Dekripsi Teori KAJIAN PUSTAKA

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Dekripsi Teori

1. Pembelajaran Kimia Kimia merupakan anggota dari Ilmu Pengetahuan Alam natural science yang didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang susunan sifat perubahan materi dan energi yang menyertai perubahan tersebut Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman 2011, sedangkan tujuan pembelajaran kimia disampaikan Sastrawijaya 1998 adalah untuk memperoleh pemahaman yang tahan lama perihal fakta, kemampuan mengenal dan memecahkan masalah, mempunyai keterampilan dalam menggunakan laboratorium, serta mempunyai sikap ilmiah yang dapat dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Bernadib 1976 menjelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam IPA adalah ilmu yang obyeknya berada di alam dengan berbagai sifat yang dimiliki oleh ilmu tersebut adalah berupa eksperimental, empiris, analitis, dan sintetis. Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman 2011 menambahkan bahwa IPA atau dapat pula disebut dengan sains merupakan pengetahuan yang kebenarannya sudah diujicobakan secara empiris melalui metode ilmiah. Peran metode ilmiah terhadap diterimanya sebuah pengetahuan menjadi sangat penting, sama halnya dengan empiris yang menjadi ciri khusus dari identitas sains. Merujuk dari berbagai penjelasan tersebut, maka ilmu kimia yang merupakan bagian dari sains tentu akan memiliki sifat-sifat yang serupa pada sains. 10 2. Analisis Soal Soal merupakan salah satu instrumen evaluasi hasil belajar yang harus memiliki tiga persyaratan minimal. Persyaratan tersebut berupa persyaratan substansi, persyaratan konstruksi dan persyaratan bahasa, sedangkan untuk soal ujian sekolah dan ujian nasional perlu ditambah persyaratan yang berupa validitas dan reliabilitas. Berdasarkan hal itu, maka analisis butir soal diarahkan untuk mencermati apakah setiap butir soal telah mengandung persyaratan yang diajukan Sukiman, 2012. Analisis soal menurut Surapranata 2004, merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui berfungsi atau tidaknya sebuah soal. Umumnya, analisis soal dibagi menjadi dua cara, yaitu analisis kualitatif qualitatif control atau dapat disebut dengan validitas logis logical validity, dan analisis kuantitatif quantitatif control atau dapat disebut dengan validitas empiris empirical validity. a. Analisis kualitatif Analisis kualitatif terhadap soal merupakan suatu penelaahan terhadap soal ditinjau dari segi teknis, isi, dan editorial. Analisis teknis merupakan penelaahan soal yang didasarkan pada prinsip-prinsip pengukuran dan format penulisan soal. Analisis isi merupakan penelaahan yang dikhususkan pada kelayakan pengetahuan yang ditanyakan pada soal sedangkan analisis editorial merupakan penelaahan soal yang yang berkaitan dengan keseluruhan format dan keajegan editorial dari soal yang satu ke soal yang lainnya. 11 Selain pengkategorian tersebut, analisis kualitatif dapat pula dikategorikan dari segi materi, konstruksi dan bahasa. Analisis dari segi materi merupakan suatu telaah yang berkaitan dengan substansi keilmuan yang ditanyakan dalam soal serta tingkat kemampuan yang sesuai dengan soal, analisis konstruksi merupakan suatu telaah yang berkaitan dengan teknik penulisan soal sedangkan analisis bahasa lebih mnyorot pada aspek penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut EYD. Lebih lanjut Sukiman 2012 menyatakan bahwa analisis kualitatif dapat dilakukan sebelum maupun sesudah dilaksanakan uji coba soal. Analisis ini dilakukan dengan mencermati setiap butir soal terhadap pemenuhan persyaratan substansi, konstruksi maupun bahasa. Instrumen yang digunakan dapat berupa lembar analisis soal. b. Analisis kuantitatif Analisis kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana soal