EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)

(1)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN

(Studi pada S

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung

(Skripsi)

Oleh SUTRISNO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012

PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN

Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)


(2)

Sutrisno

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung) Oleh

SUTRISNO

Pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Salah satu metode pembelajaran yang dapat membuat siswa memahami konsep dengan baik adalah metode penemuan terbimbing. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan populasi siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 5 Bandar Lampung T.P. 2011/2012, melalui teknik purposive random sampling, terpilih kelas VIIIA dan VIIIB sebagai sampel penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest control design.

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa (1) rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional, (2) rata-rata nilai peningkatan (gain) pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode


(3)

Sutrisno

penemuan terbimbing lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional, (3) persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing mencapai 75%. Jadi, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.


(4)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)

Oleh SUTRISNO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN

TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : Sutrisno Nomor Pokok Mahasiswa : 0813021052

Program Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs. M. Coesamin, M.Pd. Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd.

NIP 19591002 198803 1 002 NIP 19610524 198603 1 006

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. M. Coesamin, M.Pd. ____________

Sekretaris : Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd. ____________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Tina Yunarti, M.Si. ____________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(7)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Sutrisno NPM : 0813021052

Program studi : Pendidikan Matematika Jurusan :Pendidikan MIPA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengeta-huan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diter-bitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Agustus 2012 Yang Menyatakan

Sutrisno


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Ngasem, Kecamatan Doplang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, pada tanggal 10 April 1989. Penulis merupakan putra bungsu dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Supriyadi dan Ibu Sumining.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis, yaitu Sekolah Dasar (SD) di SDN 5 Doplang dari kelas 1 sampai kelas 2, kemudian kelas 3 dilanjutkan di SDN 1 Tanjung Baru, Bandar Lampung, yang selesai pada tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Bandar Lampung yang selesai pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun 2008.

Tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Program Komputer.

Tahun 2011, penulis melaksanakan Kegiatan Kerja Nyata (KKN) di Pekon Tribudimakmur Kecamatan Way Tebu Kabupaten Lampung Barat dan pada tahun yang sama penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMPN 2 Kebun Tebu, Kecamatan Way Tebu, Kabupaten Lampung Barat.


(9)

MOTTO

“Dan Dia-lah yang Menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan Memaafkan

kesalahan-kesalahan dan Mengetahui apa yang kamu kerjakan, dan Dia

Memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan

serta Menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Orang-orang yang

ingkar akan mendapat azab yang sangat keras.”

(Qs. Asy-Syura:25-26)

Hal yang besar membutuhkan perjuangan yang sepadan

(Sutrisno)


(10)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil ’Alamin…

Segala Puji dan syukur kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya.

Shalawat dan Salam kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW

dengan kerendahan hati dan rasa sayang yang tak pernah habis, kupersembahkan skripsi ini

untuk :

Bapak dan Mamakku tercinta yang telah membesarkanku dengan penuh cinta dan

kesabaran. Terimakasih atas do’a yang Engkau lantunkan dan teladan yang Engkau

berikakan kepada putramu ini, sungguh semua yang Kalian berikan tak mungkin

terbalaskan.

Kakakku, Sunardi , terima kasih untuk dukungan yang Kau berikan kepadaku,

tetaplah menjadi contoh yang baik untuk adikmu ini.

Teman-teman seperjuangan

Sahabat-sahabatku yang selalu menjadi penyemangat bagiku

Para pengajar dan pembimbing yang ku hormati


(11)

ii

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran dengan metode Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lam-pung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Univer-sitas Lampung.

3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendi-dikan Matematika Jurusan PendiPendi-dikan MIPA Universitas Lampung, sekaligus Pembimbing II atas kesediaannya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Drs. Erimson Siregar, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik, atas bimbingan, motivasi, dan saran-saran yang begitu menginspirasi.


(12)

iii 5. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku Pembimbing Utama atas

kesediaan-nya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan saran kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Bapak Ahmad Syafei, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 5 Bandar Lampung

yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian.

9. Ibu Khodijah, S.Pd., selaku guru mitra atas kesediaannya menjadi mitra dalam penelitian di SMP Negeri 5 Bandar Lampung serta murid-muridku kelas VIII A dan VIII B yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini.

10.Bapak dan Ibu ku tercinta, kakakku, serta keluarga besarku yang selalu menyayangi, mendoakan, dan selalu memberikan dukungan untuk keberhasilanku.

11.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Matematika 2008 Reguler: A’an, Adi, Arifan, Angga, April, Ayu, Astri, Bill, Desi, Doddy, Elvina, Eka, Farida, Fenny, Fenty, Herlangga, Herlin, Indah, Laras, Lukman, Nerry, Nicky, Erika, Hefna, Ika, Yunita D, Nenik, Niki, Novi, Priska, Putty, Ratna, Rizky, Rovi, Shintia, Sudirman, Tomi, Ummi, Wawan, Yayan, dan Yunita M, serta teman-teman 2008 Mandiri.


(13)

iv 12.Teman-teman KKN dan PPL Pekon Tribudimakmur: Amel, Ana, Berlinda, Eva, Eka, Dewi, Siska, Imun, dan Umar. Semoga kekeluargaan kita akan terus terjalin.

13.Kakak tingkat 2005 sampai 2007 dan adik tingkat 2009 sampai 2011.

14.Pengurus referensi yang telah melayani dalam peminjaman buku serta skripsi. 15.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, Agustus 2012 Penulis,


(14)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 11

1. Belajar dan Pembelajaran ... 11

2. Efektivitas Pembelajaran ... 13

3. Metode Penemuan Terbimbing ... 15

4. Pembelajaran Konvensional ... 18

5. Pemahaman Konsep Matematis ... 21

B. Kerangka Pikir ... 23

C. Anggapan Dasar ... 26

D. Hipotesis Penelitian ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 27


(15)

vi

C. Prosedur Penelitian ... 29

D. Data Penelitian ... 30

E. Teknik Pengumpulan Data ... 31

F. Instrumen Penelitian ... 31

1. Uji Validitas Instrumen ... 33

2. Reliabilitas ... 34

3. Tingkat Kesukaran ... 36

4. Daya Pembeda ... 37

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 40

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47

1. Data Pemahaman Awal Siswa ... 47

2. Pencapaian Awal Indikator Pemahaman Konsep ... 49

3. Data Pemahaman Konsep Matematis ... 51

4. Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep ... 52

5. Data Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis ... 54

6. Uji Hipotesis Penelitian ... 56

B. Pembahasan ... 58

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(16)

vii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Peranan siswa dan guru ... 17

3.1 Distribusi peserta didik kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung ... 27

3.2 Data hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung ... 27

3.3 Desain Penelitian ... 29

3.4 Indikator dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep ... 31

3.5 Interval nilai murni awal ... 36

3.6 Interpretasi tingkat kesukaran ... 36

3.7 Interpretasi indeks daya pembeda ... 37

3.8 Rekapitulasi hasil uji coba tes ... 38

3.9 Interval nilai murni akhir ... 39

3.10 Klasifikasi gain ... 40

4.1 Rekapitulasi data pretest ... 47

4.2 Rekapitulasi uji normalitas data pretest ... 48

4.3 Rekapitulasi uji homogenitas data pretest ... 48

4.4 Rekapitulasi uji kesamaan dua rata-rata data pretest ... 49

4.5 Pencapaian awal indikator pemahaman konsep pada kelas eksperimen ... 50 4.6 Pencapaian awal indikator pemahaman konsep


(17)

viii

pada kelas kontrol ... 50

4.7 Rekapitulasi data posttest ... 51

4.8 Rekapitulasi uji normalitas data posttest ... 51

4.9 Rekapitulasi uji homogenitas data posttest ... 52

4.10 Pencapaian indikator pemahaman konsep pada kelas eksperimen ... 53

4.11 Pencapaian indikator pemahaman konsep pada kelas kontrol ... 53

4.12 Rekapitulasi data gain ... 54

4.13 Rekapitulasi uji normalitas data gain ... 55

4.14 Rekapitulasi uji homogenitas data gain ... 55

4.15 Rekapitulasi uji kesamaan dua rata-rata data pemahaman konsep matematis ... 56


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat memuncul-kan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pendidimemuncul-kan matematika. Pendidikan matematika harus mampu menghasilkan manusia yang bermutu, yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Sebagaimana yang dinyatakan Sudradjat (2008: 1) bahwa perkembangan IPTEK yang pesat adalah berkat dukungan matematika.

