ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI TENDER PERBAIKAN JALAN (Studi Putusan Nomor : 07/PID.TPK/2011/PN.TK)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI TENDER PERBAIKAN JALAN

(Studi Putusan Nomor : 07/PID.TPK/2011/PN.TK)

Oleh

AYU AZIZA DJAZULI

Korupsi pada saat ini banyak dilakukan oleh hampir seluruh elemen penyelenggara Negara, baik kalangan pejabat-pejabat pemerintahan ataupun rakyat biasa. Contohnya dalam kasus korupsi dengan terdakwa Andhy Irawan Irham Kuasa Direktur dari PT. Jupiter. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana terhadap pelaku tindak pidan korupsi tender perbaikan jalan (studi putusan nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK) ? dan (2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pelaku tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan (studi putusan nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK) ?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini yaitu melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data dilakukan melalui proses editing, sistematis, dan klasifikasi. Metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif, dan menarik kesimpulan secara deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis kesimpulan dari penelitian ini adalah pertanggungjawaban pidana terhadap kasus tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan yang dijatuhkan oleh Hakim terhadap terdakwa Andhy Irawan Irham sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu adanya unsur perbuatan melawan hukum dan adanya kesalahan dari pelaku dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai kuasa direktur, selain itu juga tidak adanya alasan pemaaf sebagai bukti pembenar. Sedangkan dasar pertimbangan hakim dalam kasus ini adalah pasal 183 dan 184 KUHAP, dan teori pendekatan yang digunakan hakim adalah teori keseimbangan, teori pendekatan keilmuan, dan teori ratio decidendi.


(2)

Ayu Aziza Djazuli

Saran yang dapat disampaikan setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan adalah diharapkan mengingat terbukti bahwa terdakwa tidak menikmati uang hasil korupsi tersebut seharusnya pidana denda yang dijatuhkan kepada terdakwa dihapuskan, dikarenakan bahwa terdakwa juga hanyalah bekerja sebagai pedagang burung yang berpenghasilan standar.


(3)

Oleh

Ayu Aziza Djazuli

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

( Skripsi )

Oleh

Ayu Aziza Djazuli

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 12

B. Pengertian Tindak Pidana ... 15

C. Unsur-unsur Tindak Pidana ... 17

D. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ... 19

E. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana ... 24

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 30

B. Sumber dan Jenis Data ... 31

C. Penentuan Narasumber... 33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33


(8)

A. Karakteristik Responden dan Gambaran Umum Putusan Nomor 07/PID.TPK/2011/PN.TK ... 36 B. Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Tender Perbaikan Jalan ... 42 C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Kasus Tindak Pidana Korupsi Tender Perbaikan Jalan ... 55

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 63 B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa pemerintahan Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Pemerintahan rezim Orde Baru dan Orde Reformasi. Pemerintahan rezim Orde Baru yang tidak demokratis dan militerisme menumbuhsuburkan terjadinya korupsi di semua aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi budaya masyarakat Indonesia.1 Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya korupsi lebih banyak dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara Negara sudah terjangkit “virus korupsi” yang sangat ganas.2

Istilah Korupsi pertama sekali hadir dalam khasanah hukum Indonesia dalam Peraturan Penguasa Perang Nomor Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian, dimasukkan juga dalam Undang-Undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 digantikan oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan akan mulai berlaku efektif paling

1

Eddy Rifai, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandar Lampung : Program Pascasarjana Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2007, hlm.9.

2

Amin Rahayu, Sejarah Korupsi di Indonesia, 26 September 2013, http://swaramuslim.net/siyasah /more.php (11.30)


(10)

lambat 2 (dua) tahun kemudian (16 Agustus 2001) dan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tanggal 21 November 2001.3

Korupsi berasal dari bahasa Latin “Corruptio” atau “Corruptus”, yang kemudian diadopsi oleh banyak bahasa di Eropa, misalnya di Inggris dan Perancis “Corruption” serta Belanda “Corruptie”, dan selanjutnya dipakai pula dalam bahasa Indonesia “Korupsi”. Secara harfiah/bahasa sehari-hari korupsi berarti : kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Dalam kaidah bahasa menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai : “perbuatan yang buruk seperti : penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.4

Korupsi banyak jenisnya, seperti di bidang politik, keuangan dan material. Korupsi di bidang politik dan seolah-olah menjadi penyalahgunaan alat resmi dan dana Negara untuk kepentingan kampanye partai. Contohnya di Indonesia adanya kasus Bank Bali, kasus Eddy Tansil yang melibatkan pejabat-pejabat Negara. Disamping itu bukan rahasia lagi bahwa setiap urusan harus dengan memberi suap, mulai dari mengurus Kartu Tanda Penduduk, izin dan lain-lainnya. Tanpa memberi suap/sogok, maka urusan menjadi lamban atau buntu sama sekali.5

3

Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung :PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.1.

4

Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Bandar Lampung : Universitas Lampung, 2010, hlm.37.

5


(11)

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah :

a. Pidana Mati b. Pidana Penjara c. Pidana Tambahan

Kasus korupsi marak terjadi di Indonesia, salah satu contoh kasusnya adalah yang terjadi di Lampung khususnya di daerah Bandar Lampung yaitu kasus korupsi tender perbaikan jalan dengan terpidana Andhy Irawan Irham sebagai kuasa Direktur CV. Jupiter yang diduga telah menyalahgunakan kekuasaan dengan melakukan korupsi dana tender perbaikan jalan di Jalan Gang Masjid Dsk Kelurahan Kemiling Permai Bandar Lampung dengan anggaran dana sebesar Rp. 224.832.000,- (dua ratus empat puluh juta delapan ratus tiga puluh dua ribu rupiah).

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bandar Lampung menyatakan terdakwa Andhy Irawan Irham Bin Mas Irham AR terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menyatakan bahwa dipidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan, serta membayar denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa yaitu untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 39.576.574, 80 (tiga puluh sembilan juta


(12)

lima ratus tujuh puluh enam ribu lima ratus tujuh puluh empat rupiah delapan puluh sen)

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada di persidangan, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang menyatakan terdakwa bersalah dan diputus dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 8 (delapan) bulan dengan memerintahkan terdakwa tetapa berada dalam tahanan kota, dan menghukum terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 1 (satu) bulan. Pada kasus ini ternyata saat di Pengadilan terungkap bahwa bukan hanya terdakwa yang terlibat dalam korupsi tersebut melainkan ada orang lain lagi di balik itu semua, tetapi ternyata hukuman hanya dijatuhkan kepada terdakwa saja. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas kasus ini lebih lanjut melalui penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Tender Perbaikan Jalan (Studi Putusan No. 07/PID.Tpk/2011/PN.TK)”

B. Pemasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yaitu:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana terhadap pelaku tindak pidan korupsi tender perbaikan jalan (studi putusan nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK) ?


(13)

b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pelaku tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan (studi putusan nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK) ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pembahasan masalah skripsi ini jika dilihat dari aspek substansi merupakan bagian dari ilmu hukum pidana khususnya kajian dalam bidang penegakan hukum tindak pidana korupsi mengenai perkara nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK tentang tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan. Sedangkan dilihat dari aspek lokasi penelitian yaitu di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam kurun waktu tahun 2013.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana

korupsi tender perbaikan jalan di Wilayah Bandar Lampung (Studi Putusan Nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK)

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pelaku tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan di Wilayah Bandar Lampung (Studi Putusan Nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK)

2. Kegunaan Penelitian

Secara garis besar dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini dapat dibagi menjadi :


(14)

Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan penulisan ini adalah untuk pengembangan kemampuan daya nalar dan daya pikir yang sesuai dengan displin ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk dapat mengungkapkan secara obyektif melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada, khususnya masalah yang berkaitan dengan aspek tindak pidana korupsi.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi masyarakat, aparatur penegak hukum dan pihak lain yang membutuhkan untuk memperdalam ilmu khusus mengenai korupsi tender.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti.6 Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana (shute in ruime zin) terdiri dari 3 (tiga) unsur :

1. Toerekening strafbaarheid (dapat dipertanggungjawabkan) pembuat. a. Suatu sikap psikis pembuat berhubungan dengan kelakuannya. b. Kelakuan yang sengaja.

6

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1996, hlm. 125.


(15)

2. Kelakuan dengan sikap kurang berhati-hati atau lalai (unsur kealpaan : culva, schute in enge zin).

3. Tidak ada alasan-alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana pembuat (unsur Toerekenbaar heid).7

Menurut Pasal 8 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman selanjutnya disebut Undang-undang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 28 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Hakim sebagai orang yang menjalankan hukum berdasarkan demi keadilan di dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara yang ditanganinya tetap berlandaskan aturan yang berlaku dalam undang-undang dan memakai pertimbangan berdasarkan data-data yang autentik serta para saksi yang dapat dipercaya. Tugas hakim tersebut dalam mempertimbangkan untuk menjatuhkan suatu putusan bebas dapat dilihat dalam Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) yang menyatakan : “jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan

7


(16)

terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.

Mengenai alat bukti yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat-alat bukti yang sah, dimana alat bukti tersebut berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa seperti hal ini bertujuan untukmendapat keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah.

Menurut Mackenzie ada beberapa teori pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara yaitu sebagai berikut :8

1. Teori Keseimbangan

Keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara.

2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan dari hakim. 3. Teori Pendekatan Keilmuan

Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi sengan ilmu pengetahuan hukum dan

8

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.106.


(17)

juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari.

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan.

6. Teori Kebijaksanaan

Aspek ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua ikut bertanggungjawab untuk membimbing, membina, mendidik, dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.

Putusan hakim harus berdasar penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyartakat, juga faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor budaya, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Hakim dalam memberikan putusan terhadap kasus yang sama dapat berbeda karena antara hakim yang satu dengan yang lainnya mempunyai cara pandang serta dasar pertimbangan yang berbeda pula.


(18)

2. Kerangka Konseptual

Konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antar konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti.9

a. Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan.10

b. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melarang larangan tersebut.11

c. Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

d. Tender atau Pelelangan adalah merupakan suatu proses pengajuan penawaran yang dilakukan oleh kontraktor yang akan dilaksanakan dilapangan sesuai dengan dokumen Tender.12

e. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah

9

Andi Hamzah, Op.Cit. hlm.32.

10

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Angkasa, 1982, hlm.80.

