Latar Belakang PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM KIMIA DASAR BERBASIS BUDAYA BALI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU KIMIA.

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia sebagai bagian dari sains, merupakan suatu ilmu berlandaskan eksperimen yang pengembangan dan aplikasinya menuntut standar tinggi pada kerja eksperimental. Eksperimen atau praktikum kimia membantu mahasiswa mendapatkan keterampilan-keterampilan teknis, misalnya, manipulasi peralatan dan material, observasi, pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil observasi, pemecahan masalah, kerja tim, mendesain eksperimen, dan keterampilan berkomunikasi Bennett dan O’Neale, 1998; Johnstone dan Al- Shuali, 2001, dalam Limniou et al., 2007. Lebih lanjut, Witteck et al. 2007 menyatakan bahwa praktikum merupakan komponen esensial untuk mengajarkan metode ilmiah dan memahami hakekat sains. Pelaksanaan praktikum dalam kimia dapat membangkitkan keingintahuan mahasiswa terhadap kimia. Dalam melakukan praktikum, mahasiswa didorong untuk berpartisipasi aktif dan dilatih untuk mengembangkan sikap ilmiah. Sementara itu, Hofstein dan Mamlok-Naaman 2007 menyatakan bahwa praktikum di laboratorium dimaksudkan untuk meningkatkan penguasaan konsep dalam sains dan aplikasinya; kemampuan memecahkan masalah dan keterampilan-keterampilan ilmiah; kebiasaan berpikir ilmiah; memahami bagaimana sains dan ilmuwan bekerja; menumbuhkan minat dan motivasi. Hal senada dinyatakan oleh Hodson dalam Pullaila, et al., 2007 bahwa kegiatan 2 laboratorium dalam pembelajaran sains bertujuan untuk membangkitkan minat mahasiswa, mengajarkan keterampilan-keterampilan laboratorium; membantu memperoleh dan mengembangkan konsep, menanamkan sikap ilmiah, dan mengembangkan keterampilan sosial. Praktikum di laboratorium menyediakan lingkungan belajar unik yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat aktif dalam proses penyelidikan dan inkuiri yang mirip dengan apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan Hofstein dan Lunneta, dalam Domin, 2007. Hasil dari proses penyelidikan dan inkuiri ini diharapkan dapat memberikan mahasiswa belajar secara lebih bermakna jika dibandingkan bentuk pembelajaran sains yang lain. Sementara itu, Tobin dalam Kipnis dan Hofstein, 2007 menyatakan bahwa praktikum sebagai suatu cara untuk belajar pemahaman dan sekaligus terlibat aktif dalam proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengerjaan sains. Masih menurut Tobin, belajar bermakna di laboratorium akan terjadi jika mahasiswa diberi kesempatan memanipulasi peralatan dan material untuk mengkonstruksi pengetahuan dari suatu fenomena dan menghubungkannya dengan konsep-konsep sains. Manfaat praktikum bagi mahasiswa dapat diringkas menjadi tiga domain Willington, dalam Ketpichainarong, et al., 2010, yaitu untuk mengembangkan: 1 domain kognitif, misalnya konten sains dan hakekat sains; 2 domain afektif, misalnya menumbuhkan sikap positif terhadap sains; dan 3 domain psikomotorik, misalnya keterampilan proses sains, keterampilan laboratorium, keterampilan pemecahan masalah, dan keterampilam berpikir, terutama keterampilan berpikir kritis. 3 Berpikir kritis merupakan serangkaian keterampilan kognitif dan disposisi intelektual yang diperlukan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi argumen secara efektif agar dapat menemukan dan mengatasi prasangka pribadi, dapat merumuskan dan menyajikan alasan yang meyakinkan dalam mendukung kesimpulan, dan dapat membuat keputusan yang rasional dan tepat tentang apa yang dilakukan dan diyakini Bassham et al., 2008. Dengan demikian, keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir bagi seseorang dalam membuat keputusan yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab yang mempengaruhi hidup seseorang. Keterampilan berpikir kritis juga merupakan inkuiri kritis, sehingga seseorang yang berpikir kritis menyelidiki masalah, mengajukan pertanyaan, mengajukan jawaban baru yang menentang status quo, menemukan informasi baru, dan menentang dogma dan dokrin Schafersman, 1991. Menurut Lipman 2003, keterampilan berpikir kritis sangat penting dimiliki agar kita dapat terhindar dari penipuan, indoktrinasi, dan pencucian otak mindwashing. Pentingnya peningkatan atau pengembangan keterampilan