Penyakit lain yang menyerang tanaman kentang adalah Phytophthora infestan yang sama-sama bisa menyebabkan rebah kecambah. R. solani yang termasuk kelas
Deuteromycetes sering disebut penyebab penyakit black scurf Gambar 2.2.1. a c sedangkan Phytophthora disebut late blight Gambar 2.2.1. b, menginfeksi dengan
zoospora dengan simptom pertama kali terlihat sebagai noda basah yang pada umumnya di tepi pangkal batang. Pada musim hujan noda akan membesar menjadi
coklat dan busuk. Pada umbi pertama terlihat sebagai noda berwarna ungu hingga coklat dengan diameter 5-15 mm hingga ke dalam umbi Agrios, 2004. Jamur ini
susah untuk diisolasi karena merupakan jamur fakultatif obligat, tidak bisa tumbuh di PDA dan hanya bisa tumbuh pada media khusus.
Gambar 2.2.1 a Umbi kentang yang terinfeksi penyakit
Rhizoctonia, Sumber: Wharton
et al., 2007. Tanaman kentang terserang b P. infestan, c terserang R. solani. Sumber: Agrios, 2004.
2.3 Pengendalian hayati
Rhizoctonia solani merupakan patogen tular tanah yang menyebabkan rebah kecambah pada tanaman.Selama ini pengendalian penyakit tanaman ini dilakukan
secara kimiawi. Akan tetapi, penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia dan
pencemaran lingkungan karena residu yang ditinggalkan dapat menimbulkan resistensi patogen. Oleh karena itu diperlukan upaya alternatif untuk mengendalikan
mikroba patogen penyebab penyakit tanaman, misalnya dengan memanfaatkan agen pengendali hayati yang lebih ramah lingkungan Papuanga, 2009.
c b
a
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian hayati adalah pemanfaatan mikroba seperti jamur dan bakteri untuk mengendalikan penyakit tanaman. Pengendalian hayati jamur penyakit tanaman
sering dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Salah satu pemanfaatan mikroorganisme sebagai pengendali hayati adalah bakteri
kitinolitik. Banyak penelitian yang menunjukkan ada kemampuan bakteri kitinolitik sebagai agen pengendali hayati. Penggunaan agen pengendali hayati semakin
berkembang karena agen pengendali hayati mempunyai keunggulan dalam menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan pertanian Suryanto Munir, 2006.
Bakteri kitinolitik digunakan sebagai agen pengendali hayati karena kemampuannya menghidrolisis kitin menjadi derivat kitin dan dapat mendegradasi
kitin yang merupakan salah satu komponen dinding sel jamur. Kerusakan dinding sel jamur mengakibatkan gangguan terhadap pertumbuhan jamur. Agen pengendali hayati
dari bakteri yang sudah diketahui adalah Aeromonas,Chromobacterium,Pseudomonas, Serratia, Vibrio Chernin et al., 1998,AchromobacterDonderskiSwiontek-
Brzezińska, 2001,Bacillus Chienet al., 2004Agrobacterium radiobacter Soesanto, 2008 danEnterobacter Mahata et al., 2008
2.4 Kitin dan Bakteri Kitinolitik
Kitin merupakan homopolimer dari 1,4- β-N-asetil-D-glukosamin. Kitin merupakan
salah satu senyawa yang paling melimpah di alam. Distribusi kitin sangat luas karena merupakan komponen struktural berbagai jenis organisme. Kitin dapat dijumpai pada
prokariot, protista, dan sangat melimpah pada jamur. Seperti pada kulit kepiting dan udang mengandung kitin sekitar 40-60 sedangkan pada dinding sel jamur 22-44.
Degradasi kitin ini terutama dilakukan oleh mikroorganisme, karena kitin penting untuk pertumbuhan mikroorganisme sebagai sumber karbon dan nitrogen. Sehingga,
proses daur ulang merupakan hal yang sangat penting Gooday,1990.
Kitinase adalah enzim yang mendegradasi kitin menjadi N-asetilglukosamin, degradasi kitin dapat dilakukan oleh organisme kitinolitik dengan melibatkan enzim
kitinase. Enzim ini dihasilkan oleh bakteri, jamur, tanaman, dan serangga. Tanaman
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan kitinase sebagai proteksi terhadap serangan hama dan penyakit, pada serangga berperan dalam proses morfogenesis dan bakteri mengeluarkan kitinase
untuk menguraikan kitin menjadi karbon dan nitrogen. Kitinase ini dapat dihasilkan oleh bakteri dan jamur yang diperoleh dari berbagai sumber dengan cara
menumbuhkannya di media yang mengandung koloidal kitin. Mikroba diisolasi dengan menggunakan medium garam koloidal kitin disesuaikan dengan kondisi
lingkungan darimana isolat berasal. Pembentukan zona bening disekitar koloni adalah hasil degradasi kitin Suryanto Munir, 2006.
Enzim kitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme kitinolitik memiliki banyak kegunaan. Enzim kitinase memungkinkan konversi kitin menjadi produk yang
berguna dalam industri pangan, kosmetik, farmasi, dan lain-lain. Pujiyanto Wijanarka, 2004. Kitinase dan kitin deasetilase adalah enzim yang aktif
mendegradasi kitin. Kitinase dapat menghidrolisis kitin secara acak pada ikatan glikosidiknya, sedangkan kitin deasetilase menghidrolisis kitin menjadi produk yang
mempunyai daya guna yang lebih tinggi seperti kitosan Nasran et al., 2003.
Aktivitas kitinase dari bakteri kitinolitik sangat potensial digunakan sebagai agen pengendalian hayati terhadap jamur patogen maupun hama serangga, karena
kedua organisme ini mempunyai komponen kitin pada dinding selnya. Beberapa laporan menyatakan bahwa aktivitas kitinase dari Enterobacter agglomerans dapat
mengendalikan Phytophthora penyebabdamping off dan busuk akar pada tanaman kedelaiChernin et al., 1995.Bacillus sp. dan Bacillus apiaries bersifat antagonis
terhadap pertumbuhan jamur akar putih Rigidoporus lignosus Muharni Widjajanti, 2011. Bakteri kitinolitik juga mampu menghambat pertumbuhan
Phytopthora infestan dan Alternaria solani Purwantisari et al., 2005, Pseudomonas fluorescensmampu menghambat pertumbuhan R. solani Bautista et al., 2007, dan
dua isolat bakteri kitinolitik yaitu DS01 dan LKO1 mampu menghambat pertumbuhan jamur Fusarium semitectum Suryanto Munir, 2006.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat