22 2. Pemeliharan induk dilakukan di kolam tanah dengan kepadatan 4-5 ekotm2, dan diberi
pakan pelet dengan protein minimal 25 dengan dosis 3-5per hari dan dengan frekuensi pemberian 4 kali.
3. Hanya induk betina matang gonad penuh yang dipijahkan, ditandai oleh gonad yang berkembang penuh hingga cephalothorax.
4. Induk dipijahkan dengan perbandingan jantan:betina = 1:3, dan dengan padat tebar 4-5 ekorm2.
5. Telur yang telah dibuahi disimpan induk betina dalam broodchamber-nya hingga menetas.
6. Jumlah telur merupakan salah satu indikasi baik tidaknya induk; dengan demikian perlu ditaksir jumlah telur yang dihasilkan.
7. Penetasan telur dilakukan dalam air bersalinitas 5-6 ppt pada suhu 29-31
o
C, DO cukup tinggi yaitu 5-7 ppm dan pH relatif netral 6,5-7,5. Sebelum ditetaskan, terlebih dahulu
induktelur disuci hamakan dengan larutan Malachyte green 1,5 ppm selama 25 menit.. 8. Pakan selama penetasan haruslah yang tidak potensial mengotori air media penetasan.
9. Hanya naupli dengan kualitas baik yang dibudidayakan.
2.4 PEMELIHARAAN LARVA HINGGA MENJADI BENIH
Umumnya ada tiga tingkatan pemeliharaan benih, yaitu : 1 Pemeliharaan larva, yaitu dari larva menjadi juvenil;
2 Pentokolan 1, yaitu dari juvenil menjadi juwana; dan 3 Pentokolan 2, yaitu dari juwana menjadi tokolan.
2.4.1 Pemeliharaan Larva.
Secara ringkas, pentahapan pemeliharaan larva meliputi : Penyiapan kolam, dan air media pemeliharaan,
Penebaran nauplii, PemberianPengelolaan pakan,
pengelolaan kualitas air,
23 Monitoring pertumbuhan,
Monitoring kesehatan, dan Pemanenan.
a Penyiapan Kolam dan Media Pemeliharaan
Tahapan: Bak dicuci bersih;
Disuci-hamakan, bisa dengan dijemur dibawah terik Matahari atau dengan
desinfektan misalnya kaporit 50-100 mgliter air 50-100 ppm; Dibilas dengan air sabun kemudian dicuci bersih;
Air bersih dari tandon dimasukkan ke dalam bak dengan disaring menggunakan
filterbag Gambar 13, hingga tinggi air 70-80 cm; Diaerasi.
Gambar 13. Pengisian air bak pemeliharaan larva, disaring dengan filter bag. b Penebaran Larva
Setelah satu hingga dua hari di bak penetasan, larva dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan larva Gambar 14. Padat penebaran larva antara 100
–150 ekorliter.
24
. c Pengelolaan pakan
Pakan alami
Pakan larva harus a berkualitas tinggi, b ukuran sesuai bukaan mulut larva dan c mudah tecerna. Pakan alami yang terbaik untuk larva udang galah adalah naupliii Artemia salina;
selain itu juga dapat digunakan Moina sp. atau dikenal sebagai kutu air. Contoh Artemia dan Kutu air disajikan pada Gambar 15.
Langkah awal adalah penentuan jumlah nauplii yang dibutuhkan; kebutuhan jumlah naupli dapat dihitung dengan rumus dari Mcvey, 1984, yaitu :
Gambar 15. Artemia salina dan kutu air Moina sp.. a Artemia dalam kaleng; b kista Artemia; c Artemia yang sudah menetas; d Moina sp.
25 Penetasan artemia perlu dilakukan dengan cermat agar diperoleh tingkat penetasan yang
tinggi. Teknik penetasan Artemia salina dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : Terlebih dahulu didekapsulasi;
Langsung ditetaskan.
Dekapsulasi adalah proses menyiapkan Artemia salina agar melunakkan cangkang kista Artemia. Manfaatnya adalah :
agar dapat diperoleh tingkat penetasan lebih tinggi; mengurangi resiko termakannya cangkang dari nauplii Artemia teknik penetasan
langsung; dan bisa langsung diberikan untuk larva ikan yang sudah cukup ukuran bukaan mulutnya.
Teknik penetasan langsung adalah dengan langsung menetaskan kista Artemia dalam larutan garam yang diaerasi kuat.
Peralatan dan bahan yang dipergunakan untuk dekapsulasi dan penetasan adalah : Bahan utk 100 g kista artemia:
a. Kapur CaO 25 g 2x12,5 g
b. Bleaching powder 55 g 2x27,5 g
c. Es batu secukupnya
d. Na-thiosulfat Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O 0,05 g minimal e. Garam murni
secukupnya f. Air bersih
secukupnya ALAT :
a. Wadah kapasitas 1 ltr 2 unit
b. Perangkat aerasi 2 bh
c. Filter bag dg plankton net mesh 250 um. 1 bh d. Thermometer
1 bh e. Pengaduk
1 bh
26 f. Timbangan ketelitian 0,01 g, kap 500 g
1 bh g. Wadah utk menimbang bahan
4 bh h. Centong
2 bh i. Slang sipon
1 bh j. Mikroskop
1 bh
PROSEDUR : Prosedur penetasan Artemia yang diawali dengan dekapsulasi disajikan Gambar 16,
dibawah ini.
