Latar Belakang PENUTUP A.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah panjang peradaban manusia selalui diwarnai konflik baik dari level komunitas terkecil seperti rumah tangga hingga ke tingkat menengah seperti antara partai, golongan sampai ke komunitas terbesar antar bangsa, agama dan negara. Konflik tersebut sering dilatarbelakangi oleh berbagai motif dan kepentingan. Salah satu penyebabnya adalah karena hilangnya nilai-nilai kebajikan, kemanusiaan, kedamaian dan persaudaraan antara individu atau kelompok. Konflik mengandung pengertian 1 benturan, seperti perbedaan pendapat, persaingan, pertentangan antar individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah. Konflik terjadi antar kelompok yang memperebutkan hal yang sama. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. 2 1 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992, hlm.145. 2 Siti Megadianty Adam dan Takdir Rahmadi, Sengketa dan Penyelesaiannya, Jakarta: Indonesian Center Environmental Law, 1977, hlm. 24. Universitas Sumatera Utara Kebanyakan dari sengketa yang terjadi, mengambil jalan dengan cara menyelesaikan sengketanya lewat jalur hukum di Pengadilan, untuk dimensi hukum perdata Islam maka arahnya ke Pengadilan Agama. Hampir semua kasus perdata akhirnya diajukan pula ke pengadilan yang tertinggi untuk kasasi karena selalu tidak puasnya para pihak yang kalah. Bahkan ada kecenderungan orang sengaja mengulur waktu dengan selalu mempergunakan upaya hukum, bahkan walaupun kurang beralasan dilanjutkan pula ke Peninjauan Kembali. 3 Upaya Penyelesaikan sengketa atau perkara di Pengadilan, maka jalan pertama yang ditempuh di sana akan ditawarkan sebuah bentuk perdamaian yang bernama Mediasi dalam menyelesaikan sengketa, perkara atau bahkan konflik. 4 Merekonsiliasi dan memperbaiki hubungan antara pihak-pihak terkait sangat diperlukan demi terciptanya kembali kehidupan yang harmonis, damai dan saling pengertian, para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah SWT ke dunia dengan tujuan menebarkan Rahmat dan Kedamaian di muka bumi sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 70 yang artinya ”Tidak Kami utus Engkau wahai Muhammad kecuali untuk menjadikan rahmat bagi sekalian alam”. Perdamaian adalah jawaban yang paling lembut sekaligus penyelesaian yang sama-sama menguntungkan win-win solution dan tidak ada yang merasa dipecundangi, dan rasa egoisme para pihak akan sirna seiring dengan 3 Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 29. 4 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hlm.22. Universitas Sumatera Utara terpenuhinya perdamaian sehingga terbangun nilai-nilai persaudaraan ukhuwwah yang lebih kuat. Menciptakan konsep tersebut bukan hal yang mudah, karena masing-masing pihak telah terbius dengan ambisi masing-masing untuk saling ingin menguasaimemenangkanmengalahkan. Islam mengenal konsep perdamaian yang dikenal dengan istilah ShulhuIshlah sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 10 yang artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat Rahmat”. Shulhu adalah 5 “suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak mengakhiri perkara mereka secara damai”. Shulhu memberikan kesempatan kepada para pihak untuk memikirkan jalan terbaik dalam dalam menyelesaikan sengketa yang dapat memuaskan para pihak yang dilakukan secara suka rela tanpa ada paksaan. Sulh menjadi sesuatu yang harus ada diantara kaum muslimin, kecuali suatu perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. 6 Konsep shuhlu dalam Islam tidak berbeda dengan Mediasi yang dipraktekkan di sejumlah Negara-negara di dunia. Penggunaan Mediasi untuk menyelesaikan sengketa bukan merupakan fenomena baru. Di Amerika Serikat kelompok Imigran Quaker, Cina dan Jahudi mula-mula lebih cenderung menerapkan model-model mediasinya ketimbang mengikuti sistem peradilan 5 Ibid, hlm.159. 6 Syekh al-Imam Muhammad bin Ismail Al- Kahlani, subulussalam Juz 4 Mesir: Syarikat Maktabah Mustafa al-Himabi, 1975. hlm.59. Universitas Sumatera Utara Amerika. Perhimpunan tenaga kerja juga telah menggunakan Mediasi sejak di keluarkannya Arbitration Act 1888. 7 Mediasi adalah: 8 penyelesaian konflik Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator. Mediasi merupakan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral sebagai Mediator, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian solusi yang diterima oleh kedua belah pihak. Mediasi di Indonesia merupakan bagian dari tradisi dari masyarakat, oleh karena itu pengembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor budaya, namun seringkali faktor ketidakefisienan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan turut memperkuat komitmen mereka menggunakan Mediasi. 9 Hukum Acara Perdata Indonesia yaitu HIR Herzien Indonesis Reglement dalam Pasal 130 dan R.bg Rechtsreglement Buitengewesten Pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian, dimana hakim yang mengadili wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa secara ajudikasi Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan. Pasal 130 ayat 1 jo. Pasal 131 ayat 1 HIR, berbunyi sebagai berikut: Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka. 10 7 Jacqueline M. Nolan – Hlmey, Alternative Dispute Resolution in a Nutshell St. Paul – Minnesota: West Publishing Co, 1992, hlm. 54-55. 