Etika komunikasi lisan menurut al-qur'an: kajian tafsir tematik

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh:

AMIR MU’MIN SOLIHIN NIM:106034001218

JURUSAN TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H./2011 M


(2)

ii Dengan ini saya menyatakan :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar strata 1 (S1), di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Maret 2011 Penulis,


(3)

iii

KAJIAN TAFSIR TEMATIK

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin ( S.Ud )

Oleh :

AMIR MU’MIN SOLIHIN NIM. 106034001218

Di bawah Bimbingan :

Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA NIP. 19620624200003 1 001

JURUSAN TAFSIR HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

iv

Skripsi ini berjudul Etika Komunikasi Lisan Menurut Al-Qur’an: Kajian Tafsir Tematik telah di ujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Maret 2011.

Skripsi ini telah diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) pada Jurusan Tafsir Hadits.

Jakarta, 17 Maret 2011

SIDANG MUNAQASAH

Ketua, Sekertaris,

Dr. M. Suryadinata, MA Muslim, S. Th.I

NIP. 19600908 198903 1 005 NIP.

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. M. Suryadinata, M.A Dr. Yusuf Rahman, MA

NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19670213 199203 1 002

Pembimbing,

Dr.Ahzami Sami’un Jazuli, MA NIP. 19620624200003 1 001


(5)

v

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan

B Be

T Te

Ts te dan es

J Je

H h dengan garis bawah

Kh ka dan ha

D da

Dz De dan zet

R Er

Z Zet

S Es

Sy es dan ye

S es dengan garis bawah

D de dengan garis bawah

T te dengan garis bawah

Z zet dengan garis bawah

‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

Gh ge dan ha

1

Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105


(6)

vi

K Ka

L El

M Em

N En

W We

ـ ﻫ H Ha

‘ Apostrof

Y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___َ___ a fathah

___ِ___ i kasrah

___ُ___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي __َ__ ai a dan i


(7)

vii

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎ َـ ـ â a dengan topi di atas

ﻲ ـ ـ î i dengan topi di atas

ﻮ ـ ـ ـ û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukanad-dîwân.

Syaddah(Tashdid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,

demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika hurufta marbûtahterdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtahtersebut diikuti oleh kata sifat(na’t)(lihat contoh 2). Akan tetapi, jika hurufta marbûtahtersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).


(8)

viii

1 ﺔ ﻘ ﻳ ﺮ ﻃ tarîqah

2 al-jâmî ah al-islâmiyyah

3 wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.


(9)

ix

Tafsir Tematik”

Salah satu keistimewaan yang diberikan oleh Allah Swt, kepada manusia adalah kemampuan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat membantu manusia dalam memenuhi kebutuhannya secara efektif, dan mempermudah untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Selain itu, kemampuan komunikasi yang baik dan benar dapat menjadi jalan untuk mengantarkan seseorang dalam meraih kesuksesan dan akan membawa kemaslahatan bagi orang lain. Sebaliknya, komunikasi juga bisa menjadi pemicu munculnya kemudaratan, khususnya jika seseorang salah dalam berkomunikasi atau membuat orang lain terganggu. Apa lagi pembicaraan yang tidak baik tersebut muncul dari seseorang di pandang sebagai pejabat publik atau public figure, sebab pembicaraan yang kurang terkontrol akan menimbulkan keresahan dimasyarakat atau menyebabkan munculnya reaksi negatif terhadap dirinya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui etika komunikasi menurut al-Qur’an, sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman oleh setiap muslim, khususnya dalam berkomunikasi.

Penelitian ini berpijak dari pemikiran bahwa setiap muslim harus berpedoman kepada al-Qur’an dalam merambah kehidupan di dunia. Berkomunikasi merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Agar setiap orang mampu berkomunikasi secara baik dan benar serta mendatangkan kemaslahatan maka ia harus berpedoman pada etika komunikasi sebagaimana digariskan dalam al-Qur”an

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir maudhu’i (tematik), yang secara umum menggunakan langkah-langkah: menetapkan masalah yang akan dibahas (topik); menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah; menyusun tuntutan ayat sesuai dengan masalah turunnya, disertai pengetahuan tentang asbabun Nuzul-nya; menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline); melengkapi bahasan dengan hadits-hadits yang relevan; dan mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan. Selain itu, penulis juga menggunakan metode content analisis atau analisis isi.

Data yang ditemukan menunjukkan bahwa kata komunikasi banyak di temukan dalam al-Qur’an baik yang menggunakan kataqala takallama,dan lain-lain. Yang secara umum berkaitan erat dengan masalah etika komunikasi lisan.

Setelah mengkaji ayat-ayat tersebut secara seksama, penulis dapat menyimpulkan bahwa etika komunikasi lisan menurut al-Qur’an dapat dirumuskan sebagai berikut; berkomunikasi haruslah baik; isi pembicaraan harus benar; dalam berkomunikasi harus menggunakan kalimat yang baik dan menjauhi


(10)

x


(11)

xi

ﻢ ﺴ ﺑ

Segala Puji dan syukur penulis tersanjung hanya kepada Allah Swt, yang dengan taufiq-Nya, penelitian berjudul “ Etika Komunikasi Lisan menurut Al -Qur’an : Kajian Tafsir Tematik ” ini, dapat diselesaikan tugas akhir penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga dan para sahabatnya, yang merupakan suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Segala karya tulis yang da’if, tentunya didalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka yang mau menelaahnya dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah bukti keterebatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini.

Penelitian ini merupakan wujud kepedulian dan rasa keingintahuan penulis terhadap beberapa masalah yang kelihatannya sepele namun memiliki pengaruh yang sangat besar dalam bidang tafsir. Penulis juga menyadari bahwa, penelitian ini tidak luput dari jasa lembaga dan orang-orang tertentu yang telah membantu penulis, baik moril maupun materil. Maka pada kesempatan ini, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khusus kepada: 1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih

M.A (Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir Hadits),dan Dr. Lilik Umi Kultsum, MA (Sekjur Tafsir Hadits).


(12)

xii memotivasi penulis hingga selesai skripsi ini.

3. Drs. Ahmad Rifqi Mukhtar, MA yang banyak memberikan masukan, arahan dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di jurusan Tafsir Hadits yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat merekalah penulis mendapatkan setetes air dari samudra ilmu pengetahuan. 5. Yang tercinta Ayahanda H.Ahmad Dimyati (Alm) dan Ibunda Muhinah yang

senantiasa mencurahkan kasih sayang dan perhatian dengan segenap hati dan yang selalu mendoakan ananda untuk mencapai kesuksesan di masa depan, semoga penulis selalu mendapat ridho mereka dan dapat berbakti kepadanya. Papi Somad, adikku (Dede dan Nuh) serta saudara-saudaraku tercinta yang memberikan motivasi dan membantu penulis baik materil maupun inmaterial sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Untuk teman UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, khususnya teman-teman Jurusan Tafsir Hadits angkatan 2006/2007, khususnya kelas TH-A: Harfa, Kholid, Ust. Ubaid, Firda, dua Hasan, Mega, Malik dll. yang dengan ikhlas turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman KKN 80 dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam ungkapan yang singkat ini.


(13)

xiii

Zarkasih, Idham, Robi, Ijunk, Jamil, Jreng, Ismail. Teman-teman kampus : Kholiah, Inmi2takanu dan semua rekan-rekan seperjuangan yang selalu memberi Support dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Terlebih “Sang Motivator”Iin Rosita yang selalu setia menemani langkah penulis dan mengisi hari-hari dengan senyum dan tawa, semoga apa-apa yang kita citakandapat terwujud……Amin.‘I Love you’

9. Terakhir, untuk orang yang pernah melihat saya(ra’ânî yaqazatan kâna am fi

al-manân), bertemu dengan saya(laqiyanî), belajar bersama saya(jâlasanî), tinggal bersama saya(aqâma ma’î), pernah mendengar suara dan ocehan saya (sami’a minnî wa akhaza ‘annî syai’an), semua orang yang mau menerima dan memperkenankan saya untuk mengambil hikmah darinya (wa akhaztu ‘anhu al-hikam wa al-‘ulûm), dan semua orang yang hidup semasa dengan saya(‘asaranî). Ini bukan karena saya yang istimewa, melainkan anda semua lah yang begitu spesial bagi saya. Bolehlah saya berharap dan ber-tafa’ul kepada nabi agar semua orang yang tersebut di atas menjadi orang yang beruntung, sekali lagi- bukan karena saya, tetapi karena kita dianugerahkan oleh Allah Swt untuk bisa saling berhubungan. Teriring doa, Tûbâ liman ra’ânî (bifadlih), wa tubâ liman ra’â man ra’ânî (bifadlih)”. Atas semua kebaikan tersebut, tidak ada suatu yang dapat penulis sampaikan, kecuali ucapan terima kasih yang tidak terhingga, serta doa; semoga amal kebaikan


(14)

xiv

Akhirnya hanya kepada Allah jualah, penulis mengharap ridha dan rasa syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis. Amin

Jakarta, 17 Maret 2011 Ttd,

Amir Mu’min Solihin Penulis


(15)

xv

HALAMAN JUDUL………... i

LEMBAR PERNYATAAN………….………... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING………. iii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI……….. iv

PEDOMAN TRANSLITERASI……… v

ABSTRAK……… ix

KATA PENGANTAR………. xi

DAFTAR ISI………. xv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Studi Terdahulu yang Relevan ... 9

E. Metodologi Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II : LANDASAN TEORITIS TENTANG ETIKA KOMUNIKASI LISAN A. Pengertian Etika Komunikasi Lisan..…………..………. 15

B. Jenis-jenis Etika Komunikasi ...………. 25


(16)

xvi

BAB III : TINJAUAN UMUM TEORI KOMUNIKASI QUR’ANI

A. Al-Qur’an Sebagai Media Komunikasi ...……….. 35

B. Peran dan Fungsi Komunikasi dalam Kehidupan………. 39

C. Prinsip Komunikasi dalam Al-Qur’an...…………... 42

D. Identifikasi Ayat-ayat Tentang Komunikasi ...………... 52

BAB IV : ANALISIS TENTANG ETIKA KOMUNIKASI LISAN DALAM AL-QUR’AN A. Perintah Untuk Berkomunikasi Dengan Baik atau Diam ...………... 54

B. Perintah Untuk Berkomunikasi Dengan Benar ...………... 64

C. Perintah Untuk Berkomunikasi Dengan Adil ...………... 80

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...………. 85

B. Saran ...………... 87


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan berbicara merupakan salah satu potensi bawaan (Fitroh) yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia. Sebab, hanya manusialah satu-satunya makhluk yang diberi karunia bisa berbicara. Dengan kemampuan bicara itulah memungkinkan manusia membangun hubungan sosialnya, sebagaimana bisa

dipahami dari firman Allah “mengajarnya pandai berbicara”1.