dapat membedakan antara peserta didik berkemampua tinggi dengan peserta didik yang memiliki kemampuan rendah dalam hal yang didefinisikan dalam kriteria. Analisis ini menekankan pada analisis karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara empiris. Karakteristik yang dimaksud meliputi parameter tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas. Khusus untuk soal yang berbentuk pilihan ganda, terdapat dua tambahan parameter, yaitu peluang untuk menebak jawaban benar dan berfungsi tidaknya pilihan jawaban, yaitu penyebaran semua alternatif jawaban dari subyek-subyek yang dites. 12 3. Literasi Sains Literasi sains science literacy berasal dari dua kata dari bahasa latin, yaitu literatus yang artinya ditandai dengan huruf, melek huruf atau berpendidikan, dan scienta yang artinya memiliki pengetahuan. Literasi sains menjadi penting dikuasai oleh setiap peserta didik, hal ini berhubungan dengan cara peserta didik untuk memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat global dimana kemajuan sains dan teknologi sangat berpengaruh. Tujuan pendidikan sains sendiri adalah untuk meningkatkan kompetensi peserta didik guna memenuhi kebutuhan hidup dalam berbagai situasi yang sedang terjadi. Dengan kompetensi tersebut, peserta didik akan mampu membangun dirinya untuk dapat belajar lebih lanjut dan dapat hidup di masyarakat modern saat ini Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman, 2011. Berbagai definisi literasi sains telah disampaikan, salah satunya OECD 2006 yang mendefinisikan literasi sains sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti untuk membantu dalam pembuatan keputusan yang berhubungan dengan alam dan perubahan yang berasal dari aktifitas manusia. Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman 2011 mendefinisikan literasi sains sebagai “Suatu kemampuan seseorang untuk memahami sains, mengkomunikasikan sains lisan dan tulisan, serta menerapkan pengetahuan sains untuk memecahkan masalah sehingga memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains ” h.8. 13 Selain pengertian tersebut, literasi sains dapat dipandang dari dua segi, Mohapatra 2013 menyampaikan dua pandangan literasi sains sebagai berikut: 1. Memandang literasi sains sebagai pusat untuk pengetahuan sains. Pandangan ini membangun gagasan bahwa terdapat gagasan mendasar dalam sains yang sangat penting yaitu terdapat kandungan sains yang merupakan komponen penting dari literasi sains. 2. Memandang literasi sains menunjuk pada kegunaannya dalam masyarakat. Pandangan tersebut menjelaskan bahwa literasi sains merupakan suatu hal yang perlu dimiliki untuk dapat menghadapi tantangan perubahan dunia yang sangat cepat sehingga pandangan ini menunjuk pada pembangunan life skills. Pada dasarnya hakikat sains terdiri dari tiga unsur utama, yaitu sains sebagai proses, sains sebagai produk dan sains sebagai sikap. Sains sebagai proses selalu merujuk pada aktivitas ilmiah yang dilaksanakan oleh para ahli sains. Aktivitas ilmiah tentu memiliki ciri tersendiri yang membedakan dengan aktivitas non ilmiah, diantaranya adalah rasional, kognitif dan bertujuan. Selain hal tersebut dalam kaitannya dengan sains sebagai proses, sains juga merupakan suatu prosedur. Prosedur yang dimaksud merupakan suatu prosedur ilmiah, dengan langkah yang ditempuh meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan. Sains sebagai produk ilmiah, dapat berupa fakta, konsep, lambang, konsepsi dan teori. Ketika seorang ilmuwan mengamati fenomena alam, mereka mendapatkan sejumlah fakta dan informasi mengenai fenomena tersebut. Melalui itu semua, para ilmuwan dapat membangun konsep-konsep sains. Konsep yang 14 telah teruji kebenarannya dapat digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan melalui teknologi yang dikembangkan. Hukum, teori, postulat