Matematika merupakan bidang studi yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SMA dan bahkan sampai perguruan tinggi. Adapun tujuan diberikannya matematika di sekolah menurut Standar Isi Mata Pelajaran Matematika (Depdiknas, 2006) diantaranya adalah memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol atau media lain untuk memperjelas keadaan, memiliki sikap menghargai, kegunaan matematika dalam kehidupan. Oleh karena itu, matematika sangat penting untuk dikuasai siswa sebagai generasi penerus bangsa sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.


(19)

2

Kenyataannya, kemampuan matematika siswa di Indonesia masih rendah, sebagaimana menurut Iwan Pranoto, pakar matematika dari Institut Teknologi Bandung (dalam Latief, 2011) bahwa berdasarkan data hasil The Program for International Student Assessment 2010, posisi Indonesia hanya ketiga dari bawah, Indonesia hanya lebih baik daripada Kirgistan dan Panama. Selain itu, diperoleh fakta bahwa persentase siswa Indonesia yang di bawah level kedua sangat besar, yaitu 76,6 persen dari populasi dan persentase siswa yang di level 5 dan 6 secara statistika tidak ada. Padahal, ada penelitian yang menyimpulkan bahwa anak yang penguasaan matematika di bawah level 2 akan sulit hidup di abad 21 ini dan orang yang memiliki pemahaman di level 5 dan 6 secara statistik akan menjadi pemimpin di dunia dan aktif pada posisi pengambilan keputusan. Menurut Iwan Pranoto, penyebab utama hasil terburuk tersebut adalah ketidaksesuaian ekspektasi kebermatematikaan di program pendidikan matematika di Indonesia dan dunia pada abad ke-21, kegiatan bermatematika yang dituntut dunia adalah bermatematika utuh, sedangkan yang dilakukan siswa Indonesia hanyalah parsial. Selain itu, proses belajar matematika masih berpusat pada penyerapan pengetahuan tanpa pemaknaan. Padahal, yang dituntut di dunia global justru berpusat pada pemanfaatan hasil belajar matematika dalam kehidupan, yaitu pemahaman, keterampilan, dan karakter.

Berdasarkan hasil observasi pendahuluan dan wawancara dengan guru matema-tika di SMP Negeri 5 Bandar Lampung, diketahui bahwa kemampuan matemamatema-tika siswa masih rendah, yang dapat diketahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika yang belum optimal, terutama pada kelas VIII. Hal ini dapat diketahui dari hasil ujian semester ganjil Tahun Pelajaran 2011/2012 kelas VIII, rata-rata


(20)

3

nilai ujian kelas VIII adalah 52,5 dan hanya 27% siswa tuntas belajar, yaitu memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 64. Hasil ini juga menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai dengan efektif, pembelajaran dikatakan efektif apabila 75% siswa tuntas belajar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung dan observasi kelas, diperoleh informasi bahwa rendahnya hasil belajar siswa disebabkan pemahaman siswa terhadap konsep yang masih kurang. Padahal, pemahaman konsep matematis sangat dibutuhkan siswa dalam segala aspek kehidupan sehari-hari, terutama dalam pemecahan masalah, menurut Wardhani (2008: 21), agar siswa dapat memecahkan suatu masalah maka perlu paham dengan baik konsep-konsep matematika terlebih dahulu. Pemahaman suatu konsep juga diperlukan siswa untuk mempelajari matematika secara berkelanjutan dan utuh. Hal ini sebagaimana menurut Uno (2006) bahwa matematika merupa-kan mata pelajaran yang bersifat hierarkis, yaitu suatu materi pelajaran merupamerupa-kan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.

Berdasarkan wawancara terhadap siswa, diketahui bahwa mereka kurang mema-hami konsep matematika karena matematika merupakan pelajaran yang sulit, meskipun sudah dijelaskan guru masih saja tidak mengerti dan cepat lupa, dan banyak hafalan rumus. Selain itu, saat belajar lebih sering menerima rumus jadi dan banyak latihan soal sehingga tidak paham darimana dan mengapa rumus tersebut digunakan. Akibatnya, sering terjadi kesalahan dan lupa penggunaan rumus untuk menyelesaikan soal.


(21)

4

Banyak faktor mempengaruhi tingkat pemahaman konsep matematis siswa, tetapi yang paling menentukan adalah proses pembelajaran yang dialami siswa itu sendiri, sebagaimana menurut Soedjadi (2005: 4) bahwa keberhasilan penyeleng-garaan pendidikan banyak ditentukan oleh proses belajar mengajar yang ditangani langsung oleh guru. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di SMP Negeri 5 masih dilaksanakan secara konvensional, yaitu pembelajaran yang masih terpusat pada guru, guru menjelaskan materi di depan kelas, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada yang kurang dipahami, siswa mencatat hal-hal yang penting dari penjelasan guru, dan siswa diberi latihan soal atau mengerjakan LKS yang berisi materi dan soal-soal. Namun, siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran, sebagian siswa terlihat tidak memperhatikan penjelasan guru dan mengobrol dengan temannya. Sebenarnya siswa di sekolah tersebut bukanlah siswa yang pendiam, mereka merupakan siswa yang aktif di luar jam pelajaran, tetapi karena tidak begitu leluasa untuk memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mendapatkan pengetahuan yang baru, mereka hanya diam dan pasif dalam pembelajaran. Keadaan ini tentu saja mempengaruhi tingkat pemahaman siswa terhadap materi ajar. Hal ini menunjukkan perlunya suatu pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran dan dapat memahami konsep matematika dengan baik.

Pemahaman konsep dapat diusahakan agar lebih baik dengan berbagai cara, diantaranya dengan memilih metode pembelajaran yang tepat. Metode pembel-ajaran yang memungkinkan siswa aktif dan mengontruksi pengetahuannya sendiri sehingga ia memperoleh pengalaman yang banyak, sebagaimana dinyatakan


(22)

5

Markaban (2006: 3) bahwa tingkat pemahaman konsep matematika seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Suryosubroto (2006: 149) mengemukakan bahwa semakin tepat metode yang digunakan, maka diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan yang diinginkan. Salah satu metode pembelajaran yang dapat menjadi alternatif adalah metode penemuan (discovery).

Suryosubroto (2006: 191) menyatakan bahwa metode penemuan merupakan cara belajar siswa aktif, dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dan tidak mudah dilupakan anak, suatu pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang benar-benar dikuasai dan mudah ditransfer dalam situasi lain. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode penemuan diharapkan dapat menjadikan siswa memahami konsep matematis yang dipelajari dengan baik. Namun, mengingat beberapa hal, sebagaimana menurut Widdiharto (2004: 4), yaitu lama pembelajaran di sekolah yang sudah ditentukan, siswa yang masih membutuhkan konsep dasar untuk menemukan sesuatu, siswa yang cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan, dan tidak semua siswa dapat menemukan sesuatu sendiri, maka metode penemuan yang dipilih adalah metode penemuan terbimbing.

