33
Tabel 3.3. Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut daerah tempat
tinggal, jenis kelamin, dan IjazahSTTB tertingi yang dimiliki, 2013
Sumber: BPS, 2015
3.2. Kebijakan Jaminan Kesehatan
Kesehatan menjadi salah satu variabel indeks kebahagian dan ukuran kesejahteraan di suatu negara bahkan daerah.
Kesehatan menjadi faktor dalam bonus demografi dan juga dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Menurut Sandefur
dalam Pramusinto dan Purwanto 2009: 373, menjelaskan bahwa produktivas kerja dipengaruhi oleh kondisi tubuh yang sehat,
34
dengan memiliki tingkat kesehatan dan gizi yang cukup, diharapkan individu bisa produktif dan memiliki penghasilan yang
cukup, kalaupun sakit tidak perlu kesulitan untuk mengobatinya, karena tersedianya fasilitas kesehatan yang terjangkau. Sehingga
perlu dibutuhkan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang baik, dan tentunya merata antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Menciptakan pemerataan dalam kesehatan menjadi tanggung jawab pemerintah, karena hal ini berkaitan dengan
kegagalan pasar dalam menyediakan barang-barang publik kesehatan dan salah satu langkahnya melalui memberikan subsidi
atau menarik pajak Pramusinto dan Purwanto, 2009: 357. Ketika
tata kelola
pemerintahan
good governance
mengakibatkan atau menuntut terjadi
less governance,
perlu ada instrumen untuk mengaturnya berkaitan dengan ketimpangan
pelayanan publik. Instrumen tersebut adalah pajak, melalui pajak maka kesejahteraan masyarakat menjadi tujuannya. Melalui pajak,
pemerintah memberikan subsidi atau jaminan kesehatan bagi mereka sesuai dengan tingkat kemampuan atau penghasilan. Jika
semua diserahkan ke swasta, maka pelayanan publik cenderung berbicara tentang profit untung, sehingga ketimpangan pelayanan
banyak terjadi.
Permasalahan kesehatan sangat memengaruhi tatanan kehidupan sosial di Indonesia, salah satunya adalah kesejahteraan
masyarakat. Dalam dinamika kebijakan kesehatan di Indonesia, tingkat kemampuan ekonomi sangat mempengaruhi pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada setiap masyarakat. Masyarakat miskin atau kurang mampu sulit mencapai pelayanan terbaik
kepada
mereka. Sedangkan
masyarakat dengan
tingkat perekonomian menengah keatas sangat mudah mengakses
pelayanan kesehatan. Hal ini mengakibatkan disparitas dan semakin menciptakan
gap
antar masyarakat di daerah-daerah di
35
seluruh Indonesia. Berkaitan dengan masalah tersebut, maka pemerintah Indonesia menciptakan program jaminan kesehatan.
Program jaminan kesehatan ketika era otonomi daerah dibagi menjadi dua program yaitu jamkesmas dan jamkesda. Jaminan
Kesehatan Masyarakat Jamkesmas merupakan perubahan dari sistem Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin Askeskin yang
dikelola oleh BUMN, yaitu PT. Askes Dwicaksono,
dkk
., 2012. Perubahan tersebut didasarkan pada UU Nomor 40 Tahun 2004
guna menciptakan perlindungan kesehatan kepada seluruh warga negara. Sedangkan Jaminan Kesehatan Daerah Jamkesda
merupakan dampak dari desentralisasi dan otonomi daerah. Jadi, setiap daerah diberi kesempatan menciptakan jaminan kesehatan
yang disesuaikan dengan APBD.
Salah satu program jaminan kesehatan daerah yang ada di Bali adalah Jaminan Kesehatan Bali Mandara JKBM. Program
ini ditujukan bagi masyarakat Bali yang belum mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah pusat. Sebagai salah satu
provinsi dengan pendapatan asli daerah yang besar, Bali diharapkan mampu mengatasi permasalahan fundamental seperti
kesehatan dan pendidikan. Berkaitan dengan permasalahan kesehatan, program JKBM mencoba menjawab tantangan yang
ada melalui fasilitas pelayanan yang diberikan. Adapun fasilitas pelayanan dalam program JKBM dalam Peraturan Gubernur Bali
Nomor 6 Tahun 2010, meliputi:
a. Rawat jalan tingkat pertama di puskesmas dan jejaringnya.
b. Rawat inap tingkat pertama di puskesmas perawatan.
c. Rawat jalan tingkat lanjut di Rumah Sakit.
d. Rawat inap tingkat lanjut di Rumah Sakit jejaring dengan
fasilitas kelas III. e.
Pelayanan Gawat Darurat, bagi Rumah Sakit swasta yang belum menjadi jejaring JKBM tetap harus memberikan
pelayanan Gawat Darurat kepada peserta JKBM.
36
f. Kacamata dengan lensa koreksi minimal +1-1 dengan nilai
maksimal Rp.200.000,- berdasarkan ketentuan dan resep dokter mata Rumah Sakit jejaring.
g.