dan segala bentuk produk sains menjadi dasar utama untuk pembuatan berbagai macam teknologi. Sikap ilmiah merupakan sikap yang diperlihatkan ilmuwan saat melakukan berbagai aktivitas ilmiah terkait dengan profesi yang dimilikinya sebagai seorang ilmuwan, dengan kata lain sikap ilmiah dapat diartikan sebagai kecenderungan individu untuk bertindak atau berperilaku dalam memecahkan masalah sistematis melalui langkah ilmiah. Sikap ilmiah yang dapat dikembangkan dapat berupa rasa ingin tahu, jujur objektif, terbuka, toleran,tekun, optimis, kritis, berani dan mau bekerja sama Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman, 2011. PISA 2006 mengkarakteristikan literasi sains dalam empat aspek yang saling berhubungan, yaitu konteks context, pengetahuan knowledge, kompetensi competencies, dan sikap attitudes. a. Konteks Konteks yang disajikan dalam PISA 2006 lebih pada situasi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk sains dan teknologi. Konteks sains yang disajikan tersebut terdiri dari kesehatan, sumber daya alam, lingkungan, bahaya, sains dan teknologi yang dalam pengaplikasiannya dapat secara personal, sosial maupun global. b. Pengetahuan Memahami alam semesta sebagai dasar dari ilmu pengetahuan terdiri dari pengetahuan tentang alam, dan pengetahuan tentang ilmu pengetahuan itu sendiri. c. Kompetensi 15 Menunjukkan kompetensi yang terdiri dari mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti yang ada. d. Sikap Menunjukkan ketertarikan dalam sains, mendukung penyelidikan ilmiah, dan motivasi untuk bertanggungjawab seperti terhadap sumber daya alam dan lingkungan OECD, 2006. Literasi sains adalah sebuah konsep yang sangat luas, mengajarkan subjek khusus dalam pendidikan sains harus berkontribusi pada tujuan melatih literasi sains seseorang. Mengajarkan kimia memberi kontribusi pada literasi kimia pada khususnya, dan literasi sains pada umumnya. Pehaman akan ilmu kimia sangat penting dimiliki seseorang, hal ini karena pada kenyataannya lingkungan fisik atau keseharian seseorang sangat dipengaruhi oleh kimia dan dipenuhi dengan berbagai macam produk kimia. Memahami berbagai penjelasan yang ada dalam kimia juga sangat penting bagi kebanyakan orang, hal ini karena penjelasan tersebut memiliki aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Memahami kimia dan kemampuan untuk menerapkan pemahaman itu terhadap kehidupan sehari- hari adalah yang disebut sebagai literasi kimia Celik, 2014. Shwartz 2006 membagi literasi kimia menjadi empat dimensi pokok, yaitu dimensi saintifik dan pengetahuan konten kimia, dimensi kimia dalam konteks, dimensi keterampilan berfikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skills HOTS dan dimensi pada aspek afektif. Dimensi saintifik dan pengetahuan 16 konten kimia terbagi menjadi dua aspek yaitu ide saintifik umum dan karakteristik kimia ide pokok. a. Dimensi saintifik dan pengetahuan kimia 1 Ide saintifik umum Dalam dimensi ini dijelaskan bahwa kimia merupakan salah satu disiplin ilmu eksperimental, seorang kimiawan membuat rumusan masalah saintifik dan membuat hipotesis, selain itu seseorang yang memiliki literasi kimia harus memahami konsep dasar ilmiah, seperti kimia itu adalah cabang ilmu pengetahuan dan melibatkan teori-teori yang membantu menjelaskan dunia alam, dan pengetahuan yang diperoleh dari studi kimia dapat ditransfer dan diterapkan pada topik lain dalam sains dan teknologi Shwartz, 2006. Mengingat begitu banyaknya tipe pengetahuan, khususnya dalam psikologi kognitif yang digunakan dalam kerangka kerja, terdapat empat tipe pengetahuan umum, meliputi pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognitif. Keempat tipe tersebut disebut dengan dimensi pengetahuan. Kimia yang merupakan anggota dari ilmu pengetahuan, untuk mempelajarinya tentu memerlukan keempat