Perbedaan metode penemuan terbimbing dengan discovery, yaitu pada pem-belajaran dengan discovery siswa yang menentukan tujuan dan pengalaman belajar yang diinginkan, guru hanya memberi masalah dan situasi belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta atau relasi yang terdapat pada masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa temukan. Kegiatan penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru, sedangkan pada


(23)

6

pembelajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang materi pelajaran. Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru. Selain itu, terdapat pula pembelajaran dengan inquiry yang mirip dengan penemuan. Moh. Amin (Sudirman N, 1992) menjelas-kan bahwa inquiry dibentuk dan meliputi discovery dan lebih banyak lagi. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema sendiri, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Selain itu, hasil akhir yang harus ditemukan siswa merupakan sesuatu yang baru bagi dirinya sendiri, tetapi sudah diketahui oleh guru, tetapi dalam metode inquiry, hal yang baru itu juga belum dapat diketahui oleh guru. Adapun perbedaan penemuan terbimbing dengan investigasi, yaitu dalam investigasi (Setiawan, 2006: 7) biasanya permasalahan dan penyelesaian relatif lebih luas dan lebih terbuka, juga tingkat kesukarannya biasanya lebih tinggi dan siswa mungkin membuat pertanyaan sendiri dan memikirkan arah yang dituju sendiri.

Menurut Hamalik (2002: 134), metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Siswa melakukan discovery (penemuan), sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat atau benar. Bimbingan dimaksud-kan agar penemuan yang dilakudimaksud-kan siswa terarah, memberi petunjuk siswa yang mengalami kesulitan untuk menemukan sesuatu konsep/prinsip, dan waktu


(24)

7

pembelajaran lebih efisien. Bimbingan diberikan melalui serangkaian pertanyaan atau LKS, bimbingan yang diberikan guru tergantung pada kemampuan siswa dan materi yang sedang dipelajari.

Peran guru dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing adalah sebagai fasilitator dan pembimbing agar siswa menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah dimiliki untuk menemukan pengetahuan yang baru. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing memberikan kesempatan pada siswa untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru. Melalui proses penemuan ini, siswa dituntut untuk menggunakan ide dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan sesuatu yang baru, sehingga pemahaman konsep matematis siswa dapat meningkat. Dengan demikian, pem-belajaran dengan metode penemuan terbimbing memungkinkan siswa memahami apa yang dipelajari dengan baik.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai “Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa?”. Dari rumusan masa-lah tersebut dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci, yaitu


(25)

8

1. Apakah rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembela-jaran konvensional?

2. Apakah rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

3. Apakah 75% atau lebih siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing tuntas belajar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing terhadap pema-haman konsep matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini, yaitu 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai metode pembelajaran yang efektif.

2. Manfaat Praktis


(26)

9

untuk siswanya agar dapat memahami konsep matematika dengan baik. b. Bagi peneliti, mengetahui efektivitas pembelajaran dengan metode

penemuan terbimbing jika dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional dan dijadikan acuan/referensi untuk penelitian lain yang relevan dan sejenis.

c. Bagi sekolah, menjadi masukan guna meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran.

E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini:

1. Metode penemuan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan bimbingan guru. 2. Efektivitas pembelajaran merupakan ukuran keberhasilan pembelajaran yang

menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dengan optimal. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari beberapa aspek, yaitu

a. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

b. Rata-rata nilai peningkatan (gain) pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih


(27)

10

tinggi daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

c. Persentase ketuntasan belajar siswa kelas yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing minimal 75%.

3. Pemahaman konsep matematis merupakan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Indikator pemahaman konsep, yaitu

a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

f. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran

Nasution (2006: 35) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, atau mengenai segala aspek pribadi seseorang. Menurut Slameto (2003: 2), belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapun perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah perubahan tersebut terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, tidak bersifat sementara, perubahannya bertujuan atau terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Lebih lanjut, Sardiman (2007: 20) menyatakan bahwa perubahan tingkah laku tersebut dapat diperoleh siswa dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.

Kegiatan belajar yang dilakukan siswa di sekolah tidak terlepas dengan suatu proses pembelajaran. Sanjaya (2008: 26) menyatakan bahwa pembelajaran


(29)

12 merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar dan potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 157), pembelajaran merupakan proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Lebih lanjut, menurut Komalasari (2010: 3), pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, yaitu (1) pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remidial dan pengayaan), (2) pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalamannya dalam interaksi dengan lingkungan. Dalam proses pembelajaran ada interaksi antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.


(30)

13 2. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 584), berasal dari kata efektif, yang berarti dapat membawa hasil, berhasil guna, bisa juga diartikan sebagai kegiatan yang dapat memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas dalam pendidikan menurut L.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak (dalam Suryosubroto, 2006: 9) dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari mengajar guru, menyangkut sejauh mana rencana kegiatan belajar mengajar (KBM) terlaksana, dan dari belajar murid, menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai melalui kegiatan KBM.

Sutikno (2005: 88) mengemukakan bahwa pembelajaran yang efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Sejalan dengan itu, Hamalik (2004: 171) mengemukakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri. Penyediaan kesempatan untuk belajar secara mandiri ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami makna pembelajaran yang sedang dipelajarinya.

Menurut Kyriacou (2011: 16-17), pembelajaran efektif bisa dirumuskan sebagai pembelajaran yang berhasil, sebagaimana yang dikehendaki oleh guru. Terdapat tiga variabel pokok yang berguna untuk membuat pembedaan tentang pembelajar-an efektif, yaitu (1) variabel konteks, mengacu pada seluruh karakteristik konteks aktivitas belajar, biasanya berupa pelajaran berbasis ruang kelas, yang mungkin memiliki dampak tertentu bagi kesuksesan aktivitas belajar, (2) variabel proses,


(31)

14 mengacu pada apa yang sebenarnya berlangsung di ruang kelas dan membahas persepsi, strategi, dan perilaku guru dan murid, dan karakteristik tugas belajar dan aktivitas-aktivitasnya itu sendiri, dan bagaimana semua itu berinteraksi satu sama lain, (3) variabel produk, mengacu pada semua hasil pendidikan yang diinginkan oleh guru dan yang telah menjadi dasar mereka dalam merencanakan pelajaran dari kriteria yang mereka gunakan untuk menilai efektivitas. Lebih lanjut, Kyriacou (2011: 24) menjelaskan terdapat dua strategi penelitian yang sering dilakukan terhadap efektivitas pembelajaran. Strategi pertama mencoba mengait-kan variabel proses dengan variabel produk (disebut studi proses-produk); strategi kedua berfokus nyaris sepenuhnya pada variabel proses belaka (disebut studi proses).

Menurut Wicaksono (2008), keefektifan pembelajaran mengacu pada beberapa hal, yaitu pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai 60 dalam peningkatan hasil belajar, model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (gain yang signifikan), model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat membangkitkan minat dan motivasi, sehingga setelah pembelajaran siswa menjadi termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh pembelajaran lebih baik, serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran merupakan ukuran keberhasilan pembelajaran yang menyangkut


(32)

15 sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dengan optimal. Dalam penelitian ini, yang menjadi perhatian untuk menentukan efektivitas pembelajaran adalah studi proses-produk.

3. Metode Penemuan Terbimbing

Suryosubroto (2006: 193) mengemukakan bahwa metode penemuan adalah suatu metode yang dalam proses belajar mengajar, guru memperkenalkan siswa-siswanya untuk menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2008: 20), penemuan (discovery) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut seperti mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Menurut Markaban (2006: 9), penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu yang lama atau bahkan siswa tidak berbuat apa-apa karena tidak tahu apa-apa yang akan dilakukan, begitu pula jalannya penemuan, tidak semua siswa dapat menemukan sendiri.