Intra ocular Lens
IOL diberikan penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata dengan nilai maksimal Rp.
300.000,- untuk operasi katarak dengan metode SICS, untuk operasi katarak dengan metode Phaeco maksimal
Rp.1.000.000,-
dan Bola
mata palsu
maksimal Rp.400.000,-.
h. Pelayanan penunjang diagnostik canggih. Pelayanan ini
diberikan hanya pada kasus-kasus
life-saving
dan kebutuhan penegakan diagnosa yang sangat diperlukan
melalui pengkajian dan pengendalian oleh Komite medik, dan
i. Terapi
Hemodialisa
diberikan maksimal sebanyak 6 kali untuk kasus baru.
Fasilitas pelayanan kesehatan dalam program JKBM terlihat sangat signifikan dalam memberikan pelayanan terbaik, terutama
bagi mereka yang kurang mampu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa program jaminan kesehatan seperti apapun
bentuknya, pasti bertujuan untuk mempersempit ketimpangan antar masyarakat. Karena dalam dinamika tata negara, terutama
berkaitan dengan pelayanan publik, pemerintah tidak lagi memonopoli pelayanan kepada masyarakat. Munculnya peran
sektor swasta dalam memberikan pelayanan tentunya memberi manfaat yang signifikan, tetapi juga menimbulkan ketimpangan,
karena hanya masyarakat tertentu yang bisa mendapatkan pelayanan terbaik. Maka dalam menghadapi permasalahan
tersebut, negara harus menjamin pemerataan terhadap pelayanan dan aksesnya. Hal ini yang mendorong pemerintah menciptakan
Jaminan Kesehatan Nasional JKN melalui program BPJS. JKN
37
bertujuan agar pemerintah mampu mengontrol pelayanan kesehatan dan dapat terintegrasi dengan baik.
Implementasi BPJS yang baru berlangsung selama satu tahun dapat dinilai dari hasil survei yang dilakukan oleh Myriad.
Hasil survei menunjukkan bahwa indeks nasional kepuasan peserta adalah 81 persen, sedangkan indeks nasional kepuasan fasilitas
kesehatan sebesar 75 persen Kompas, 2014. Tetapi, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan temuan Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia YLKI yang menunjukkan bahwa banyak konsumen yang dirugikan atau ditolak oleh pihak rumah sakit.
Namun dalam kondisi ini, kita tidak bisa mengambil kesimpulan bahwa pelayanan yang dilakukan sudah baik atau buruk. Hal ini
disebabkan dengan pelayanan dan fasilitas kesehatan pasti berbeda-beda di setiap daerah. Menurut Abdullah 2015,
penyebab utama permasalahan yang ada berkaitan dengan anggaran pelayanan BPJS yang tidak dialokasikan dengan baik
oleh pemerintah.
38
Program sosial
seperti kesehatan,
secara umum
memengaruhi pembangunan manusia, dan konsekuensinya peningkatan pengeluaran pemerintah dalam program tersebut
diharapkan menghasilkan indikator sosial yang lebih baik Balldacci dalam Pramusinto dan Purwanto, 2009: 373. Dalam
mencapai angkatan kerja yang produktif, dibutuhkan peningkatan kualitas kesehatan. Kualitas kesehatan khususnya di Indonesia,
Studi Kasus
Dalam pelaksanaan BPJS, direktur utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengakui masih ada banyak
permasalahan yang mewarnai program BPJS Kesehatan selama 2014. Oleh sebab itu, untuk kedepannya BPJS Kesehatan akan
memperbaiki
pelaksanaan program
BPJS Kesehatan.
Pelaksanaan BPJS Kesehatan harus lebih baik, sebab peserta BPJS Kesehatan terus meningkat. Begitu pula mitra BPJS
Kesehatan seperti rumah sakit, klinik dan dokter.
Pelayanan BPJS Kesehatan, khususnya terhadap masyarakat miskin penerima bantuan iuran PBI yang
pengobatannya ditanggung
APBN belum
memuaskan. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar
mengungkapkan bahwa buruknya pelayanan ini bisa dilihat dari sikap rumah sakit yang masih mencari alasan untuk tidak
melayani warga miskin penerima bantuan iuran.
Menurut Timboel, alasan rumah sakit bermacam- macam. Namun umumnya beralasan kamar pasien sedang
penuh. Padahal ketika dicek banyak kamar kosong. Ini seperti terjadi di Cengkareng dan banyak kasus lainnya, kata Timboel
Sumber : http:bisniskeuangan.kompas.comread20150106130228826Ini.Permasa
lahan.Penting.di.BPJS.Kesehatan.?utm_source=bisniskeuanganutm_medi um=bp-kompasutm_campaign=related
39
menjadi masalah yang tidak kunjung selesai, salah satunya ketimpangan kesehatan yang sangat dirasakan di Indonesia.
Berbicara tentang kesehatan maka ada dua faktor dominan, yaitu pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan.
