ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI ANGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) LAMPUNG TIMUR ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK )

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI ANGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA DAERAH (APBD) LAMPUNG TIMUR

( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK )

OLEH

ANNISA DESMASARI

Tindak pidana korupsi di Indonesia khususnya di Propinsi Lampung sudah sering kali terjadi dan biasanya dilakukan oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta. Salah satu tindak pidana korupsi yang terjadi di Propinsi Lampung adalah tindak pidana pemindahan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Lampung Timur dari Bank Pemerintah ke Bank Swasta. Akibat pemindahan sejumlah dana tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp 108.861.614.800,- (seratus delapan milyar delapan ratus enam puluh satu juta enam ratus empat belas ribu delapan ratus rupiah). Sugiarto Wiharjo alias Alay selaku Komisaris Utama PT BPR Tripanca Setiadana merupakan salah satu terdakwa yang bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan Hi. Satono yang saat itu menjabat sebagai Bupati Lampung Timur. Dalam proses peradilannya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi permasalahan adalah apakah yang menjadi pertanggungjawaban pidana terhadap terdakwa tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur serta apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa perkara tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, yakni berupa penelitian terhadap kepustakaan dan peraturan-peratiran, yang dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori, konsep-konsep serta peraturan yang ada dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Selain itu juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yakni berupa penelitian yang dilakukan melalui wawancara secara langsung kepada informan yakni Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung serta Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung untuk dimintai pendapatnya tentang perkara tersebut.


(2)

Annisa Desmasari Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap terdakwa tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur dikarenakan telah terpenuhinya unsur-unsur kesalahan dan unsur-unsur tindak pidana korupsi. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Terdakwa melakukan Tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut maka terdakwa wajib mempertanggungjawabkan pidana dengan dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Dasar pertimbangan majelis hakim memutus perkara ini adalah keputusan mengenai peristiwanya, hukumannya dan pidananya. Majelis hakim menggunakan teori pembuktian positif, negatif dan berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis. Selain hal tersebut, hakim juga menimbang adanya hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa. Majelis hakim juga mempertimbangkan alat-alat bukti yang dihadirkan di persidangan.

Saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah dalam menjatuhkan putusan pemidanaan yang akan dibebankan terhadap terdakwa harus melihat peran, bobot, tanggung jawab serta asas persamaan di depan hukum (equality before the law).

Karena jika dalam mengungkap fakta-fakta tersebut tidak maksimal maka akan terjadi ketidakadilan bagi diri seorang. Karena hukuman itu sendiri sifatnya untuk membuat efek jera terhadap pelaku tetapi harus disesuaikan dengan tingkat kesalahan yang telah dilakukan. Hakim juga harus memperhatikan dengan seksama semua bukti dan keterangan dari para saksi agar putusan yang dijatuhkan pun sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.

Kata kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Tindak Pidana Korupsi dan Dana APBD Lampung Timur.


(3)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA DAERAH (APBD) LAMPUNG TIMUR

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK)

(Skripsi)

Oleh: Annisa Desmasari

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA DAERAH (APBD) LAMPUNG TIMUR

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK)

Oleh

ANNISA DESMASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Pidana Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 9

E. Sistematika Penulisan... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tujuan Hukum Pidana... 16

B. Putusan Pengadilan... 20

C. Tindak Pidana Korupsi... 22

D. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi... 24

E. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah... 26

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 28

B. Sumber dan Jenis Data... 28

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 30

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 31


(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik dan Responden... 33 B. Kasus Posisi... 34 C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Terdakwa Tindak Pidana

Korupsi APBD Lampung Timur pada Putusan Pengadilan Negeri

Tanjung Karang Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK... 37 D. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang

dalam Pemidanaan Perkara Korupsi APBD Lampung Timur

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK... 45

V. PENUTUP

A. Simpulan... 63 B. Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA


(7)

Judul Skripsi : ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK)

Nama Mahasiswa : Annisa Desmasari No. Pokok Mahasiswa : 0912011105

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H. Diah Gustiniati M, S.H.,M.H. NIP. 196109121986031003 NIP. 196208171987032003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati M, S.H.,M.H. NIP. 196208171987032003


(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Hj. Firganefi, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 196211091987031003


(9)

MOTTO

Sesungguhnya di Samping Kesulitan itu Ada Kemudahan, Maka Apabila Engkau Telah Selesai Mengerjakan Suatu Pekerjaan Kerjakanlah Pekerjaan

Lain, Dan Hanya Kepada Tuhanmu Sajalah Kamu Berharap (Qs. Alam Nasyrah ayat 6-8)

Every Dark Light is Followed By a Light Morning (Annisa Desmasari)


(10)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT

yang menjadi segalanya bagiku.

Dengan segala kerendahan hati dan sejuta kasih

Kupersembahkan karya tulisku yang sederhana ini kepada:

Ayah dan Ibu tercinta yang telah membesarkan dan mendidikku dengan

penuh kesabaran dan kasih sayang, juga yang telah membentuk karakterku

dan menempaku untuk kuat dan tegar dalam menjalani terjalnya kehidupan,

serta selalu berdoa di setiap waktu demi kesuksesanku,

Anakmu...


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 27 Desember 1991, putri keempat dari lima bersaudara pasangan H. Masherni Ali dan Hj. Silawati, S.Pd.

Pendidikan di Taman Kanan-Kanak Taruna Jaya Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1997. Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Perumnas Way Halim Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006. Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada bulan Juli 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan Krui Selatan, Lampung Barat.


(12)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi tugas akhir yang diwajibkan untuk mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Lampung, dengan judul “ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kelemahan dan kekurangan meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak akan penulis terima dengan senang hati.