Metode penemuan yang dipandu oleh guru disebut dengan metode penemuan terbimbing. Menurut Hamalik (2002: 134), metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Markaban (2006: 10) mengemukakan bahwa metode penemuan terbimbing melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru, siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru.


(33)

16 Berdasarkan pendapat di atas, yang dimaksud dengan metode penemuan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan bimbingan guru.

Menurut Carol C. Kuhlthau dkk (2006: 6), guided inquiry (penemuan terbimbing) merupakan

Preparing for lifelong learning, integrated into content areas, transfarable information concepts, using a variety source, involving students in every stage of the learning, from planning to the final product, curriculum connected to the students world, a community of learners working together, students and teacher collaborating, emphasis on the process and product.

Berdasarkan keterangan di atas, dengan metode penemuan terbimbing, ide atau gagasan yang diperoleh siswa dapat bertahan lama karena siswa terlibat secara aktif bekerjasama dengan guru dan siswa lainnya dalam proses pembelajaran dari tahap perencanaan sampai akhirnya terbentuk suatu ide, bahkan dikaitkan langsung dengan kehidupan siswa. Dengan metode ini (Depdiknas, 2008: 17), siswa dihadapkan pada situasi untuk bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan, guru sebagai penunjuk jalan agar siswa mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka miliki untuk mendapatkan pengetahuan baru, siswa berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum, berdasarkan bahan yang difasilitasi oleh guru, sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang dipelajari. Secara sederhana, peran siswa dan guru dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, yaitu


(34)

17 Tabel 2.1. Peranan siswa dan guru

Penemuan

Terbimbing Peran Guru Peran Siswa

Sedikit bimbingan menyatakan persoalan menemukan pemecahan Banyak bimbingan menyatakan persoalan

memberikan bimbingan

mengikuti petunjuk menemukan penyelesaian Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan penemuan terbimbing (Depdiknas, 2008: 15), yaitu (1) merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, (2) dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisasi, dan menganalisis data tersebut, dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja, bimbingan diberikan untuk mengarahkan siswa melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS, (3) siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya, bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diperiksa oleh guru untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai, (4) apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya, (5) sesudah siswa menemukan apa yang dicari, guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

Memperhatikan metode penemuan terbimbing tersebut diatas dapat disampaikan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Kelebihan metode penemuan terbimbing (Abidin, 2011), yaitu (1) siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir, siswa


(35)

18 memahami betul bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukan-nya, (2) sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat, (3) menemu-kan sendiri menimbulmenemu-kan rasa puas, kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat, (4) siswa yang memperoleh pengetahuannya dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuan ke berbagai konteks, dan (5) metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

Adapun kelemahan metode penemuan terbimbing (Abidin, 2011), yaitu (1) banyak menyita waktu, juga tidak menjamin siswa tetap bersemangat mencari penemuan-penemuan, (2) tidak semua anak mampu melakukan penemuan, (3) metode ini tidak dapat digunakan untuk mengajarkan tiap topik, dan kelas yang banyak muridnya akan sangat merepotkan guru dalam memberikan bimbingan dan pengarahan belajar dengan metode penemuan.

4. Pembelajaran Konvensional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 592), pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru seperti metode ceramah, tanya jawab dan latihan soal. Institute of Computer Technology (dalam Sunartombs, 2009) menyebut pembelajaran konvensional dengan istilah pengajaran tradisional. Dijelaskan bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah pengajaran yang paling umum diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, dan mengajari siswa yang cara belajar


(36)

19 terbaiknya dengan mendengarkan. Menurut Sumarno (2011), dalam pembelajaran konvensional terdapat beberapa metode yang digunakan, yaitu metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab.

Syarif (2011) menyatakan bahwa metode ceramah adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru di depan siswa. Menurut Roestiyah (2008: 137), metode ceramah biasanya digunakan guru bila mempunyai tujuan agar siswa mendapatkan informasi suatu pokok atau persoalan tertentu, jumlah siswa banyak, dan juga didorong tanggung jawab guru untuk berusaha memperkenalkan pokok-pokok terpenting yang merupakan suatu kerangka bulat dari suatu pelajaran baru. Metode ceramah yang sering dilakukan guru dalam proses pembelajaran memiliki beberapa keunggulan sebagaimana menurut Sumarno (2011), yaitu merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan, dapat menyajikan materi pelajaran yang luas, artinya, materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat, dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah, dan organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana.

Selain memiliki keunggulan, metode ceramah juga memiliki beberapa ke-kurangan, yaitu materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru, ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme, guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang


(37)

20 membosankan, dan melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.

Menurut Roestiyah (2011: 129-132), metode tanya jawab digunakan dalam pembelajaran agar siswa dapat mengerti atau mengingat-ingat tentang yang dipelajari, didengar, atau dibaca, sehingga pengertian yang diperoleh siswa mendalam dan siswa dapat menjelaskan langkah-langkah berpikir atau proses yang ditempuh dalam memecahkan masalah. Metode tanya jawab memiliki beberapa keunggulan, yaitu kelas akan lebih hidup, partisipasi siswa lebih besar pada pelajaran, dan dapat mengembangkan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pengalamannya sehingga pengetahuannya lebih fungsional. Namun, metode tanya jawab kurang mengena sasaran apabila digunakan untuk menilai taraf dan kadar pengetahuan siswa, pertanyaan yang diajukan bisa dijawab dengan ya atau tidak, atau benar/salah, pertanyaan tidak menghendaki jawaban yang sederhana tetapi kompleks atau jawaban yang sangat dibatasi, pertanyaan ditujukan hanya pada beberapa siswa saja. Selain itu, metode tanya jawab juga memiliki kelemahan, yaitu kelancaran jalannya pelajaran agak terhambat dan waktu yang diperlukan agak lebih lama.

Menurut Roestiyah (2011: 125-127), pemberian latihan dilakukan agar siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan, dapat mengembangkan kemampuan intelek, dan memiliki kemampuan menghubungkan sesuatu keadaan dengan hal lain. Namun, pemberian latihan memiliki beberapa kelemahan, yaitu dalam latih-an sering terjadi cara untuk mengerjaklatih-an sesuatu tidak bisa berubah, hal ini dapat menghambat bakat dan inisiatif siswa, mereka tidak boleh menggunakan cara lain


(38)

21 menurut pikirannya sendiri. Selain itu, latihan yang dilakukan dengan cara tertentu dan telah dianggap baik sehingga tidak boleh diubah, dapat mengakibatkan keterampilan yang diperoleh siswa umumnya menetap dan menjadi kebiasaan yang kaku, sehingga bila situasi berubah, siswa sulit sekali menyesuaikan diri atau tidak bisa mengubah caranya latihan untuk mengatasi keadaan yang lain.

Berdasarkan pendapat di atas, yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan dengan ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas/latihan.

5. Pemahaman Konsep Matematis

Wardhani (2008: 8) mengemukakan bahwa konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan/ menggolongkan sesuatu objek. Suatu konsep biasa dibatasi dalam suatu ungkapan yang disebut definisi. Dengan adanya definisi, menurut Soedjadi ( 2000: 14), orang dapat membuat ilustrasi atau gambaran atau lambang dari konsep yang didefinisikan, sehingga menjadi jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu. Lebih lanjut, Wardhani (2008: 9) mengemukakan bahwa beberapa konsep merupakan pengertian dasar yang dapat ditangkap secara alami (tanpa didefinisikan), contohnya konsep himpunan. Beberapa konsep lain diturunkan dari konsep-konsep yang mendahuluinya, sehingga berjenjang. Konsep yang diturunkan dikatakan berjenjang lebih tinggi daripada konsep yang mendahuluinya. Contohnya: konsep tentang relasi- fungsi- korespondensi


(39)

satu-22 satu. Nasution (2006: 164) mengungkapkan bahwa konsep sangat penting bagi manusia, karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir, dalam belajar, membaca, dan lain-lain. Tanpa konsep, belajar akan sangat terhambat.

Menurut Sardiman (2007: 42), pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran, belajar harus mengerti secara mental makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi. Pemahaman tidak sebatas sekedar tahu, tetapi juga menghendaki agar subjek belajar dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipahami. Apabila siswa benar-benar memahami sesuatu, maka akan siap memberikan jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan atau berbagai masalah dalam belajar. Selain itu, menurut Uno (2006: 124) matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat hierarkis yaitu suatu materi merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Oleh karena itu, pemahaman suatu konsep matematika menjadi hal yang sangat diperlukan siswa agar dapat memahami konsep pada materi ajar berikutnya.

Pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/ PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor (dalam Wardhani, 2008: 10), diuraikan indikator siswa memahami konsep matematis, yaitu (a) mampu menyatakan ulang suatu konsep, (b) mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat ter-tentu sesuai dengan konsepnya, (c) memberi contoh dan noncontoh dari konsep, (d) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (e) me-ngembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep, (f) menggunakan,


(40)

23 memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan (g) mengaplikasi-kan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis merupakan kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep materi ajar matematika yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Dalam penelitian ini, yang menjadi indikator pemahaman konsep, yaitu menyatakan ulang suatu konsp, mengklasifikasikan objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, memberi contoh dan noncontoh, menyatakan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan konsep.

B. Kerangka Pikir

Variabel dalam penelitian tentang efektivitas pembelajaran dengan metode pene-muan terbimbing terhadap pemahaman konsep matematis siswa ini, terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat, yang menjadi variabel bebas adalah metode pembelajaran, dalam hal ini metode penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah pemahaman konsep matematis siswa.

Pemahaman suatu konsep merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika. Pemahaman siswa sangat dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri, terutama saat proses pembelajaran di kelas. Selama ini, proses pembelajaran yang dialami siswa adalah secara konvensional, yaitu pembelajaran yang menggunakan metode


(41)

24 ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas/latihan. Pembelajaran demikian terpusat pada guru, konsep-konsep matematika hanya diberitahukan saja, siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru tanpa mengetahui darimana konsep atau rumus diturunkan, juga peran siswa dalam pembelajaran sangat sedikit sehingga pengalaman belajar yang diperoleh siswa sebagian besar berasal dari gurunya. Pembelajaran demikian berlangsung terus menerus sehingga mengaki-batkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep dan ketuntasan belajar siswa menjadi rendah.

Tingkat pemahaman konsep siswa dapat diusahakan agar lebih baik dengan berbagai cara, salah satunya dengan memilih metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran yang dipilih adalah metode pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk belajar sendiri dan dapat membuat siswa mudah memahami konsep matematika. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah metode penemuan terbimbing.

Metode penemuan terbimbing merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk membangun sendiri pengetahuannya dengan menemukan sendiri suatu konsep atau prinsip berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan bimbingan guru. Dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbim-bing, siswa diberi kesempatan untuk menyusun, memproses, mengorganisasi, dan menganalisis suatu data yang diberikan guru untuk memecahkan permasalahan atau memperoleh suatu prinsip/konsep, melalui kegiatan ini, siswa menjadi aktif dan dapat menggunakan pengetahuan, ide, dan konsep yang telah ia miliki untuk memperoleh pengetahuan yang baru sehingga konsep tersebut benar-benar


(42)

25 dipahami oleh siswa dan pemahaman siswa juga akan meningkat dari pengalaman menemukan sendiri tersebut.

Selama proses penemuan, siswa mendapat bimbingan guru sejauh yang diperlukan, sesuai dengan kemampuan siswa dan materi ajar, bimbingan diberikan untuk mengarahkan siswa ke tujuan yang diharapkan melalui pertanyaan atau LKS. Selain itu, bimbingan dalam proses penemuan dimaksudkan agar waktu dalam pembelajaran lebih efisien dan juga pada umumnya siswa terlalu tergesa‐gesa menarik kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan sendiri. Dengan demikian, konsep yang ditemukan siswa tidak akan salah dan dipahaminya dengan baik.

Setelah siswa menemukan yang dicari, yaitu suatu konsep/prinsip, siswa diberi latihan soal. Pemberian latihan soal dapat bermanfaat bagi siswa untuk meman-tapkan pemahamannya terhadap sesuatu konsep yang telah ditemukannya sehingga pemahaman siswa akan lebih bertahan lama dalam ingatan dan dapat dimanfaatkan untuk menghadapi situasi lain. Selain itu, latihan dapat bermanfaat bagi guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman yang diperoleh siswa melalui proses penemuan yang telah dilakukan.

Berdasarkan hal-hal di atas, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing memungkinkan siswa untuk memiliki pemahaman kosep matematis lebih baik daripada siswa yang diajar secara konvensional dan ketuntasan belajar siswa juga tinggi.


(43)

26 C. Anggapan Dasar

Penelitian ini bertolak dari beberapa anggapan dasar, yaitu

1. Kelas eksperimen, yaitu kelas yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dan kelas kontrol, yaitu kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional, memperoleh materi pelajaran matematika yang sama sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

2. Faktor lain diluar penelitian yang dapat mempengaruhi pemahaman konsep siswa diabaikan.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dirumuskan suatu hipotesis, yaitu

1. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

3. Persentase ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing minimal 75% dari jumlah siswa.


(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang terletak di Jalan Beo No.134, Tanjung Agung, Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 yang terdistribusi dalam enam kelas (VIIIA-VIIIF) dengan jumlah siswa sebanyak 211 siswa.

Tabel 3.1. Distribusi peserta didik kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung

No. Kelas Jumlah Peserta Didik

1 VIII A 32

2 VIII B 33

3 VIII C 36

4 VIII D 36

5 VIII E 37

6 VIII F 37

Jumlah Populasi 211

Sumber: SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 Tabel 3.2. Data hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung

Kelas VIII A VIII B VIII C VIII D VIII E VIII F


(45)

28 Agar peneliti yakin bahwa semua kelompok dalam populasi terwakili dalam sampel, maka dari 6 kelas tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu lagi sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik purposive random sampling, yaitu dengan mengambil dua kelas dengan kemampuan yang sama atau hampir sama. Tahap-tahap pengambilan sampel, yaitu

1. Mencari data awal (nilai ulangan semester ganjil) dari guru kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung.

2. Menghitung rata-rata nilai ulangan semester ganjil untuk setiap kelas.

3. Menentukan 2 kelas dengan nilai rata-rata kelas yang sama atau hampir sama, kemudian 2 kelas tersebut akan dikategorikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.

4. Diasumsikan kelas dengan nilai rata-rata sama atau hampir sama memiliki kemampuan awal yang sama.

Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIIA sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain pretest-posttest control design. Pada penelitian ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberi perlakuan masing-masing diberi pretest untuk mengetahui pemahaman konsep matematis awal siswa, kemudian pada kelas eksperimen diberi perlakuan, yaitu pembelajaran dengan menerapkan metode penemuan terbimbing, sedangkan pada kelas kontrol, pembelajaran dilakukan secara konvensional, yaitu dengan


(46)

29 metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Setelah diberi perlakuan,

masing-masing kelas diberi posttest untuk mengetahui pemahaman dan

peningkatan pemahaman konsep matematis siswa. Berikut adalah pretest-posttest control design sebagaimana menurut Furchan (1982: 368):

Tabel 3.3. Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

E Y1 X Y2

K Y1 - Y2

Keterangan:

E = kelompok eksperimen K = kelompok kontrol

X = perlakuan pada kelas eksperimen dengan pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing

Y1 = pemahaman konsep matematis siswa sebelum perlakuan Y2 = pemahaman konsep matematis siswa setelah diberi perlakuan

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan, yaitu

1. Observasi awal, melihat kondisi lapang atau sekolah seperti jumlah kelas, jumlah siswa, karakteristik siswa, dan cara guru mengajar.