Kemampuan bicara berarti kemampuan berkomunikasi, berkomunikasi adalah sesuatu yang dihajatkan di hampir setiap kegiatan manusia. Kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu pembeda manusia dengan makhluk lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial menduduki posisi yang sangat penting dan strategis. Dalam sebuah penelitian telah dibuktikan, hampir 75 % sejak bangun dari tidur manusia berada dalam kegiatan komunikasi. Dengan komunikasi manusia dapat membentuk saling pengertian dan menumbuhkan persahabatan, memelihara

kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban2.

1

Q.S. Ar-Rahman: 4.

2

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan

Berpolitik(Tafsir Al-Qur’an Tematik), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2009), Cet.1, hal. 286.


(18)

Selain itu kemampuan berkomunikasi juga membantu manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya secara efektif dan efisien. Sebab dengan memiliki kemampuan berkomunikasi, manusia akan bisa meminta bantuan kepada orang lain, atau mengutarakan maksud-maksud lainnya, atau fungsi-fungsi lainnya yang intinya bahwa berkomunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.

Memang benar bahwa manusia bisa menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi atau mengekpresikan keinginan dirinya, namun ternyata bahasa isyarat tidak seefektif bahasa lisan, baik dari cara pengungkapan maupun pengaruh yang ditimbulkannya.

Lebih dari itu dengan memiliki kemampuan berkomunikasi juga dapat meninggikan derajat seseorang, jika ia mampu berbicara secara baik, meyakinkan, menyenangkan, dan menarik, yakni dengan memakai etika komunikasi. Dalam realitas kehidupan, kemampuan berkomunikasi secara baik yang dimiliki seseorang kerap menjadikannya sebagai panutan masyarakat, bahkan tidak sedikit yang disegani di dunia internasional dikarenakan kemampuannya dalam berkomunikasi lisan secara baik.

Namun dengan demikian, berkomunikasi juga bisa berakibat fatal bagi seseorang jika salah dalam berkomunikasi juga dapat menumbuh-suburkan perpecahan, menghidupkan permusuhan, menanamkan kebencian, merintangi


(19)

kemajuan, dan menghambat pemikiran.3 Apalagi jika orang tersebut dipandang sebagai pejabat public atau pablik figure, sebab pembicaraan yang kurang kontrol akan menimbulkan keresahan di masyarakat atau menyebabkan munculnya reaksi negatif terhadap dirinya. Misalnya yang menimpa salah seorang mantan presiden, bahwa diantara penyebab jatuhnya dari singgasana kepresidenan karena ada beberapa yang dinilai tidak konsisten dan sering meresahkan masyarakat, sehingga hal itu menjadi lahan empuk bagi para lawan politiknya untuk menggulingkan dari jabatanya.

Realitasnya, tidak sedikit perselisihan, percekcokan, permusuhan, dan pertengkaran muncul karena perkataan yang tidak terkontrol. Bahkan tidak sedikit pertumpahan darah mengerikan yang berawal dari pekerjaan lidah yang membabi buta. Rosulullah Saw menegaskan sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:

:

4

“Diriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a bahwa Rosulullah Saw. Bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah Swt, dan hari kiamat, maka ia hendaknya

berkata hanya perkara yang baik atau diam, dan barangsiapa yang beriman kepada

3

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik(Tafsir Al-Qur’an Tematik), hal. 286.

4

Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah al-Bukhârî,Sahîh Bukhâri, (Beirût: Dar Ibn Katsîr, 1987), Juz. 20, hal. 11.


(20)

Allah dan hari kiamat, maka ia hendaklah memuliakan tetangganya. Begitu pula barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah

memulaikan tetamunya”.

Dalam hadits yang lain Rosulullah menegaskan lagi tentang bahaya yang akan menimpa seseorang jika ia berbicara salah:

5

“Telah menceritakan kepada saya Ibrahim kepada Ibrahim bin Hamzah, telah

menceritakan kepada saya Ibn Abi Hajim, dari Yazid, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Isa bin Thalhah bin Ubaidillah dari Abu Hurairoh r.a bahwa ia mendengar

Rosulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba, bisa jadi dia

mengungkapkan satu kalimat (satu kata) yang tampak dari perkataannya bahwa ia akan tergelincir ke dalam neraka yang sangat jauh (sangat dalam) sejarak timur dan

barat”.

Berdasarkan hadits-hadits tersebut jelaslah bahwa Islam memberikan perhatian khusus terhadap pembicaraan, bahkan dipandang salah satu perkara yang akan menyelamatkan manusia, baik didunia dan diakhirat. Pembicaraan dimaksud adalah pembicaraan yan beretika, sehingga proses komunikasi berjalan dengan baik serta terjalin hubungan yang harmonis antara komunikator dengan komunikan.

5

Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah al-Bukhârî,Sahîh Bukhâri, (Beirût: Dar Ibn Katsîr, 1987), Juz. 20, hal. 118.


(21)

Hanya saja, etika komunikasi yang di maksud dalam kajian ini adalah etika yang berdimensi moral dan bersumber dari ajaran suci. Berkaitan dengan etika komunikasi tersebut, bagaimanapun juga seorang muslim harus berpedoman pada

sumber utama Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, sebab akhlak Nabi

sebagimana dinyatakan oleh Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Adalah Al-Qur’an.6

Dalam al-Qur’an Allah ternyata memberikan perhatian yang cukup besar

terhadap masalah berkomunkasi ini. Bahkan ucapan yang baik dipandang lebih baik dari pada shadaqah yang dibarengi dengan menyakiti hati penerima:

٢ ٦ ٣

(

“Perkataan yang baik dan pemberian ma’af lebih baik dari pada sedekah yang

diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun“7 (QS.

Al-Baqarah: 263)

Dalam ayat lain Allah juga memerintahkan manusia agar berkata baik:

“Bertuturkatalah yang baik kepada manusia.8“(QS. Al-Baqarah: 83)

Selain itu, ada perintah untuk berkata benar, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an:

6

M. Quraish Shihab,Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 259

7

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Cet. Ke-3, jilid.1, hal. 390.

8

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, jilid., hal. 140.


(22)

٧ ٠

(

“Dan Ucapkanlahlah Perkataan yang benar.9(QS. Al-Ahzab: 70)

Masih banyak ayat-ayat lainnya yang berkaitan dengan masalah etika berkomunikasi. Hanya saja dalam kajian ini, akan dibahas ayat-ayat tentang etika

yang menggunakan Shight Fi’il amr. Hal ini disimpulkan dalam enam prinsip

komunikasi, yaitu: Qaulan Sadidan( QS 4:9, 33:70), Qaulan Balighan(QS 4:63), Qaulan Masyuran(QS 17:28), Qaulan Layyinan(QS 20:44), Qaulan Kariman(QS

17:23), Qaulan Ma’rufan(QS 4:5).

Namun demikian, untuk memahami ayat-ayat tersebut bukanlah perkara mudah, penulis perlukan berbagai ilmu pendukung untuk dapat mengkaji ayat tentang komunikasi ini. Seperti Firman Allah:

٧ ٠

(

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan

ucapkanlah Perkataan yang benar. “10(QS. Al-Ahzab: 70)

Menurut Hamka maksud ayat tersebut bahwa diantara sikap hidup karena iman dan taqwa adalah jika kata-kata yang tepat, yaitu jitu. Dalam kata-kata yang

tepat itu terkandung kata yang benar.11 Sedangkan Hasbi Ash-Shiddiqi berpendapat

9

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, jilid.8, hal. 140.

10

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, jilid.8, hal. 46.

11


(23)

maksud ayat tersebut adalah bahwa ucapkanlah perkataan-perkataan yang benar yang mengandung kebajikan bagimu dan jauhilah dari ucapan-ucapan yang salah,

yang menyebabkan kamu mendapat azab di akhirat kelak.12 Dengan perkataan yang

tepat atau baik yang terucapkan dengan lidah dan didengar banyak orang maka akan tersebar luas informasi dan pengaruh yang tidak kecil bagi jiwa dan pikiran manusia. Kalau ucapan itu baik maka baik pula pengaruhnya, dan bila buruk maka buruk pula pengaruhnya.13

Pandangan penulis, kajian tentang etika berkomunikasi ini relevan untuk dikaji dalam kondisi sekarang, khususnya bagi bangsa Indonesia dewasa ini yang sedang berada era reformasi dan kebebasan, termasuk di dalamnya bebas berbicara. Sebab, secara fenomenal tidak sedikit di antara masyarakat Indonesia tak terkecuali kaum terpelajar yang memahami era kebebasan tersebut sebagai kebebasan yang tanpa batas, terutama dalam berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat. Sehingga

tidak jarang yang berkomunikasi menyuarakan ‘kebenaran’ tanpa mengindahkan etika berkomunikasi. Padahal mereka mengaku sebagai umat Islam.