Keberhasilan dalam menyelesaikan Skripsi ini, tentu tidak terlepas dari bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;


(13)

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana sekaligus Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini;

3. Bapak Eddy Rifa‟i, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu serta memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini;

4. Ibu Hj.Firganefi, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah memberikan masukan dan data yang penulis butuhkan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;

5. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang telah memberikan nasihat dan arahannya kepada penulis;

6. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H. selaku responden yang telah memberikan informasi dan data yang penulis butuhkan penulis dalam penulisan skripsi ini; 7. Ibu Dra. Rosida selaku Pembimbing Akademik yang memberikan bantuan

dalam menuntut ilmu pada Fakultas Hukum Universitas Lampung

8. Segenap Dosen Fakultas Hukum pada umumnya dan Dosen Pidana pada khususnya, terima kasih atas segala ilmu yang telah kalian berikan;

9. Segenap staf serta civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Lampung; 10. Bapak Hakim Moch Ali, S.H., M.H. dan Bapak Jaksa Rifqi Leksono, S.H.,

M.H. selaku responden yang telah memberikan informasi dan data yang penulis butuhkan dalam penulisan skripsi ini;

11. Kepada orang tua saya, Ayah H. Masherni Ali dan Ibu Hj. Silawati, S.Pd. tercinta tanpa segala kontribusi besar dari mereka penulis tidak akan mungkin bisa menyelesaikan kuliah dan skripsi ini


(14)

12. Kakak-kakakku Wansep Heriza Unyi, S.P., M.M., Yusrizal Indra Jaya, S.E., Rudy Apriansyah, S.H dan Adikku tersayang Resty Diana Putri serta keluarga besarku yang telah banyak memberikan dorongan, bantuan dan motivasi. 13. Untuk sahabat seperjuangan di kampus; Anisa Fauziah, Irmalia Murniati,

Meria Yulita, Elsa Septa dan Clara Novianti terima kasih kalian telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam hal apapun dan membuat penulis sangat beruntung memiliki sahabat seperti kalian yang tidak ternilai dengan apapun;

14. Untuk sahabat terbaik yang tak pernah lekang oleh waktu; Tia Anggraini dan Dini Ayu Agistiningrum terima kasih kalian selalu ada untuk memotivasi penulis dan terimakasih atas persahabatan yang tak pernah terpisahkan; 15. Untuk sahabat-sahabat sepermainan; Septiana Sari terimakasih untuk selalu

ada disaat penulis senang maupun sedih, Lucy, Kak Ahew, Kak Billy, dan Nurdialay yang selalu memberikan motivasi kepada penulis;

16. Untuk kawan-kawanku; Vika Trisanti yang sangat membantu sekali dalam penyelesaian skripsi ini, Tri Zaskia, Herlia Anisa, Danar, Maria, Helda, Vita, Indah serta kawan-kawan yang namanya tidak disebutkan penulis mohon maaf, terima kasih atas dukungannya yang telah kalian berikan kepada penulis

17. Untuk teman-temanku di KKN; Nanda, Ria, Fabio, Agum, Tanjung, Bangkit, Nay terima kasih atas bimbingan dan kepedulian kalian sehingga penulis merasa sangat beruntung dapat bekerja satu tim dengan kalian dan dipertemukan di desa Way Napal, Krui Selatan, Lampung Barat;


(15)

18. Untuk sahabat-sahabatku saat SDN 1 Perumnas Way Halim, SMPN 4 Bandar Lampung, dan SMAN 9 Bandar Lampung terimakasih untuk dukungan yang selama ini diberikan kepada penulis dan penulis merasa bangga memiliki sahabat-sahabat seperti kalian;

19. The last but not least, Fadra Ardhy, S.Kom. yang selalu berada di samping penulis di saat suka maupun duka.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini betapapun kecilnya, kiranya dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca pada umumnya

Bandar Lampung, April 2013 Penulis


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan reformasi pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunannya, bangsa Indonesia membutuhkan suatu kondisi yang dapat mendukung terciptanya tujuan pembangunan nasional yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Salah satu kondisi tersebut adalah penegakan supremasi hukum yang merupakan syarat mutlak bagi kelangsungan dan berhasilnya pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usaha-usaha untuk memelihara ketertiban, keamanan, kedamaian dan kepastian hukum yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

Melihat fakta yang ada Indonesia tidak mudah mewujudkan cita-citanya untuk menjadi negara yang berkembang dengan pesat dikarenakan banyaknya kasus korupsi yang melanda negeri ini. Tindak pidana korupsi merupakan suatu fenomena kejahatan yang menghambat dan menggerogoti pelaksanaan pembangunan. Tindak pidana korupsi berkembang dengan cepat baik kualitas maupun kuantitasnya, maka penanggulangannya harus diprioritaskan. Namun diakui bahwa tindak pidana korupsi termasuk jenis perkara yang sulit untuk menanggulanginya maupun memberantasnya.


(17)

2

Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, menyatakan sebagai berikut :

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, menyatakan :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Definisi yuridis tersebut merupakan batasan formal yang ditetapkan oleh badan atau lembaga formal yang memiliki wewenang untuk itu di suatu negara. Oleh karena itu, batas-batas korupsi sangat sulit dirumuskan dan tergantung pada kebiasaan maupun undang-undang domestik suatu negara.

Korupsi pertama kali dianggap sebagai tindak pidana di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 24 Prp. Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kenyataannya undang-undang ini tidak mampu melaksanakan tugasnya sehingga dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan terakhir sejak tanggal 16 Agustus 1999 diganti dengan


(18)

Undang-3

Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 1

Tujuan pemerintah dan pembuat undang-undang melakukan revisi atau mengganti produk legislasi tersebut merupakan upaya untuk mendorong institusi yang berwenang dalam pemberantasan korupsi, agar dapat menjangkau berbagai modus operandi tindak pidana korupsi dan meminimalisir celah-celah hukum, yang dapat dijadikan alasan untuk dapat melepaskan diri dari jeratan hukum. 2

Pembuatan dan perubahan undang-undang tersebut juga bertujuan untuk mengantisipasi adanya tindak pidana korupsi yang menjadikan martabat bangsa menjadi rendah, kehidupan masyarakat menjadi tidak tenteram kerena masyarakat harus menanggung pajak yang tinggi sebagai akibat dari korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah termasuk korupsi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pada saat ini kinerja aparat penegak hukum dalam menangani masalah-masalah hukum khususnya yang terkait dengan tindak pidana korupsi dipertanyakan kembali. Sudah menjadi rahasia umum bahwa aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang ikut terlibat korupsi sehingga menjadi suatu sistem yang buruk dalam penegakan hukum.