11

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 1993, hlm.54.

12

Arifin, Pengertian Tender-Pelelangan, 11 September 2013, http;//konsultan.arifin.blogspot.com/ 2012/07/pengertian-tender-pelelangan-html. (12.30)


(19)

dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.13

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami permasalahan dan pembahasan dari tema atau judul di atas, maka penulisan skripsi ini disusun dalam 5 (lima) bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang latar belakang permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan bab yang berisikan tentang pengertian-pengertian dari istilah sebagai latar belakang pembuktian masalah dan dasar hukum dalam membahas hasil penelitian yang terdiri dari : pengertian pertanggungjawaban pidana, pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana dan pengertian tindak pidana korupsi.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menjelaskan metode yang dilakukan untuk memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisa data.

13TaniMart’s, Jalan-Definisi,

1 Desember 2013, http://tanimart.wordpress.com/infrastructures/ jalan-definisi. 08.30


(20)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang pembahasan berdasarkan penelitian yaitu meliputi Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan di Wilayah Bandar Lampung. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan di Wilayah Bandar Lampung.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan hasil akhir yang berisikan kesimpulan dari penulisan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan saran yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.


(21)

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak lain.14 Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan oleh si pembuatnya dengan kata lain kesadaran jiwa orang yang dapat menilai, menentukan kehendaknya, tentang perbuatan tindak pidana yang dilakukan berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti harus dipastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana.15

Masalah ini menyangkut subjek tindak pidana yang ada pada umumnya sudah dirumuskan oleh si pembuat undang-undang untuk pidana yang bersangkutan. Namun dalam kenyataannya memastikan siapa si pembuatnya tidak mudah karena untuk menentukan siapakah yang bersalah harus sesuai dengan proses yang ada, yaitu sistem peradilan pidana berdasarkan KUHAP.

14

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta : tanpa penerbit, 1998, hlm.619.

15


(22)

Asas legalitas dalam hukum pidana Indonesia menentukan bahwa seseorang baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatan tersebut telah sesuai dengan rumusan dalam undang-undang hukum pidana, dalam hal ini sesuai dengan Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang berbunyi “tiada suatu perbuatan yang dapat

dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”. Meskipun demikian orang tersebut

belum dapat dijatuhi pidana karena masih harus dibuktikan kesalahannya atau apakah dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya tersebut, demikian untuk dapatnya seseorang dijatuhi pidana harus memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam Hukum Pidana.

Perbuatan pidana hanya untuk menunjuk pada dilarangnya suatu perbuatan oleh undang-undang. Apakah orang yang melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada persoalan, apakah ia dalam melakukan perbuatannya ia mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang telah melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan, maka ia dapat dipidana. Berarti orang yang melakukan tindak pidana akan dapat dipidana apabila mempunyai kesalahan.

Seseorang yang melakukan tindak pidana harus dibuktikan apakah kesalahan tersebut mengandung unsur kesengajaan (dolus/opzet) atau kealpaan (culpa). Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaan akan menentukan berat ringannya pidana seseorang. Perbuatan pidana yang dilakukan secara sengaja ancaman pidananya akan lebih berat daripada karena kealpaan. Untuk dapat dipidananya seseorang harus ada unsur mampu dipertanggungjawabkan oleh si pelaku, dimana si pelaku dapat menginsyafi atau secara sadar melakukan perbuatan tersebut.


(23)

bertanggungjawab itu harus memenuhi 3 syarat yaitu :

1. Dapat menginsyafi makna yang senyatanya dari perbuatannya.

2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu dapat dipandang patut dalam pergaulan masyarakat.

3. Mampu untuk menuntukan niat atau kehendak dalam melakukan perbuatan. Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidangnya yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam hukum, tetapi dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan moral, agama dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifat khas.

Pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pidana pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan atas nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang).

3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan pidana menurut Undang-undang.16

16

Muladi dan Barda Nawawi Arief,Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.Bandung : Alumni, 1998, hlm.4.


(24)

dilakukan oleh si pembuat atau pelaku dengan kata lain perbuatan itu mempunyai peranan yang sangat penting dan syarat yang harus dipenuhi untuk adanya suatu tindak pidana agar pelaku atau subjek tindak pidana dapat dimintakan pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan.

Adapun ciri atau unsur kesalahan yang dapat dijatuhi hukuman bagi pelaku kejahatan adalah :

1. Dapat dipertanggungjawabkannya perbuatan pembuat.

2. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan yaitu adanya sengaja atau kesalahan.

3. Tidak adanya dasar pemidanaan yang menghapus dapat dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.

Pasal 44 Ayat (1) KUHP menyatakan bahwa “barangsiapa melakukan perbuatan

yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, disebabkan karena akal sehatnya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dapat dipidana”.

B. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana dan oleh karena itu memahami tindak pidana adalah sangat penting. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yang yuridis, lain halnya dengan kejahatan yang


(25)

terjemahan dari bahasa Belanda yaituStrafbaar FeitatauDelict.17

Beberapa sarjana memberikan pengertian perbuatan pidana, tindak pidana ataupun strafbaar feit, diantaranya menurut R. Soesilo mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan pidana.18 Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melarang larangan tersebut.

Menurut Soedjono kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hukum, tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan kaidah hukum dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat.19 Sedangkan Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.20 Lalu Simons dalam bukunya merumuskanstrafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya yang dinyatakan dapat dihukum.21

17

R.Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus,Bogor : Politae, 1984, hlm .4.

18Ibid

. hlm.5.

19

Soedjono.D,Ilmu Kejiwaan Kejahatan,Bandung : Karya Nusantara, 1977, hlm.15.

20

Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia,Jakarta : Eresco, 1986, hlm.50.

21


(26)

digolongkan menjadi kejahatan dan pelanggaran. Penggolongan jenis-jenis delik yang ada dalam KUHP terdiri dari Kejahatan (misdriven), disusun dalam Buku II KUHP, sedangkan Pelanggaran (over tredingen), disusun dalam Buku III KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, akan tetapi tidak memberikan arti yang jelas, risalah penjelasan undang-undang. Menurut beberapa pengertian di atas dapat di analisis bahwa tindak pidana merupakan suatu perbuatan atau kejadian tertentu yang dilakukan oleh seseorang, beberapa orang atau badan hukum yang menimbulkan suatu akibat karena melanggar peraturan perundang-undangan yang ada. Atau dapat diartikan pula tindak pidana merupakan perbuatan yang dipandang merugikan masyarakat sehingga pelaku tindak pidana itu harus dikenakan sanksi hukum yang berupa pidana nestapa.

C. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Berdasarkan pengertian tindak pidana diatas dapat ditemukan beberapa unsur yang terkandung dalam suatu tindak pidana. Unsur-unsur ini penting untuk dibuktikan melalui suatu proses sistem peradilan pidana, merupakan hal pemeriksaan di persidangan, apabila unsur-unsur itu salah satu diantaranya tidak terbukti, maka perbuatan itu bukanlah suatu tindak pidana atau kejahatan dan tersangka harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Perlu kita ketahui beberapa pendapat sarjana mengenai unsur-unsur tindak pidana yaitu :


(27)

Menurut Moeljatno unsur-unsur atau elemen perbuatan pidana adalah : a. Kelakuan dan akibat (perbuatan)

b. Hal ikhal atau keadaan yang menyertai perbuatan c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana d. Unsur melawan hukum yang oabjektif

e. Unsur melawan hukum yang subjektif22

Menurut M. Bassar Sudrajad unsur-unsur yang terkandung dalam suatu delik adalah terdiri dari :

a. Unsur melawan hukum b. Unsur merugikan masyarakat c. Dilarang oleh aturan hukum pidana d. Pelakunya dapat diancam pidana23

Moeljatno membedakan unsur tindak pidana berdasarkan perbuatan dan pelaku dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu :

1. Unsur subjektif berupa : a. Perbuatan manusia

b. Mengandung unsur kesalahan 2. Unsur objektif berupa :

a. Bersifat melawan hukum b. Ada aturannya24

22

Moeljatno, Op.Cit. hlm.18.

23


(28)

Berdasarkan pendapat para sarjana di atas, walaupun pendapat dari rumusan berbeda-beda namun pada hakekatnya ada persamaannya, ialah tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatannya dengan unsur yang mengenai diri orangnya (pelaku). Merumuskan suatu perbuatan pidana maka perlu ditegaskan secara jelas hal-hal yang menjadi unsur-unsurnya. Seseorang hanya dapat dipidana karena telah melakukan suatu tindak pidana, apabila jelas telah memenuhi unsur-unsur didalamnya yaitu unsur perbuatan, melawan hukum, kesalahan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

D. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Korupsi adalah istilah yang cukup dikenal orang dimana-mana termasuk di Indonesia dan pada tahun 1957 gejala social ini mendapat istilah resmi dalam hukum pidana. Garis besar kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruption, corrupt, Perancis : corruption, Belanda : corruptive (korruptie), dan dalam Bahasa Indonesia diserap menjadi Korupsi. Arti harfiah dari kata korupsi adalah kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Dasar hukum tindak pidana korupsi adalah : Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 diundangkan tanggal 27 Maret 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dari pada tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian pada tanggal 21

24


(29)

November 2001 diundangkan dan disahkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Andi Hamzah korupsi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : a. Korupsi antara lain disebabkan karena kurangnya kesadaran dan kepatuhan

hukum diberbagai bidang kehidupan,

b. Korupsi timbul karena ketidaktertiban didalam mekanisme administrasi pemerintah,

c. Korupsi sebagai salah satu pengaruh dari meningkatnya volume pembangunan secara relatif cepat, sehingga pengelolaan, pengendalian dan pengawasan mekanisme tata usaha negara menjadi semakin komplek dan unit yang membuat akses dari birokrasi terutama pada aparatur-aparatur pelayanan social seperti bagian pemberian izin dan berbagai keputusan, akses inilah yang melahirkan berbagai pola korupsi,

d. Masalah kependudukan, kemiskinan, pendidikan dan lapangan kerja dan akibat kurangnya gaji pegawai dan buruh.25

Pengertian korupsi tergantung dari sudut pandang setiap orang apa dan bagaimana korupsi itu menjawantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hal ini ditandai dengan belum terdapat keseragaman dalam merumuskan pengertian korupsi, menurut W. Sangaji mengemukakan korupsi (corruption) adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang menyuap orang atau kelompok lain untuk mempermudah keinginannya dan mempengaruhi penerima untuk

