BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa, “Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan kota yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu, mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang- Undang”. Selanjutnya dalam
Pasal 18 ayat 2 menyatakan bahwa, “Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Berdasarkan dari Pasal 18 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 ini, maka diaturlah masalah tentang pemerintahan daerah ke dalam Undang-Undang No. 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diamandemen dengan Undang-undang No. 2 Tahun 2015 jis. Undang-undang No. 9 Tahun 2015,
sebagai pengganti Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan b ahwa, “Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1
Tahun 1945”. Selanjutnya, dalam Pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa, “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dalam pelaksanaan otonomi
daerah ini terdapat pada daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Walaupun menganut prinsip otonomi seluas-luasnya tetap ada pembagian mengenai urusan
wajib antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahannya berwenang untuk mengeluarkan dan
menggunakan hukum untuk mengatur masyarakatnya, tentu saja hukum tersebut harus ditegakan dan diterapkan di dalam masyarakat agar nantinya hukum
tersebut dapat mendorong terjadinya perubahan di dalam masyarakat agar menjadi lebih baik.
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Badung berwenang untuk mengatur dan mengeluarkan peraturan mengenai Daerah
Kawasan Sempadan Pantai yang kemudian diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
RTRW Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 selanjutnya disebut Perda Kabupaten Badung Tentang RTRW.
Penegakan Perda Kabupaten Badung tentang RTRW mengenai penataan kawasan lindung yang dalam hal ini kawasan sempadan pantai termasuk dalam
kawasan Perlidungan Setempat, belum terlihat direalisasikan dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satu bukti belum terealisasikannya peraturan
daerah ini diantaranya adalah dengan masih adanya pelanggaran-pelanggaran atas
aturan hukum yang berlaku, dimana terdapat pelanggaran atas pendirian suatu bangunan yang melewati garis batas sempadan pantai dan pengklaiman daerah
pantai yang menyebabkan terganggunya kepentingan umum. Berdasarkan Pasal 25 Perda Kabupaten Badung tentang RTRW yang dimaksud dengan kawasan
Perlindungan Setempat, yaitu : Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat 2 huruf b, dengan luas kurang lebih 1.113,31 Ha seribu tiga belas koma tiga satu hektar atau 2,66 dua koma enam enam persen dari luas
wilayah Kabupaten, terdiri atas: a.
Kawasan Suci; b.
Kawasan Tempat Suci; c.
Kawasan Sempadan Pantai; d.
Kawasan Sempadan Sungai; e.
Kawasan Sempadan Wadukestuary dam; dan f.
Kawasan Sempadan Jurang.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 33 Perda Kabupaten Badung tentang RTRW yang dimaksud dengan kawasan sempadan pantai adalah “Kawasan perlindungan
setempat sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan kesucian pantai, keselamatan bangunan, dan
ketersedian ruang untuk lalu lintas umum”.
Bali merupakan daerah pariwisata yang perkembangannya sangat pesat. Bali sudah dikenal sebagai daerah tujuan wisata sejak jaman kolonial Belanda.
Daya tarik Bali sebagai daerah tujuan wisata tidak hanya dikarenakan oleh keunikan budayanya saja, tetapi juga dikarenakan oleh keindahan alam yang
dimiliki Pulau Bali. Salah satu keindahan alam yang dimiliki Bali yang sangat sering dikunjungi oleh wisatawan adalah keindahan pantainya. Salah satu daerah
yang sering dikunjungi oleh wisatawan karena keindahan pantainya adalah Pantai
Seminyak. Oleh karena itu Bali merupakan tempat yang digunakan sebagai suatu peluang besar yang digunakan oleh negara ini untuk meningkatkan devisa negara
bahkan mampu untuk meningkatkan perkonomian masyarakat sekitarnya, sehingga banyak warga masyarakat, kelompok, individu, dan investor asing
datang untuk memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan perekonomiannya. Namun pesisir atau wilayah pantai merupakan wilayah yang sangat rentan
terhadap perubahan, baik perubahan alam maupun perubahan akibat ulah manusia yang dewasa ini terjadi karena banyak investor asing yang mengeksploitasi
wilayah pantai hanya demi kepentingan pemilik modal besar. Desakan kebutuhan ekonomi telah menyebabkan wilayah pantai yang
seharusnya menjadi wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan fungsinnya lagi sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan
pantai.
