Hubungan Antara Monosodium Glutamate Dengan Sistem Reproduksi

5 dua gram sampai tiga gram, sebagaimana hasil penelitian lembaga itu pada tahun 1995, MSG bisa menimbulkan alergi. Dan, bila sampai mengonsumsi lima gram MSG, ini bisa membahayakan orang yang menderita penyakit asma. 14 Federation of American Societies for Experimental Biology FASEB mengungkapkan bahwa Glutamat dan aspartat menimbulkan efek toksik ketika diberikan dalam dosis tinggi pada spesies binatang rentan. Efek toksik MSG pada binatang dihubungkan dengan dua faktor, yaitu: kadar glutamat yang tinggi dalam darah dan spesies binatang yang rentan pada toksisitas glutamat. FASEB juga menyebutkan batas aman penggunaan MSG adalah sebesar 0,5 gr-2,5 gr per hari. 15 Pada penelitian yang dilakukan oleh Anantharaman K 1979 mengungkapkan bahwa pada pemakaian MSG dengan dosis 2-7 gkg BB pada mencit tidak ditemukan adanya reaksi alergi, intoleransi dan gangguan lainnya. Kelainan pada sistem reproduksi, sistem saraf juga tidak ditemukan. 16

4. Hubungan Antara Monosodium Glutamate Dengan Sistem Reproduksi

Pada awal perkembangan seksual, seorang wanita memiliki 2 ovarium dimana masing- masing menyimpan sekitar 500.000 telur yang belum matang. Dan hanya sekitar 480 buah telur saja yang mencapai tahap folikel yang matang de Graaf. Normalnya, hanya satu atau beberapa sel telur yang tumbuh setiap periode menstruasi dan sekitar hari ke 14 sebelum menstruasi berikutnya. Ketika sel telur tersebut telah matang maka sel telur tersebut akan dilepaskan dari ovarium melalui proses ovulasi. 17,18 Proses ini tergantung dari pengaturan kerja hormon dari sistem hipothalamus- hipofisis glandula hipofisis yang akan melepaskan dua hormon gonadotropin yaitu Follicle Stimulating Hormone FSH dan Luteinizing Hormone LH. Pada permulaan siklus, hipothalamus akan melepaskan Gonadotropin Releasing Hormone GnRH yang akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk melepaskan hormon FSH kedalam aliran darah sehingga membuat sel-sel telur tersebut tumbuh didalam ovarium. Sekresinya dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium melalui mekanisme umpan balik negatif. 17,18 Ketika sel telur telah matang, Luteinizing Hormone LH akan dilepaskan dari kelenjar hipofisis anterior sebagai efek umpan balik negatif dari FSH untuk merangsang sekresi progesteron. LH membantu pengeluaran sel telur dari folikel ovulasi dan mengubah folikel yang sudah kosong ini menjadi korpus luteum. Korpus ini menghasilkan 6 progesteron. Progesteron membuat endometrium yang telah tumbuh tadi menjadi amat lembab dan siap untuk menjadi tempat implantasi sel telur yang telah dibuahi zygot. Jika terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan tetap bertahan beberapa lama sehingga kadar progesteron tetap tinggi dan pembelahan serta pertumbuhan sel zygot dapat terus berlangsung dan kehamilan dapat dipertahankan. Fungsi progesteron juga estrogen tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman implantasi zigot pada uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan. 17,18 Sebelum terjadinya kehamilan, ovum harus dibuahi terlebih dahulu oleh sel sperma melalui suatu proses yang disebut fertilisasi. Fertilisasi adalah proses peleburan antara sel telur dan sel sperma yang akan menghasilkan zygot. Zygot akan melakukan pembelahan secara mitosis sampai tahap 32 sel yang disebut dengan blastokist. Lapisan terluar blastokist disebut sebagai trofoblast yang berfungsi sebagai calon pembentuk plasenta. Pada hari ke 6-8 setelah fertilisasi, trofoblas akan menempel pada dinding uterus melakukan implantasi dan melepaskan hormon korionik gonadotropin. Hormon ini melindungi kehamilan dengan cara menstrimulasi produksi hormon estrogen dan progesteron sehingga mencegah terjadinya menstruasi. Hormon progesteron akan meningkat untuk mempersiapkan endometrium di awal kehamilan. 