25


(30)

memberikan pertimbangan khusus guna mengabulkan permohonannya. Lebih lanjut beliau menyatakan definisi tersebut dapat dikembangkan sebagai berikut : a. Korupsi adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang memberikan

hadiah berupa uang maupun benda kepada sipenerima untuk memenuhi keinginannya,

b. Korupsi adalah seseorang atau sekelompok orang meminta imbalan dalam menjalankan kewajibannya,

c. Korupsi adalah mereka yang menggelapkan dan menggunakan uang Negara atau milik umum untuk kepentinagn pribadi,

d. Korupsi merupakan perbuatan-perbuatan manusia yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian Negara,

e. Korupsi merupakan perbuatan memperkaya diri sendiri aatau orang lain sebagai akibat pertimbangan yang ilegal.26

W.J.S Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, berpendapat bahwa Korupsi adalah perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya).

Perbuatan-perbuatan korupsi dilakukan bukan saja oleh Pegawai Negeri tetapi juga meliputi orang-orang yang menangani proses pemberian pelayanan yang menerima gaji atau upah dari suatu hukum yang meminta bantua dari keungan Negara atau daerah atau badan hukum yang mempergunakan secara ilegal.

Pengertian korupsi yang dipergunakan dalam system ketatanegaraan Indonesia adalah pengertian korupsi dalam arti yang luas meliputi perbuatan-perbuatan yang 26


(31)

merugikan dan perekonomian yang dapat dituntut dan dipidana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini yang mengatur mengenai perbuatan-perbuatan yang bersifat koruptif yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Keuangan Negara yabg dimaksud adalah kekayaan Negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk disalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan mempertanggungjawabkan pejabat lembaga Negara yang baik ditingkat pusat maupun daerah.

b. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan mempertanggungjawabkan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum dan Perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.

Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijkan pemerintah baik ditingkat daerah maupun ditingkat pusat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan pada seluruh kehidupan rakyat.


(32)

Jenis korupsi pada umumnya terdapat di dunia ini meliputi tiga macam pola : a. Untuk Negara-negara Asia Tenggara pada umumnya koruptor memanfaatkan

dana-dana yang didapat dari perbuatan korupsi untuk kepentingan konsumsi. b. Untuk Negara-negara yang sudah maju pada umumnya dan hasil korupsi

dipergunakan untuk kepentingan politik.

c. Bentuk campuran dana korupsi dipergunakan untuk kepentingan politik sekaligus untuk kepentingan konsumsi.

Pengertian tindak pidana korupsi dapat kita lihat dalam penjabaran pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu diantaranya adalah :

a. Pasal 2 menyatakan :

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara dapat dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

b. Pasal 3 menyatakan :

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana


(33)

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 20(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit RP. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa tindak pidana korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan seseorang dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan cara melawan hukum. Dalam perkembangannya pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh pegawai negeri tetapi juga meliputi orang-orang yang menangani proses pemberian layanan yang menerima gaji atau upah dari suatu hukum yang meminta bantuan dari keuangan Negara atau daerah atau badan hukum yang mempergunakan secara ilegal. Selain itu juga dapat dikenakan kepada aparat penegak hukum lainnya seperti advokad, polisi, jaksa dan hakim yang menerima janji, pemberian hadiah untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu karena jabatannya.

E. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana

Seseorang tidak dapat dibebani pertanggungjawaban pidana (Criminal Liability) dengan dijatuhi sanksi pidana karena telah melakukan suatu tindak pidana apabila tindak pidana, telah melakukan perbuatan tersebut dengan tidak disengaja atau bukan karena kelalaiannya.


(34)

Menurut Mackenzie ada beberapa teori pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara. Teori pendekatan tersebut yaitu sebagai berikut :27

1. Teori Keseimbangan

Keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat. 2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi suatu kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat, dalam perkara perdata, dan pihak terdakwa atau Penuntut Umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan olehinstinkatau intuisi daripada pengetahuan dari hakim.

3. Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam

27


(35)

kaitannya dengan putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi sengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

Hakim dituntut untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan, baik itu ilmu pengetahuan hukum maupun ilmu pengetahuan yang lain, sehingga putusan yang dijatuhkannya dapat diprtanggungjawabkan dari segi teori-teori yang ada dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perkara yang diperiksa, diadili, dan diputuskan oleh hakim.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat, ataupun dampak yang ditimbulkan dalam putusan perkara perdata yang berkaitan pula dengan pihak-pihak yang berperkara dan juga bermasyarakat.

5. TeoriRatio Decidendi

Selain itu, dalam teori penjatuhan pidana di atas, dikenal pula suatu teori yang disebut dengan teori ratio decidendi. Teori ini didasarkan pada landasan


(36)

filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari Peraturan Perundang-Undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Landasan filsafat merupakan bagian dari pertimbangan seorang hakim dalam menjatuhkan putusan, karena filsafat itu biasanya berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan yang terdapat dalam diri hakim tersebut.

6. Teori Kebijaksanaan

Teori ini diperkenalkan oleh Made Sadhi Astuti, dimana sebenarnya teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Aspek ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua ikut bertanggungjawab untuk membimbing, membina, mendidik, dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.

Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa tujuan, yaitu yang pertama, sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan, yang kedua, sebagai upaya perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana, yang ketiga, untuk memupuk solidaritas antara keluarga dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara, dan mendidik pelaku tindak pidana anak, dan yangkeempat, sebagai pencegah umum dan khusus.


(37)

Pemidanaan adalah suatu proses. Sebelum proses itu berjalan, peranan hakim penting sekali. Hakim mengkonkretkan sanksi pidana yang terdapat dalam suatu peraturan dengan menjatuhkan pidana bagi terdakwa dalam kasus tertentu. Dalam Pasal 55 ayat (1) Konsep RUU KUHP 2005 disebutkan pedoman pemidanaan yang wajib dipertimbangkan hakim, antara lain :

1. Kesalahan pembuat tindak pidana;

2. Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana; 3. Cara melakukan tindak pidana;

4. Sikap batin pembuat tindak pidana;

5. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana; 6. Sikap dan tindakan pembuat setelah melakukan tindak pidana; 7. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana; 8. Tindak pidana dilakukan dengan berencana;

9. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; 10. Pemanfaatan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau; 11. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.

Pedoman pemidanaan ini akan sangat membantu Hakim dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan, sehingga hal ini akan memudahkan Hakim dalam menerapkan takaran pemidanaan. Selain itu, Hakim dalam menjatuhkan pidana sangatlah banyak hal-hal yang mempengaruhi, yaitu yang biasa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan putusan pemidanaan baik yang terdapat di dalam maupun di luar Undang-Undang.


(38)

Hakim mempunyai substansi untuk menjatuhkan pidana, akan tetapi dalam menjatuhkan pidana tersebut Hakim dibatasi oleh aturan-aturan pemidanaan, masalah pemberian pidana ini bukanlah masalah yang musah menetapkan jenis pidana, cara pelaksanaan pidana dan tinggi rendahnya pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak memuat pedoman pemberian pidana yang umum, ialah suatu pedoman yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang yang memuat asas-asas yang perlu diperhatikan oleh Hakim dalam menjatuhkan pidana, yang ada hanyalah aturan pemberian pidana.

Kewenangan yang diberikan kepada Hakim untuk mengambil suatu kebijaksanaan dalam memutus perkara, diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menentukan : “Hakim dan

Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Berdasarkan aturan hukum tersebut, terdapat norma hukum “mewajibkan Hakim

untuk menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Untuk memenuhi norma tersebut, maka Hakim harus mengambil kebijaksanaan hukum”. Penentuan atas tuntutan rasa keadilan

yang harus diterapkan oleh Hakim dalam memutus suatu perkara, secara teori para Hakim akan melihat“Konsep-konsep keadilan yang telah baku.


(39)

28

Soerjono Soekanto, Op.cit. hlm.43.

Metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya.28 Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul.

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan skripsi ini, sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan dengan melakukan penelitian lapangan (field research), yaitu dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik yang ada di lapangan dengan tujuan melihat kenyataan atau fakta-fakta yang konkrit mengenai analisis pertanggungjawaban pidana terhadap kasus tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan di Wilayah Bandar


(40)

29Ibid

. hlm.11.

Lampung yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK.

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.29 Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden di lapangan. Penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Data ini diperoleh dengan melakukan wawancara dengan responden dan observasi yang terkait dengan pertanggungjawaban pidan korupsi tender perbaikan jalan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK).

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, kamus, artikel dan literature hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam hal ini bahan hukum primer terdiri dari :


(41)

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

2. Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman.

b. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Bahan hukum sekunder penelitian ini meliputi :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

2. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 07/PID.Tpk/2011/PN.TK.

c. Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan-bahan yang berguna untuk memberikan informasi, petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, media massa, artikel,


(42)

yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

C. Penentuan Narasumber

Berkaitan dengan permasalahan penelitian, maka data lapangan akan diperoleh dari para narasumber. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atas objek yang diteliti.30 Narasumber ditentukan secara purposive yaitu penunjukan langsung narasumber tidak secara acak untuk mendapatkan data lapangan, dengan anggapan narasumber yang ditunjuk menguasai permasalahan dalam penelitian ini.31Narasumber tersebut adalah :

1. Hakim Adhoc Tipikor : 1 orang

2. Jaksa dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang 3. Dosen Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 orang 4. Terpidana dalam kasus korupsi tender : 1 orang +

Jumlah : 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data digunakan cara dengan studi kepustakaan dan studi lapangan, yaitu sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (Library Research) 30

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm.175.

31

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,Metode Penelitian Survei,tanpa kota penerbit : LP3ES, 1989, hlm.155.


(43)

maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara mengumpulkan data dengan membaca, memahami, mengutip, merangkum, dan membuat catatan-catatan dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku, media massa dan bahan tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh data primer dengan metode wawancara (interview) secara langsung dengan narasumber/responden sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan daftar pertanyaan secara tertulis.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, baik studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Seleksi Data

Yaitu memeriksa dan memilih data sesuai dengan objek yang akan dibahas, juga dengan mempelajari dan menelaah data yang diperoleh dari hasil penelitian.