27
28
Gambar 16. Prosedur penetasan kista Artemia.
Pemberian pakan dimulai pada hari ke tiga setelah menetas, dilakukan setiap hari setelah penggantian air atau siphon pada sore hari. Naupli Artemia salina diberikan kepada larva
setelah penggantian air air tersisa 25 bagian, dibiarkan selama ± ½ jam, untuk memberi kesempatan kepada larva untuk menangkap nauplii Artemia salina. Aerasi dihidupkan
kembali setelah selesai memberikan pakan. Pada hari-hari ke 4-5, Artemia salina sebaiknya diberikan pada malam hari. Jumlah nauplii disesuaikan dengan umur larva udang,
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Tabel 4. Variasi jumlah makanan larvahari selama pemeliharaan
Hari ke- Naupli Artemia salina ekor
Pakan Buatan, Berat Kering mg
3 5
4 10
5-6 15
7 20
8 25
9 30
10-11 35
12 40
Hari ke- Naupli Artemia salina ekor
Pakan Buatan, Berat Kering mg
13-14 45
70
15-24 50
80-90 25-30
45 100-180
30-++ 40
200 Sumber : AQUACOP, 1983 dalam Hadie dan Hadie, 1993
Perlu diperhatikan bahwa kepadatan nauplii Artemia menjadi patokan dalam pemberian pakan, karena larva tidak mengejar-ngejar nauplii. Bila kebutuhan 5 ekor, maka pada saat
mau pemberian berikut masih harus ada 1 ekor naupli; bila tidak ada berarti kurang, bila lebih perlu diidentifikasi masalahya. Cara praktis menentukan jumlah adalah untuk bak
29 volume air 10 ton, dibutuhkan 50-250 g kista Artemia untuk dapat dihasilkan 10-50 juta
nauplkii.
Pakan buatan
Pakan buatan sebagai pakan tambahan perlu diberikan untuk melengkapi kebutuhan gizi bagi larva udang, diberikan pada masa akhir stadia larva. Komposisi bahan pakan buatan
dan analisis proksimatnya ditampilkan pada Tabel 4 . Tabel 5. Komposisi bahan pakan buatan dan analisis proksimat
Bahan Pakan Prosentase
Cumi-cumi 27,6
Udang 27,6
Telur ikan 6,9
Telur Ayam 6,9
Minyak ikan 14,0
Vitamin 1,0
Garam 1,0
Alginate 15,0
Analisis Proksimat Prosentase
Protein 54,9
Lemak 19,7
Abu 7,7
Sumber : AQUACOP, 1977 dalam Hadie dan Hadie, 1993
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan buatan adalah ukuran pakan dan dosisnya harus sesuai dengan umur larva. Untuk memperoleh ukuran pakan yang sesuai,
dapat menggunakan saringan dengan ukuran tertentu. Ukuran pakan yang diberikan berdasarkan ukuran saringan menurut umur larva disajikan pada Tabel 5.
30
Tabel 6. Ukuran saringan menurut umur larva meshcm Umur larva hari
Ukuran saringan meshcm 12
13 14-15
25-30 30-pasca larva
16 16
8 8
8
d Kualitas air
Kualitas air merupakan faktor penting selama pembenihan berlangsung. Baik buruknya kualitas air akan sangat menentukan hasil yang akan dicapai. Air yang digunakan harus
memenuhi kriteria fisik, kimia, dan biologi.
Beberapa parameter kualitas air yang perlu dipantau antara lain oksigen terlarut DO, salinitas, derajat keasaman pH, dan suhu.
d1. Oksigen terlarut
Kandungan oksigen terlarut Dissolved Oxygen di dalam air merupakan sumber respirasi bagi larva, oleh karenanya harus selalu tersedia di dalam media. Keperluan organisme
terhadap oksigen terlarut relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kisaran oksigen terlarut 5 ppm atau lebih merupakan kadar yang cukup baik untuk
pertumbuhan larva udang galah. Kandungan oksigen dalam air media budidaya dipengaruhi oleh :
padat tebar udang atau biomas udang; banyak tidaknya kotoran atau senyawa-senyawa lain yang mengkonsumsi oksigen
dalam air media budidaya; tinggi rendahnya populasi organisme lain;
tingkat aerasi serta efektivitas absorbsi oksigen ke dalam air media budidaya; serta Tingkat pergantian air.
31
d2. Salinitas
Salinitas atau kadar garam yang terkandung dalam air merupakan salah satu parameter yang perlu diperhatikan dalam pembenihan. Udang galah memiliki toleransi salinitas berkisar
0-15 ppt. Pada fase larva udang galah mampu tumbuh dengan baik pada salinitas 10-15 ppt. Untuk kebutuhan kadar garam media pemeliharaan larva, dapat berasal dari air laut
dan dari garam dapur, atau campuran dari keduanya. Informasi terakhir adalah bahwa kombinasi air laut dengan garam dapat meningkatkan laju pertumbuhan larva udang galah
Khasani, 2010.
d.3 Derajat keasaman pH