Berdasarkan deskripsi di atas, penulis akan mengadakan penelitian tentang

ETIKA KOMUNIKASI LISAN MENURUT AL-QUR’AN: KAJIAN TAFSIR

TEMATIK”

12

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi,Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur,(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 3315.

13

M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 11, hal. 33.


(24)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Al-Qur’an merangkai begitu banyak pelajaran dalam hal etika yang tak

kunjung habis untuk digali, salah satunya adalah etika komunikasi lisan yang akan akan penulis kaji. Agar tidak terlalu luas dalam pembahasan masalah dalam skripsi ini, maka penelitian ini hanya dibatasi pada ayat-ayat yang menggunakan kata Qala atau berbagai bentuk derivasinya. Hal ini diambil atau berdasarkan asumsi bahwa kata tersebut adalah yang paling dekat dengan pola komunikasi verbal, sementara dalam praktik komunikasi sangat diperlukan adanya etika yang benar. Oleh karena itu, penulis menilai penelitian tentang kajian terhadap ayat-ayat yang difokuskan pada etika komunikasi ini.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan beberapa hal yang akan menjadi pertanyaan besar dalam skripsi ini adalah Bagaimana etika komunikasi lisan dalam perspektif al-Qur’an dan bagaimana nada dan sikap yang

baik ketika berkomunikasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Ada beberapa tujuan pokok penulisan skripsi ini sebagai berikut;

1. Untuk memenuhi syarat akhir studi S1 di fakultas Ushuluddin dan Filasafat.

2. Untuk mengetahui bagaimana Al-Qur’an berbicara mengenai Etika


(25)

Adapun manfaat atau kegunaan penulisan skripsi ini adalah:

a. Secara akademis tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menambah khazanah keilmuan tentang literatur, khususnya yang menyangkut etika

komunikasi (communication etic), sehingga berguna bagi menjadi setetes

pengetahuan di tengah-tengah lautan tentang komunikasi yang bermanfaat bagi para pemikir dan praktisi yang haus akan pengetahuan komunikasi. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan bagi para teoritis,

praktisi dan aktivis Islam pada umumnya termasuk juga civitas akademika Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta.

c. Memberikan kontribusi pemikiran bagi masyarakat luas akan arti pentingnya komunikasi, sehingga memotivasi masyarakat, umat islam khususnya, untuk selalu berkomunikasi yang baik.

D. Studi Terdahulu yang Relevan

Sejauh penelusuran penulis ada penelitian skripsi yang terkait dengan masalah yang ingin dikaji: terkait dengan hal itu adalah penelitian yang dilakukan

oleh Eneng Maria Ulfah14 dalam sebuah skripsi yang diajukan kepada Jurusan

Tafsir-Hadits UIN Jakarta, skripsi ini mengkaji masalah tentang Etika Menjaga

Lisan dalam Al-Qur’an. Skripsi yang ditulis pada tahun 2006 ini hanya terbatas pada menjaga lisan saja dan tidak luas maknanya. Sedangkan dalam kaitannya dengan apa yang penulis kaji, skripsi tersebut mencakup juga pembahasan yang akan penulis paparkan. Namun bedanya tulisan di atas dengan penelitian yang

14

Eneng Maria Ulfah, “Etika Menjaga Lisan dalam Al-Qur’an.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah, 2005.


(26)

hendak penulis angkat di sini adalah bahwa arti komunikasi itu sendiri luas cakupannya dan juga skripsi ini tidak hanya tercakup pada dua surat saja sementara itu ayat yang menjelaskan tentang etika komunikasi itu banyak dan inilah yang penulis akan kaji dalam tulisan ini.

E. Metodologi Penelitian

Sebagai sebuah kajian yang difokuskan pada kajian tafsir tematik, yang dalam hal ini mengenai etika komunikasi lisan, tentu studi ini tidak hanya terpaku secara normatif terhadap konsep-konsepnya saja (ontologi). Lebih dari itu, studi tersebut haruslah diarahkan juga kepada kajian tentang bagaimana etika komunikasi itu, apa komunikasi dalam al-Qur’an itu. Untuk selanjutnya, studi tersebut harus dapat

diaplikasikan secara proporsional dalam sebuah kajian(aksiologi).

Oleh karena itu, studi ini akan mengikuti prosedur dan alur penelitian sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Penelitian ini yang digunakan adalah menggunakan metode telaah perpustakaan (Library research) yaitu, penelitian untuk memperoleh informasi

yang komferehensif tentang konsep Etika komunikasi lisan menurut Al-Qur’an.

2. Sumber Data

Sumber data atau bahan primer dalam penelitian ini adalah yang

berhubungan dengan etika Komunikasi, karena studinya menyangkut Al-Qur’an,

maka sumber utamanyapun adalah Tafsir. Dan buku-buku lain sebagai sumber tambahan seperti kitab-kitab tafsir, hadits, ulumul Qur’an, kamus, dan buku -buku yang berhubungan dengan penelitian ini.


(27)

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal pengumpulan data, penulis menempuh teknik survey kepustakaan dan studi literatur, survey kepustakaan yaitu menghimpun data yang berupa sejumlah literatur yang diperoleh diperpustakaan atau tempat lain ke dalam sebuah daftar bahan-bahan pustaka. Sedangkan studi literatur adalah mempelajari, menelaah, dan mengkaji bahan pustaka yang berhubungan dengan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Metode Pembahasan

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir

maudu’i (tematik). Selanjutnya penulis mencoba untuk melihat beberapa ayat-ayat yang berbicara tentang komunikasi lisan dengan menggunakan metode

maudhu’i.

Menurut Al-Faramawi metode maudhu’i (tematik) adalah menghimpun

atau mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu dari surat

al-Qur’an yang sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sedapat mungkin dengan masa turunnya, selaras dengan masa turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan dan

berhubungannya dengan ayat lain kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.15

Dengan menggunakan metdode tafsir maudhu’i ini diharapkan akan didapatkan

jawaban al-Qur’an secara komprehensif terhadapmasalah komunikasi lisan.

15

Abdul Hayy Al-Farmawi,Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar Terj. Surya A. Samran,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h.36, Lihat M.Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur’an,( Jakarta: Mizan, 1992), Cet. Ke-1, hal. 115.


(28)

Tahap-tahap penelitian yang akan dilalui penulis dalam mempelajari dan

menghasilkan Etika Komunkasi Lisan menurut Al-Qur’an adalah sebagai

berikut:

1. Menetapkan masalah tentang etika komunikasi.

2. Menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan masalah etika

komunikasi lisan.

3. Mengkaji sebab latar belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang

berkaitan dengan etika komunikasi lisan karena dengan memahami asbab an-Nuzul suatu ayat akan sangat membantu penulis untuk memahami makna yang tersembunyi dibaliknya.

4. Menyusun pembahasan dengan kerangka yang sempurna.

5. Melengkapi pembahasan ini akan dilengkapi dengan hadits-hadits Nabi yang bersangkutan. Dari hasil penelitian tersebut dapat ditemukan

pandangan al-Qur’an terhadap etika komunikasi lisan.

5. Pendekatan Penelitian

Dalam pembahasannya skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis. Pendekatan seperti ini diperlukan untuk memaparkan hadis-hadis yang terkait dengan etika komunikasi lisan. Pendekatan analitis ini dimaksudkan untuk membuat analisa-analisa yang konfrehensif terhadap masalah yang dibahas. Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan


(29)

Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang disusun oleh tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.16

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan pengaturan langkah-langkah penulisan penelitian agar runtut, ada keterkaitan yang harmonis antara pembahasan pertama dengan pembahasan berikutnya, antara bab satu dengan bab-bab selanjutnya.

Agar mempermudah memberikan pemahaman dan gambaran yang utuh dan jelas tentang isi penelitian ini, maka skripsi ini disusun secara sistematika penulisan yang teratur, dimana skripsi ini secara keseluruhan terdiri dari lima bab, sebuah bab pendahulu dan tiga bab isi, kemudian ditutup dengan sebuah bab penutup yang menguat kesimpulan penelitian ini. Adapun sistematika pembahasannya sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang didalamnya dijelaskan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi terdahulu yang relevan, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, membahas landasan teoritis tentang etika komunikasi lisan yang didalamnya menjelaskan pengertian etika komunikasi lisan, jenis-jenis etika

komunikasi, kedudukan komunikasi dalam Islam, etika komunikasi Qur’ani.

Bab tiga akan di fokuskan pada pembahasan mengenai tinjauan umum teori

komunikasi Qur’ani, pada bagian ini menjelaskan tentang al-Qur’ansebagai media

16

Hamid Nasuhi, dkk,Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi),UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: CeQda, 2007), cet. Ke-2.


(30)

komunikasi, peran dan fungsi komunikasi dalam kehidupan, prinsip komunikasi dalam al-Qur’an,identifikasi ayat-ayat tentang komunikasi.

Kemudian pada bab keempat, merupakan bab analisis tentang etika komunikasi dalam al-Qur’an. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang perintah untuk berkomunikasi dengan baik dan diam, perintah untuk berkomunikasi dengan benar, perintah untuk berkomunikasi dengan Adil.


