1.2 Permasalahan
Petani masih menggunakan pestisida dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah R. solani pada tanaman kentang. Namun, seperti yang diketahui pestisida
mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan petani itu sendiri. Untuk menggali berbagai potensi alam terutama terhadap bakteri guna meningkatkan hasil
pertanian perlu dilakukan penelitian untuk mengurangi penggunaan pestisida tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang uji potensi bakteri kitinolitik
sebagai pengendali hayati penyakit rebah kecambah R. solani.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi isolat bakteri kitinolitik yang paling efektif menghambat pertumbuhan R. solani penyebab penyakit rebah
kecambah pada tanaman kentang.
1.4 Hipotesis
1. Isolat bakteri kitinolitik mampu menghambat pertumbuhan R. solani penyebab
rebah kecambah pada kentang. 2.
Adanya perbedaan kemampuan menghambat tiap-tiap isolat bakteri kitinolitik terhadap pertumbuhan R. solani penyebab rebah kecambah pada kentang.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi bakteri kitinolitik mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan jamur patogen R. solani
penyebabkan rebah kecambah tanaman kentang. Selain itu penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum,instansiyang
membutuhkannya dan sebagai bahan acuan untuk formulasi pembuatan biopestisida.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produksi Kentang dan Masalahnya
Kentang Solanum tuberosum sudah dikenal di Indonesia Pengalengan, Lembang dan Karo sejak sebelum perang dunia ke-2. Kentang tergolong ke dalam kingdom
Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotiledoneae, ordo Tubiflorae, famili Solanaceae, genus Solanum, spesies S. tuberosum. Kentang
merupakan bahan pangan yang sudah populer di dunia dan semakin meningkat permintaannya di Indonesia, karena meningkatnya kebutuhan akan konsumsi
kentangsebagai salah satu makanan pengganti beras maupun bahan baku industri makanan. Kentang termasuk jenis tanaman hortikultura semusim karena hanya satu
kali beproduksi. Umbi kentang mengandung karbohidrat, vitamin dan mineral yang cukup tinggi. Komposisi utama umbi kentang adalah protein, air dan karbohidrat,
selain itu juga mengandung kalsium, fosfor, natrium, kalium, zat besi, vitamin Cdan vitamin B Hartus, 2001.
Selama ini produksi dan produktivitas kentang Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik produktivitas kentang pada tahun 2010
di Sumatera Utara sebesar 16.17 tonha dan masih tergolong rendah dibandingkan dengan Sumatera Barat sebesar 17.35 tonha, Sumatera Selatan sebesar 17.82 tonha,
Bali sebesar 18.86 tonha dan Jawa Barat sebesar 20.89 tonha. Serangan hama dan penyakit pada tanaman kentang merupakan salah satu faktor penting sebagai pembatas
produksi kentang.
Pada tanaman kentang, penyakit umumnya lebih berbahaya dibandingkan hama. Ini karena kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh serangan penyakit
sering kali lebih besar daripada serangan hama. Penyakit lebih sering muncul pada
Universitas Sumatera Utara
musim hujan. Sebaliknya, pada musim kemarau serangan hama meningkat, terutama dari golongan serangga. Serangan penyakit meningkat pada kondisi suhu udara yang
ekstrim dan iklim yang tidak menentu seperti sekarang ini Hartus, 2001.
2.2Jamur Rhizoctonia solani
Jamur R. solani merupakan fase anamorf aseksual dari jamur Thanatephorus
cucumeris Ceratobasidiaceae, Ceratobasidiales, Basidiomycetes yang merupakan fase telemorfnya seksual. M
emiliki ciri-ciri: koloni jamur tidak berwarna hialin,
putih, hingga coklat kehitaman, panjang hifa 8- 12 μm, memiliki septa. Hifa biasanya
membentuk percabang dengan sudut 90°. Kumpulan hifa membentuk struktur lebih besar membentuk sklerotia yang mengumpul terpusat pada satu titik, menyebar dan
ada yang tidak membentuk sklerotia, yang tetap infektif sampai lebih dari 21 bulan di tanah kering. Pembentukan sklerotia dirangsang oleh faktor peningkatan suhu atau
akibat dari banjir .
Jamur patogen ini memilikikisaran inang luas yaitu hampir pada semua kelompokkomoditas tanaman.Serangan jamur ini menyebabkan kerugian besar
Agrios, 2004; Garcia et al., 2006
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan jamur R. solani, diantaranya adalah suhu dan cahaya.
Suhu tanah merupakan faktor penting penyebab penyakit Rhizoctonia pada kentang. Kisaran suhu
optimal untuk pertumbuhan R.solani adalah 6,6-25°C. Suhu dingin, kelembaban tanah yang tinggi dan pH tanah yang asam dianggap mendukung perkembangan penyakit
Rhizoctonia. Kerusakan paling parah terjadi pada suhu dingin karena tingkat penurunan perkecambahan dan pertumbuhan batang dan stolons relatif lambat dan
pertumbuhan jamur meningkat. Namun, suhu yang tinggi, terutama selama tahap awal pengembangan tanaman cenderung meminimalkan dampak dari R.solani,
bahkan ketika inokulum berlimpah. Tanda yang paling mencolok dari penyakit Rhizoctonia
adalah jamur ini akan membentuk massa berwarna coklat kehitaman di permukaan umbi kentang Gambar 2.2.1. a, disebut sklerotia yang merupakan bentuk istirahat
dari R. solani Wharton et al., 2007.
Universitas Sumatera Utara
Penyakit lain yang menyerang tanaman kentang adalah Phytophthora infestan yang sama-sama bisa menyebabkan rebah kecambah. R. solani yang termasuk kelas
Deuteromycetes sering disebut penyebab penyakit black scurf Gambar 2.2.1. a c sedangkan Phytophthora disebut late blight Gambar 2.2.1. b, menginfeksi dengan
zoospora dengan simptom pertama kali terlihat sebagai noda basah yang pada umumnya di tepi pangkal batang. Pada musim hujan noda akan membesar menjadi
coklat dan busuk. Pada umbi pertama terlihat sebagai noda berwarna ungu hingga coklat dengan diameter 5-15 mm hingga ke dalam umbi Agrios, 2004. Jamur ini
susah untuk diisolasi karena merupakan jamur fakultatif obligat, tidak bisa tumbuh di PDA dan hanya bisa tumbuh pada media khusus.
Gambar 2.2.1 a Umbi kentang yang terinfeksi penyakit
Rhizoctonia, Sumber: Wharton
et al., 2007. Tanaman kentang terserang b P. infestan, c terserang R. solani. Sumber: Agrios, 2004.
2.3 Pengendalian hayati