Indonesia khususnya Propinsi Lampung telah terjadi berbagai macam tindak pidana korupsi baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta. Salah satu tindak pidana korupsi yang terjadi di Lampung adalah tindak

1 Evi Hartanti,

Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 8. 2


(19)

4

pidana korupsi pemindahan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Lampung Timur dari Bank Pemerintah ke Bank Swasta.3

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca merupakan Bank yang sudah dikenal oleh masyarakat luas di Bandar Lampung. Bank yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso Nomor 41, Ketapang, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung ini, sempat dinobatkan sebagai Bank Perkreditan Rakyat terbaik ketiga di seluruh Indonesia. Atas dasar tersebut, tidak satu pun nasabah curiga ketika BPR Tripanca

menawarkan „deposito di bawah tangan‟ dengan bunga 12% per tahun, berupa cek atas nama pemilik bank, tanpa jaminan resmi dari Bank Indonesia.4

Berawal dari pertemuan di Kantor Bupati Lampung Timur antara pemilik PT BPR Tripanca Sugiarto Wiharjo alias Alay dengan Bupati Lampung Timur periode 2005 sampai dengan 2010 Hi. Satono yang dalam pertemuan tersebut Alay menawarkan kepada Satono untuk menyimpan dana kas daerah Kabupaten Lampung Timur dalam bentuk tabungan di PT BPR Tripanca Setiadana. Selanjutnya Satono menyetujui tawaran Alay untuk memindahkan sebagian dana kas Daerah Lampung Timur dari Bank Umum yaitu PT Bank Lampung Kantor Kas Sukadana dan PT Bank Mandiri (Persero) cabang Metro ke PT BPR Tripanca Setiadana Bandar Lampung.5

Terjadinya tindak pidana korupsi tersebut bermula dari Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) Tripanca mengalami kolaps atau gagal bayar yang akhirnya membuat kasus ini pun mencuat ke publik. Pada tanggal 15 Oktober 2008 terjadi krisis

3

http://koranlampung.com/, diakses pada 13 Desember 2012, pukul 15.35 WIB.

4 http://www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 13Desember 2012, pukul 15.00 WIB.

5


(20)

5

ekonomi global yang melanda dunia, termasuk PT BPR Tripanca, lalu mengalami kesulitan likuiditas. Seminggu kemudian, Alay beserta keluarga mengasingkan diri ke Australia dengan alasan untuk berobat. Pada tanggal 14 November 2008 Kapolda Lampung Brigjen Ferial Manaf memerintahkan jajrannya memburu Alay, sedangkan BPR Tripanca dalam status pengawasan Bank Indonesia.6

Kemudian Bank Indonesia melaporkan BPR Tripanca karena kasus dana macet dinilai termasuk pidana perbankan. Lalu pada tanggal 29 Desember 2008 Alay beserta pihak-pihak yang terlibat dibawa ke Mabes Polridan dijerat dengan Undang-undang Pemberantasan Korupsi terkait deposito dana APBD Lampung Timur dan APBD Lampung Tengah.7

Izin usaha PT. Bank BPR Tripanca Setiadana Bandar Lampung telah dicabut izin usahanya pada tanggal 24 Maret 2009 berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonsia Nomor 11/15/KEP.GBI/2009 tentang pencabutan izin usaha PT BPR Tripanca Setiadana. Sehingga simpanan deposito Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur di Bank BPR Tripanca Setiadana Bandar Lampung tidak dapat dicairkan dan mengakibatkan kerugian keuangan Negara/Daerah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur.8

Sebagaimana diketahui bahwa uang kas daerah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur seharusnya disimpan pada bank yang sesuai dengan surat keputusan dari bupati Lampung Timur yaitu pada Bank Lampung cabang Sukadana. Bahwa berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah

6

http://koranlampung.com/, diakses pada 13 Desember 2012, pukul 15.35 WIB. 7

Ibid

8 http://www1.lps.go.id/web/guest/bank-yang-dilikuidasi/-/asset_publisher/, diakses pada 13 Desember, pukul 16.07 WIB.


(21)

6

Daerah, sebagaimana yang telah beberapa kali dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 dalam Pasal 193 ayat (1) dan penjelasannya menyatakan bahwa uang milik pemerintah daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. Dimana penjelasan dalam pasal tersebut adalah penempatan deposito hanya dapat dilakukan pada Bank Pemerintah dan investasi jangka pendek hanya dapatt dilakukan pada kegiatan yang mengandung resiko rendah.

Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK menyatakan terdakwa Sugiarto Wiharjo alias Alay terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Berdasarkan putusan tersebut, terdakwa dihukum pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan denda sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Menilai dari putusan pengadilan sebagaimana tersebut di atas tampaknya pemidanaan yang dijatuhkan kepada Sugiarto Wiharjo alias Alay terlalu ringan, karena terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah


(22)

7

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Lampung Timur (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Dalam skripsi ini akan dibahas beberapa masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap perkara tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur dalam putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK?

b. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam pemidanaan perkara korupsi APBD Lampung Timur putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup masalah penelitian ini dibatasi hanya pada putusan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang terhadap pelaku Sugiarto Wiharjo alias Alay dalam kasus tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur. Adapun ilmu yang digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu hukum pidana dan substansi dalam penelitian ini merupakan tindak pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi yang terjadi di Kabupaten Lampung Timur.


(23)

8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup permasalahan di atas maka penulisan skripsi bertujuan untuk mengetahui:

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur

b. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam pemidanaan perkara korupsi APBD Lampung Timur

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis dari hasil penelitian ini untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan Hukum Pidana, serta untuk mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah guna mengungkapkan kajian yang lebih dalam terhadap undang-undang atau Peraturan lainnya yang ada yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemidanaan tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur.

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah sebagai acuan dan referensi bagi pendidikan dan penelitian hukum, dan sebagai sumber bacaan bidang hukum khususnya tentang tindak pidana korupsi.


(24)

9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti.9

Membahas permasalahan dalam skripsi ini penulis mencoba dengan menggunakan hukum acara pidana atau hukum pidana formil da hukum pelaksanaan bersifat nyata atau konkrit atau hukum pidana yang berada dalam suatu proses. Seperti

yang dirumuskan oleh Van Bemmelen: “Ilmu hukum acara pidana mempelajari

peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana”.

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Unsur-unsur Pertanggungjawaban Pidana

1. Kemampuan Bertanggung Jawab

Untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum (faktor akal). Dibutuhkan pula kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi (faktor perasaan/kehendak).

2. Kesengajaan (Opzet) atau Kelalaian (Culpa)

Sengaja berarti adanya kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu dan menimbulkan suatu akibat dari

9 Soerjono Soekanto,

Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1984, hlm. 125.


