22
Arah menuju perbaikan kesejahteraan masyarakat, telah lama diimplementasikan melalui suatu kebijakan atau program.
Mulai dari masa Orde Lama hingga saat ini, dinamika kebijakan dalam menciptakan kesejahteraan mengalami pasang-surut. Hal ini
berkaitan
dengan sistem
politik masing-masing
rezim pemerintahan yang berimplikasi dengan bentuk atau model
kebijakan yang diberikan. Ketika pendulum pemerintahan berubah dari sentralisasi menuju desentralisasi, maka beban kerja bersama
adalah mewujudkan kesejahteraan antara pemerintah pusat dan daerah. Perubahan juga berkaitan dengan kebijakan, yaitu
diharapkan pemerintah daerah lebih responsif dalam menghadapi masalah dan tantangan di daerahnya. Kemudian, pemberian
kewenangan desentralisasi fungsi kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Selanjutnya, diikuti pemberian sumber-
sumber penerimaan desentralisasi fiskal, maka daerah tersebut menjadi daerah otonom otonomi daerah. Dalam dinamika hingga
saat ini, angka kemiskin cenderung bergerak naik dibanding tahun- tahun sebelumnya. Ada yang salah atau menyimpang dalam
pelaksanaan otonomi daerah, ketika kesejahteraan masyarakat tak lagi menjadi orientasi utama yang pada akhirnya mampu
dikalahkan oleh kepentingan dan kekuasaan elit-elit lokal.
A. Usia Produktif Peluang dan Tantangan
Ada beberapa perspektif mengenai usia produktif, menurut BPS 2013 bahwa penduduk yang berusia produktif 15-64 tahun
dapat dikategorikan sebagai tenaga kerja. Dalam proyeksi penduduk, jumlah angkatan kerja tahun 2035 mencapai 67,3
persen dari total jumlah penduduk yang berarti menjadi puncak dari bonus demografi. Sedangkan menurut Mantra 2013: 225,
angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja, mempunyai pekerjaan tetap, tetapi sementara tidak bekerja, dan tidak
mempunyai pekerjaan sama sekali, tetapi mencari pekerjaan aktif.
23
Dalam proyeksi penduduk, tingginya persentase angkatan kerja tidak menjamin kualitas mereka. Angkatan kerja sangat rentan
untuk menjadi pengangguran ketika pemerintah tidak menjamin atau menciptakan lapangan kerja baru.
Memahami penggangguran harus memakai berbagai macam sudut pandang atau perspektif, karena banyak faktor yang
memengaruhi penggangguran. Karena itu, untuk mengkaji tentang pengangguran, khususnya Indonesia, harus menggunakan berbagai
sudut pandang. Misalnya, seorang nelayan yang tidak melaut karena faktor cuaca yang buruk, hal ini bisa dikategorikan sebagai
penganggur. Menurut pendapat Mantra, peristiwa tersebut dikategorikan sebagai penganggur musiman, yaitu penganggur
yang terjadi karena pengaruh musim Mantra, 2013: 233. Selain itu, penganggur terjadi karena sulit menemukan pekerjaan yang
cocok atau juga persaingan dalam mencari kerja friksional. Sedangkan penggangur struktural adalah penganggur yang
dipengaruhi oleh perubahan sosial, ekonomi, dan politik.
Adapun data mengenai angkatan kerja dan pengangguran di Indonesia dapat dilihat pada diagram berikut ini:
24
Diagram 3.1. Angkatan kerja, pengangguran, tingkat pengangguran
di Indonesia 2009-2013
Sumber: BPS, 2013
Dari data di atas, tingkat pengangguran cenderung menurun, hal ini sangat berkaitan dengan pertumbuhan
perekonomian Indonesia yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu faktor pendorong investasi. Dengan semakin
tingginya investasi yang masuk, maka berkorelasi terbalik dengan tingkat pengangguran yang ada. Tetapi menurut Keynes, hal
tersebut tidak selalu menjadi faktor dominan, sehingga perlu campur tangan pemerintah dengan menjalankan kebijakan fiskal
Zulhanafi,
dkk.
, 2013. Pertumbuhan ekonomi memang secara langsung berdampak pada pertumbuhan kesempatan kerja.