(31)

BAB II

LANDASAN TEORITIS TENTANG ETIKA KOMUNIKASI

LISAN

A. Pengertian Etika Komunikasi Lisan

a. Etika

Etika berasal dari bahasa latin, “etthos”. Yang berarti kesusilaan atau

moral.1 Maksudnya adalah tingkah laku yang ada kaitannya dengan norma-norma sosial, baik yang sedang berjalan maupun yang akan terjadi. Terdapat pendapat bahwa kata etika berasal dari ethos (Yunani) yang artinya watak

kesusilaan. Sedangkan pengertian etika secara istilah telah banyak

dikemukakan oleh para ahli sesuai dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Misalnya Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa ynag harusnya di lakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus di tuju oleh manusia di dalam perbuatan

mereka, dan menunjukan yang seharusnya diperbuat.2

Sementara itu, pengertian etika menurut Ki Hajar Dewantara adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan dalam kehidupan manusia, terutama yang berkaitan dengan gerak-gerik pikiran dan rasa yang

1

Hamzah Ya’qub,Etika Pembinaan Akhlaul Karimah(Suatu Pengantar),(Bandung: Diponegoro: 1990), cet. Ke-4, hal. 12.

2

Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) terjemahan, ( Jakarta: Bulan Bintang: 1996), cet. Ke-7, hal. 3.


(32)

merupakan pertimbangan dan perasaan, sehingga dapat mencapai tujuannya dalam bentuk perbuatan.3 Selanjutnya Soegarda Poerbakawatja, sebagaimana dikutip Abuddin Nata mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai itu sendiri.4

Dari beberapa pengertian tentang etika diatas, dapat diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal, sebagaimana diungkapkan oleh Abuddin Nata5yaitu:

a. Dari segi pembahasannya, etika berusaha membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.

b. Dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. c. Dilihat dari fungsinya etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan

penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan manusia tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, dan sebagainya.

d. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif, yakni berubah-ubah sesuai dengan tantangan zaman.

Dengan demikian, pokok pembahasan etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat-sifat yang dilakukan oleh manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dalam bidang filsafat, perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan pada pemikiran etika, karena berdasarkan pada pemikiran yang diarahkan untuk manusia. Sedangkan menurut Muhammad

al-3

Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 88.

4

Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, hal. 88.

5


(33)

Ghozali berpendapat bahwa objek pembahasan etika adalah meliputi seluruh

aspek kehidupan manusia baik sebagai individu maupun kelompok.6

Kata-kata etika sering disebut etik saja. Karena itu etika merupakan pencerminan dari pandangan masyarakat mengenai yang baik dan yang buruk, serta membedakan perilaku yang dapat diterima dengan yang ditolak guna

mencapai kebaikan dalam kehidupan bersama.7

Istilah lain yang semakna dengan kata etika adalah moral, susila dan akhlak. Ditinjau dari segi etimologi, kata moral berasal dari bahasa latin

“mores” jamak dari kata “mos” berarti adat kebiasaan.8

Selanjutnya, istilah moral menurut Abuddin Nata9 adalah suatu istilah

yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat-sifat, perangai kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat disebut benar, salah, baik atau buruk. Oleh karena itu, moral dapat dipahami sebagai istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan menilai baik, buruk, benar atau salah.

Sementara itu, Hamzah Ya’qub10 mengartikan moral sebagai perkara yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima berkaitan dengan tindakan-tindakan manusia, yang baik dan wajar. Dengan kata lain, perbuatan manusia

6

Imam Al-Ghozali, Ihya ‘Ulumuddin, Terj. Drs. H. Moh. Zuhri, dkk, (Semarang: CV Asy

Syifa’, 1992), cet. 2,jilid. 3, hal. 197.

7

Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 34.

8

Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: Diponegoro), cet. Ke-4, hal. 14.

9

Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 81.

10Hamzah Ya’qub,Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah


(34)

yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima dengan meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.

Dengan demikian istilah moral ini jika dihubungkan dengan etika memiliki objek sama, yakni membahas tentang aktivitas manusia, yang selanjutnya ditentukan posisinya. Perbedaannya adalah bahwa etika banyak bersifat teori, sedangkan moral bersifat praktis.11 Dalam sisi penggunaannya, istilah moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.

Istilah susila memiliki makna yang senada dengan etika, moral dan akhlak. Hal ini bisa dilihat dari pengertian susila secara etimologis. Kata susila berasal dari bahasa Sangsekerta, yaitusu dan sila. Su berarti baik atau bagus, dan sila berarti dasar, prinsip, dan peraturan hidup atau norma.12 Sehingga kata susila bisa diartikan sebagai aturan hidup yang lebih baik. Dengan demikian, susila ini merupakan bimbingan kearah yang baik dengan berdasarkan nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat dan mengacu kepada suatu yang dipandang baik oleh masyarakat. Selanjutnya, istilah etika, moral

dan susila ini mempunyai makna yang senada dengan akhlak ( )

sebagaimana disebutkan diatas. Dikatakan memiliki makna nada yang senada, karena akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu jamak dari kata

khulqun ( ﻖ ﻠ ﺧ ) yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku dan tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuian dengan katakholqun( ﻖ ﻠ ﺧ 11

Hamzah Ya’qub,Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah(Suatu Pengantar) , hal. 14.

12


(35)

) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan Khaliq ( ﻖ ﻟ ﺎ ﺧ ) yang berarti pencipta, danmakhluq(ق ﻮ ﻠ ﺨ ﻣ ), yang diciptakan.

Oleh karena itu, menurut Hamzah Ya’qub13 perumusan pengertian

akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik

antara Khaliq dan makhluq dan antara makhuk dengan makhluk14. Hal ini

sesuai dengan firman Allah Swt, dalam surat al-Qalam ayat 4:

“Dan Sesungguhnya engkaubenar-benar berbudi pekerti yang luhur15”

Menurut Abuddin Nata16kataakhlakataukhuluqsecara bahasa berarti

budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau sesuai yang menjadi

tabi’at.

Sedangkan pengertiannya secara terminologi (istilah), Abuddin Nata mengutip pendapat Ibnu Maskawaih yang menyatakan bahwa akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan

perbuatan tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.17 Sementara Ahmad

Amin berpendapat bahwa akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh

sebagian manusia kepada yang lainnya.18

13

Hamzah Ya’qub,Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah(Suatu Pengantar) , hal. 14.

14Hamzah Ya’qub,Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah

(Suatu Pengantar) , hal. 11.

15

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 10, hal. 262.

16

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hal. 3.

17

Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, hal. 3.

18


(36)

Definisi-definisi akhlak di atas, secara substansial tampak saling melengkapi, sehingga menurut Abuddin Nata19 terdapat lima ciri yang ada tentang akhlak, yaitu:

a. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang yang tertanam dalam jiwa seseorang.

b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan suatu perbuatan yang bersangkutan tidak sadar, hilang ingatan atau gila. Pada saat melakukan perbuataan yang bersangkutan tetap sehat akalnya dan sadar.

c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengajarkannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan sesungguhnya,

bukan main-main atau karena bersandiwara.

e. Sejalan dengan cirri yang keempat, perbuatan akhlak dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.

Dengan demikian, objek pembahasan tentang akhlak berkaitan dengan norma atau penelitian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Oleh karena itu, apabila suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk, maka ukuran yang digunakan adalah ukuran normatif.

19


(37)

Dari uraian di atas, tentang masalah etika, moral, susila, dan akhlak secara fungsinya dapat dipahami bahwa semuanya itu sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya suatu perbuatan. Dengan kata lain, istilah-istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera lahir dan batiniyah.

Oleh karena itu menurut Abudin Nata20, keberadaan etika, moral, dan

susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan

mengoprasionalisasikan ketentuan akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an.

Dalam pandangan Islam, ilmu akhlak merupakan ilmu pengetahuan yang menjabarkan dan mengajarkan tentang baik dan buruk, benar atau salah menurut ajaran al-Qur’an dan as-Sunah. Sehingga etika dalam Islam sesuai dengan fitrah dan akal yang lurus.

b. Komunikasi

Komunikasi dalam bahasa Inggris adalah communication, berasal dari akar kata bahasa latin, yaitu comunicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Maksudnya orang yang menyampaikan dan orang yang menerima mempunyai persepsi yang sama tentang apa yang disampaikan. Kalau yang menerima berkata

20


(38)

merah, maka yang menerima juga berpresepsi merah.21 Sedangkan kata

komunikasi dalam bahasa arab adalah “Muwaasholat.”22

Komunikasi secara umum adalah sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan atau diartikan sebagai saling tukar menukar pendapat antara manusia baik individu maupun kelompok23. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa yang dimaksud komunikasi adalah proses penyampaian suatau pernyataan oleh seseorang kepada orang lain

Komunukasi bisa dipandang sebagai salah satu kemampuan khusus kepada manusia, bahasa dan pembicaraan itu muncul, ketika manusia mengungkapkan dan menyampaikan pikirannya kepada orang lain.

Sebenaranya, manusia juga memiliki cara lain selain dengan berkomunikasi dalam mengungkapkan keinginan atau tujuannya, seperti menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi atau mengekpresikan keinginan dirinya dengan gerak gerik tubuh namun ternyata bahasa isyarat tidak seefektif bahasa lisan, baik dari cara pengungkapan maupun pengaruh yang ditimbulkannya. Hanya saja berkomunikasi merupakan cara paling efektif untuk menyatakan tujuannya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa

21

Jamaluddin Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, ((Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet. Ke-1, hal. 17.

22

Asad M. Alkalali,Kamus Indonesia Arab, Jakarta: (PT Bulan Bintang, 1997), hal. 276.

23

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya, 1997), hal. 9.


(39)

kemampuan berkomunikasi memiliki posisi sangat penting dalam kehidupan manusia.