berpikir kritis siswamahasiswa telah menjadi tujuan dari pendidikan pada akhir-akhir ini Tsapartis dan Zoller, 2003; Lubezky et al., 2004, Phillips dan Bond, 2004. Oleh karena itu, institusi pendidikan pada semua level sudah seharusnya memfokuskan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis siswamahasiswa Zoller, et al., 2000. Pengembangan keterampilan berpikir kritis mahasiswa dimaksudkan untuk: 1 menyiapkan mahasiswa agar berhasil menghadapi kehidupan Schafersman, 1991; 2 menciptakan penduduk yang memiliki kepedulian dan 4 pemahamanliterasi terhadap lingkungan environmental literacy Ernst dan Monroe, 2004; dan 3 meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisis, mengkritisi, menyarankan ide-ide, memberi alasan secara induktif dan deduktif, serta untuk mencapai kesimpulan yang faktual berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional Dumke, dalam Jones, 1996. Sementara itu, Beyer 1995 menyatakan bahwa pembelajaran atau praktikum keterampilan berpikir kritis sangat penting diterapkan, agar dapat mengembangkan daya nalar mahasiswa. Masih menurut Beyer 1995, untuk berhasil hidup dalam alam demokrasi, mahasiswa harus dapat berpikir kritis agar dapat membuat keputusan dengan tepat. Bagi mahasiswa, keterampilan berpikir kritis diperlukan terutama untuk memahami konsep-konsep pada mata kuliah yang sedang dipelajari. Dengan keterampilan berpikir kritis, mahasiswa akan dapat menganalisis masalah, mengidentifikasi konsep-konsep yang terkait, mempertimbangkan kredibilitas sumber informasi, memilih informasi yang relevan, menganalisis argumen, mengkritisi pendapat, dan mengevaluasi solusi yang mungkin, sehingga dihasilkan solusi yang terbaik. Mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis khususnya bagi mahasiswa calon guru kimia, keterampilan berpikir kritis hendaknya dikembangkan sejak dini tahun pertama kuliah baik melalui perkuliahan teori maupun praktikum. Mata kuliah Kimia Dasar merupakan suatu mata kuliah yang diprogramkan di tahun pertama kuliah. Pada mata kuliah Kimia Dasar terintegrasi antara teori dan praktikum. Praktikum Kimia Dasar merupakan fondasi untuk 5 melakukan praktikum-praktikum kimia tingkat lanjut, sehingga perlu ditangani secara sungguh-sungguh terutama untuk mengembangkan penguasaan konsep, keterampilan proses sains, dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Praktikum Kimia Dasar yang dilakukan, tidak serta merta dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa, terutama keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Hal ini didukung oleh pernyataan Lunetta dan Nekhleh dalam Witteck et al., 2007 bahwa praktikum yang dilakukan tidak otomatis memberikan hasil positif terhadap pencapaian hasil belajar kognitif dan metode ilmiah. Hodson Kipnis dan Hofstein, 2007 mengkritik kerja laboratorium dan mengklaim bahwa kerja laboratorium tidak produktif dan membingungkan, ketika kerja laboratorium dilakukan tanpa suatu pertimbangan dan ketidakjelasan dari tujuan praktikum, serta praktikum lebih menekankan terhadap apa yang dikerjakan mahasiswa di laboratorium. Secara lebih tegas, Roth dalam Domin, 2007 menyatakan: ’Although laboratories have long been recognized for their potential to facilitate the learning of science concept and skills, this potential has yet to be realized’. Beberapa faktor penghambat pencapaian hasil praktikum diungkapkan oleh Hofstein dan Lunetta dalam Donnell et al., 2007, meliputi: 1 pelaksanaan praktikum ekspositori oleh sebagian besar institusi tidak memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang tujuan dari penyelidikan dan urutan tugas-tugas yang dibutuhkan hanya untuk mengejar penyelesaian tugas-tugas tersebut, 2 asesmen secara sungguh-sungguh diabaikan, memberikan kesan bahwa praktikum tidak perlu dilakukan secara serius, dan 3 terbatasnya sumber daya praktikum yang memadai. Hal ini didukung oleh temuan Suardana 2008 6 bahwa pengelolaan praktikum Kimia Dasar di salah satu institusi pendidikan dilakukan melalui praktikum ekspositori di mana mahasiswa melakukan praktikum berdasarkan buku penuntun praktikum yang telah disediakan oleh dosen. Mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk merancang atau mendesain praktikum sendiri. Menurut Edelson dalam Donnell et al., 2007, implementasi praktikum di mana mahasiswa