Menurut Sukamdi 2014, satu persen pertumbuhan ekonomi akan mampu menciptakan 200 hingga 250 ribu kesempatan kerja baru.
Jika jumlah angkatan kerja baru mencapai 2 juta orang, maka
25
diperlukan 10 persen pertumbuhan ekonomi. Peran pemerintah harus kuat berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, karena jangan
sampai pembangun ekonomi bersifat “
semu
”, yaitu pembangunan yang hanya berdampak kepada mereka yang memilki kapital atau
modal. Pembangunan
ekonomi harus
berdampak pada
pembangunan secara berkesinambungan dan kesejahteraan masyararakat secara khusus.
Dalam konsep pembangunan, salah satu paradigmanya adalah globalisasi. Ciri utama dari globalisasi adalah menciptakan
pasar bebas, hal ini juga secara langsung dialami oleh Indonesia. Peran ideal suatu negara atau pemerintah dalam menyikapi
permasalahan tersebut dalam konteks administrasi negara
public administration
terdapat paradigma
governance,
yaitu dengan konsep
good governance
. Menurut Haris dan kawan-kawan 2007: 55,
governance
berarti penggunaan atau pelaksanaan, yakni penggunaan kewenangan politik, ekonomi, dan administratif untuk
mengelola masalah-masalah nasional pada semua tingkatan. Paradigma
governance
menjadi jawaban atau tuntutan terhadap perubahan pembangunan secara global. Konsep
good governance
menjelaskan bahwa tidak lagi pemerintah atau negara yang menjadi sentral dalam pembangunan, tetapi keterlibatan ketiga
pilar, yakni pemerintah, swasta, dan
civil society
. Hal ini dimaksudkan guna menciptakan pemerintahan yang ideal dengan
melibatkan ketiga pihak tersebut. Masing-masing memilki peran, tetapi harus bekerja secara berkesinambungan dan saling
mengontrol satu dengan yang lain. Konsep
good governance
atau tata kelola pemerintahan yang baik tidak semata-mata berkaitan
dengan cara atau proses pengelolaan kekuasaan dan otoritas, tetapi juga berkenaan dengan hasil nyata yang diwujudkan Kumorotomo
dan Widaningrum, 2010: 29. Hasil nyata yang dimaksudkan adalah kesejahteraan masyarakat yang tertuang dalam amanat
konstitusi Negara Indonesia.
26
Konsep
good governance
sangat ideal, tetapi bagaimana implementasinya di Indonesia? Dinamika pembangunan melalui
pendekatan
good governance
lebih cenderung menimbulkan ketimpangan. Kebijakan atau program yang dibuat cenderung
mengikuti ‘permintaan’ pasar. Misalnya kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak BBM yang mengikuti harga minyak dunia,
dan kenaikan harga pangan yang didominasi oleh kepentingan pasar swasta. Konsep pembangunan, kebijakan, dan pelayanan
melalui pendekatan
good governance
berdampak signifikan terhadap masyarakat secara luas jika dilaksanakan dengan
keseimbangan peran. Hal tersebut juga harus mengikuti konstitusi yang ada, yaitu sistem ekonomi sosialis, atau lebih dikenal dengan
sistem Ekonomi Pancasila.
Pembangunan suatu bangsa tidak selalu dilihat dari pembangunan ekonominya, tetapi lebih kepada pembangunan
manusia. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat dunia, menjadi peluang dalam menghasilkan generasi muda yang
potensial. Dalam menghasilkan tenaga kerja usia produktif, perlu didukung oleh banyak faktor, diantaranya pendidikan dan
kesehatan. Pendidikan menghasilkan generasi muda yang unggul secara
kompetitif dan
komperatif, sedangkan
kesehatan menghasilkan generasi muda yang unggul dari segi fisik dalam
menunjang dalam bekerja atau berkarya. Dua faktor ini menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi atau diciptakan oleh negara.