2. Merencanakan penelitian

a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode

penemuan terbimbing untuk kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.


(47)

30 b. Menyusun Lembar Kerja Siswa/LKS yang akan diberikan kepada siswa

pada saat diskusi kelompok.

c. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat kisi-kisi soal tes pemahaman konsep matematis, kemudian membuat soal beserta aturan penskorannya.

3. Melakukan validasi instrumen. 4. Melakukan uji coba instrumen.

5. Menghitung reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal tes.

6. Melakukan perbaikan instrumen.

7. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

mengetahui pemahaman awal siswa.

8. Melaksanakan perlakuan pada kelas eksperimen

Sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan, siswa pada kelas eksperimen dibagi menjadi kelompok kecil yang heterogen. Pembagian kelompok berdasarkan hasil nilai ujian semester ganjil kelas VIII tahun pelajaran 2011/2012. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun. 9. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

10. Menganalisis data.

11. Membuat kesimpulan.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu data pemahaman awal konsep matematis siswa sebelum kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi perlakuan,


(48)

31 berupa nilai yang diperoleh melalui pretest, data pemahaman konsep matematis siswa setelah kedua kelas diberi perlakuan, berupa nilai yang diperoleh melalui posttest, dan data peningkatan pemahaman konsep (gain) yang diperoleh dari perhitungan data pretest dan posttest.

E. Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan tes. Tes dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi yang diberikan. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep, tes diberikan kepada sampel penelitian dua kali, yaitu tes sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan (posttest).

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep matematis, berupa soal uraian. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator pemahaman konsep matematis. Skor jawaban disusun berdasarakan indikator pemahaman konsep matematis. Adapun indikator dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep matematis disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Indikator dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep

No Indikator Keterangan Skor

1. Menyatakan

ulang suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Menyatakan ulang suatu konsep tetapi

salah 1

c. Menyatakan ulang suatu konsep dengan

benar 2

2. Mengklasifikasi


(49)

32 Tabel 3.4. (lanjutan)

No Indikator Keterangan Skor

sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

b. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya

1 c. Mengklasifikasi objek menurut sifat

tertentu sesuai dengan konsepnya 2

3. Memberi contoh

dan non contoh a. b. Tidak menjawab Memberi contoh dan non contoh tetapi 0

salah 1

c. Memberi contoh dan non contoh dengan

benar 2

4. Menyatakan

konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika

a. Tidak menjawab 0

b. Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematika tetapi salah 1

c. Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematika dengan benar 2

5. Mengembangkan

syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengembangkan syarat perlu atau cukup

dari suatu konsep tetapi salah 1

c. Mengembangkan syarat perlu dan syarat

cukup dari suatu konsep dengan benar 2

6. Menggunakan,

memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu

a. Tidak menjawab 0

b. Menggunakan, memanfatkan, dan

memilih prosedur tetapi salah 1

c. Menggunakan, memanfaatkan, dan

memilih prosedur dengan benar 2

7. Mengaplikasikan

konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengaplikasikan konsep tetapi tidak

tepat 1

c. Mengaplikasikan konsep dengan tepat 2

Sumber: Sartika, 2011: 22 Sebagai upaya untuk mendapatkan data yang akurat, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik. Oleh karena itu, dilakukan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda tes.


(50)

33 1. Uji Validitas Instrumen

Terhadap tes yang disusun, terlebih dahulu dilakukan validasi untuk mengukur validitas dari perangkat tes. Validitas tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu validitas yang ditinjau dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat ukur hasil belajar, yaitu sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan. Menurut Azwar (2007: 175), pengujian validitas isi tidak melalui analisis statistika, tetapi menggunakan analisis rasional. Lebih lanjut, Thoha (2001: 112) menyatakan bahwa cara untuk menguji validitas isi adalah dengan membanding-kan antara kisi-kisi soal dengan butir soalnya. Oleh karena itu, soal tes dikonsul-tasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu, kemudian dikonsuldikonsul-tasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMPN 5 Bandar Lampung mengetahui dengan benar kurikulum SMP, validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Butir tes yang dikategorikan valid adalah yang dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar check list oleh guru.

Setelah dikonsultasikan dengan guru mitra, soal tes dinyatakan valid. Soal tes yang dinyatakan valid tersebut kemudian diujicobakan. Pengujicobaan soal tes dilakukan di luar sampel penelitian, yaitu di kelas IXA, dengan pertimbangan


(51)

34 bahwa kelas tersebut telah menempuh atau mempelajari materi tes. Setelah diadakan uji coba, langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil uji coba untuk diteliti kualitasnya, yaitu menghitung reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda tes.

2. Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan kepercayaan. Suatu instrumen dikatakan mem-punyai reliabilitas tinggi apabila tes yang dibuat memmem-punyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak dituju. Menurut Arikunto (2008: 109), perhi-tungan koefisien reliabilitas dilakukan menggunakan rumus Alpha, yaitu

= 1 −∑ dengan σt2=xi 2

-xi 2 Keterangan:

= koefisien reliabilitas tes n = banyaknya butir soal

∑ = jumlah varians nilai tiap-tiap item = varians total

N = banyaknya data Xi = jumlah semua data

Xi2 = jumlah kuadrat semua data

Setelah dilaksanakan uji coba dan dilakukan perhitungan, diperoleh r11= 0,88. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.1.


(52)

35 Menurut Azwar (2007: 188), tidak ada koefisien reliabilitas yang mutlak harus dicapai agar suatu pengukuran dikatakan reliabel. Untuk itu, perlu dicari ukuran variabilitas eror yang mungkin terjadi dalam pengukuran, yaitu eror standar dalam pengukuran (se) dengan rumus:

= (1 − ) Keterangan:

Se = standar eror

Sx = standar devíasi nilai tes

rxx = koefisien reliabilitas tes

Semakin kecil nilai standar eror maka intrumen tersebut semakin terpercaya. Untuk memperkirakan nilai yang sesungguhnya, digunakan interval kepercayaan nilai murni, yaitu

− ≤ ≤ +

Keterangan:

X = nilai yang diperoleh pada tes

zc = nilai kritis deviasi standar normal pada taraf kepercayaan 90%, diketahui

nilai kritis zc pada tabel distribusi normal adalah 1,65

se = eror standar

Setelah dilakukan perhitungan, perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.2, didapat interval kepercayaan nilai murni seperti pada Tabel 3.5.


(53)

36 Tabel 3.5. Interval nilai murni awal

Nilai Interval kepercayaan nilai murni

29 20,47 ≤ ≤ 37,53

55,08 46,73 ≤ ≤ 63,61

80 71,47 ≤ ≤ 88,53

Jarak interval tersebut cukup luas, idealnya interval tersebut memiliki jarak sesempit mungkin. Hal ini karena standar eror dalam pengukuran cukup besar yaitu 5,17. Interval tersebut dapat mewakili seluruh nilai yang diperoleh masing-masing siswa dalam uji coba ini.

3. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal menyatakan seberapa mudah atau seberapa sukar sebuah butir soal bagi siswa terkait. Menurut Masmud (2009), untuk menghitung tingkat kesukaran soal dan interpretasinya digunakan rumus berikut

=

Keterangan: TK = tingkat kesukaran

B = jumlah nilai semua siswa untuk masing-masing soal N = jumlah siswa

Tabel 3.6. Interpretasi tingkat kesukaran

Besarnya TK Interpretasi

Kurang dari 0,2 Sangat Sukar

0,20-0,39 Sukar

0,4 – 0,8 Sedang

Lebih dari 0,81 Mudah


(54)

37 Setelah hasil uji coba dianalisis, diperoleh tingkat kesukaran soal nomor 1b dan 1c mudah, soal nomor 1a, 1d, 1e, 2a, 2b, 2c, 2d, 3, 4, 5a, 5b, 5c, 6a, 6b, 7, 8a, 8b, 8c, 8d, 9, 10a, 10b, 11, dan 12 memiliki tingkat kesukaran sedang, hasil perhitungan tingkat kesukaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.8.

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Untuk menghitung daya pembeda, nilai siswa diurutkan dari yang tertinggi sampai nilai siswa terendah, kemudian diambil 27% nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% nilai terendah (disebut kelompok bawah). Menurut Karno To (dalam Noer, 2010:22), untuk menghitung daya pembeda soal uraian digunakan rumus:

DP= JA - JI B A Keterangan:

DP = indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA = jumlah nilai kelompok atas pada butir soal yang diolah

JB = jumlah nilai kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = jumlah nilai ideal kelompok (atas/bawah)

Tabel 3.7 Interpretasi indeks daya pembeda

Nilai Interpretasi

10 , 0

 DP

negatif Sangat buruk 19

, 0 10

,

0 DP Buruk

29 , 0 20

,

0  DP Agak baik, perlu revisi

49 , 0 30

,

0 DP Baik

50 , 0


(55)

38 Dari uji coba soal tes, diperoleh daya pembeda sebagai berikut: soal 1b dan 8c memiliki daya pembeda sangat buruk, soal 1c dan 8a buruk, soal 2a agak baik, soal 1a, 1d, 1c, 2a, 2b, 2c, 2d, 3, 4, 5a, 5b, 5c, 6a, dan 6b memiliki daya pembeda baik, dan soal nomor 7, 8b, 8d, dan 12 memiliki daya pembeda sangat baik. Tabel 3.8 merupakan rekapitulasi hasil uji coba tes, perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3.

Berdasarkan tabel rekapitulasi hasil uji coba tes tersebut, terlihat bahwa beberapa soal, yaitu soal 1b, 1c, 2a, 8a, dan 8c tidak memenuhi kriteria tingkat kesukaran dan daya pembeda yang baik, sehingga soal tersebut tidak digunakan dalam pengambilan data.

Tabel 3.8. Rekapitulasi hasil uji coba tes

Item Validitas Reliabilitas Koefisien Kesukaran Taraf Interpretasi Taraf Kesukaran Daya Pembeda Interpretasi Daya Pembeda

1a Valid

0,88

0,72 Sedang 0,36 Baik

1b Valid 0,94 Mudah 0,00 Sangat Buruk

1c Valid 0,96 Mudah 0,14 Buruk

1d Valid 0,72 Sedang 0,36 Baik

1e Valid 0,72 Sedang 0,36 Baik

2a Valid 0,80 Sedang 0,21 Baik, perlu Agak

revisi

2b Valid 0,70 Sedang 0,43 Baik

2c Valid 0,72 Sedang 0,36 Baik

2d Valid 0,68 Sedang 0,43 Baik

3 Valid 0,57 Sedang 0,39 Baik

4 Valid 0,76 Sedang 0,36 Baik

5a Valid 0,40 Sedang 0,40 Baik

5b Valid 0,65 Sedang 0,36 Baik

5c Valid 0,59 Sedang 0,33 Baik

6a Valid 0,61 Sedang 0,46 Baik


(56)

39 Tabel 3.8. (lanjutan)

Item Validitas Reliabilitas Koefisien Kesukaran Taraf Interpretasi Taraf Kesukaran

Daya Pembeda

Interpretasi Daya Pembeda

7 Valid 0,43 Sedang 0,61 Sangat Baik

8a Valid 0,78 Sedang 0,14 Buruk

8b Valid 0,66 Sedang 0,50 Sangat Baik

8c Valid 0,80 Sedang 0,07 Sangat Buruk

8d Valid 0,72 Sedang 0,57 Sangat Baik

9 Valid 0,66 Sedang 0,36 Baik

10a Valid 0,41 Sedang 0,31 Baik

10b Valid 0,49 Sedang 0,32 Baik

11 Valid 0,47 Sedang 0,38 Baik

12 Valid 0,40 Sedang 0,52 Sangat Baik

Setelah beberapa soal dibuang, dilakukan perhitungan koefisien reliabilitas lagi, diperoleh hasil r11 = 0,88 dengan interval kepercayaan nilai murni seperti pada

Tabel 3.9. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.4 dan C.5. Tabel 3.9. Interval nilai murni akhir

Nilai Interval kepercayaan nilai murni

22 13,72 ≤ ≤ 30,28

46,52 38,24 ≤ ≤ 54,80

71 62,72 ≤ ≤ 79,28

Jarak interval tersebut masih cukup luas. Hal ini dikarenakan standar eror dalam pengukuran cukup besar, yaitu 5,02. Interval tersebut dapat mewakili seluruh nilai yang diperoleh masing-masing siswa dalam uji coba ini.


(57)

40

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Analisis data dilakukan terhadap data pretest, posttest, dan peningkatan pemahaman konsep (gain). Analisis data pretest dilakukan untuk mengetahui pemahaman awal siswa, yaitu siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Analisis dilakukan dengan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t.

Analisis data posttest dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah pembelajaran. Analisis data dilakukan dengan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t. Selain itu, data posttest pada kelas dengan penemuan terbimbing juga dianalisis dengan uji proporsi untuk mengetahui persentase ketuntasan belajar siswa.

Data gain diperoleh dengan perhitungan terhadap data pretest dan posttest, menurut Melzer (dalam Noer, 2010: 105), besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain), g, yaitu

g= maximum possible score-posttest score-pretest score pretest score

Hasil perhitungan gain kemudian diinterprestasikan menggunakan klasifikasi dari Hake (dalam Noer, 2010: 105), yaitu

Tabel 3.10. Klasifikasi gain (g)

Besarnya g Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang


(58)

41 Selanjutnya data gain dianalisis dengan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t. Sebelum melakukan analisis kesamaan dua rata-rata terhadap data pretest, posttest, dan gain, perlu dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu, yaitu uji normalitas dan homogenitas data. Apabila data normal maka pengujian hipotesis dilakukan dengan statistika parametrik, tetapi apabila data tidak normal, pengujian hipotesis dilakukan dengan statistika nonparametrik. Langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

a. Uji Prasyarat

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua sampel penelitian, yaitu data kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Chi Kuadrat. Uji Chi Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273), yaitu

a. Hipotesis

H0 : data berdistribusi normal

H1 : data tidak berdistribusi normal

b. Taraf signifikansi: α = 0,05 c. Statistika uji:

= ( − )

Keterangan:

= frekuensi pengamatan = frekuensi yang diharapkan = banyaknya pengamatan


(59)

42

d. Keputusan uji: Terima H0 jika ≤ , dengan χ ( ∝)( )

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing dan siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional memiliki varians yang sama sehingga dapat menentukan rumus uji t yang akan digunakan. Uji homogenitas dilakukan dengan langkah-langkah berikut

a) Hipotesis

H0: = (varians populasi homogen)

H1: ≠ (varians populasi tidak homogen)

b) Taraf signifikansi: = 0,1 c) Statistik uji:

terkecil Varians

terbesar Varians

F

d) Kriteria uji: tolak Ho jika ≥ ( , )dengan ( , ) didapat dari

daftar distribusi F dengan peluang 1 2 , derajat kebebasan v1 dan v2

masing-masing sesuai dengan dk pembilang dan penyebut (Sudjana, 2005: 250) Setelah melakukan uji prasyarat, selanjutnya menguji hipotesis, yaitu uji kesama-an dua rata-rata dkesama-an uji proporsi persentase ketuntaskesama-an belajar siswa.