sendiri yang merancang eksperimen praktikum adalah suatu tantangan yang signifikan bagi mahasiswa. Kemampuan merancang eksperimen untuk keperluan pembelajaran dan penelitian merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru-guru kimia Depdiknas, 2007. Praktikum ekspositori memiliki beberapa kelemahan seperti yang telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Praktikum ekspositori tidak memperhatikan kreativitas atau kontekstualisasi, dan sering merupakan suatu verifikasi atau pengujian teori yang telah dipresentasikan dalam perkuliahan McGarvey, dalam Donnell et al., 2007. Lebih lanjut, Garratt dalam Limniou et al., 2007 menyatakan bahwa pelaksanaan praktikum ekspositori tidak memberikan peluang pembelajaran tentang mendesain eksperimen, penyelidikan, dan analisis hasil secara kritis. Mahasiswa yang mengikuti praktikum ekspositori tidak mengerjakan eksperimen, tetapi melakukan latihan, sebab mereka biasanya mengikuti instruksi secara mekanik tahap demi tahap, tanpa berpikir Clow dan Garratt, dalam Limniou et al., 2007. Upaya-upaya peningkatan kualitas praktikum telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menyelidiki efektivitas praktikum pada pendidikan sains dalam pencapaian tujuan praktis, kognitif, dan afektif Kipnis dan Hofstein, 7 2007. Limniou et al. 2007 melakukan integrasi simulator viskositas interaktif dalam sesi pra-laboratorium untuk membantu mahasiswa memahami materi kimia dengan lebih baik. Dalam praktikum ini, mahasiswa melakukan eksperimen virtual menggunakan simulator viskositas pada sesi pra-laboratorium, dilanjukan dengan melakukan praktikum riil di laboratorium. Di pihak lain, Donnell et al. 2007 menerapkan pembelajaran berbasis masalah proyek mini PBL proyek mini sebagai suatu metode pembelajaran laboratorium untuk mengembangkan keterampilan mahasiswa melakukan praktikum di laboratorium kimia. PBL proyek ini merefleksikan situasi pemecahan masalah kehidupan nyata yang mampu meningkatkan partisipasi dan keyakinan mahasiswa melakukan praktikum. Witteck et al. 2007 menggunakan pendekatan pembelajaran perusahaan learning company approach untuk memotivasi siswa secara kooperatif melakukan eksperimen pengaturan diri self-regulated. Sementara itu, Ketpichainarong et al. 2010 menyelidiki efektivitas praktikum selulase berbasis inkuiri untuk meningkatkan inkuiri mahasiswa dalam bioteknologi. Lebih lanjut, Green et al., 2004 juga menerapkan pembelajaran laboratorium berbasis inkuiri untuk lebih menekankan penggunaan metode ilmiah secara eksplisit serta mengajak mahasiswa untuk merumuskan dan menguji hipotesisnya sendiri. Upaya-upaya peningkatan kualitas praktikum pada suatu institusi pendidikan di Bali juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Suardana 2001 menerapkan modul pertanyaan untuk mengefektifkan pelaksanaan praktikum Kimia Dasar. Semetara itu, Sudria et al. 2002 mengembangkan bimbingan klinis untuk meningkatkan kualitas proses dan penguasaan konsep mahasiswa pada 8 praktikum Kimia Anorganik. Redhana 2008 menerapkan open-ended laboratory pada praktikum Biokimia untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep Biokimia. Peningkatan kualitas praktikum ini lebih difokuskan untuk meningkatkan kualitas proses dan penguasaan konsep mahasiswa, tetapi belum diupayakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Penelitian tentang upaya peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa, sesungguhnya juga telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti. Tabel 1.1 meringkas beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis atau keterampilan yang berhubungan, baik pada siswa maupun mahasiswa. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa implementasi pembelajaran atau praktikum inkuiri, scaffolding, berbasis masalah, berbasis budaya lokal, dan metode bertanya, dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswamahasiswa. Dari semua penelitian tersebut, penelitian tentang pengembangan praktikum berbasis budaya lokal, khususnya praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali belum pernah dilakukan. Pengintegrasian budaya Bali dalam praktikum Kimia Dasar merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini didasarkan atas alasan sebagai berikut. Pertama, pengetahuan mahasiswa tentang materi praktikum Kimia