tipe pengetahuan tersebut untuk dapat membantu memahami sifat kompleks pembelajaran dikelas. Definisi setiap dimensi pengetahuan oleh Kuswana 2012 dapat dijabarkan sebagai berikut: a Pengetahuan faktual Pengetahuan faktual merupakan pengetahuan yang memiliki ciri tampak lebih nyata dan operasional, bersifat penjelasan singkat atau kebendaan yang 17 dapat diobservasi lebih mudah. Pengetahuan tersebut meliputi definisi pengetahuan, pengetahuan umum dan bagiannya, atau bentuk dari bagian-bagian suatu benda baik dalam bentuk proses maupun hasil pekerjaan manusia maupun alam. Lebih lanjut, Siregar dan Nara 2011 menambahkan bahwa pengetahuan faktual berisi unsur dasar yang harus diketahui ketika peserta didik diperkenalkan terhadap suatu mata pelajaran atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu low level abstraction. Selain itu, Suyono dan Hariyanto 2014 mencoba menjelaskan mengenai definisi fakta. Menurutnya fakta dinyatakan sebagai segala hal yang berwujud kenyataaan atau kebenaran, meliputi nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen dari suatu benda. b Pengetahuan konseptual Konsep merupakan segala hal yang berwujud pengertian-pengertian yang dapat timbul dari hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, dan hakikat inti isi Suyono dan Hariyanto, 2014, sedangkan pengetahuan konseptual adalah pengetahuan yang lebih rumit dalam bentuk pengetahuan yang tersusun sistematik sesuai dengan disiplin ilmu yang relevan. Pengetahuan konseptual dapat berupa pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur. Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori meliputi kategori-kategori, bagian-bagian, dan penyusunan yang digunakan dalam isi materi yang berbeda. Pengetahuan ini, umumnya merefleksikan pemikiran para ahli dalam menyelesaikan suatu masalah. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi 18 meliputi berbagai abstraksi yang menyimpulkan fenomena penelitian. Abstraksi tersebut memiliki nilai yang sangat besar dalam mendeskripsikan, memprediksikan, atau untuk menentukan tindakan yang paling tepat dan relevan yang harus diambil. Contoh pengetahuan ini dapat berupa pengetahuan prinsip- prinsip utama dalam pembelajaran, pengetahuan dasar-dasar kimia yang relevan dalam proses kebudayaan dan kesehatan. Pengetahuan tentang teori model dan struktur merupakan pengetahuan dasar dan generalisasi dengan timbal balik yang jelas, pandangan ynag sistematis dari fenomena rumit, masalah atau materi. Pengetahuan mengenai hubungan timbal balik antara prinsip kimia sebagai dasar untuk teori kimia merupakan salah satu contoh dari pengetahuan ini. c Pengetahuan prosedural Prosedur didefinisikan oleh Suyono dan Hariyanto 2014 sebagai langkah sistematis atau berurutan dalam melakukan sesuatu aktivitas ataupun kronologi suatu sistem. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu hal. Pengetahuan ini dapat berupa keterampilan, algoritma, teknik-teknik dan metode yang secara keseluruhan dikenal sebagai prosedur atau serangkaian langkah. Pengetahuan tentang algoritme dapat diperoleh melalui latihan materi matematika. Pengetahuan tentang metode dan teknik khusus berupa pengetahuan yang sangat luas yang diperoleh dari hasil konsensus, pesetujuan, ataupun norma- norma dari suatu disiplin ilmu yang relevan. Contoh pengetahuan ini adalah pengetahuan teknik-teknik yang digunakan oleh ilmuwan dalam menyelesaikan suatu masalah, sedangkan contoh untuk pengetahuan tentang kriteria menentukan 19 prosedur yang tepat dapat berupa pengetahuan kriteria untuk menentukan prosedur statistik dalam mengolah data eksperimen, pengetahuan kriteria untuk menentukan teknik-teknik dalam menyelesaikan pekerjaan teknis. d Pengetahun metakognitif Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan mengenai pengertian umum atau mengenai pengertian itu sendiri dari disiplin ilmu yang relevan, sedangkan Siregar dan Nara 2011 mendefinisikan pengetahuan metakognitif ini sebagai pengetahuan tentang pemahaman umum, meliputi kesadaran tentang sesuatu dan pengetahuan tentang pemahaman terhadap pribadi seseorang. 