19,20 Berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi kerja dari sistem reproduksi wanita sangat tergantung dari kerja hormon yang mengaturnya di hipothalamus dan hipofisis. Gangguna yang berpotensi menghalangi kerja hormon teersebut diduga akan menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi. 20 Berawal dari laporan Robert Kwok mengenai Chinese Restaurant Syndrom pada tahun 1968 yang mengungkapkan keterlibatan monosodium glutamat sebagai salah satu bahan tambahan di dalam makanan yang dapat mengakibatkan beberapa gejala keracunan makanan pada manusia, maka beberapa tahun setelahnya dilakukan penelitian untuk membuktikan toksisitas monosodium glutamat pada makhluk hidup. Karena terkait masalah etika, maka banyak penelitian dilakukan hanya menggunakan hewan percobaan. 9 Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk mengetahui efek monosodium glutamat terhadap beberapa organ tubuh. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh monosodium glutamat terhadap sistem reproduksi pun telah dilakukan. Penelitian pertama dilakukan oleh Olney 1969 yang memberikan MSG secara subkutan pada mencit neonatal menyebabkan lesi pada otak dan setelah dewasa mencit tersebut dijumpai dalam keadaan obesitas dan infertil. 21 Penelitian selanjutnya dilakukan oleh 7 Redding T 1971 yang mengungkapkan bahwa pemberian MSG dapat menurunkan kadar GnRH dan LH di kelenjar hipofisis anterior. 22,23 Pada penelitian yang dilakukan oleh Lamperti dkk 1976 mengungkapkan bahwa monosodium glutamat menyebabkan lesi di bagian nukelus arkuata hipothalamus pada mencit yang akan menyebabkan beberapa perubahan pada sistem reproduksi, termasuk inhibisi perkembangan folikel di dalam ovarium. Pada tahun berikutnya, Lamperti 1977 kembali melakukan percobaan yang menunjukkan bahwa monosodium glutamat dapat menurunkan respons rangsangan terhadap Gonadotropin Releasing Hormone GnRH sehingga kadar FSH dan LH di dalam plasma darah ikut menurun. 23,24 Penelitian yang dilakukan oleh Susanto K 1987 terhadap anak tikus umur 5 hari yang induknya diberi MSG per oral selama gestasi dengan dosis 2400 mgkg berat badan, 4800 mgkg berat badan, dan 9600 mgkg berat badan, ternyata pada dosis 4800 mgkg berat badan terjadi kerusakan ringan dan berat pada sel neuron hipotalamus berupa edema sel dan edema sel disertai piknotik inti. Sedangkan pada dosis 9600 mgkg berat badan terjadi kerusakan berat pada sel neuron hipotalamus berupa edema sel dan piknotik inti. 25 Penelitian lain dilakukan oleh Pizzi dkk pada anak mencit jantan dan betina yang baru dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari ke-2 sampai hari ke-11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mgkg berat badan. Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina yang diberi MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang secara bermakna pada mencit betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit jantan yang diberi MSG, terjadi pengurangan berat kelenjar endoktrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, atau testis. Setelah dewasa, pada mencit betina yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi vagina dan mempunyai siklus estrus yang lebih panjang daripada kontrol. Setelah dewasa, pada mencin jantan yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda fertilitas menurun, misalnya berkurangnya berat testis, hipofisis, dan underscended testis. 26 Penelitian berikutnya dilakukan oleh Sutarno dkk yang memberikan MSG per oral dengan dosis 0, 77, 98, 119 and 140 mg200 g BB selama 30 hari. Hasilnya pemeriksaan pada siklus estrus menunjukkan pada fase diestrus akan memendek sedangkan fase proestrous dan oestrus memanjang. Pada pemeriksaan histologis tidak menunjukkan pengaruh pada jumlah folikel primer. Pada pemberian dosis 140 mg200 gBB jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan korpus luteum juga menurun sedangkan jumlah folikel atresia meningkat. Pemberian MSG juga menyebabkan peningkatan pada pelepasan sel 8 granulosa daro membran basalis, terdapat degenerasi sel di antara sel granulosa, kerusakan pada lapisan theca dan degenerasi dari ovum. 27 Gangguan hormonal akibat pengaruh MSG menyebabkan proses perkembangan folikel tidak berjalan normal sehingga sebagian besar folikel menjadi atretik. Peningkatan jumlah folikel atresia