(25)

10

perbuatannya yang dengan sengaja melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepada pelaku. Unsur terpentingnya adalah pelaku mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat mengetahui akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh Undang-undang.

3. Tidak ada alasan pemaaf

Dalam hal mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku melakukan perbuatannya secara sadar dengan jiwa yang sehat jasmani dan rohani serta tidak adanya alasan pembenar atau pemaaf atas perbuatan yang ia lakukan. Serta perbuatan tersebut dinyatakan dalam Undang-undang merupakan perbuatan yang melanggar hukum.10

b. Dasar Pertimbangan Hakim

Sebelum hakim memutuskan suatu perkara, maka hakim hendaknya melakukan pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan oleh hakim :

1. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang telah dituduhkan kepadanya.

2. Keputusan mengenai hukumannya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana.

3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipenjara.11

10

Tri Andrisman, Hukum Pidana Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia,

Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2009, hlm. 44. 11


(26)

11

Di dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yaitu dalam Pasal 8 ayat (2) :

“Dalam pertimbangan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.”

Hakim juga menggunakan teori pembuktian dalam mempertimbangkan putusannya, adapun teori pembuktian tersebut meliputi:

1. Teori pembuktian menurut Undang-undang yang positif.

Menurut teori ini seorang dikatakan bersalah dan tidak bersalah tergantung ada atau tidaknya sejumlah alat-alat bukti yang telah dipastikan di dalam Undang-undang meskipun keyakinan hakim tidak dipastikan harus ada. 2. Teori pembuktian Undang-undang yang negatif.

Menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana, bila ada sedikitnya alat bukti yang telah ditentukan dalam Undnag-undang, ditambah dengan adanya keyakinan hakim yang didapat dari adamya alat-alat bukti tersebut.

3. Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim.

Didasarkan kepada keyakinan hati nuranninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Dengan sistem ini, pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam Undang-undnag.

4. Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis. Hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan


(27)

12

suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.12

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan atau diteliti.13

Dalam konsep ini dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penulisan, sehingga mempunyai batasan yang jelas dan tepat dalam penafsiran beberapa istilah, hal ini untuk menghindari kesalahpahaman dalam penulisan.

Adapun pengertian istilah yang digunakan sebagi berikut:

a. Analisis diartikan sebagai penyidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.14

b. Pemidanaan adalah tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana yang merupakan upaya pembinaan bagi seorang pelaku kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan serupa.

c. Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri endiri atau orang lain atau suatu

12

Andi Hamzah, Delik-delik Tertentu KUHP, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 251-254. 13 Soerjono Soekanto,

op. cit. hlm. 32. 14


(28)

13

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.15

d. Putusan Pengadilan adalah suatu pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh perundang-undangan.16

e. Pengadilan Negeri adalah pengadilan yang berwenang mengadili segala perkara tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya.17

f. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas. Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.18

15

Undang-undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 21.

16

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 butir 11. 17 Ibid., Pasal 84 ayat (1).

18


(29)

14

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah urutan-urutan tertentu dari unsur-unsur yang merupakan suatu kebulatan dari penulisan dengan tujuan utuk memberikan gambaran secara menyeluruh dari hasil penelitian di dalam penulisan skripsi. Secara keseluruhan, skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang isinya mencerminkan susunan dan materi sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang penulisan skripsi ini, kemudian menarik pemasalahan-permasalahan yang dianggap penting dan membatasi ruang lingkup penulisan, juga memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang pengertian-pengertian pembuktian masalah dan dasar hukum dalam membahas hasil penelitian yang terdiri dari tinjauan tentang pemidanaan, putusan pengadilan, tindak pidana korupsi, pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi, Anggaran dasar pendapatan dan belanja daerah serta sumber hukum tindak pidana korupsi.

III. METODE PENELITIAN

Dalam bab ini memuat mengenai penulisan yang meliputi pendekatan masalah yang merupakan penjelasan tentang bagaimanakah masalah yang akan dijawab tersebut, sumber dan jenis data yang merupakan penjelasan tentang darimana data tersebut diperoleh, penentuan populasi dan sampel serta pengolahan data.


(30)

15

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat pokok bahasan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan yaitu mengenai pemidanaan tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur.

V. PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil pembahasan dan penelitian sesuai dengan teori dan praktek di lapangan serta memberikan sumbangan pikiran berupa saran yang berkaitan dengan hasil dari penelitian tentang Analisis Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi APBD Lampung Timur.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pemidanaan 1. Tujuan Hukum Pidana

Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan atau hak asasi manusia dan masyarakat. Tujuan hukum pidana di Indonesia harus sesuai dengan falsafah Pancasila yang mampu membawa kepentingan yang adil bagi seluruh warga negara. Dengan demikian hukum pidana di Indonesia adalah mengayomi seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan hukum pidana dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: a. Tujuan hukum pidana sebagai hukum Sanksi.

Tujuan ini bersifat konseptual atau filsafati yang bertujuan memberi dasar adanya sanksi pidana. Jenis bentuk dan sanksi pidana dan sekaligus sebagai parameter dalam menyelesaikan pelanggaran hukum pidana. Tujuan ini biasanya tidak tertulis dalam pasal hukum pidana tapi bisa dibaca dari semua ketentuan hukum pidana atau dalam penjelasan umum.

b. Tujuan dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap orang yang melanggar hukum pidana.

Tujuan ini bercorak pragmatik dengan ukuran yang jelas dan konkret yang relevan dengan problem yang muncul akibat adanya pelanggaran hukum


(32)

17

pidana dan orang yang melakukan pelanggaran hukum pidana. Tujuan ini merupakan perwujudan dari tujuan pertama.

Sementara itu menurut hukum pidana bertujuan untuk:

a. Menakut-nakuti setiap orang untuk jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik (aliran klasik);

b. Mendidik orang yang pernah melakukan kejahatan untuk menjadi orang yang baik dan diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya (aliran modern).19 Adanya tujuan pemidanaan adalah langkah yang baik agar dalam pemidanaan ada arah yang jelas dan terukur dalam pemidanaan. Oleh karena itu, dalam penetapan tujuan pemidanaan sebaiknya mempertimbangkan keadaan nyata yang muncul disebabkan adanya pelanggaran hukum pidana, bukan menekan pada harapan di masa yang akan datang yang abstrak supaya dapat mencegah bentuk pelanggaran yang akan terjadi.