2 Karakteristik kimia ide pokok Dalam aspek karakteristik kimia ide pokok dijelaskan bahwa kimia merupakan ilmu yang menjelaskan berbagai fenomena makro dalam bentuk struktur molekul dari sebuah hal, menginfestigasi dinamika proses dan reaksi, menginfestigasi perubahan energi selama reaksi kimia, menjelaskan kehidupan dalam struktur-struktur kimia dan proses-proses dalam sistem kehidupan, serta menggunakan bahasa yang spesifik Shwartz, 2006. Pengertian yang sama juga disampaikan oleh Celik 2014 yang menyatakan bahwa orang yang memiliki literasi kimia juga harus mengetahui tujuan dasar bidang kimia. Ini mencakup prinsip-prinsip yang diajarkan kimia untuk memahami fenomena makroskopis dengan menggunakan tingkat submikroskopis dan simbolis kimia. Orang yang memiliki literasi kimia harus menghargai dan bisa menggunakan pengetahuan ini dalam kehidupan sehari-harinya. 20 Menitikberatkan dari penjelasan tersebut, dapat terlihat bahwa ilmu kimia dalam membantu menjelaskan suatu fenomena agar konsep kimia lebih mudah dipahami membutuhkan suatu bentuk representasi. Thomas 2017 menyatakan bahwa representasi dan kegunaannya dalam pendidikan kimia sangat penting bagi keberlangsungan proses belajar peserta didik, mengingat karaktristik ilmu kimia yang sangat kompleks dan abstrak sehingga membutuhkan kemampuan untuk dapat menyusun hubungan antara tingkat representasi. Representasi kimia dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu representasi makroskopik, representasi submikroskopik dan representasi simbolik. Ketika kemampuan untuk menghubungkan ketiga tingkat representasi tersebut dapat berlangsung, maka dapat dimulailah kemampuan berfikir untuk membangun pemahaman tentang kimia. Ketiga tingkat representasi tersebut didefinisikan Alex Johnstone sebagai “the macroscopic level as involving observable phenomena that could be experienced through touch, smell and sight; the representational level as involving symbols, chemical formulas, graphs, and symbols; and the submicroscopic form as involving particles such as atoms, molecules and ions ” Nyachwaya Wood, 2014, h. 721. Pengertian tersebut memberikan makna bahwa representasi pada tingkat makroskopik merupakan segala hal atau fenomena yang tampak yang dapat dialami melalui sentuhan, bau dan penglihatan, representasi pada tingkat simbolik dapat berupa rumus kimia, grafik dan simbol-simbol, sedangkan representasi pada 21 tingkat submikroskopik dapat dimaknai sebagai bentuk representasi yang mampu memberikan pemahaman dalam tingkat partikel seperti atom, molekul dan ion. Dalam mempelajari ilmu kimia, huruf alfabet dapat menjadi simbol suatu unsur kimia, suatu kata dapat menjadi simbol dari rumus kimia suatu zat. Bahasa simbol tersebut perlu dipahami ketika mempelajari kimia. Kurangnya pemahaman mengenai hal itu dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman konsep Markic . Childsb, 2016. b. Dimensi kimia dalam konteks Dimensi kimia dalam konteks yang disampaikan Shwartz 2006 bermakna bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kimia tentu akan dapat mengetahui peran penting pengetahuan kimia dalam menjelaskan fenomena yang ada dalam kehidupan sehari-harinya, dapat menggunakan pemahaman kimianya dalam pengambilan keputusan dan partisipasi dalam masalah sosial yang berhubungan dengan isu-isu kimia, dan sebagai konsumen akan produk dan teknologi baru, selain itu seorang yang berpengetahuan kimia dapat mengerti tentang hubungan antara inovasi kimia dan proses sosial. Situasi atau konteks merupakan aplikasi dari