- pelarut pengembang yang dapat dipakai berulangkali, demikian juga
dengan kolomnya. -
ketepatan dan ketelitiannya relative tinggi dijajaran teknik analisis fisiko- kimia.
2.3.3 Jenis Kolom
Dilihat dari jenis fase diam dan fase gerak, maka kromatografi cair kinerja tinggi kolomnya dibedakan atas :
a. Kromatografi Fase Normal
Kromatografi dengan kolom konvensional dimana fase diamnya “normal” bersifat polar, misalnya silika gel, sedangkan fase geraknya bersifat non
polar. b.
Kolom fase terbalik Reversed Phase Colomn Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat non polar,
sedangkan fase geraknya bersifat polar, kabalikan dari fase normal. Kromatografi fase terbalik sebenarnya sudah lama dipikirkan oleh Boscott
1947, tetapi baru sekitar tahun 1948 Boldingh berhasil memisahkan asam-asam lemak dengan rantai panjang melalui suatu kolom yang berisi
bahan karet non polar dan dielusi dengan larutan pengembang campur yang polar yaitu campuran air-metanol-aseton Mulja dan Suharman,
1995.
2.3.4. Jenis Pompa
Sistem pompa kromatografi cair kinerja tinggi sudah diprogram untuk dapat melakukan elusi dengan satu atau lebih macam pelarut. Dikenal dua sistem
pompa pada kromatografi cair kinerja tinggi yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Sistem Elusi Isokratik
Pada sistem ini elusi dilakukan dengan satu macam larutan pengembang atau lebih dari satu macam larutan pengembang pelarut pengembang campur
dengan perbandingan yang tetap. 2.
Sistem Elusi Gradien Pada system ini elusi dilakukan dengan pelarut pengembang campur yang
perbandingannya berubah dalam waktu tertentu Suharman dan Mulja, 1995.
2.3.5 Faktor-Faktor Yang Digunakan Untuk Evaluasi kinerja kolom
Kualitas pemisahan dengan kromatografi kolom dapat dikontrol dengan melakukan serangkaian uji kesesuaian sistem yang meliputi:
1. Efisiensi kolom
2. Resolusi atau daya pisah
3. Simetrisitas puncak
4. Faktor retensi atau kapasitas kolom
1. Efisiensi Kolom
Salah satu karakteistik system kromatografi yang paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis N. Ukuran efisiensi kolom adalah jumlah
lempeng plate number, N yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi. Bilangan lempeng N yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang
baik yang nilainya sebanding dengan semakin panjangnya kolom L dan semakin kecilnya nilai H. Istilah nilai H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau
HETP High Eqivalent Theoritical Plate, yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik
akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi, dan karenanya kolom yang baik
Universitas Sumatera Utara
mempunyai nilai H yang rendah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin tinggi bilangan lempeng teoritis. Kondisi optimum diperoleh dengan melihat
hubungan antara tinggi lempeng teoritis dan kecepatan alir.
2.
Resolusi daya pisah Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat
pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang
baik, puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya dengan sedikit tumpang tindih atau tidak tumpang tindih.
3. Faktor Asimetri
Suatu situasi yang menunjukkan kinerja kromatografi yang kurang baik adalah ketika ditemukan suatu puncak yang mengalami pengekoran tailing
sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup atau tidak simetri. Kromatogram yang memberikan harga TF=1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat
setangkup atau simetris. Harga TF1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran tailing. Semakin besar harga TF maka kolom yang
dipakai semakin kurang efisien. Dengan demikian harga TF dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi Rohman, 2009.
Ada dua cara yang digunakan untuk pengukuran derajat asimetri puncak, yakni factor ikutan dan factor asimetris. Faktor ikutantailing factor T
f
seperti yang diterangkan dalam Farmakope Amerika Serikat USP Edisi Ketigapuluh
dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5 W
0,05
, rumusnya dituliskan sebagai berikut:
T
f
= a
b a
2 +
Universitas Sumatera Utara
Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5 seperti yang ditunjukkan pada gambar 5
Gambar 3. Pengukuran derajat asimetri puncak sumber Dolan, 2003. Sementara itu, factor asimetriasymmetry factor A
s
dihitung dengan rumus berikut:
A
s
= a
b
Namun, nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10 seperti yang ditunjukkan di Gambar 5. Jika nilai a
sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna Dolan, 2003.
2.3.6 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromotografi Cair