ini dimungkinkan akibat terhambatnya pematangan folikel ovarium mulai dari stadium perkembangan folikel primer hingga terjadinya ovulasi. Atresia merupakan gejala yang umum terjadi pada folikel ovarium hewan normal, namun pemberian MSG dapat meningkatkan jumlah folikel atresia. Pemberian MSG sebenarnya mempengaruhi ovarium secara keseluruhan dan saling berhubungan. Secara umum gangguan yang menyebabkan penurunan jumlah folikel sekunder akan menurunkan jumlah folikel tersier dan kemudian mempengaruhi penurunan jumlah korpus luteum dan peningkatan jumlah folikel atresia. Jika sejak tahap awal perkembangan folikel sudah terganggu maka tahap selanjutnya akan semakin terganggu. Jumlah korpus luteum yang sedikit menunjukkan jumlah folikel yang berovulasi juga sedikit karena banyak folikel yang mengalami atresia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Vitt et al 2000 dan Olney 1970, pemberian MSG pada hewan percobaan dapat menyebabkan gangguan produksi hormon FSH dan LH. Gangguan produksi hormon ini selanjutnya akan mempengaruhi gangguan struktur histologis ovarium. 28,29 Penelitian terbaru dilakukan oleh Eweka AO dan Om’Iniaboh’s 2007 yang memberikan MSG pada tikus Wistar dengan dosis 6 gr menyebabkan beberapa perubahan pada gambaran histologis ovarium berupa hipertrofi sel, dan degenerasi serta atrofi pada lapisan sel granulosa. Penemuan ini mengindikasikan bahwa dengan dosis yang lebih tinggi akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan oosit bahkan infertilitas. Pada penelitian ini juga memberikan gambaran kemungkinan bahwa monosodium glutamat bertindak sebagai toksin terhadap oosit dan folikel di dalam ovarium. Proses nekrosis sel melibatkan perusakan pada struktur dan integritas membran sel. 30 Dari beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek MSG terhadap sistem reproduksi, penelitian yang dilakukan oleh Lamperti 1977 adalah yang paling spesifik. Lamperti memberikan MSG 8mgmg BB pada hari ke 8 pada neonatal, dan pada hari ke-21 dikawinkan dengan menit jantan kemudian di hari ke-60 tikus dibunuh didapatkan berat ovarium, uterus dan hipofisis menurun. Pada pemeriksaan histologis didapatkan jumlah folikel sekunder menurun dan tidak ditemukannya korpus luteum dan folikel atresia. 24 Pemeriksaan Radio Immuno Assay RIA menunjukkan bahwa kadar FSH di dalam plasma darah juga menurun. Pada pemeriksaan Immuno Histo Chemistry IHC 9 pada eminentia mediana menunjukkan bahwa fluoresensi menurun menunjukkan jumlah katekolamin juga berkurang. Hal ini berhubungan dengan tubero-infundibular katekolaminergic pathway yang berasal dari badan sel arkuata dan nukleus paraventrikuler anterior hipothalamus sampai lapisan eksterna eminentia mediana. Katekolamin tdr dari akson yang berasal dari bagian anterior paraventrikular hipothalamus. Katekolamin terlibat dalam proses pelepasan LH dari eminentia mediana. Setiap perubahan pada level dopamin dan atau LHRH akan mempengaruhi sistem reproduksi. 31 Pada percobaan ini juga tidak ditemukan vaginal discharge yg menunjukkan adanya ovulasi dan pada pemeriksaan histologi, folikel hanya berkembang sampai tahap folikel sekunder terdapat inhibisi maturasi folikel. Perkembangan folikel yg terganggu ini mungkin disebabkan oleh level plasma FSH yang menurun akibat hilangnya nukleus arkuata. Nukleus arkuata yang intact ibutuhkan untuk produksi FSH yang cukup selama siklus estrus. 32 Menurut Blake skk beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan adanya disfungsi neuroendokrin pada tikus yang diberikan MSG berhubungan dengan hilangnya reseptor estrogen. Pada penelitiannya yang dilakukan pada tahun 1982 menghasilkan bahwa konsentrasi reseptor estrogen di sitoplasma tidak ada pengaruhnya terhadap pemberian MSG. Namun konsentrasi reseptor estrogen di hipothalamus menurun. Setelah dilakukan diseksi pada beberapa daerah di hipothalamus, pengurangan reseptor estrogen yang paling banyak dijumpai pada bagian arcuate-median eminence. Kelainan ini merupakan kemungkinan penyebab terjadinya gangguan pada sistem reproduksi pada tikus yang diberi MSG. 33 10

5. Kesimpulan