C. 2008, Exposed Column-Base Plate Connections

Bending about Weak Axis: I. Numerical Parametric Study

G.Ship, John and Haninger, Edward. 1983. Design of Headed Anchor Bolts W. Blodgett, Omer. 1966. Detailing to Achieve Practical Welded

Fabrication

C.Honeck Wiliam, Derek. 1999. Practical Desain and Detailing of Steel

Column Base Plate. Forell Elsesser Engineers, inc. America

Balko.S, Ahmad. 2010. Analisis Simulasi Elemen Hingga Kekuatan Backing

Plate pada Blok Rem Kereta Api Menggunakan perangkat lunak Berbasis sumber terbuka

R. Oemar, Ryan. 2010. Analisis Sambungan Kolom Baja Dengan Pondasi

Beton Yang Menerima Beban Axial, Geser, Dan Momen

T.Stolarski, Y. Nakasone, S. Yoshimoto, 2006. Engineering Analysis with

ANSYS Software.

ANSYS, Inc. 2004. ANSYS Modeling and Meshing Guide. ANSYS 9.0


(4)

(5)

Langkah mengeluarkan grafik bearing stress sebagai berikut :

Ansys Main Menu → General Postproc → Path Operations → Define Path → By Location. Ketikan nama path, contoh : pot1 → klik OK

isikan nomor titik pertama dan koordinatnya → klik OK, dan nomor titik

kedua dan koordinatnya → klik OK kemudian Cancel.

Kemudian untuk melihat path yang dihasilkan , klik plot path

klik recall path untuk menentukan path yang akan ditampilkan, klik OK kemudian klik Map onto Path, maka muncullah kotak dialog sebagai berikut

Ketik nama path


(6)

Ketikkan nama path, kemudian hasil analisis yang akan ditampilkan, klik OK Klik Plot Path Item → On Graph, maka akan muncul grafik bearing stress.

Untuk memunculkan dalam bentuk daftar table dapat memilih Plot Path Item → List Path Item.