Selain itu, negara harus menjamin ketersediaan pelayanan dasar tersebut di berbagai daerah. Pendidikan dan kesehatan, secara
langsung dapat mengklasifikasi suatu negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang, dan juga mengukur
pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup Davies A dan G. Quinlivan dalam Wikipedia, 2006. Hal tersebut
dikenal dengan istilah indeks pembangunan manusia, adapun
27
perbandingan indeks pembangunan manusia Indonesia dengan negara-negara di Asia Tenggara adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Human Developement Index Dunia
HDI Rank Country 1980
1990 2000
2005 2008
2010 2011
2012 2013
9 Singapore
.. 0.744
0.800 0.840
0.868 0.894
0.896 0.899
0.901 15
Hong Kong,
China SAR
0.698 0.775
0.810 0.839
0.877 0.882
0.886 0.889
0.891
30 Brunei
Darussala m
0.740 0.786
0.822 0.838
0.843 0.844
0.846 0.852
0.852 62
Malaysia 0.577
0.641 0.717
0.747 0.760
0.766 0.768
0.770 0.773
89 Thailand
0.503 0.572
0.649 0.685
0.704 0.715
0.716 0.720
0.722 108
Indonesia 0.471
0.528 0.609
0.640 0.654
0.671 0.678
0.681 0.684
117 Philippine
s 0.566
0.591 0.619
0.638 0.648
0.651 0.652
0.656 0.660
121 Viet Nam
0.463 0.476
0.563 0.598
0.617 0.629
0.632 0.635
0.638
Human Development Index HDI value
Sumber : http:hdr.undp.org
Dari data indeks pembangunan manusia tersebut, Indonesia mengalami peningkatan tetapi tidak terlalu signifikan. Data
tersebut juga menunjukkan pembangunan manusia, misalnya dari pendidikan dan kesehatan yang belum terlaksanakan dengan baik
atau dengan kata lain, telah terjadi ketimpangan. Sebagai negara yang diprediksi akan menghadapi bonus demografi dengan
bertambahnya jumlah usia produktif, maka, usia produktif penduduk harus didukung oleh kebijakan berkaitan dengan
ketersediaan lapangan kerja bagi mereka. Karena usia produktif
28
yang ada akan menjadi tidak bermakna ketika ketersediaan lapangan pekerjaan tidak mampu menjaring mereka, dan juga
pelayanan kesehatan tidak mampu untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dari segi jasmani. Hal ini harus dijawab oleh
negara melalui kebijakan yang berkesinambungan, artinya kebijakan harus menjawab pemasalahan pada hulu hingga hilir.
Karena selama ini kebijakan pemerintah hanya berbicara ditingkat hilir, belum lagi dinamika berbagai kebijakan sangat berkaitan
dengan paradigma pemimpin bangsa ini. Bangsa ini tidak lagi memiliki pedoman pembangunan atau dahulu dikenal dengan
Garis Besar Haluan Negara GBHN.
Dalam beberapa tahun kedepan, Negara Indonesia menghadapi bonus demografi, yaitu dengan semakin rendahnya
tingkat kematian, maka akan meningkatkan jumlah usia produktif tenaga kerja. Tetapi jumlah tenaga kerja yang melimpah harus
diikuti dengan ketersediaan lapangan kerja bagi mereka. Pada Februari 2014, jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,15 juta
dari angkatan kerja sejumlah 125 juta Sukamdi, 2014. Menciptakan kesempatan kerja tidak selalu menjadi kebijakan
utama, tetapi lebih kepada mendorong bagi usia produktif untuk membuka lapangan kerja baru. Artinya, pemerintah memberikan
insentif atau modal agar mendorong
entrepreneurship
atau wirausahawan dalam jiwa usia produktif. Saat ini jumlah
wirausahawan di Indonesia baru mencapai sekitar 1,65 persen, atau jauh dibawah negara seperti Singapura yang mencapai 7
persen, Malaysia 5 persen, dan Thailand 3 persen Puspayoga, 2015. Maka, dalam menghadapai kondisi tersebut guna
meningkatkan wirausahawan dan membuka lapangan kerja baru, pemerintah membuat program, yaitu Gerakan Kewirausahaan
Nasional GKN. Hal ini menjadi langkah ideal dalam memberi ruang bagi usia produktif untuk membuka lapangan kerja,
29
sehingga secara langsung akan berkontribusi kepada kesejahteraan masyarakat.
B. Dinamika Kualitas Pendidikan