konsep-konsep sains. PISA 2006 menggunakan lima ranah konteks yang berupa sumber daya alam, lingkungan, bahaya, sains dan teknologi yang pengaplikasiannya dapat secara personal, sosial maupun global. Dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual atau biasa disebut dengan Contextual Teaching and Learning CTL, konteks merupakan hal mendasar yang menjadi ciri dari pendekatan tersebut. CTL 22 merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengakitkan antara dunia nyata yang ada disekitar peserta didik dengan materi yang akan diajarkan, dengan adanya konteks ini diharapkan dapat mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya yang ada dikehidupan nyata sebagai anggota dari keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, hasil belajar dapat lebih bermakna bagi peserta didik Siregar Nara, 2011. c. Dimensi keterampilan berfikir tingkat tinggi High Order Thinking Skills Shwartz 2006 menyatakan bahwa seseorang yang berpengetahuan kimia, akan dapat membuat pertanyaan, mencari informasi dan mampu menghubungkannya ketika dibutuhkan dalam situasi tertentu. Pengertian tersebut mengindikasikan bahwa untuk memiliki literasi kimia, seseorang harus memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi. Definisi mengenai kemampuan berfikir tingkat tinggi atau HOCS dinyatakan pula oleh Zoller dan Pushkin 2007, HOCS Higher Order Cognitive Skills merupakan pertanyaan yang meminta untuk berfikir kritis, berfikir lateral, membuat suatu keputusan, pemecahan masalah, befikir evaluatif, dan kemampuan untuk mentransfer pengetahuan. Zoller dan Tsaparlis dalam Karamustafaoglu, Sevim, Karamustafaoglu dan Epni, 2003 menyatakan pula bahwa masalah yang dihadapi merupakan masalah yang tidak familiar untuk peserta didik, yang memerlukan sebuah pemecahan yang lebih dari pengetahuan dan aplikasi alogaritme, namun lebih kepada kemamupuan penalaran, membuat keputusan, analisis, sintesis dan berfikir kritis. 23 EPI Educational Partner, INC menyatakan bahwa dimensi kognitif Blooms yang dianggap mendasari dimensi kemampuan berfikir tingkat tinggi adalah kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi. Dimensi kognitif yang disampaikan tersebut mengacu pada taksonomi Blooms yang lama. Anderson dan Krathwohl telah berhasil melaksanakan revisi terhadap taksonomi Blooms dengan menghilangkan kemampuan sintesis dan menambahkan kemampuan baru yang berupa mencipta. Kuswana 2012 mendefinisikan keenam dimensi proses kognitif revisi taksonomi Blooms tersebut sebagai berikut: 1 Mengingat, memiliki makna mendapatkan kembali atau pengembalian pengetahuan yang relevan yang tersimpan dalam memori jangka panjang 2 Memahami, memiliki makna mendeskripsikan susunan dalam artian pesan pembelajaran, mencakup oral, tulisan dan komunikasi grafik 3 Menerapkan, memiliki makna adanya penggunaan prosedur dalam menghadapi situasi 4 Menganalisis, memiliki makna memecah materi menjadi bagian-bagian pokok, menggambarkan setiap bagian tersebut, menghubungkannya menjadi satu sama lain sehingga membentuk sebuah struktur atau tujuan 5 Mengevaluasi atau menilai, memiliki makna melakukan suatu penilain yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu, dan 6 Mencipta, memiliki makna yang berupa menempatkan bagian-bagian secara bersama-sama ke dalam ide, semuanya saling berhubungan untuk membuat hasil yang baik d. Dimensi aspek afektif 24 Dalam dimensi aspek afektif ini Shwartz 2006 menganggap orang yang berpengetahuan kimia mempunyai pandangan yang menyeluruh dan realistis dalam masalah kimia dan pengaplikasiannya. Terlebih lagi, seorang tersebut menunjukkan adanya rasa tertarik terhadap isu kimia. Aspek afektif oleh Siregar dan Nara 2011 dijelaskan sebagai perilaku yang dimunculkan oleh seseorang, sebagai tanda kecenderungan orang tersebut untuk mengambil keputusan