8 PERMA No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 1 angka 7. 9 Runtung Sitepu, “Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Indonesia”, Disampaikan dalam pidato pengukuhan Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Hukum Adat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006, hlm. 25. 10 R. Soesilo, RBGHIR Dengan Penjelasan, Bogor: Politea, 1985, hlm. 88. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya ayat 2 mengatakan: Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat akta tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa. 11 Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang Mediator harus memahami fungsi apa saja yang harus ia perankan dalam suatu proses Mediasi. Penerapan konsep Mediasi akan membawa hasil maksimal apabila semua pihak mempunyai komitmen yang sama, niat yang sama dan saling memahami draf-draf yang disodorkan oleh semua pihak, termasuk mengutamakan pikiran yang positif positive thinking terhadap solusi yang ditawarkan para pihak sebagai mitra runding. Kesamaan ini perlu dibangun agar sejak awal semua pihak tidak terjebak oleh egoisme semu dan saling merasa paling benar. Mediasi akan berhasil jika semua pihak mempunyai tekat untuk sepakat mengakhiri perselisihan dan mencari solusi jitu yang saling menguntungkan semua pihak. Agar semua pihak terikat dan dapat melaksanakan hasil Mediasi, maka materi perdamaian haruslah dituangkan dalam bentuk tulisan yang transparan, sederhana, riil dan memiliki dasar hukum yang jelas. Perdamaian yang dihasilkan melalui Mediasi akan sangat membantu menyelesaikan konflik dengan lebih singkat, mudah dan memupuk rasa persaudaraan. 11 Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata RBGHIR, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990, hlm 15. Universitas Sumatera Utara Berbekal berbagai kemampuan tersebut Mediator diharapkan mampu melaksanakan perannya untuk menganalisis dan mendiagnosis suatu sengketa tertentu dan kemudian mendesain serta mengendalikan proses intervensi lain dengan tujuan menuntun para pihak untuk mencapai suatu mufakat yang sehat. Peran penting yang harus dilakukan Mediator dalam suatu Mediasi antara lain adalah: 12 1. Melakukan diagnosa konflik, 2. Mengidentifikasikan masalah serta kepentingan-kepentingan kritis, 3. Menyusun agenda, 4. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi, 5. Mengajak para pihak dalam proses ketrampilan tawar menawar, 6. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, 7. Menyelesaikan masalah dan menciptakan pilihan-pilihan,dan 8. Mendiagnosa sengketa untuk memudahkan penyelesaian problem. Mediasi akan terlaksana secara meyakinkan bila dilaksanakan secara pribadi dan rahasia. Kerahasian akan membantu Mediator untuk membangun kepercayaan dan mengembangkan laporan konstruktif dengan pihak-pihak. Kerahasian juga akan membuat aman bagi pihak-pihak untuk memberikan informasi, juga akan menciptakan kondisi aman di mana pihak-pihak dapat mengemukakan kebutuhan dan kepentingannya tanpa kekhawatiran akan dirugikan. Kerahasian merupakan syarat penting yang harus tetap dijaga dalam Mediasi. Peluang penerapan Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di pengadilan juga diatur dalam HIR Pasal 130 154 R.Bg, di mana pada persidangan 12 Garry Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Terjemahan Nagor Simanjuntak Jakarta: Proyek Ellips, 1999, hlm. 253. Universitas Sumatera Utara pertama hakim wajib mendamaikan para pihak yang bersengketa, namun dalam prakteknya belum di dayagunakan secara optimal. Hakim-hakim di pengadilan masih bersifat pasif dan upaya menuju kearah penyelesaian sengketa secara perdamaian diserahkan sepenuhnya kepada inisiatif para pihak yang bersengketa. Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan dan pengintegrasian Mediasi kedalam proses beracara di Pengadilan dapat menjadi salah satu alat yang efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga Pengadilan dalam menyelesaikan sengketa disamping proses pengadilan yang bersifat memutus ajudikatif. Upaya perdamaian yang tercantum dalam Pasal 130 HIR154 RBg yang selama ini dilakukan oleh Hakim tingkat pertama secara pasif, perlu diubah menjadi bersifat aktif, dimana untuk mencapai hasil yang optimal Mahkamah Agung Republik Indonesia MARI merasa sikap aktif Hakim itu perlu dilengkapi dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang cukup. Perlunya dicarikan penyelesaian yang lebih mendasar yaitu mengurangi lajunya perkara-perkara yang diajukan ke Mahkamah Agung atau dengan membatasi perkara-perkara yang tidak perlu sampai ke Mahkamah Agung, antara lain dengan sedapat mungkin menyelesaikan perkara di pengadilan tingkat pertama atau tingkat banding, dengan musyawarah melalui penyelesaian sengketa Universitas Sumatera Utara alternatif baik di luar pengadilan maupun di dalam pengadilan. 13 Bentuk penyelesaian sengketa dengan cara Mediasi yang sekarang dipraktikkan terintegrasi dengan proses Peradilan. 