1
Pantai-pantai yang seharusnya terbuka untuk kepentingan umum kini telah dimonopoli oleh pihak bermodal besar dengan membangun hotel-hotel,
restaurant, dan café-cafe yang seharusnya dibangun dengan jarak paling minim 25 meter dari garis batas air pasang ternyata dibangun dan berdiri dibibir pantai
bahkan sampai menjorok ke laut yang melewati batas garis kawasan sempadan pantai.
2
Banyaknya bangunan-bangunan disepanjang pantai yang menyebabkan kerusakan lingkungan pantai tetap saja bisa dibangun oleh masyarakat atau
1
Nanin Trianawati Sugito dan Dede Sugandi, 2013, “Urgensi Penentuan dan Penegakan
Hukum Kawasan Sempadan Pantai ”, Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, h. 2.
2
Denpost, 2015, “Pelanggaran Sempadan Pantai dan Tebing Marak”, URL :
http:denpostnews.com . diakses tanggal 3 Oktober 2015.
investor asing walaupun pengaturan mengenai batasan-batasan tentang kawasan sempadan pantai telah diatur. Sementara pantai terkikis ombak, sempadan yang
tersisa pun ikut termakan sarana wisata.
3
Oleh karena itu, pemerintah daerah harus segera memberikan perhatian dan penanganan serius berkaitan dengan hal ini.
Pengaturan mengenai batasan-batasan tentang kawasan sempadan pantai ini telah diatur dalam Pasal 74 ayat 1 Perda Kabupaten Badung tentang RTRW
yaitu mengenai ketentuan umum Peraturan Zonasi Kawasan Sempadan Pantai. Ketentuan umum ini meliputi dimana daratan sepanjang tepian laut dengan jarak
paling sedikit 100 m seratus meter dari titik pasang air laut tertinggi kearah darat. Lalu Untuk pantai yang berbatasan langsung dengan jurang tebing, jarak
sempadannya mengikuti ketentuan Sempadan Jurang. Kemudian Ruang Kawasan Sempadan Pantai merupakan ruang terbuka untuk umum dan bangunan yang
diperkenankan adalah bangunan-bangunan fasilitas penunjang wisata non permanen dan kotemporer, bangunan umum terkait sosial keagamaan, bangunan
terkait Kegiatan Perikanan tradisional dan dermaga, bangunan pengawasan pantai, bangunan pengamanan pantai dari abrasi, bangunan evakuasi bencana, dan
bangunan terkait pertahanan dan keamanan. Selain itu dalam pasal 74 ayat 1 ini juga diatur mengenai pengamanan Kawasan Sempadan Pantai, pemanfaatan
Kawasan Budidaya, serta pengelolaan Kawasan sempadan pantai. Pasal 74 ayat 1 Perda Kabupaten Badung tentang RTRW menyatakan
bahwa seperti tersebut di atas mengenai ketentuan umum peraturan zonasi
3
Kompasiana, 2015, “Ketika Sempadan Pantai Termakan Sarana Wisata”, URL : http:www.kompasiana.com
. diakses tanggal 3 Oktober 2015.
kawasan sempadan pantai, sehingga apabila terjadi pembangunan pendirian suatu bangunan atau pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan umum
peraturan zonasi kawasan sempadan pantai seperti tercantum dalam peraturan daerah tersebut dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran. Tidak sedikit kalangan
yang berpendapat bahwa hukum tersebut dibuat untuk dilanggar. Apabila dikatakan bahwa hukum itu ada untuk dilanggar, maka sama saja dengan
mengatakan, bahwa masyarakat itu ada untuk dikacaukan. Saat ini yang terpenting adalah bagaimana mengekfektifkan dan menerapkan hukum tersebut agar sesuai
dengan fungsinya. Seperti halnya Perda Kabupaten Badung tentang RTRW itu dibuat untuk ditaati oleh masyarakat.
Dalam kegiatan pariwisata yang berkembang sangat pesat ini tidak sedikit terjadi pelanggaran atas peraturan daerah tersebut, salah satu pelanggaran tersebut
terjadi di Pantai Seminyak. Oleh karena itu, Pantai Seminyak sangat menarik penulis angkat dalam permasalah perlindungan terhadap garis sempadan pantai
yang kini mulai dilanggar oleh pemilik usaha-usaha disepanjang Pantai Seminyak. Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik menganalisis secara
mendalam, yang hasilnya dituangkan dalam bentuk penelitian dengan judul
PENERAPAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
RTRW DALAM HAL PERLINDUNGAN KAWASAN SEMPADAN PANTAI SEMINYAK.
1.2 Rumusan Masalah