2. Dasar-dasar Pemidanaan a. Ketuhanan

Pidana adalah tuntutan keadilan dan kebenaran Tuhan. Tidak boleh ada pemidanaan karena dendam dan pembalasan,melainkan pelaku telah berdosa.Hakim bertindak atas kekuasaan yang diberikan oleh Tuhan,sedangkan negara bertindak sebagai pembuat Undang-undang.Penguasaan adalah abdi Tuhan untuk melindungi yang baik dan menghukum yang jahat.

b. Falsafah

Berdasarkan ajaran kedaulatan rakyat dari J.J.Roussdau, berarti ada kesepakatsn fiktif antara rakyat dan negara,itu bearti rakyat berdaulat dan menentukan

19


(33)

18

pemerintahan.kekuasaan negara adalah kekuasaan yang diberikan oleh rakyat,setiap rakyat menyerahkan sebagian hak asasi kepada negara dengan imbalan perlindungan untuk kepentingan hukumnya dari negara.

c. Perlindungan Hukum (Yuridis)

Dasar dari pemidanaan ini adalah bahwa penerapan hukum pidana adalah untuk menjamin ketertiban hukum.

1. Teori-teori Pemidanaan

Teori tentang penegakan hukum pidana, berkaitan dengan istilah dalam teori pemidanaan. Teori pemidanaan dimaksudkan untuk mencari dasar pembenaran dijatuhkannya pidana kepada pelaku tindak pidana serta tujuan yang akan dicapai dengan penjatuhan pidana.

Teori-teori pemidanaan dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Teori Absolut atau pembalasan (retributive / vergeldingstheorien), memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.

2. Teori Relatif atau teori tujuan (utilitarian), memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai


(34)

19

tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus yang ditujukan kepada pelaku maupun pencegahan umum yang ditujukan ke masyarakat. Teori relatif berasas pada 3 (tiga) tujuan utama pemidanaan yaitu preventif, detterence, dan reformatif. Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan menakuti (detterence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan yang bisa dibedakan untuk individual, publik dan jangka panjang

3. Teori Gabungan, teori ini memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan retributif sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter retributif sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter utilitariannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.20

20 Diah Gustiniati,

Hukum Penitensia dan Sistem Pemasyrakatan di Indonesia, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011, hlm. 22-26.


(35)

20

B. Putusan Pengadilan

1. Pengertian Putusan Pengadilan

Putusan atau pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka disebut dengan putusan pengadilan, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 butir ke 11 KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam

sidang tebuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini.”

Adapun dalam persidangan perkara pidana, sesudah pemeriksaan dinyatakan tertutup, hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan. Apabila dipandang perlu, maka musyawarah tersebut diadakan setelah terdakwa, saksi, penasehat hukum dan hadirin meninggalkan ruang sidang.

Selanjutnya dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan yang dimulai dari hakim termuda sampai hakim yang tertua. Sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis, dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya.21

Pengambilan putusan oleh hakim di pengadilan adalah didasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 191 KUHAP. Dengan demikian surat dakwaan dari penuntut umum merupakan dasar hukum acara pidana, karena dengan berdasarkan pada dakwaan itulah pemeriksaan sidang pengadilan itu dilakukan. Suatu

21


(36)

21

persidangan di pengadilan seorang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana diluar batas-batas dakwaan.22

Walaupun surat dakwaan merupakan dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusan, tetapi hakim tidak terikat pada surat dakwaan tersebut. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.23

2. Pelaksanaan Putusan Pengadilan/Eksekusi

Secara umum proses penegakan hukum pidana dalam sistem peradilan dilaksanakan secara bertahap, yang dimulai dari tahappenyidikan, tahap penuntutan, tahap pemeriksaan di sidang pengadilan serta tahap pelaksanaan putusan pengadilan. Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirim salinan surat keputusan kepadanya.24 Pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah jaksa. 25

Ketentuan-ketentuan di atas menunjukan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan ditegaskan oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan menyebut

“jaksa”. Hal ini tentunya berbeda dengan penuntutan seperti penahanan, dakwaan,

tuntutan dan lain-lain yang disebut sebagai penuntutan umum. Pelaksanaan putusan pengadilan yang juga disebut eksekusi pada dasarnya hanya bersifat

22

Andi hamzah, Delik-delik Tertentu Dalam KUHP, 1983, hlm. 167. 23

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal 183. 24 Ibid., Pasal 270.

25


(37)

22

administratif, hal ini didasarkan pada surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP-120/J.A/12/1992 tentang administratif perkara tindak pidana, dimana juga disbeutkan bahwa eksekusi baru dapat dilaksanakan oleh jaksa apabila telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

C. Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau individu yang menyebabkan terjadinya suatu tindak kriminal yang menyebabkan orang tersebut menanggung pidana atas perbuatannya, dimana dalam perbuatan tersebut dinyatakan bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat, norma hukum dan perundang-undangan yang berlaku.26

Perbuatan korupsi adalah perilaku ingin menguasai atau memiliki uang negara untuk kepentingan sendiri atau kelompok secara tidak sah atau mengalihkan peruntukkan pengguna keuangan negara dari kepentingan umum kepada kepentingan pribadi atau kelompok. Sehingga pembangunan sosial masyarakat terhambat.

Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang harus dihindari, dan barang siapa melanggarnya akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga wajib dicantumkan dalam Undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

26


(38)

23

PEPERPU atau Peraturan Pengganti Undang-undang Tahun 1958 telah dapat membedakan dua jenis perbuatan korupsi sebagai berikut:

1. Perbuatan pidana korupsi yang dikaitkan dengan unsur kejahatan atau pelanggaran yang dikenai pidana pokok dan pidana tambahan, dan

2. Perbuatan korupsi lainnya yang dapat dikenai keputusan dirampas (beslag) perdata, tindakan fiskal dan pengembalian hutang-hutang kepada negara secara paksa, serta penyelidikan kekayaan uang di Bank.

Undang-undang tindak pidana korupsi merumuskan tindak pidana korupsi dalam pasal 2 ayat (1) sebagai berikut:

“Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara.”

Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh seseorang atau pejabat/aparatur negara merupakan salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana. Dikatakan demikian karena korupsi yang dilakukan oleh seorang pejabat/aparatur negara sudah tentu akan merugikan keuangan dan perekonomian negara, bahkan merugikan rakyat/masyarakat secara umum dalam suatu negara.