Sesuai dengan pemahaman mengenai etika sebagaimana dijelaskan diatas, maka etika komunikasi adalah ilmu pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral tingkah laku manusia dalam proses proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

Abuddin Nata menilai etika komunikasi berusaha membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang bersumber pada akal pikiran dan filsafat, yang berfungsi untuk menilai, menentukan, dan menetapkan terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia (apakah perbuatan manusia tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, dan sebagainya) yang berkaitan dengan proses penyampaian dan penerima pesan dari seseorang kepada orang lain24.

c. Lisan

Kata lisan berasal dari bahsa arab jamak dari kata, lisana, wa lisanu,

alisnatu, wa lisanatu yaitu alat ucap atau dalam bahasa Indonesia disebut

lidah/lisan.25Selain itu kata lisan juga dapat diartikan bahasa dan perkataan.

24

A.W Widjaja,Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hal. 90.

25


(40)

Sedangkan pengertian lidah itu sendiri ialah jenis otot yang memanjang di rongga mulut, organ ini terdiri dari beberapa unsur yang tersusun secara rapih, seperi otot-otot dan saraf-saraf dibagian lidah terdapat semacam saraf sebagai alat perasa.26

Lidah termasuk organ bicara yang paling aktif, dengan gerakan-gerakan tertentu dibagian lidah yang bertemu dengan organ lain, maka akan terjadilah bunyi yang mempunyai ciri tersendiri. Dengan inilah manusia bisa berkomunikasi anatara yang satu dengan yang lainnya. Namun disisi lain, lidah juga bisa membawa manusia kepada suatu bencana.

Pengertian spesifik mengenai etika komunikasi lisan dalam al-Qur’an aturan tentang perilaku manusia dalam menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang yang tidak berarti dan akan membawa kemudaratan baginya didunia dan

diakhirat. Etika dalam Al-Qur’an mempunyaiaturan yang sangat dalam, maka

hal tersebut menjadi sebuah etika yang sakral dan tidak terbantahkan. Isi

al-Qur’an mengandung seruan moral bertujuan untuk menata tatanan sosial supaya lebih beradab dan lebih terjaga.

26


(41)

B. Jenis-jenis Etika Komunikasi

Di lihat dari segi bentuknya, secara umum komunikasi meliputi bentuk : (1) Komunikasi Persona, (2) Komunikasi Kelompok, (3) Komunikasi Massa, dan (4) Komunikasi Medio27.

1. Etika Komunikasi Persona

Komunikasi personal (personal Communication)adalah komunikasi seputar diri seseorang, baik dalam fungsinya sebagai komunikator maupun sebagai komunikan28. Komunikasi persona ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu komunikasi intrapersona dan komunikasi interpersona.

Pertama, komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dimana komunikator dan komunikannya diri seorang pribadi atau komunikasi dalam

bentuk“melamun/menghayal” Materi yang dilamunkan atau dihayalkan bisa

tenang diri sendiri atau orang lain, bisa melamunkan individu, kelompok maupun umat manusia secara keseluruhan.

Dalam komunikasi intrapersonal ini harus dikendalikan oleh etika agar komunikasi intrapersonal yang dilakukan dapat menghasilkan niat yang baik

(master plan),penilaian yang baik terhadap orang lain (positif thinking), ide-ide yang brilian tentang sesuatu yang dianggap baik menurut aturan yang berlaku.

27

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, hal. 7.

28


(42)

Kedua, komunikasi interpersonal adalah proses dimana dua orang yang berperan sebagai pengirim dan penerima saling bertanggungjawab dalam menciptakan makna.

2. Etika Komunikasi Kelompok

Onong Uchjana Effendy mengartikan komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara seseorang komunikator dengan

sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang29. komunikasi

kelompok ini adalah komunikasi yang berlangsung antara komunikator dengan sejumlah komunikan, baik antar komunikator dengan sejumlah komunikan atau antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

Lebih lanjut terdapat beberapa ciri kelompok, antara lain: (1) Komunikasi dengan tatap muka, (2) Komunikator dengan komunikan saling berhadapan, (3) Umpan balik bersifat langsung, dan (4) Tanggapan komunikasi bisa diketahui langsung pada saat komunikasi berlangsung.

Untuk menentukan etika komunikasi kelompok ini, pada dasarnya tidak sama dengan etika komunikasi yang terdapat dalam komunikasi antar pribadi.

3. Etika Komunikasi Massa

Komunikasi Massa adalah komunikasi melalui media massa (mass

media communication), yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi

29

Onong Uchjana Efendy, Dimensi-dimensi Komunikasi,(Bandung: Alumni, 1986), cet. Ke-2, hal. 5.


(43)

yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukan di gedung-gedung dan bioskop30.

Dalam proses komunikasi massa, baik pimpinan redaksi, wartawan, penulis pengisi kolom, mereka bukan atas nama pribadi tetapi atas nama media. Oleh karena itu, mereka perlu memahami norma-norma atau etika yang berlaku dalam komunikasi massa.

Diantara komunikasi massa, antara lain adalah: (1) beritakan informasi yang benar dan jujur sesuai denga fakta sesungguhnya, (2) berlaku adil dalam menyajikan informasi, (3) Gunakan bahasa yang bijak, sopan dan menghindari kata-kata yang propokatif, dan (4) Tampilkan gambar-gambar yang sopan dan menghindari gambar-gambar yang seronok.

4. Etika Komunikasi Medio

Komunikasi medio adalah komunikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan media (media communication), seperti: surat, telepon, famplet, poster, sepanduk, dan lain-lain31.

Berdasarkan pemahaman tentang komunikasi medio yang tidak begitu berbeda dengan jenis komunikasi massa, maka bentuk dan setandar etika yang harus terdapat dalam komunikasi medio juga tidaklah mengalami perbedaan sebagaimana telah dijelaskan.

30

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, hal. 79.

31


(44)

C. Kedudukan Komunikasi dalam Islam

Dalam Islam, kemampuan berkomunikasi yang dimiliki manusia merupakan keistimewaan sangat besar dan termasuk salah satu perkara yang membedakan manusia dengan hewan, serta tidak dipisahkan dalam kehidupan manusia, sebab berkomunikasi hampir dibutuhkan pada semua gerak dan langkah manusia. Namun demikian, Islam memberikan rambu-rambu ketika hendak berkomunikasi. Ia harus berkomunikasi secara islami, yakni berkomunikasi yang berakhlakul karimah atau beretika. Berkomunikasi yang berakhlakul karimah tersebut berarti berkomunikasi yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Hadits.

Menurut ajaran Islam, berkomunikasi juga memiliki posisi sangat penting dalam menentukan nasib seorang, baik di dunia maupun di akhirat. Orang yang mampu mengendalikan pembicaraannya, akan memiliki kedudukan mulia dalam pandangan mulia dalam pandangan manusia, dan kelak akan memperoleh pahala di akhirat. Sebaliknya, orang yang tidak mampu mengendalikan pembicaraannya, maka ia akan mudah menciptakan permusuhan dan percekcokan di antara sesama manusia di dunia, dan kelak akan memperoleh azab di akhirat. Hal itu secara tegas dinyatakan dalam sabda rasulullah saw.


(45)

Artinya: telah bercerita kepada kami muhamad bin abu bakar al-muqaddami,telah bercerita kepada kami umar bin ali. Ia mendngar dari abu hazm

dari sahal bin sa’ad dari rasulullah saw bahwa beliau bersabda;”barangsiapa mampu

menjaga yang ada di janggutnya (lidah), dan apa yang ada di antara dua kakinya

(kemaluan), maka aku jamin dia masuk surga”.32

Tentang pentingnya berkomunikasi dalam Islam sangatlah jelas, baik berkaitan dengan eksistensi seorang muslim maupun aturan-aturan peribadatan yang terdapat dalam Islam. Seorang muslim, akan diakui eksistensinya sebagai seorang muslim apabila telah bersaksi dengan kata-katanya (bersyahadat) bahwa hanya Allah saja Tuhannya dan mengakui bahwa Muhamad adalah utusan-Nya. Selain itu, berkomunikasi hampir dipakai dalam setiap bentuk ibadah. Seperti dalam sholat pada hakikatnya. Ia sedang berkomunikasi kepada Tuhannya begitu pula pada bertransaksi, seorang muslim diharuskan untuk mengucapkan akan jual beli sebagai salah satu syarat absahnya jual beli dan masih banyak contoh pribadatan lainya yang melibatkan pembicaraan.

Berkomunikasi juga berperan penting dalam menyebarkan Islam, yakni

dengan berdakwah. Dimaklumi bahwa tersebut da’i atau muballig Islam telah

mendakwahkan Islam sejak masa awal perkembangan Islam sampai sekarang di segenap penjuru dunia, dengan dakwahnya tersebut. Makan Islam semakin di kenal luas di sebagai belahan dunia, sehingga umat Islam pun kian hari semakin bertambah banyak di seluruh dunia. Dengan dakwah pula, ilmu setiap orang islam semakin bertambah dan iman, mereka semakin kuat. Dakwah tersebut sangat efektif jika

32

Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahîh Bukhâri, (Beirût: Dar Ibn Katsîr, 1987), Juz. 20, hal. 115.


(46)

disampaikan lewat kata-kata atau pembicaraan sehingga jelaslah bahwa berkomunikasi memiliki peranan penting dalam penyebaran islam.

Berdasarkan pembahasan tersebut. Jelaslah bahwa komunikasi memiliki kedudukan sangat sentral dalam Islam. Hal itu di buktikan pula dengan banyaknya ayat dan hadits yang isinya berkaitan dangan berkomunikasi.