untuk beraksi dalam lingkungan tertentu. Joesmani 1988 menyatakan bahwa domain afektif berhubungan dengan sikap, perasaan apresiasi dan minat terhadap suatu hal. H. J. X. Fernandes dalam bukunya Testing and Measurenment dan Gilbert Sax dalam bukunya Principle of Educational Psycological Measurenment and Evaluation menyatakan sikap adalah suatu rentangan positif negatif yaitu suka tidak suka terhadap suatu kelompok khusus, lembaga, konsep, dan obyek, dengan tingkat positif atau negatif terhadap obyek tersebut berarti tidak hanya dua pola yang bertentangan tetapi masih terdapat pola yang dapat dideteksi diantara dua pola yang positif dan negatif ini. Sikap attitude dalam literasi sains mengindikasikan adanya ketertarikan terhadap sains, adanya dukungan terhadap penelitian ilmiah, dan adanya dorongan bertanggungjawab terhadap setiap tindakan yang dilakukan, sebagai contoh dalam sumber daya alam dan lingkungan tempat tinggal OECD, 2006. Lebih lanjut, Joesmani 1988 menyebutkan pula bahwa domain afektif dibagi menjadi lima kategori, dimulai dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat tinggi, yaitu menerima receiving, merespon responding, penghargaan valuing, 25 mengorganisasikan organization dan mempribadi atau mewatak Characterization by value orvalue complex. Menerima receiving, merupakan suatu sikap yang menunjukkan kesediaan atau kesiapan seseorang dalam menerima suatu fenomena khusus atau sebuah rangsangan tertentu. Kemauan untuk menerima adanya suatu eksistensi dapat menimbulkan minat untuk memperhatikan, hal tersebut akan membangkitkan kesadaran peserta didik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajari di kelas. Merespon responding, menunjukkan sikap partisipasi yang aktif dari diri peserta didik. Merespon tidak hanya sekedar memperhatikan tetapi juga ikut terlibat secara aktif dalam situasi tersebut. Dalam hal ini, kemampuan yang diharapkan akan muncul adalah timbulnya kesadaran diri untuk mengikutsertakan diri secara suka rela terhadap suatu kegiatan sehingga dapat memberi kepuasan bagi dirinya sendiri. Penghargaan valuing didefinisikan sebagai suatu sikap yang menunjukkan adanya penghargaan atau penilaian peserta didik terhadap suatu obyek, fenomena ataupun perilaku tertentu. Penilaian yang dimaksud adalah dimulai dari tingkat rendah yaitu ketersediaan menerima suatu fenomena acceptance of a value sampai dengan tingkat menjadikan nilai tersebut sebagai miliknya commitment. Merujuk dari pengertian tersebut, maka penghargaan didasari oleh internalisasi suatu perangkat nilai yang selanjutnya akan diwujudkan dalam perilaku. Kemampuan yang diharapkan akan muncul pada diri peserta didik adalah konsistensi yang mantap terhadap nilai-nilai yang telah diterimanyaa 26 sehingga sangat berkaitan dengan pembentukan sikap attitudes dan apresiasi appreciation. Mengorganisasikan organization, menunjukkan kepada sikap yang dapat mengorganisasikan nilai-nilai dari berbagai nilai yang berbeda, bahkan yang bertolak belakang satu dengan yang lainnya. Kemampuan yang diharapkan terbentuk adalah pembentukan konsep nilai dan pengorganisasian sistem nilai pada diri peserta didik, dalam proses pembelajaran digunakan untuk mengajarkan perkembangan filsafat hidup the development of philosophy of life. Mempribadi Characterization by value orvalue complex, berarti individu telah memiliki sistem nilai yang dapat mengontrol perilakunya dalam kehidupan sehari-hari hingga berkembang menjadi gaya hidup life style. Perilaku yang diharapkan yang akan muncul dalam proses pembelajaran berada pada rentang yang luas dengan tekanan utamanya adalah kenyataan bahwa peserta didik telah mempunyai perilaku khusus sebagai kharakteristiknya serta mempunyai pola tersendiri dalam penyesuaian pribadi, sosial dan emosional Joesmani, 1988.

B. Kerangka Berpikir