Korupsi keuangan negara terjadi karena adanya penyalahgunaan wewenang yaitu perbuatan penyalahgunaan hak dan kekuasaan untuk bertindak atau menyalahgunakan kekuasaan untuk membuat keputusan. Unsur delik penyalahgunaan wewenang menurut Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi adalah:


(39)

24

a. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

b. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan;

c. Yang dapat merugikan keuangan negara.

D. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi 1. Pertanggungjawaban Pidana

Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana, secara hukum ada pertanggungjawaban atas segala perbuatannya pada hukum. Setiap tindak pidana memiliki akibat hukum yang menjadi tanggung jawab bagi pelaku dengan batasan-batasan yang ditentukan oleh norma-norma hukum yang berlaku, yakni batasan sanksi atau ancaman pidana maupun umur, yaitu sebagai berikut:

a. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum); b. Di atas umur tertentu maupun bertanggungjawab;

c. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan;

d. Tidak adanya alasan pemaaf.27

Pertanggungjawaban pidana didasari oleh kemampuan menentukan baik buruk atas perbuatannya, merupakan sifat melawan hukum, dan dapat menentukan atas perbuatannya secara sadar dan jiwa yang sehat jasmani dan rohani, dan batasan umur tertentu yang diatur oleh Undang-undang dapat

27


(40)

25

bertanggung jawab atas kesalahannya baik sengaja atau kealpaan serta tidak ada alasan pemaaf.

2. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi

Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana pada umumnya diatur dalam pasal-pasal KUHP, walaupun tindak pidana korupsi telah diatur dalam KUHP tetapi karena tindak pidana koruspi merupakan tindak pidana khusus, maka ketentuannya telah diatur pula oleh undang-undang lain secara khusus, dikarenakan pertanggungjawaban pidana korupsi lebih luas lingkupnya dari hukum tindak pidana umum. Hal terebut dinyatakan dalam:

a. Kemungkinan penjatuhan pidana secara in absentia (Pasal 23 ayat 1-4) UUPTPK.

b. Kemungkinan perampasan barang-barang yang telah disita bagi terdakwa yang telah meninggal dunia sebelum ada putusan yang tidak dapat diubah lagi (Pasal 23 ayat (5)) bahkan kesempatan banding tidak ada.

c. Perumusan delik dan UUPTPK yang sangat luas ruang lingkupnya, terutama unsur ketiga pada Pasal 1 ayat (1) sub a dan b.

d. Penafsiran kata “penggelapan” pada delik penggelapan (Pasal 415 KUHP) oleh Yurisprudensi baik di Belanda maupun di Indonesia sangat luas. Pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi yang dimuat pada Pasal 2 ayat (1) dan Ayat (2) terdapat unsur kesalahan (perbuatan orang) secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan dan perekonomian negara, yang timbul akibat perbuatan, negara dalam keadaan tertentu yang dapat dirumuskan ke dalam kondisi negara yang bermacam-macam, sehingga perumusan tindak pidana korupsi diperluan yang dapat memudahkan penuntut umum membuktikannya. Dimaksudkan negara dlama keadaan tertentu ian\lah negara sedang mengalami bencana alam, krisis moneter, politik, hukum dan keadaan perang.


(41)

26

Percobaan melakukan delik korupsi syaratnya adalah sama dengan ketentuan Pasal 53 KUHP, artinya harus ada niat, ada permulaan pelaksanaan, dan pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak sendiri. Yang menyimpang dari Pasal 53 KUHP ialah pidananya tidak dipotong dengan sepertiganya. Memamng menurut Pasal 103 KUHP berlaku juga ketentuan Pasal 53 KUHP untuk perundang-undangan pidana khusus kecuali kalau undang-undang itu menentukan lain (lex specialis derodate legi generalis).

E. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Pengertian APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi massa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 3 Desember.

2. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

a. Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

b. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.


(42)

27

c. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

d. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

e. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.

f. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. g. Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat

untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.


(43)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Di dalam proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

1. Pendekatan Yuridis Normatif.

Pendekatan secara Yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan Yuridis Empiris yaitu pendekatan yang dilakukan untuk mempelajari hukum secara langsung melalui objek penelitian, baik berupa pendapat, sikap dan perilaku hukum yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan Jenis data dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu data data sekunder dan data primer.


(44)

29

1. Data Primer

Adalah data yang didapat secara langsung dari sumber utama melalui penelitian yang dilakukan.28 Data yang antara lain berupa data-data, informasi atau keterangan yang diperoleh dari lapangan melalui pihak terkait mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Lampung Timur.

2. Data sekunder

Data yang diperoleh dari bahan literatur kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip yang bersifat teoritis, konsep -konsep, doktrin dan asas- asas hukum yang berkaitan dengan pokok dengan cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-undangan,yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas, yang terdiri antara lain :

a. Bahan Hukum Primer antara lain :

1) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana 2) Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana

3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2009 yang telah dirubah menjadi UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

4) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

5) Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor

22/Pid/TPK/2011/PN.TK

28

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1984., hlm. 12.


(45)

30

b. Bahan Hukum Sekunder

1. Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini yaitu teori-teori yang dikemukakan para ahli dan peraturan – peraturan pelaksana dari Undang-Undang dimaksud seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan – bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari :

1) Literatur – literatur

2) Kamus Besar Bahasa Indonesia

3) Media massa, baik cetak maupun elektronik

4) Tulisan dari kalangan hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

C. Penentuan Populasi dan Sample

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari seluruh unit analisa yang ciri – cirinya akan diduga.29 Karena masalah tindak pidana korupsi ini menyangkut masalah penegakan hukum dan eksistensi hukum pidana terhadap masyarakat, maka yang menjadi populasi adalah para penegak hukum dan instansi terkait yang menangani masalah ini, dan akademisi hukum.