D. Etika Komunikasi Qur’ani

Komunikasi dalam pengertian Islam adalah sistem komunikasi umat Islam, pengertian itu menunjukan bahwa komunikasi Islam lebih fokus pada sistemnya dengan latar belakang filosofi (teori) yang berbeda dengan perspektif komunikasi

non-Islam. Dengan kata lain sistem komunikasi Islam berdasarkan pada Al-Qur’an

dan Hadits Nabi. Dengan kata lain sistem komunikasi Islam mempunyai implikasi-implikasi tertentu terhadap makna proses komunikasi.33

Al-Qur’an menurut al-Qardhawi dinamakan pula “al-Haq”yang memiliki makna yang sangat luas dan mendalam, diantaranya adalah: (1) al-Haq berarti petunjuk atas Citra tri Tunggal Yang Luhur, yaitu: kebenaran, kebajikan, dan keindahan: dan (2) al-Haq berarti etika timbal balik antara manusia34.

33

Prof, Dr, Andi Abdul Muis, SH, Komunikasi Islam, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-1, hal. 65.

34

Yusuf Qardawi, Efistimologi Al-Qur’an (Al-Haq) terj, (Surabaya: Penerbit Risalah Gusti, 1996) cet. Ke-2 , hal. 3.


(47)

Sebagai kitab etika, didalam al-Qur’an terdapat sekitar 500 ayat yang

membicarakan tentang konsep dan ajaran etika ini35. Hal ini menunjuk betapa pentingnya etika, Etika yang diajarkan mengacu kepada standar yang ditetapkan oleh Allah. Figur contoh keteladanan etika adalah Rosulullah sendiri. Karena itu, dalam persepektif islam etika tidak saja merupakan suatu ajaran yang bersifat konseptual tetapi juga praktikal. Keberadaan Rosulullah sebagai figur keteladanan dalam bidang tingkah laku (behavior), menunjukan metode pengajaran dan aplikasi nilai-nilai etika yang paling akurat, sehingga dengan demikian nilai-nilai etika dapat ditiru secara langsung oleh manusia. Rosulullah sendiri mengaku bahwa seluruh

kandungan Al-Qur’an adalah akhlaknya.

Etika Qur’ani menurut Ilyas, mempunyai ciri-ciri tersendiri yang

membedakannya dengan etika lain. Etika Qur’ani sekurang-kurangnya mempunyai

lima cirri utama, yaitu: (1) Rabbani, (2) Manusiawi, (3) Universal, (4)

keseimbangan, dan (5) Realistik.36 Ciri Rabbani menegaskan bahwa etika Qur’ani

adalah etika yang membimbing manusia kearah yang benar, jalan yang lurus, atau

sirathal mustaqim.37 Ciri manusiawi berarti etika Qur’ani memperhatikan dan

memenuhi fitrah manusia serta menuntun manusia agar memperoleh kebahagiaan

hidup didunia dan akhirat. Ciri universal adalah etika Qur’ani membawa misi kasih

sayang kepada umat manusia diseluruh dunia menegakkan kedamaian, menciptakan

35

H.M. Darwis Hude, dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2002) Cet. Ke-1, hal. 189.

36

Drs. H. Yunahar Ilyas Lc. MA,Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta. LPPI UMY, 1999), hal. 12.

37


(48)

keamanan dan ketenangan baik secara individual maupun komunal.38ciri

keseimbangan artinya etika Qur’ani mengajarkan manusia agar memperhatikan

kepentingan duniawi namun tidak melupakan kepentingan ukhrowi, memenuhi keperluan jasmani tanpa mngabaikan keperluan rohani.39 Ciri relistik adalah etika

Qur’ani memperhatikan kenyataan hidup manusia. Al-Qur’an memberikan

kesempatan kepada setiap orang untuk bekerja dan berkarya, memperhatikan tingkat kemampuan manusia dalam menjalankan kewajiban dan sekaligus memberikan

keringanan (rukshah)bagi yang tidak mampu melakukannya.40

Menurut Abuddin Nata41etika Komunikasi Qur’ani adalah?

a. Mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.

b. Menetapkan bahwa yang menjadi sumber ajaran Allah Swt dan Rosul-Nya (al-Qur’an dan as-Sunnah).

c. Bersifat Universal dan Komprehensif, dapat diterima oleh seluruh manusia disegala tempat dan waktu.

d. Dengan ajaran-ajaran yang praktis dan tepat, cocok dengan fitrahnya dan akal fikiran manusia, maka etika islam dapat dijadikan pedoman oleh seluruh manusia.

38

Q.S Al-Imron: 104.

39

Q.S Al-Baqarah: 201 dan Q.S Al-Qashash: 77.

40

Q.S Al-Baqarah: 173 dan 286.

41


(49)

e. Mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang jujur dan meluruskan perbuatan manusia dibawah pancaran sinar petunjuk Allah Swt, menuju keridhoan-Nya42.

Prinsip lain yang dijelaskan Al-Qur’an tentang komunikasi atau media massa

adalah perlunya sikap kritis dalam menerima informasi, harus dilihat sumber informasi itu, apakah datang dari sumber yang dipercaya atau tidak. Dan salah satu

etika komunikasi yang diungkapkan dalam Al-Qur’an khususnya media massa bahwa

tidak dibenarkan menyebar luaskan suatu keburukan atau berita yang negative, kecuali untuk penegakkan hukum, selain untuk menjaga kehormatan orang lain.

42


(50)

BAB III

TINJAUAN UMUM T

EORI KOMUNIKASI QUR

’ANI

A. Al-Qur’an Sebagai Media Komunikasi

Al-Qur’an adalah kitab komunikasi, karena didalamnya memenuhi seluruh

komponen komunikasi. Menurut Effendi1, terdapat lima komponen komunikasi,

yaitu: (1) Komunikator (communicator), (2) Pesan (message), (3) Media (media),

(4) Komunikan (communicant). (5) Efek (efect). Dari lima komponen komunikasi

tersebut ada pendapat lain yang menambahkan konteks kedalam komponen komunikasi, Lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi2:

1. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi berlangsung yang nyata atau berwujud.

2. Sosial-psikoilogis, meliputi, misalnya tata hubungan status di antara mereka yang terlibat, peran yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi. Lingkungan atau konteks ini juga mencakup rasa persahabatan atau permusuhan, formalitas atau informalitas, serius atau senda gurau.

3. Temporal (waktu), mencakup waktu dalam hitungan jam, hari, atau sejarah dimana komunikasi berlangsung.

Ketiga dimensi lingkungan ini saling berinteraksi; masing-masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lain. Sebagai contoh, terlambat

1

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya, 1997) , hal. 6.

2

Diakses pada tanggl 15 Maret 2011 Jam 21.30,


(51)

memenuhi janji dengan seseorang (dimensi temporal), dapat mengakibatkan berubahnya suasana persahabatan-permusuhan (dimensi sosial-psikologis), yang kemudian dapat menyebabkan perubahan kedekatan fisik dan pemilihan rumah makan untuk makan malam (dimensi fisik). Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan banyak perubahan lain. Proses komunikasi tidak pernah statis.

Komponen komunikasi yang dimaksud adalah: (1) Komunikator adalah Allah Swt, (2) Komunikan adalah Nabi Muhammad, (3) Pesan Komunikasi berupa ayat, (4) Media komunikasinya terbagi dua: media langsung melalui perantara Jibril dan media tidak langsung melalui mimpi dan gemercing lonceng, dan (5) Efek, yaitu terciptanya ketenangan, ketundukan, dan hidayah.

Ditinjau dari tugas nabi sebagai penerima al-Qur’an, bahwa nabi sesuai

dengan makna leksikal nabi itu sendiri berasal dari bahasa Arab, dari akar kata: nabaa, jamaknya adalah anbiya, dalam bahasa inggrisnya, prophets yang berarti pembawa berita.3 Dan berita yang disampaikan oleh nabi adalah al-Qur’an atau

ayat-ayat Allah.

Dengan asumsi seperti itu maka dapat dirumuskan komponen komunikasi sebagai berikut (1) Komunikator adalah Nabi Muhammad Saw, (2) Komunikan

adalah Sahabat dan Umat, (3) Pesan Komunikasi adalah ayat al-Qur’an, (4) Media

Komunikasi secara langsung adalah lisan, tulisan sedangkan media tidak langsung

melalui code seperti melalui mimpi, gemercing lonceng dan Al-Qur’an yang

3


(52)

dipraktikan oleh Muhammad Saw, dan (5) Efeknya adalah terciptanya suasana iman, Islam, dan ihsan.

Mempertegas pembahasan tersebut, tugas utama para Nabi pada hakikatnya

mengemban perintah dari Allah agar mengkomunikasikan dan mensyi’arkan syariat

islam kepada umat manusia agar mampu dan memilah serta memilih yang baik dan benar, serta mencegah dari kesesatan dan kedzaliman. Tujuan utamanya adalah menuju kebahagian dunia dan akhirat.

Prinsip dasar seorang Nabi sebagai komunikator adalah seseorang yang

mempunyai kemampuan intelektual yang cerdas serta (fathonah) yang dapat

memahami pesan yang diterima, seorang yang jujur(as-shidq), dan dapat dipercaya

(amanah)sehingga benar-benar menyampaikan pesan tersebut dengan tidak

dibuat-buat, dikurangi atau ditambahi.4 Seorang Nabi dalam menjalankan tugas

menyampaikan risalah haruslah didasari perintah Allah, dengan jiwa yang tulus dan cara-cara yang bersih serta penuh kesabaran.5

Komunitas manusia yang dihadapi sebagai komunikan yang menjadi objek ajaran tersebut mempunyai beragam socio-cultural, adat istiadat, dan bahasa yang berlainan. Dalam hal ini seorang nabi harus mampu memahami situasi yang dihadapi dan menyampaikan pesan sesuai dengan karakteristik manusia. Kurun waktu yang berbeda, situasi yang beraneka ragam, domisili yang tersebar seantero

4

Q.S. Al-Maidah: 99.

5


(53)

jagat raya, karakteristiknya pun berkembang sesuai dengan gerak kemampuan teknologi dan budaya, kesemuanya dipersatukan kepada satu tujuan yang sama.