Dasar dalam bentuk konten dan konteks budaya yang ada di sekitarnya merupakan pengetahuan awal yang dibawa dalam praktikum. Pengetahuan awal ini sangat bermanfaat dalam membantu mahasiswa memahami materi praktikum Kimia Dasar yang dipelajari. Kedua, materi praktikum Kimia Dasar yang 9 dipahami melalui konten dan konteks budaya mahasiswa juga memberikan pengaruh terhadap peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap budaya yang dimiliki. Hal ini akan dapat menghindari terjadinya ketidakcocokan clash dan konflik budaya atau marginalisasi khasanah budaya Bali serta dapat memperkuat budaya Bali dari pengaruh budaya asing. Ketiga, pengintegerasian budaya Bali dalam praktikum akan dapat meningkatkan kecintaan mahasiswa terhadap potensi budaya daerahnya dan keinginan untuk terus melestarikannya. Pentingnya pengintegrasian budaya lokal dalam pembelajaran atau praktikum telah dilaporkan oleh beberapa peneliti Jegede dan Okebukola, dalam Suastra, 2005; Baker dan Taylor, 1995; Cobern dan Aikenhead, 1996; Costa, 1995; dan Ogawa, 2002. Menurut Jegede dan Okebukola Suastra, 2005, bahwa memadukan sains asli siswa sains sosial-budaya dengan pelajaran sains di sekolah ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sementara itu, Baker dan Taylor 1995 menyatakan bahwa jika pembelajaran atau praktikum sains tidak memperhatikan budaya siswamahasiswa, maka konsekuensinya adalah siswamahasiswa akan menolak atau menerima hanya sebagian dari konsep- konsep sains yang dikembangkan dalam pembelajaran atau praktikum. Pendapat senada dikemukakan oleh Cobern dan Aikenhead 1996, yang menyatakan bahwa jika subbudaya sains modern yang diajarkan selaras dengan subbudaya kehidupan sehari-hari siswamahasiswa, maka pembelajaran sains akan dapat memperkuat pandangan siswamahasiswa tentang alam semesta, hasilnya adalah enculturation. Jika enculturation terjadi, maka berpikir ilmiah siswamahasiswa tentang kehidupan sehari-hari akan meningkat. Sebaliknya, jika subbudaya sains 10 yang diajarkan di sekolah berbeda atau bahkan bertentangan dengan subbudaya keseharian siswa, maka pembelajaran sains akan memisahkan pandangan siswa tentang alam semesta Costa, 1995 dan Ogawa, 2002, sehingga mereka meninggalkan atau meminggirkan cara asli mereka untuk mengetahui, dan rekonstruksi terjadi menuju cara mengetahui menurut ilmuwan scientific. Agar dapat mengintegrasikan budaya lokal, khususnya budaya Bali ke dalam praktikum Kimia Dasar, eksplorasi konten dan kontek budaya Bali yang berkaitan dengan materi praktikum Kimia Dasar merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Dari penelusuran aspek budaya Bali yang berkaitan dengan materi praktikum Kimia Dasar, ditemukan bahwa aplikasi reaksi netralisasi asam dan basa telah dimanfaatkan oleh masyarakat Bali dalam proses pengobatan secara tradisonal. Dalam pengobatan sengatan lebah, misalnya, masyarakat Bali biasanya menggunakan air pamor air kapur. Bisa sengatan lebah apiktoksin bersifat asam sehingga dapat dinetralkan dengan air pamor yang bersifat basa. Demikian juga, untuk menghentikan ketagihan candu yang mengandung senyawa-senyawa alkaloid yang bersifat basa, digunakan ramuan obat yang bersifat asam; ramuan ini terdiri atas: buah belimbing besi, garam dapur, dan lunak tanek asam jawaTamarindus indica L. yang telah dimasak. Aspek budaya Bali yang juga berkaitan dengan materi praktikum Kimia Dasar adalah penyepuhan emas. Perhiasan dari sepuhan emas banyak digunakan oleh masyarakat Bali, khususnya oleh perempuan-perempuan Bali dalam kegiatan keagamaan atau kesenian. Secara tradisonal, penyepuhan emas dilakukan melalui elektrolisis menggunakan larutan potas kalium karbonat sebagai elektrolit, anoda 11 berupa emas murni, dan katodanya adalah perhiasan yang disepuh. Penyepuhan emas adalah proses elektrolisis dengan cara melapisi emas pada benda yang disepuh. Pada proses penyepuhan emas, benda yang disepuh ditempatkan sebagai katoda dan emas ditempatkan sebagai anoda. Mencermati pentingnya pengintegrasian budaya Bali dalam praktikum Kimia Dasar, maka pada penelitian ini dikembangkan model praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Model ini mengintegrasikan konten dan konteks budaya Bali dalam praktikum Kimia Dasar yang memberikan peluang kepada mahasiswa untuk belajar secara lebih bermakna