Penentuan sample, digunakan metode “proposional purposive sampling”, yaitu

penentuan sekelompok subjek yang didasarkan atas pertimbangan maksud dan

29


(46)

31

tujuan yang telah ditetapkan serta seuai ciri – ciri ctertentu pada masing – masing responden yang di pandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan cirri – cirri populasi. Berdasarkan metode sampling tersebut diatas, maka yang menjadi sample responden dalam penelitian ini adalah :

1. Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang : 1 orang 2. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang 3. Dosen Fakultas Hukum Pidana Universitas Lampung : 1 orang ---

Jumlah 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data agar diperoleh hasil baik maka dilakukan dengan cara sebagai berikut ;

a. Studi lapangan dilakukan dengan observasi secara langsung terhadap fenomena yang terjadi dengan menggunakan metode wawancara (interview).

b. Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data pendukung terhadap objek penelitian, dalam hal ini yaitu dokumen, arsip-arsip yang bersifat teoritis, konsep-konsep, doktrin dan asas-asas.

2. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dianggap cukup dari hasil penelitian dilakukan metode: a. Editing yaitu data yang diperoleh kemudian diperiksa apakah masih


(47)

32

b. Sistematisasi yaitu data yang diperoleh dan telah di editing kemudian dilakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap-tiap pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisis Data

Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriftif yakni penggambaran argumentasi dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Dari hasil analisis tersebut dilanjutkan degan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan pada realitas yang bersifat umum yang kemudian disimpulkan secara khusus.


(48)

63

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa Sugiarto Wiharjo alias Alay dalam putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang sebagai terdakwa perkara tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 108.861.614.800,- (Seratus delapan milyar delapan ratus enam puluh satu juta enam ratus empat belas ribu delapan ratus rupiah). Pertanggungjawaban pidana oleh terdkwa dikarenakan telah terpenuhinya unsur kesalahan yaitu mampu bertanggungjawab, melakukan dengan kesengajaan (Opzet) atau kelalaian

(Culpa), dan tidak ada alasan pemaaf dan pembenar.

Tindak pidana korupsi yang terdakwa lakukan juga telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi yaitu setiap orang, secara melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, melakukannya bersama-sama, dan berlanjut. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun


(49)

64

2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Terdakwa melakukan Tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut maka terdakwa wajib mempertanggungjawabkan pidana dengan dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

2. Dasar pertimbangan hukum Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang memutus perkara Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK mengenai tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur yang dilakukan oleh Sugiarto Wiharjo sebagai berikut:

a. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang telah dituduhkan kepadanya. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang menilai peristiwa atau perbuatan yang dilakukan terdakwa Sugiarto Wiharjo telah melakukan tindak pidana korupsi seperti yang dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa.

b. Keputusan mengenai hukumannya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana. Dalam perkara ini majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang menilai bahwa benar perbuatan yang dilakukan terdakwa selaku Komisaris Utama PT BPR Tripanca merupakan suatu tindak pidana yang termasuk ke dalam tindak pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau


(50)

65

perekonomian negara serta merugikan orang banyak sehingga perbuatan terdakwa dapat dipidana.

c. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipenjara. Dikarenakan perbuatan terdakwa tersebut merupakan kejahatan yang melawan hukum yang berlaku maka terdakwa dapat dipidana penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

Dalam perkara tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur, hakim menggunakan teori pembuktian Undang-undang yang positif, teori pembuktian Undang-undang yang negatif dan teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis, dimana hakim hanya boleh menjatuhkan pidana, apabila ada sedikitnya dua alat bukti yang telah ditentukan dalam Undang-undang, ditambah dengan adanya keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti tersebut. Alat-alat bukti yang dihadirkan di persidangan perkara ini ialah keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa. Selain hal tersebut, hakim juga menimbang adanya hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa.


(51)

66

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas maka dalam hal ini penulis memberikan saran:

1. Dalam menjatuhkan putusan pemidanaan yang akan dibebankan terhadap terdakwa harus melihat peran, bobot, tanggung jawab serta asas persamaan di depan hukum (equality before the law). Karena jika dalam mengungkap fakta-fakta tersebut tidak maksimal maka akan terjadi ketidakadilan bagi diri seorang. Karena hukuman itu sendiri sifatnya untuk membuat efek jera terhadap pelaku tetapi harus disesuaikan denga tingkat kesalahan yang telah dilakukan dan merupakan perbuatan melawan hukum, dan melakukan perbuatan secara sadar dan jiwa yang sehat jasmani dan rohani, dan batasan umur tertentu yang diatur oleh Undang-undang dapat bertanggung jawab atas kesalahannya baik sengaja maupun kealpaan serta tidak ada alasan pemaaf.

2. Dalam proses memberikan putusan di Pengadilan, Hakim sebagai pejabat yang memiliki kewenangan untuk menerima, mengadili dan memutus perkara, sebaiknya mampu melaksanakan kewajibannya secara tepat dalam hal pengambilan keputusan. Berbagai keterangan saksi dan alat bukti maupun dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dapat dipertimbangkan secara tepat dan cermat melihat persesuaian terhadap saksi, alat bukti maupun keterangan terdakwa di persidangan. Hal ini dimaksudkan agar putusan tersebut dapat berjalan secara efektif dan benar-benar mewujudkan rasa keadilan dan kepastian hukum ditengah-tengah masyarakat.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Wahyu. 1993. Melaksanakan Putusan Hakim. Alumni. Bandung. Amiruddin dan Asikin, Zainal. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Gustiniati, Diah. 2011. Hukum Penitensia dan Sistem Pemasyrakatan di Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hartanti, Evi. 2007. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Jakarta. Hamzah, Andi. 1984. Pengertian Hukum Acara Pidana. Ghalia. Jakarta. Manan, Bagir. 2000. Wajah Hukum di Era Reformasi. Citra Aditya Bakti. Prasetyo, Teguh. 2010. Hukum Pidana. Rajawali Press. Jakarta.

Rahardjo, Satjipto. 2009. Membangun dan Merombak Hukum Indonesia. Genta Publishing. Yogyakarta.

Rifai, Ahmad. 2011. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif. Sinar Grafika. Jakarta.

Saleh, Abdul Rahman. 2008. Bukan Kampung Maling, Bukan Desa Ustadz.

Kompas Media Nusantara. Jakarta.

Saleh, Wantjik, K. 1983. Tindak Pidana Korupsi dan Suap. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sudarto. 1986. Kapita Selekta hukum Pidana. Alumni. Bandung.

Soekanto, Soerjono.1984. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. 2004. Penelitian Hukum Normatif;Suatu Tinjauan Singkat. Raja Garfindo Persada. Jakarta.