(44)

Yaitu mengklasifikasikan/mengelompokan data yang diperoleh menurut jenisnya untuk memudahkan dalam menganalisis data.

c. Sistematisasi Data

Yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok secara sistematis sehingga memudahkan interprestasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

Tahap selanjutnya setelah pengolahan data selesai dilakukan adalah analisis data. Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami. Analisis data yang diperoleh dilakukan melalui kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis dengan cara deskriptif analisis yaitu dengan cara menguraikan data yang diperoleh dan menghubungkan satu dengan yang lain agar membentuk suatu kalimat yang tersusun secara sistematis, sedangkan dalam mengambil kesimpulan dan hasil analisis tersebut penulis menggunakan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang dilaksanakan pada fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Berdasarkan kesimpulan, maka disusun saran.


(45)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor : 07/PID.TPK/2011/PN.TK yaitu Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi Tender Perbaikan Jalan :

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap kasus tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan yang dijatuhkan oleh Hakim terhadap terdakwa Andhy Irawan Irham sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu adanya unsur perbuatan melawan hukum dan adanya kesalahan dari pelaku dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai kuasa direktur, dan adanya unsur kealpaan terdakwa dimana ia tanpa sadar telah lalai dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai kuasa direktur sehingga karena perbuatannya itu telah merugikan uang Negara yaitu dalam hal ini adalah keuangan daerah wilayah Bandar Lampung, selain itu juga tidak adanya alasan pemaaf sebagai bukti pembenar.

2. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana pada kasus korupsi tender perbaikan jalan yaitu dalam memutus perkara Hakim mempertimbangkan fakta-fakta yang ditemukan dari keterangan saksi-saksi


(46)

dan alat-alat bukti, menelaah unsur-unsur dari pasal-pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, apakah unsur-unsur tersebut terpenuhi atau tidak, dan selanjutnya mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan ataupun yang meringankan terdakwa. Dan juga dalam kasus ini Hakim menggunakan teori pendekatan yang digunakan untuk mempertimbangkan penjatuhan putusan pada suatu perkara yaitu teori pendekatan keilmuan dan teori ratio decidendi.

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka saran yang dapat disampaikan adalah diharapkan pada pengambilan keputusan pemidanaan mengingat terbukti bahwa terdakwa tidak menikmati uang hasil korupsi tersebut seharusnya pidana denda yang dijatuhkan kepada terdakwa dihapuskan, dikarenakan bahwa terdakwa adalah tulang punggung keluarga dan juga terdakwa hanyalah bekerja sebagai pedagang burung yang berpenghasilan standar.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Andrisman, Tri. 2010. Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP : Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I : Rajawali Pers. Jakarta.

D, Soedjono. 1977. Ilmu Kejiwaan Kejahatan : Karya Nusantara. Bandung.

Fajar, Mukti dan Achmad, Yulianto. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris : Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Hamzah, Andi. 2003. Hukum Acara Pidana Indonesia : Sapta Artha Jaya. Jakarta. _________ KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta

Moeljatno. 1984. Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua : Bina Aksara. Jakarta.

_________ 1993. Asas-asas Hukum Pidana : Rineka Cipta. Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arif. 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana : Alumni. Bandung.

Prinst, Darwan. 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi : PT.Citra Aditya Bakti. Bandung.

Projodikoro, Wirjono. 1986. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia : Eresco. Jakarta.

Rawls, John. 1971. A Theory of Justice, Chapter II The Principle of Justice, Terjemahan Susanti Adi Nugroho : Kencana Prenada Media Group.


(48)

Rifai, Eddy. 2007. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi : Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Saleh, Roeslan. 1981. Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif : Aksara Baru, Jakarta.

_________ 1982. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana : Angkasa. Jakarta

Sangaji, W. 1999. Tindak Pidana Korupsi : Indah. Surabaya. Simons. 1992. Pelajaran Hukum Pidana : Pioner Jaya. Bandung

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survei : LP3ES Soekanto, Soerjono. 1996. Pengantar Penelitian Hukum : Universitas Indonesia

Press. Jakarta.

Soesilo, R. 1984. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus : Politae. Bogor.

Sudarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana : Alumni. Bandung.

_______ 1990. Hukum Pidana 1 : Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Semarang

WJS.Poerwadarminta. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia : Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 2009. Bumi Aksara. Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 2009. Bumi Aksara.

Jakarta.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001


(49)

Putusan Nomor 07/PID.TPK/2011/PN.TK

http://swaramuslim.net/siyasah/more.php. diakses tanggal 26 September 2013 pukul 11.30

http://konsultan-arifin.blogspot.com/2012/07/pengertian-tender-pelelangan.html. diakses tanggal 11 September 2013 pukul 12.30

http://tanimart.wordpress.com/infrastructures/jalan-definisi. diakses tanggal 1 Desember 2013 pukul 08.30


(1)

36 b. Klasifikasi Data

Yaitu mengklasifikasikan/mengelompokan data yang diperoleh menurut jenisnya untuk memudahkan dalam menganalisis data.

c. Sistematisasi Data

Yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok secara sistematis sehingga memudahkan interprestasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

Tahap selanjutnya setelah pengolahan data selesai dilakukan adalah analisis data. Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami. Analisis data yang diperoleh dilakukan melalui kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis dengan cara deskriptif analisis yaitu dengan cara menguraikan data yang diperoleh dan menghubungkan satu dengan yang lain agar membentuk suatu kalimat yang tersusun secara sistematis, sedangkan dalam mengambil kesimpulan dan hasil analisis tersebut penulis menggunakan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang dilaksanakan pada fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Berdasarkan kesimpulan, maka disusun saran.