14 Landasan yuridisnya mengenai Mediasi secara tertulis di Indonesia, awalnya terdapat di dalam hukum acara perdata yaitu HIR Pasal 130 dan R.bg 154 telah mengatur tentang lembaga perdamaian, dimana Hakim yang mengadili wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa secara adjudikasi dan untuk memberdayakan pasal tersebut, maka dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberdayaan Lembaga Perdamaian dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg. Selanjutnya untuk melengkapinya, dikeluarkan pula Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Penyelesaian sengketa dengan cara Mediasi yang dewasa ini dipraktikkan di pengadilan memiliki kekhasan, yaitu dilakukan ketika perkara sudah di daftar di pengadilan connected to the court. Peradilan Agama sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman secara tegas kewenangannya diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 3 tahun 2006 menegaskan, “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu.” 13 Runtung Sitepu, Op.Cit.,hlm. 5 14 Mediasi dalam proses hukum acara perdata dilihat dari segi administrasi akan mengurangi tekanan perkara di pengadilan sehingga pemeriksaan perkara dapat dilakukan lebih bermutu karena tidak ada ketergesa-gesaan, efektif, efisien dan mudah dikontrol. Lihat dalam Bagir Manan, Peran Sosok Hakim Agama sebagai Mediator dan Pemutus Perkara serta Kegamangan masyarakat terhadap Keberadaan lembaga Peradilan, sambutan Ketua Mahkamah Agung RI. Pada Serah Terima Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan. 22 Agustus 2003 hlm. 4. Universitas Sumatera Utara Kewenangan Pengadilan Agama dapat diketahui dari ketentuan Pasal 49 dan Pasal 50 Pasal 49 Undang-Undang No. 3 tahun 2006 Tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 1. Perkawinan, 2. Waris, 3. Wasiat, 4. Hibah, 5.Wakaf, 6. Zakat, 7. Infaq, 8. Shadaqah, dan 9. Ekonomi Syariah. 15 Beberapa perkara di Pengadilan Agama yang tidak wajib Mediasi, yaitu. 16 “Perkara volunter perkara yang tidak mengandung sengketa tetapi ada kepentingan hukum serta diatur dalam Undang-undang dan perkara yang menyangkut legalitas hukum, seperti Itsbat nikah, pembatalan nikah, hibah dan wasiat serta perkara yang salah satu pihaknya tidak hadir di persidangan”. Secara teoritis, penyelesaian sengketa melalui Mediasi di Pengadilan Agama membawa sejumlah keuntungan, di antaranya perkara dapat diselesaikan dengan cepat dan biaya ringan dan mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara court congestion di pengadilan. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia PERMA Nomor 1 Tahun 2008, menyebutkan bahwa Mediasi sudah dimasukkan ke dalam proses peradilan formal dalam Pasal 2 ayat 1 yang menegaskan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan wajib didahulukan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan Mediator. Tidak menempuh prosedur Mediasi 15 Undang-Undang No. 3 tahun 2006, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Tentang Peradilan Agama. 16 Keputusan Mahkamah agung Republik Indonesia Nomor: KMA032SKIV2006 tentang Pemberlakuan buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, hlm.83. Universitas Sumatera Utara berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau 154 R.Bg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. 17 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi harus memerlukan beberapa tahapan. Persidang pertama yang dihadiri para pihak, hakim mewajibkan para pihak yang berperkara menempuh Mediasi terlebih dahulu sebelum sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya dan para pihak memilih para Mediator dan hakim menunjuk dan menetapkan Mediator sekaligus menyerahkan fotocopy berkas perkara kepada para Mediator. Bila tercapai kesepakatan dalam proses Mediasi maka para pihak merumuskan kesepakatan secara tertulis dan memberitahukan hasil kesepakatan itu kepada hakim untuk memenuhi pengukuhan kesepakatan sebagai akta perdamaian oleh hakim. 18 Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausul pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai . 19 Tujuan Mediasi adalah: 20 1. Bagi para pihak yang berperkara Mediasi bertujuan untuk: a. Tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak sehingga para pihak tidak menempuh upaya banding dan kasasi. 17 PERMA No. 1 tahun 2008, tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 2 ayat 3. 18 Runtung Sitepu, Op.Cit., hlm. 6. 19 PERMA No. 1 tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 17 angka 6. 20 Tujuan adanya Mediasi yang terintegrasi dalam proses berperkara di pengadilan menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dalam diktum menimbangnya dikatakan adalah a bahwa Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. b bahwa pengintegrasian Mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus ajudikatif. Universitas Sumatera Utara b. Penyelesaian perkara lebih cepat dan biaya murah. c. Hubungan baik para pihak yang bersengketa tetap dapat di jaga. d. Lebih tinggi tingkat kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan. 2. Bagi Pengadilan Agama, tujuan Mediasi adalah untuk mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara court congestion di pengadilan, dan memperlancar jalur keadilan acces to justice di masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut maka Penulis melakukan penelitian dengan judul “Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama Medan”.

B. Rumusan Permasalahan