(53)

Sutiyoso, Bambang. 2010. Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di Indonesia. UII Press. Yogyakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. http://www.hukumonline.com

http://koranlampung.com/ http://www.pn-pandeglang.go.id


(1)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa Sugiarto Wiharjo alias Alay dalam putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang sebagai terdakwa perkara tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 108.861.614.800,- (Seratus delapan milyar delapan ratus enam puluh satu juta enam ratus empat belas ribu delapan ratus rupiah). Pertanggungjawaban pidana oleh terdkwa dikarenakan telah terpenuhinya unsur kesalahan yaitu mampu bertanggungjawab, melakukan dengan kesengajaan (Opzet) atau kelalaian

(Culpa), dan tidak ada alasan pemaaf dan pembenar.

Tindak pidana korupsi yang terdakwa lakukan juga telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi yaitu setiap orang, secara melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, melakukannya bersama-sama, dan berlanjut. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun


(2)

64

2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Terdakwa melakukan Tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut maka terdakwa wajib mempertanggungjawabkan pidana dengan dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

2. Dasar pertimbangan hukum Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang memutus perkara Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK mengenai tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur yang dilakukan oleh Sugiarto Wiharjo sebagai berikut:

a. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang telah dituduhkan kepadanya. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang menilai peristiwa atau perbuatan yang dilakukan terdakwa Sugiarto Wiharjo telah melakukan tindak pidana korupsi seperti yang dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa.

b. Keputusan mengenai hukumannya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana. Dalam perkara ini majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang menilai bahwa benar perbuatan yang dilakukan terdakwa selaku Komisaris Utama PT BPR Tripanca merupakan suatu tindak pidana yang termasuk ke dalam tindak pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau


(3)

perekonomian negara serta merugikan orang banyak sehingga perbuatan terdakwa dapat dipidana.

c. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipenjara. Dikarenakan perbuatan terdakwa tersebut merupakan kejahatan yang melawan hukum yang berlaku maka terdakwa dapat dipidana penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

Dalam perkara tindak pidana korupsi APBD Lampung Timur, hakim menggunakan teori pembuktian Undang-undang yang positif, teori pembuktian Undang-undang yang negatif dan teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis, dimana hakim hanya boleh menjatuhkan pidana, apabila ada sedikitnya dua alat bukti yang telah ditentukan dalam Undang-undang, ditambah dengan adanya keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti tersebut. Alat-alat bukti yang dihadirkan di persidangan perkara ini ialah keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa. Selain hal tersebut, hakim juga menimbang adanya hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa.


(4)

66

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas maka dalam hal ini penulis memberikan saran:

1. Dalam menjatuhkan putusan pemidanaan yang akan dibebankan terhadap terdakwa harus melihat peran, bobot, tanggung jawab serta asas persamaan di depan hukum (equality before the law). Karena jika dalam mengungkap fakta-fakta tersebut tidak maksimal maka akan terjadi ketidakadilan bagi diri seorang. Karena hukuman itu sendiri sifatnya untuk membuat efek jera terhadap pelaku tetapi harus disesuaikan denga tingkat kesalahan yang telah dilakukan dan merupakan perbuatan melawan hukum, dan melakukan perbuatan secara sadar dan jiwa yang sehat jasmani dan rohani, dan batasan umur tertentu yang diatur oleh Undang-undang dapat bertanggung jawab atas kesalahannya baik sengaja maupun kealpaan serta tidak ada alasan pemaaf.

2. Dalam proses memberikan putusan di Pengadilan, Hakim sebagai pejabat yang memiliki kewenangan untuk menerima, mengadili dan memutus perkara, sebaiknya mampu melaksanakan kewajibannya secara tepat dalam hal pengambilan keputusan. Berbagai keterangan saksi dan alat bukti maupun dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dapat dipertimbangkan secara tepat dan cermat melihat persesuaian terhadap saksi, alat bukti maupun keterangan terdakwa di persidangan. Hal ini dimaksudkan agar putusan tersebut dapat berjalan secara efektif dan benar-benar mewujudkan rasa keadilan dan kepastian hukum ditengah-tengah masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Wahyu. 1993. Melaksanakan Putusan Hakim. Alumni. Bandung. Amiruddin dan Asikin, Zainal. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum

Pidana Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Gustiniati, Diah. 2011. Hukum Penitensia dan Sistem Pemasyrakatan di

Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hartanti, Evi. 2007. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Jakarta. Hamzah, Andi. 1984. Pengertian Hukum Acara Pidana. Ghalia. Jakarta. Manan, Bagir. 2000. Wajah Hukum di Era Reformasi. Citra Aditya Bakti. Prasetyo, Teguh. 2010. Hukum Pidana. Rajawali Press. Jakarta.

Rahardjo, Satjipto. 2009. Membangun dan Merombak Hukum Indonesia. Genta Publishing. Yogyakarta.

Rifai, Ahmad. 2011. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum

Progresif. Sinar Grafika. Jakarta.

Saleh, Abdul Rahman. 2008. Bukan Kampung Maling, Bukan Desa Ustadz. Kompas Media Nusantara. Jakarta.

Saleh, Wantjik, K. 1983. Tindak Pidana Korupsi dan Suap. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sudarto. 1986. Kapita Selekta hukum Pidana. Alumni. Bandung.

Soekanto, Soerjono.1984. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. 2004. Penelitian Hukum Normatif;Suatu


(6)

Sutiyoso, Bambang. 2010. Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di

Indonesia. UII Press. Yogyakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. http://www.hukumonline.com

http://koranlampung.com/ http://www.pn-pandeglang.go.id


Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

1 140 155

Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Oleh CV Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Kota Binjai (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 05/Pid.Sus K/2011/PN Medan)

7 61 152

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

3 98 139

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN TERHADAP CALON JEMAAH UMRAH (Studi Kasus Perkara Nomor: 758/Pid.B/2011/PN.TK)

2 8 45

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK )

0 9 60

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN TANAH PLTU (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.22/PID.TPK/2012/PN.TK )

0 8 49

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI TENDER PERBAIKAN JALAN (Studi Putusan Nomor : 07/PID.TPK/2011/PN.TK)

0 4 49

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEGAWAI PDAM WAY RILAU BANDAR LAMPUNG YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN SOLAR (Studi Putusan Nomor: 21/PID/TPK/2012.PN.TK)

4 34 65

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA YANG SAMA TERHADAP PARA PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN (Studi Putusan Pengadilan Nomor 51/Pid.Tpk/2013/PN.TK)

0 7 54