meaningful dan memungkinkan mahasiswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Dalam model ini, mahasiswa diberikan pemahaman terhadap budayanya sendiri dan diberikan pengalaman- pengalaman bermakna untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam kegiatan praktikum, sehingga mahasiswa dapat menjadi seorang pemikir yang kritis dan berhasil menghadapi kehidupan. Dengan demikian, pengembangan model praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan potensi dirinya secara maksimal dan melatihkan keterampilan berpikir kritis selama merancang, melaksanakan, dan melaporkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil praktikum. Pengembangan model ini juga diharapkan dapat mengurangi keterasingan mahasiswa terhadap budayanya sendiri dan lebih memahaminya, sehingga menumbuhkan kecintaan mahasiswa terhadap budaya yang dimiliki dan keinginan untuk terus melestarikannya 12 Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Keterampilan Berpikir Kritis atau Keterampilan yang Berhubungan Penulis Tahun Fokus penelitian Hasil Penelitian Oliver-Hoyo 2003 Peneliti mempelajari pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing dengan tugas membuat laporan tertulis untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis Pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pemberian tugas membuat laporan tertulis pada mata kuliah Kimia Dasar dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa Sharma Hannafin 2004 Peneliti memeriksa pengaruh scaffolding pada pengembangan keterampilan berpikir kritis Scaffolding pada pembelajaran secara online efektif mengembangkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa Sellnow dan Ahlfeldt 2005 Peneliti menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk memperbaiki keterampilan berpikir kritis dan kerja tim. Pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kerja tim mahasiswa. Toledo 2006 Peneliti menerapkan pendekatan bertanya secara online untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis Pendekatan bertanya secara online dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan memperluas penguasaan konten Kipnis dan Hofstein 2007 Peneliti menerapkan praktikum inkuiri pada mata pelajaran kimia SMA untuk mengembangkan keterampilan metakognisi Siswa mempraktikkan kemampuan metakognisi dalam berbagai tahap dalam proses inkuiri saat melakukan aktivitas inkuiri. Miri et al. 2007 Peneliti menerapkan pembelajaran: 1 pemecahan masalah dunia nyata, 2 diskusi open-ended, dan 3 eksperimen berbasis inkuiri Pemecahan masalah dunia nyata, diskusi open-ended, dan eksperimen berbasis inkuiri dapat meningkatkan keterampilan dan disposisi berpikir kritis Pullaila et al. 2007 Peneliti menerapkan pembelajaran inkuri terbimbing untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif Pembelajaran inkuri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif Suja, et al. 2007 Peneliti mengembangkan pembelajaran sains SMP berbasis konten dan konteks budaya Bali Sikap ilmiah, keterampilan berpikir kritis, dan ketekunan siswa tergolong tinggi melalui pembelajaran sains berbasis konten dan konteks budaya Bali Dirgantara 2008 Peneliti menerapkan pembelajaran laboratorium berbasis inkuri untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains Pembelajaran laboratorium berbasis inkuri pada pokok bahasan kalor dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains Redhana 2009 Peneliti memgembangkan program pembelajaran berbasis masalah terbimbing untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis Pembelajaran berbasis masalah terbimbing pada mata pelajaran kimia dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa Talanquer dan Pollard 2010 Peneliti mendeskripsikan cara alternatif mengkonseptualisasi kurikulum kimia pada jurusan sains dan teknik melalui perubahan fokus dari belajar kimia sebagai body of knowledge menuju pemahaman kimia sebagai suatu cara berpikir chemistry as a way of thinking Desain model kurikulum baru dimaksud- kan untuk: meningkatkan pemahaman ide-ide inti yang fundamental secara mendalam; menghubungkan ide-ide inti antara unit-unit pelajaran; memperkenal- kan cara berpikir modern dan pemecahan masalah dalam kimia; serta melibatkan mahasiswa mengambil keputusan dan pemecahan masalah realistik 13

B. Rumusan Masalah