b) Uji Hipotesis


(60)

43 1) Uji kesamaan dua rata-rata

a. Hipotesis H0 :μ12

H1 :μ1≠μ2

(Rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dari data pretest, posttest, dan gain sama dengan rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dari data pretest, posttest, dan gain)

(Rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dari data pretest, posttest, dan gain tidak sama dengan rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dari data pretest, posttest, dan gain)

b. Statistik uji yang digunakan sangat ditentukan hasil uji homogenitas antara kedua kelas, maka kemungkinan rumus thitung yang digunakan, yaitu

 Jika varians kedua kelas tersebut sama, maka digunakan rumus:

t = x1-x2

s n11+n21 dengan s

2= n1-1 s12+(n2-1)s22

n1+n2-2 Keterangan:

x1 = rata-rata nilai siswa pada kelas eksperimen (pretest, posttest, dan gain)

x2 = rata-rata nilai siswa pada kelas kontrol ( pretest, posttest, dan gain)

n1 = banyaknya subjek siswa dengan pembelajaran metode penemuan terbimbing


(61)

44

1

2 = varians pretest/posttest/gain pemahaman konsep siswa dengan pembelajaran

metode penemuan terbimbing

2

2 = varians pretest/posttest/gain pemahaman konsep siswa dengan pembelajaran

konvensional.

s = simpangan baku gabungan.

c. Kriteria pengujian: terima Ho jika −t α<t hitung < t α , dengan derajat

kebebasan dk = (n1 + n2 – 2) dengan peluang (1 – 1/2α) dan taraf nyata α =

0,05. Untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak (Sudjana, 2005: 240).

Jika terima H1, pengujian dilanjutkan dengan hipotesis berikut

H0 : <

H1 : >

(Rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dari data pretest, posttest, dan gain kurang dari rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dari data pretest, posttest, dan gain)

(Rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dari data pretest, posttest, dan gain lebih dari rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dari data pretest, posttest, dan gain)

Kriteria uji : tolak H0 jika x1 > x2.

 Jika varians kedua kelas berbeda, maka rumus yang digunakan, yaitu

= −


(1)

46

a. Hipotesis

H0 : = 75% (persentase ketuntasan belajar siswa sama dengan 75%) H1 : ≠ 75% (persentase ketuntasan belajar siswa tidak sama

dengan 75%) b. Taraf signifikan: = 0,05 c. Statistik uji

zhitung= x n -0,75 0,75(1-0,75)/n Keterangan:

x = banyaknya siswa yang telah tuntas belajar n = jumlah sampel

0,75 = proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan

d. Kriteria uji : terima Ho jika − ( ) < < ( ) . Harga ( )

diperoleh dari daftar normal baku dengan peluang (1 − ). e. Jika terima H1, dilanjutkan dengan uji hipotesis

H0 : π < 75% (persentase ketuntasan belajar siswa kurang dari 75%) H1 : π > 75% (persentase ketuntasan belajar siswa lebih dari 75%) f. Kriteria uji: tolak Ha jika ≥ . (Sudjana, 2005: 235).


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektivitas pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing terhadap pemahaman konsep matematis siswa diperoleh beberapa simpulan, yaitu

1. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional.

2. Rata-rata nilai peningkatan (gain) siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional.

3. Persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing mencapai 75%. Sedangkan pada kelas dengan pembelajaran konvensional hanya mencapai 62,5%.

4. Rata-rata pencapaian indikator pemahaman konsep skor posttest siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional


(3)

66 Sehingga penerapan metode penemuan terbimbing dapat dikatakan efektif terhadap pemahaman konsep matematis siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, dan saran yang dapat dikemukakan, yaitu

1. Guru hendaknya menerapkan metode penemuan terbimbing dalam

pem-belajaran matematika agar siswa memperoleh pemahaman konsep yang lebih baik.

2. Peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai

efektivitas metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan pembagian waktu sebaik mungkin agar proses pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan dan melakukan pengkajian yang lebih mendalam terkait metode penemuan terbimbing serta dapat melakukan penelitian dengan variabel terikat lainnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Muhammad Z. 2011. Metode Penemuan Terbimbing. (Online),

(http://www.masbied.com/2011/09/07/metode-penemuan-terbimbing/, diakses 15 Desember 2011).

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Azwar, Saifuddin. 1996. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dimyati, dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djarwanto. 1985. Statistika Nonparametrik. Yogyakarta: BPFE

Furchan, Arief. 1982. Pengantar penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Hamalik, Oemar. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Reflika

Aditama.

Kuhlthau, C Carol. 2006. Guided Inquiry Learning In The 1st Century. Westport, CT: Libraries Unlimited.

Kyriacou, Chris. 2011. Efective Teaching Theory and Practice. Jakarta: Nusamedia


(5)

(http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/31/19444535/76.6.Persen.Siswa.S MP.Buta.Matematika, diakses 13 Agustus 2012).

Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Penemuan Terbimbing. (Online),

(http://58.145.171.59/web/PPP/PPP_Penemuan terbimbing.pdf, diakses 15 November 2011).

Masmud. 2009. Tingkat Kesukaran dan Daya Beda. (Online),

(http://masmud09.blogspot.com/2009/06/tingkat-kesukaran-dan-daya-beda.html, diakses 4 Januari 2012).

Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Noer, S.H. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif,dan Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah ( Studi Pada Siswa SMP Negeri Bandar Lampung). DisertasiUPI: Tidak Diterbitkan.

Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Bandung. Kencana Prenada Media Group.

Sardiman, M.A. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grasindo Persada.

Sartika, Dewi. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Siswa.(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011). (Skripsi). Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

Setiawan. 2006. Model Pembelajaran dengan Pendekatan Investigasi.

Yogyakarta: Departemen pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika Yogyakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sudirman N, dkk,. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito


(6)

Sudradjat. 2008. Peranan Matematika dalam Pengembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. (Online),

(http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/08/peranan_matematika_dlm_perkembangan_iptek.pd f, diakses 16 Januari 2012).

Sumarno, Alim. 2011.ModelPembelajaranKonvensional. (Online),

(http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/model-pembelajaran-konvensional, diakses 27 Desember 2011).

Sunartombs. 2009. Pembelajaran Konvensional Banyak Dikritik Namum Paling

Disukai. (Online), (http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/

pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/, diakses 20 Agustus 2011).

Suryosubroto, B. 2006. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. Mataram: NTP Pres.

Syarif.2011. MetodeCeramah. (Online), (http://www.Syarif.com/ 2011 /01 /08 / Metode –Ceramah/, diakses 17 November 2011).

Thoha, M. Chabib. 2001. TeknikEvaluasiPendidikan. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Uno, B. Hamzah. 2006. Perencanaan pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs

untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas.

Wicaksono. 2011. EfektivitasPembelajaran. (Online),

(http://agung.smkn1pml.sch.id/wordpress/?tag=efektifitas-pembelajaran, diakses 23 Desember 2011).

Widdiharto, Rachmadi. 2004. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP.

Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 15 67

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 18 64

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Bandar Lampung T.P. 2013/2014)

1 26 152

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

1 30 55

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/ 2015)

0 6 56

Efektivitas Metode Penemuan Terbimbing terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa

4 20 64

PENGARUH PENERAPAN METODE COOPERATIVE SCRIPT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016)

0 5 55

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KALASAN.

0 1 102

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP N 2 RAMBAH HILIR

0 30 6

PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 JATILAWANG

0 0 16