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor : 07/PID.TPK/2011/PN.TK yaitu Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi Tender Perbaikan Jalan :

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap kasus tindak pidana korupsi tender perbaikan jalan yang dijatuhkan oleh Hakim terhadap terdakwa Andhy Irawan Irham sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu adanya unsur perbuatan melawan hukum dan adanya kesalahan dari pelaku dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai kuasa direktur, dan adanya unsur kealpaan terdakwa dimana ia tanpa sadar telah lalai dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai kuasa direktur sehingga karena perbuatannya itu telah merugikan uang Negara yaitu dalam hal ini adalah keuangan daerah wilayah Bandar Lampung, selain itu juga tidak adanya alasan pemaaf sebagai bukti pembenar.

2. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana pada kasus korupsi tender perbaikan jalan yaitu dalam memutus perkara Hakim


(3)

64

dan alat-alat bukti, menelaah unsur-unsur dari pasal-pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, apakah unsur-unsur tersebut terpenuhi atau tidak, dan selanjutnya mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan ataupun yang meringankan terdakwa. Dan juga dalam kasus ini Hakim menggunakan teori pendekatan yang digunakan untuk mempertimbangkan penjatuhan putusan pada suatu perkara yaitu teori pendekatan keilmuan dan teori ratio decidendi.

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka saran yang dapat disampaikan adalah diharapkan pada pengambilan keputusan pemidanaan mengingat terbukti bahwa terdakwa tidak menikmati uang hasil korupsi tersebut seharusnya pidana denda yang dijatuhkan kepada terdakwa dihapuskan, dikarenakan bahwa terdakwa adalah tulang punggung keluarga dan juga terdakwa hanyalah bekerja sebagai pedagang burung yang berpenghasilan standar.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Andrisman, Tri. 2010. Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP : Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I : Rajawali Pers. Jakarta.

D, Soedjono. 1977. Ilmu Kejiwaan Kejahatan : Karya Nusantara. Bandung.

Fajar, Mukti dan Achmad, Yulianto. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris : Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Hamzah, Andi. 2003. Hukum Acara Pidana Indonesia : Sapta Artha Jaya. Jakarta. _________ KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta

Moeljatno. 1984. Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua : Bina Aksara. Jakarta.

_________ 1993. Asas-asas Hukum Pidana : Rineka Cipta. Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arif. 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana : Alumni. Bandung.

Prinst, Darwan. 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi : PT.Citra Aditya Bakti. Bandung.

Projodikoro, Wirjono. 1986. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia : Eresco. Jakarta.


(5)

Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif : Sinar Grafika. Jakarta.

Rifai, Eddy. 2007. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi : Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Saleh, Roeslan. 1981. Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif : Aksara Baru, Jakarta.

_________ 1982. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana : Angkasa. Jakarta

Sangaji, W. 1999. Tindak Pidana Korupsi : Indah. Surabaya.

Simons. 1992. Pelajaran Hukum Pidana : Pioner Jaya. Bandung

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survei : LP3ES

Soekanto, Soerjono. 1996. Pengantar Penelitian Hukum : Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Soesilo, R. 1984. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus : Politae. Bogor.

Sudarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana : Alumni. Bandung.

_______ 1990. Hukum Pidana 1 : Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Semarang

WJS.Poerwadarminta. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia : Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 2009. Bumi Aksara. Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 2009. Bumi Aksara.

Jakarta.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001


(6)

Lain-lain :

Putusan Nomor 07/PID.TPK/2011/PN.TK

http://swaramuslim.net/siyasah/more.php. diakses tanggal 26 September 2013 pukul 11.30

http://konsultan-arifin.blogspot.com/2012/07/pengertian-tender-pelelangan.html. diakses tanggal 11 September 2013 pukul 12.30

http://tanimart.wordpress.com/infrastructures/jalan-definisi. diakses tanggal 1 Desember 2013 pukul 08.30


Dokumen yang terkait

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Nomor: 31/Pid.B/TPK/2010/PN. JKT. PST.)

0 9 69

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PENGANGKUTAN BAHAN BAKAR MINYAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 505/Pid.B/2012/PN.TK)

1 19 58

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK )

0 9 60

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN WAKIL BUPATI MESUJI TERPILIH (Studi Kasus Nomor : 132/Pid.B/2011/PN.Mgl)

0 29 105

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ABORSI DI BANDAR LAMPUNG (Studi Putusan PN Nomor 169/PID/B/2009/PNTK)

1 26 59

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI TENDER PERBAIKAN JALAN (Studi Putusan Nomor : 07/PID.TPK/2011/PN.TK)

0 4 49

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi Putusan Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)

4 44 70

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DANA TILANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (Studi Putusan Nomor: 32/Pid.TPK/2014/PN.TJK)

0 9 53

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kasus Perkara Nomor 137/Pid.B/2014/PN.BU)

0 4 53

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA YANG SAMA TERHADAP PARA PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN (Studi Putusan Pengadilan Nomor 51/Pid.Tpk/2013/PN.TK)

0 7 54