Program Jaminan Kesehatan Nasional JKN melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan,
merupakan bentuk sinergitas jaminan kepada masyarakat melalui pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Sebenarnya seperti
yang dijelaskan sebelumnya, masing-masing daerah telah melaksanakan jaminan kesehatannya desentralisasi kesehatan,
tetapi pemerintah merasa belum terjaminannya kesehatan selama ini. Melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan, pemerintah menciptakan kesejahteran dan berusaha menghapus ketimpangan, terutama pada kesehatan. Pada
pelaksanaannya, BPJS Kesehatan menargetkan semua penduduk Indonesia yang berjumlah 257,5 juta jiwa paling lambat pada
tanggal 1 Januari 2019 BPJS, 2014 telah mendapatkan jaminan kesehatan. Menurut data per Juni 2014, tercatat jumlah masyarakat
yang terdaftar sebagai peserta adalah 124.553.040 jiwa.
Pelayanan kesehatan di suatu daerah sangat terasa ketimpangannya, pelayanan kesehatan hanya di fokuskan di
perkotaan, akibatnya tidak ada pelayanan yang memadai di perdesaan. Fakta telah berbicara terkait pelayanan kesehatan, tidak
hanya perkotaan dan perdesaan, tetapi juga antar provinsi di Indonesia yang kualitas pelayanannya jauh berbeda. Pelayanan
kesehatan juga berkaitan dengan tenaga kesehatan, banyak tenaga kesehatan, terutama dokter, cenderung terpusat di suatu daerah
Pulau Jawa. Hal ini menjadi pemicu ketimpangan pelayanan kesehatan di Indonesia. Kondisi ini dapat digambarkan dari data
kematian bayi per provinsi di Indonesia diagram 2 BPS, 2013
40
Diagram 3.2.
Angka kematian Bayi Berdasarkan Propinsi 2013
Sumber: BPS, 2013
Dari data tersebut terlihat bahwa disparitas pelayanan kesehatan tercermin melalui tingkat kematian bayi di sebagian
daerah Indonesia Timur, terutama di Papua, memiliki tingkat kematian bayi yang tinggi. Peran pemerintah dalam permasalahan
kesehatan, baru sampai pada memberikan jaminan kesehatan bagi mereka yang tidak mampu, tetapi belum mengatasi ketimpangan
pelayanan kesehatan, baik dari segi fasiltas, maupun tenaga kesehatan di setiap daerah. Kesehatan sangat berkaitan dengan
kualitas manusia sebagai
outcome,
jadi tidak hanya mencegah atau mengobati
penyakit, tetapi
lebih kepada
meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara jasmani maupun rohani
dalam menghadapi tantangan yang ada. Di satu sisi, kesehatan menjadi salah satu indikator kesejahteraan sosial masyarakat,
semakin tinggi tingkat kematian, maka semakin rendah tingkat
41
kesejahteraan masyarakatnya. Daerah-daerah seperti DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Bali dan Riau, memiliki tingkat kematian bayi
yang rendah. Dimana daerah tersebut penerimaannya Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam termasuk tinggi.
Mengatasi disparitas kesehatan di Indonesia perlu langkah sistematis. Hal ini disebabkan permasalahan kesehatan sangat
dipengaruhi perubahan politik, sosial, dan ekonomi di tiap daerah. Sehingga perlu sinergitas kebijakan antara pemerintah pusat dan
daerah.
Berlakunya desentralisasi
dan otonomi merubah kewenangan dan tanggung jawab pemerintahan, kebijakan
kesehatan tidak lagi terpusat, tetapi sebagian diberikan tanggung jawab kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 38 Tahun 2007, pemerintah daerah diharapkan memberikan pelayanan publik yang
prima dan berkelanjutan, mengacu pada standar pelayan minimal untuk semua golongan masyarakat Widaningrum,
dkk.
, 2010: 130. Sehingga dalam konteks pelayanan kesehatan, peran
pemerintah daerah dalam kebijakan jaminan kesehatan nasional akan banyak berperan dalam sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat. Hal ini menjadi suatu bagian penting dari kebijakan atau program tersebut, agar tepat sasaran dan mampu
memberdayakan masyarakat. Akses terhadap kebijakan juga berkaitan dengan sosialisasi tersebut, karena dengan kondisi
daerah yang berbeda akan berdampak kepada proses dan metode sosialisasi kepada masyarakat. Selain sosialisasi, peran pemerintah
daerah yang terpenting adalah menciptakan fasilitas pelayanan kesehatan yang baik. Fasilitas kesehatan menjadi problematika
yang cukup serius saat ini, karena ketimpangan sangat dirasakan di berbagai daerah. Fasilitas kesehatan terbaik cenderung berada di
kota-kota besar, sehingga pelayanan kesehatan tidak merata dan sulit untuk mendapatkannya. Hal inilah yang menjadi tantangan
42
bagi pemerintah daerah, dan perlunya koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.
3.3. Desentralisasi Fiskal Mewujudkan Kesejahteraan di Daerah