Dalam menunjang keberhasilan komunikasi seorang nabi khususnya dan

umat manusia umumnya, Al-Qur’an menjelaskan bahwa keberhasilan komunikasi

sangat ditentukan bagaimana komunikator menerapkan strategi dan metode yang tepat guna dan berhasil guna, berhadapan dengan komunitas komunikan yang beragam sebagaimana dijelaskan diatas.

Dalam Al-Qur’an faktor utama dalam mencapai tujuan komunikasi

ditengah-tengah keragaman komunikan adalah dengan faktor bahasa dalam arti yang

seluasnya. Sebab bahasa merupakan media yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi dan hanya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk idea, informasi atau opini, baik mengenai hal yang konkrit maupun abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang.6 Dengan media bahasa itu pula kita bisa mempelajari beragam ilmu, baik yang dituils oleh para ilmuan dahulu maupun yang akan datang. Kesamaan dalam arti pemahamannya, strata pengetahuan komunikator dan komunikan, pola pendekatan persuasif yang bisa diterima semua orang untuk selanjutnya berhasil mengubah sikap dan tingkah sadar untuk mengamalkannya, semua itu menjadi

6

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya, 1997) , hal. 11.


(54)

target para nabi dan rosul yang hanya bisa disampaikan melalui bahasa yng dimengerti oleh umatnya.7

Secara praktis-aplikasi, al-Qur’an menawarkan metode yang tepat dalam

komunikasi, yaitu dengan cara bijaksana (hikmah), nasehat yang baik(al-Mauidzah

al-Hasanah) dan berdiskusi yang baik (al-Mujadalah)8. Ketiga cara ini merupakan etika komunikasi berdasarkan al-Qur’an yang dapat diterapkan sesuai dengan

watak dan kemampuan komunikator dan Komunikan.

B. Peran Dan Fungsi Komunikasi Dalam Kehidupan

Peran dan fungsi berbicara sangatlah penting dalam berkomunikasi. Selain itu, antara berkomunikasi dan berbicara memiliki kaitan sangat erat. Hanya saja, komunikasi memiliki makna lebih luas dari sekedar berbicara. Dan bisa dikatakan bahwa berbicara merupakan bagian dari komunikasi, yang bisa disebut sebagai komunikasi lisan. Manusia berkomunikasi karena beberapa faktor:

a. Perbedaan antara pribadi.

b. Manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh namun tetap mempunyai kekurangan.

c. Adanya perbedaan motivasi antar manusia.

7

Syeikh Mustafa al-Maragi,Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, (Semarang: Toha Putra, 1993), Jilid. V, Juz 13, hal. 126.

8


(55)

d. Kebutuhan akan harga diri yang harus mendapatkan pengakuan dari orang lain.9

Senada dengan hal tersebut, orang berkomunikasi dengan orang lain karena hal-hal berikut:10

a. Setiap orang memerlukan orang lain untuk mengisi kekurangan dan membagi kelebihan.

b. Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif tetap.

c. Interaksi ini merupakan spektrum pengalaman masa lalu, dan membuat orang mengantisipasi masa depan.

d. Hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan penghalaman yang baru. Dengan demikian, dapat di simpulkan bahwa keinginan berkomunikasi antar pribadi disebabkan karena dorongan pemenuhan kebutuhan yang belum, atau tidak dimiliki seseorang sebelumnya atau belum layak di hadapannya.

Dalam berbicara, bahasa merupakan media yang paling banyak

dipergunakan dalam berkomunikasi, karena bahasalah yang mampu

menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk media informasi atau ofini; baik yang mengenai yang konkriit abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang melain kan juga pada waktu yang

9

Alo Liliweri,Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 48.

10


(56)

lalu dan masa yang akan datang.11 Dengan bahasa media itu pula kita, bisa mempelajari beragam ilmu, baik yang di tulis oleh para ilmuwan dahulu maupun akan datang.

Dalam komunikasi lisan yang terutama dijumpai dalam komunikasi antar pribadi. Yang pasti unsur-unsur penting dalam komunikasi tercakup di dalam nya yaitu: sumber saluran, pesan, kode, penerima dan kerangka rujukan. Dan setiap

unsur memberikan dukungan pada komunikasi verbal.12 Dalam berkomunikasi

secara lisan ada enam jenis yang termasuk dalam komunikasi lisan, yaitu:13

a. Emotive Speech, yaitu gaya bicara yang mementingkan aspek psikologis.

b. Phatic Speech, adalah gaya komunikasi yang verbal yang berusaha menciptakan hubungan sosial.

c. Coginitive Speech, merupakan jenis komunikasi verbal yang mengacu pada kerangka berfikir atau rujukan yang mengartikan suatu cara kata secara denotative.

d. Rethorical Speech, mengacu kepada komunikasi verbalkan yang menekankan sifat konatif, dan mendorongnya terbentuknya perilaku.

e. Metaliguan Speech, adalah komunikasi secara verbal, tema pembicaraannya tidak mengacu pada obyek dan peristiwa dalam dunia nyata melainkan tentang pembicaraan itu sendiri.

11

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 11.

12

Alo Liliweri, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 43.

13

Alo Liliweri, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 43.


(57)

f. Poetic Speech, adalah komunikasi lisan secara verbal berkutat secara

struktur penggunaan “kata” yang tepat melalui perindahan pilihan “kata”,

ketepatan unkapan, menggambarkan rasa seni dan pandangan serta gaya-gaya lain yang khas.

C. Prinsip Komunikasi dalam Al-Qur’an

Dalam proses komunikasi paling tidak terdapat tiga unsur, yaitu:

komunikator, media dan komunikan.14 Para pakar komunikasi juga menjelaskan

bahwa komunikasi tidak hanya bersifat informatif, yakni agar orang lain mengerti dan paham, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain mau menerima ajaran atau informasi yang disampaikan, melakukan kegiatan atau perbuatan, dan lain-lain. komunikasi bukan hanya terkait dengan penyampaian informasi, akan tetapi juga bertujuan pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude).

Meskipun al-Qur'an secara spesifik tidak membicarakan masalah komunikasi, namun jika diteliti ada banyak ayat yang memberikan gambaran umum prinsip-prinsip komunikasi. Dalam hal ini dengan melihat kata qaul dalam konteks perintah, penulis menyimpulkan bahwa ada enam prinsip komunikasi, yaitu: Qaulan Sadidan( QS 4:9, 33:70), Qaulan Balighan(QS 4:63), Qaulan Masyuran(QS 17:28),

Qaulan Layyinan(QS 20:44), Qaulan Kariman(QS 17:23), Qaulan Ma’rufan(QS

4:5). Yang diantaranya adalah:

14


(58)

a. Prinsip Qaulan Balighan

Di dalam al-Qur'an kata qaulan baligh hanya disebutkan sekali, yaitu

surah an-Nisa': 63:

٦ ٣

(

“Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang di dalam hatinya. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka nasehat, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwanya.”15(QS An-Nisa: 63)

Kata baligh dalam bahasa Arab artinya sampai, mengenai sasaran, atau mencapai tujuan. Bila dikaitkan dengan qaul (ucapan atau komunikasi), ‘baligh’

berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Karena itu, prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif.

Secara rinci, para pakar sastra, seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab, membuat kriteria-kriteria khusus tentang suatu pesan dianggap baligh, antara lain:16 Tertampungnya seluruh pesan dalam kalimat yang disampaikan Kalimatnya tidak bertele-tele, juga tidak terlalu pendek sehingga pengertiannya menjadi kabur Pilihan kosa katanya tidak dirasakan asing bagi si pendengar Kesesuaian kandungan dan gaya bahasa dengan lawan bicara Kesesuaian dengan tata bahasa.

b. Prinsip Qaulan Kariman

15

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid.2, hal. 199-200.

16

M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an(Jakarta: Lentera Hati, 2000), jilid. 2, hal. 468.


(59)

Dalam al-Qur’an terdapat satu ayat yang memuat redaksi qaulan kariman, yaitu pada surat al-Isra ayat 23:

)

٢ ٣

(

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.17”(QS. al-Isra: 23)

Dari sisi substansi ayat, firman Allah ini dalam pemahaman Hamka merupakan ayat yang menerangkan etika (akhlak) muslim yang berusaha menerangkan dasar budi pekerti dan kehidupan muslim. Akhlak pertama yang dibahas adalah etika atau akhlak kepada Allah yang merupakan pokok budi yang sejati. Sebab hanya Allah yang berjasa kepada kita, yang menganugerahi kita hidup, memberi rezeki, memberikan perlindungan dan akal, tidak ada yang lain hanya Allah.18

Sedangkan akhlak yang kedua adalah berbakti kepada kedua orang tua dengan cara berkhidmat kepada ibu dan bapak, menghormati keduanya yang telah menjadi penyebab bagi kita sehingga kita dapat hidup di dunia ini yang merupakan kewajiban kedua setelah beribadah kepada Allah.

17

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 5, hal. 458.

18


(60)

Dalam ayat ini lebih lanjut secara teknis dijelaskan ketentuan etika yang baik menurut al-Qur’an mengenai sikap terhadap kedua orang tua. Di

antaranya adalah“jika keduanya atau salah seorang mereka, telah tua dalam

pemeliharaan engkau, maka janganlah engkau berkata “uff” kepada keduanya”. Perkataan uffin, menurut Hamka adalah kalimat yang mengandung rasa bosan atau jengkel meskipun tidak keras diucapkan atau dengan kata lain seorang anak dituntut supaya menggunakan etika dalam berkomunikasi kepada kedua orang tuanya.

Sedangkan etika komunikasi menurut ayat ini adalah .Qaulan

Karima secara bahasa berarti perkataan yang mulia. Menurut Al-Mawardi adalah perkataan dan ucapan-ucapan yang baik yang mencerminkan sebuah

kemuliaan.19 Sedangkan dalam Al-Qur’an dan terjemahannya20.

Diterjemahkan dengan perkataan yang baik. Al-Maraghi21, mengartikan

dengan perkataan yang mulia. Selanjutnya ucapkanlah kepada mereka perkataan yang lemah lembut dan baik yang disertai dengan sikap sopan santun, hormat, ramah, tamah, dan bertatakrama.

Ayat ini memberikan petunjuk bagaimana cara berprilaku dan berkomunikasi secara baik dan benar kepada kedua orang tua, terutama sekali,

19

KH. Mawardi Labay El-Sulthani,Lidah tidak berbohong, (Al-Mawardi Prima: Jakarta, 2002) , hal. 35.

20

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid.5, hal. 458.

21

Ahmad Musthafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, (Semarang: Toha Putra, 1993), Jilid. 15, hal. 51.


(61)

di saat keduanya atau salah satunya sudah berusia lanjut. Dalam hal ini, al-Qur'an menggunakan term Karim, yang secara kebahasaan berarti mulia.

Sayyid Quthb menyatakan bahwa perkataan yang Karim, dalam konteks hubungan dengan kedua orang tua, pada hakikatnya adalah tingkatan yang tertinggi yang harus dilakukan oleh seorang anak. Yakni, bagaimana ia berkata kepadanya, namun keduanya tetap merasa dimuliakan dan dihormati.22 Qaul karim, adalah setiap perkataan yang dikenal lembut, baik, yang mengandung unsur pemuliaan dan penghormatan.

c. Prinsip Qaulan Maysuran

Istilah qaulan masyura hanya satu kali disebutkan dalam al-Qur’an

yang terdapat dalam surat al-Isra ayat 28:

٢ ٨

(

“Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat

dari Tuhanmu yang engkau harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang lemah lembut.23”(Q.s. al-Isra: 28).

Menurut Hamka, qaulan masyura adalah kata-kata yang

menyenangkan. Berdasarkan konteksnya menurut Hamkaqaulan masyura itu

pantas diucapkan oleh orang kaya nan dermawan, berhati mulia dan sudi menolong kepada orang yang pantas ditolong, didalam situasi si dermawan

tersebut sedang “kering” belum mampu memberikan pertolongan. Di dalam

22

Sayyid Quthb,Tafsir Fi Zilalil-Qur’an, penerjemah: As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003),juz 13, hal. 318.

23

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid.5, hal. 464-465.


(1)

2. Isi pembicaraan harus benar, tidak boleh berkata bohong dan salah (bathil, merendahkan suara saat berkomunikasi, wanita tidak diperbolehkan berkata-kata dengan nada manja ketika berkomunikasi, didalam berkomunikasi harus adil meskipun itu kerabat sendiri, Keharusan untuk berkomunikasi dengan baik atau diam, berkomunikasi dengan menggunakan kalimat yang baik dan menjauhi kalimat yang buruk, diantara perkataan yang baik adalah, Perkataan yang mulia, Perkataan yang mudah dicerna, Perkataan yang lembut, Perkataan yang ma’ruf (membangun).

B. Saran-saran

Semua manusia dapat dipastikan sangat menyadari tentang pentingnya etika dalam berkomunikasi. Hanya saja, ada yang mau memakai etika tersebut dan ada yang enggan beretika. Namun demikian, pada akhirnya kembali kepada masing-masing komunikan itu sendiri untuk mau menggunakan kemampuannya dalam berkomunikasi, sehingga mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya dan orang lain.

Penelitian ini sangatlah sederhana dan belum optimal, namun diyakini akan dapat membimbing siapa pun yang ingin mengamalkan ajaran-ajaran al-Qur’an, khususnya dalam berkomunikasi. Tentu saja, disarankan pula untuk membaca literatur lainnya yang berkaitan dengan etika komunikasi, supaya pengetahuan tentang etika komunikasi bisa maksimal, sehingga dapat mengamalkannya secara maksimal pula.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abiddin, Djamaludin, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Abu al-Fidâ, Ismail bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi,Tafsir al-Qur’an al-Azhim Ibnu Katsir, Beirut: Dar al-Fikr, 1412H/1992M.

Al-Fâramawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir al-Maudhu’i: Sebuah Pengantar, Terj: Surya A. Samran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.

Alkalali, Asad M,Kamus Indonesia Arab, PT Bulan Bintang, Jakarta 1997.

Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak) terjemahan, Jakarta: Bulan Bintang: 1996, cet. Ke-7.

Amir, Mafri, Etika Komunikasi Masa dalam Pandangan Islami, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1994.

Amrullah, Abdul Malik Karim. (Hamka), Prof, Dr, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1986.

Ash-Shiddiqi, Teungku Muhammad Hasbi, M.A, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.

Ayyub, Hassan, Etika Islam Menuju Kehidupan Yang Hakiki, Trigenda Karya, Bandung, 1994.

al-‘Arabiyah, Majma’ al-Lugah, Mu’jam al-Alfazh al-Qur’an al-Karim, Haiah al-Misyriyyah li al-Ta’lif waal-Nasyr, 1975.

al-‘Asqâani, Ahmâd bin ‘Ali bin Hajar al-Fadhl, Fath al-Bari, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379.


(3)

---, Tahdzib al-Tahdzib, Beirut: Dar al-Fikr, 1995.

al-Bukhârî, Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah, Sahîh Bukhâri, Beirût: Dar Ibn Katsîr, 1407H/1987M.

al-Dzahabî, Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmân, Tadzkiroh al-Huffaz, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1419H/1998M.

al-Ghâzâli, Muhammad bin Muhammad Abû Hâmid,‘Ihya ‘Ulûm al-Dîn, Terj. Drs. H. Moh. Zuhri, dkk, Semarang: CV Asy Syifa’, 1992,cet. Ke-2.

al-Marâghi, Ahmad Mustafâ, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, Semarang: CV. Toha Putra, 1993.

Al-Marâghî, Ahmad Mustafa,Tafsîr Al-Marâghî, Kairo: Mushtafa al-Babi al-Halabi, 1382H/1962.

Al-Mizzî, Yûsuf bin al-Zakî Abdurrahmân Abû al-Hajjâj,Tahzhîb al-Kamâl Fî Asmâ ar-Rijâl, Beirut: Darl Al Fikr, 1990.

al-Nawâwi, Abu Zakariyâ Yahya bîn Syâraf, Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim Beirut: Dar al-Ihya al-Turats, 1392.

al-Qurtubî, Muhammad bin Yâzid bin Jârir, Tafsir al-Qurtubi, Beirut: Dar al-Fikr, 1405H/1984M.

al-Râzy, Muhammad Fâkhrûddin,Tafsir Fakhru Razy, Beirut: Dar al-Fikr, 1990. an-Naisâbûri, Muslim bin al-Hâjjâj Abu al-Hasan al-Qusyaîrî,Sahih Muslim, Beirût:

Dar al-Fikr, 1993.

ar-Rifa’I, Muhammmad Nasib, Taisiru al-Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir,Terj. Drs. Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, cet. Ke-1,


(4)

Dahlan(ed), Abdul Aziz,Ensiklopedi Hukum Islam,Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva, 1999.

Departemen Pendidikan dan Budaya,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996.

Effendi, Onong Ochjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Rosda karya, 1997.

---,Dimensi-dimensi Komunikasi,Bandung: Alumni, 1986, cet. Ke-2.

El-Sulthani, Mawardi Labay, KH, Lidah tidak berbohong, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002.

Glasse, Cyril,Ensiklopedi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999, cet. Ke-1. Gunadi, YS,Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: Grasindo, 1998.

Ibrahim Anis, dkk.,Mu’jam al-Wasit, tt, tpn, tth.

Ilyas, Yunahar, Drs. Lc. MA,Kuliah Akhlaq, Yogyakarta. LPPI UMY, 1999. Jalalain, Imam,Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995, cet. Ke-2. Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan

Berpolitik, (Tafsir Al-Qur’an Tematik), Jakarta: Lajnah Pentashihan MushafAl-Qur’an, 2009, Cet. Ke-1.

Liliweri, Alo,Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994.

Hude, H.M. Darwis, dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2002, Cet. Ke-1.

Muis, Andi Abdul, Prof, Dr, SH, Komunikasi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001. Cet. Ke-1.


(5)

Nasution, Ahmad Sayuti Ansari, Diklat Dasar-dasar ilmu Fonetik, UIN Jakarta, 2003.

Nasuhi, Hamid, dkk,Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: CeQda, 2007, cet. Ke-1.

Nata, Abuddin,Akhlaq Tasawuf, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

Qardhawi, Yusuf, Efistimologi Al-Qur’an (Al-Haq) terj, Surabaya: Penerbit Risalah Gusti, 1996, Cet. Ke-2.

---, Problematika Islam Masa Kini Qardawi Menjawab, Trigenda Karya, Bandung. 1996.

Shihab, M. Quraish, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan, 1994.

---,Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1993.

---,Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

---,Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1993.

Sya’rawi, Syekh Muhammad Muatawalli, Tafsir Sya’rawi, Terj. Tim terjemah Safir al-Azhar dkk, Jakarta: Duta Azhar, 2006, cet. Ke-1.

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2009, Cet. Ke-3.

Ulfah, Eneng Maria, “Etika Menjaga Lisan dalam Al-Qur’an.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah, 2005.


(6)

Widjaja, A.W,Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: Bina Aksara, 1988.

Ya’qub, Hamzah, Etika Islam Pembinaan Akhlaul Karimah (Suatu Pengantar), Bandung: Diponegoro: 1996

Yunus, Mahmud,Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989. Zuhaily, Wahbah,Tafsir Munir, Beirut: Dar al-Fikr, 1991.