Landasan Yuridis TINJAUAN HUKUM TERHADAP EUTANASIA STUDI

menunjukkan kenaikkan dari 40 pada tahun 1966 kemudian meningkat menjadi lebih dari 70 dukungan dan terus berlanjut sejak tahun 1990. 12 Di Indonesia sendiri, masalah eutanasia ini kembali mencuat karena adanya permintaan pengujian undang-undang yaitu atas Pasal 344 KUHP oleh Ignatius Ryan Tumiwa. Hal ini berhubungan dengan permintaan eutanasia yang diajukan olehnya. Kasus ini akan menjadi fokus analisis dari makalah ini.

II. Landasan Yuridis

Untuk memahami suatu hal dari segi perangkat normatif, maka dapat dikaji dari dua hal, yaitu instrumen hukum internasional dan hukum nasional. Berikut adalah penjabarannya. Insrumen Hukum Internasional Instrumen Hukum Internasional dalam membahas hak asasi manusia memiliki perkembangan yang sedemikian rupa, hal ini dapat dilihat dari ouput di tiap masa berupa dokumen-dokumen sebagai berikut: 1. Magna Charta, 1215 2. Petition of right, 1628 3. Bill of Right, 1629 4. Revolusi Amerika, 1776 5. Revolusi Perancis, 1789 6. The Four Freedom by Franklin D. Roosevelt, 1941 12 Francis Pakes, Under Siege: The Global Fate of Euthanasia and Assisted Suicide Legislation dalam Eur. J. Crime Cr.L.Cr.J., hlm. 199. 8 7. Universal Declaration of Human Right IDHR, 1948 8. International Covenan Civil and Political Right ICCPR, 1966, dan sebagainya. Keseluruhan dari dokumen internasional mengenai hak asasi manusia diatas membahas hak untuk hidup. Salah satunya di dalam Pasal 3 IDHR dirumuskan bahwa “setiap orang mempunyai hak atas kehidupan, kemerdekaan dan keselamatannya”. Ketentuan ini sungguh menjelaskan secara tegas adanya hak untuk hidup. Selain itu, instrument internasional lainnya yang memberikan rumusan secara jelas mengenai pengakuan atas hak hidup adalah ICCPR, yang terletak pada Pasal 6, yaitu “setiap manusia melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun insan manusia yang boleh dikurangi hak kehidupannya.” Selain itu secara khusus diatur mengenai hak anak dalam Konvensi Hak-Hak Anak yang menyatakan para negara peserta konvensi mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai hak yang melekat atas kehidupannya. Sehingga tiap anak dimuka bumi dapat menyatakan bahwa “aku harus tetap hidup dan berkembang sebagai manusia.” 13 Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hak hidup adalah hak yang tidak dapat diderogasi. Hal ini diatur di dalam ICCPR. Derogasi hanya dapat dilakukan apabila: 1. Negara dalam keadaan darurat yang mengacam kehidupan bangsa dan keberaannya; 2. Pembatasan ini tidak boleh didasari atas diskriminsi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, atau asal-usul sosial; 3. Pembatasan ini harus dilaporkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Sekretaris Jenderal. ICCPR mengatur bahwa hak-hak yang tidak bisa dikurangi meliputi hak yang diatur dalam Pasal 6, 7, 8 ayat 1 dan 2, 11, 15, 6, dan 18, yakni hak untuk 13 I Sriyanto, Op.cit., hlm. 1. 9 hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk tidak dipenjara hanya atas dasar ketidakmampuannya memenuhi kewajiban yang muncul dari perjanjian, hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukum yang berlaku surut, persamaan di muka hukum, dan berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan, dan beragama. Di luar ketujuh pasal itu, dengan argumentasi hukum a contrario, bisa dikurangi. Dalam instrumen hukum internasional, tidak ada yang secara jelas mengatur tentang eutanasia sebagai salah satu dari isu hak hidup. Karena pada dasarnya eutanasia ini masih menimbulkan pro dan kontra yang cukup keras di tiap pertemuan yang membahas hak asasi manusia. Belanda sebagi salah satu negara yang melegalisasi eutanasia menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasi pada tanggal 10 April 2001. Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal eutanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal. 14 Instrumen Hukum Nasional Menjadi kewajiban pemerintah dari negara hukum untuk mengatur pelaksanaan dari hak asasi manusia, yang berarti menjamin pelaksanannya, mengatur pembatasan-pembatasannya demi kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara. Dengan demikian diaturlah masalah fungsi negara dalam penyelenggaraan hak dan kewajiban hak asasi manusia itu. Di Indonesia, hak-hak asasi manusia diatur pelaksanannya dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 UUD NRI 1945 dan pasal-pasal dari batang tubuh UUD NRI 1945. Muatan hak asasi manusia dimasukkan secara penuh dalam amandemen kedua. Pada dasarnya UUD NRI 1945 telah memiliki muatan yang sejalan dengan penegakan hak asasi manusia, baik pada pembukaan UUD NRI 1945 maupun dalam batang tubuh UUD NRI 1945 tersebut. Ismail Suny dalam pidato yang berjudul 14 Pingkan K. Paulus, loc.cit., 10 Perlindungan HAM dalam Konstitusi Indonesia menyebutkan bahwa jika kita meneliti UUD 1945 dari sudut pandangan HAM, kita akan menemukan lebih banyak di dalamnya dari pada banyak orang menduga bahwa ia tak mengandung HAM atau beberapa pasal saja yang secara langsung mengenai HAM. 15 Selain itu, menurut Steenbeek UUD NRI 1945 berisi tiga pokok materi muatan, yakni pertama, adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warganegara; kedua, ditetapkannya susunan ketatanegararaan suatu negara yang bersifat fundamental; dan, ketiga, adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental. 16 Jika ditelaah peraturan perundang-undangan di Indonesia, hampir seluruh undang-undang memuat nilai-nilai hak asasi manusia di dalamnya. Namun yang menjadi dasar penegakan hak asasi manusia adalah UUD NRI 1945, TAP MPR No. XVIIMPR1998, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan sebagainya. Kandungan hak hidup dapat dilihat dalam tabel berikut ini. No Pasal-Pasal BAB XA Perubahan Kedua UUD 1945 Pasal-Pasal TAP MPR NO. XVIIMPR1998 Pasal-Pasal UU NO. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 1 28A 9 Ayat 1 1, 9 2 28B Ayat 2 Memiliki kemiripan dengan rumusan 53 15 _ Ismail Suny, Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yarsif Watampone, 2004, hlm. 177. 16 _ Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung: Alumni, 1987, hlm. 51. 11 beberapa pasal dari Bagian Kesepuluh Pasal 52-66 3 28H Ayat 1 40 28,29 4 28I Ayat 1 4 4, 37 knn Mengenai hak untuk hidup sebagai hak yang tidak dapat diderogasi terdapat dalam tabel pada poin kelima. Yaitu dalam Pasal 28 I ayat 1 UUD NRI 1945, Pasal 4 TAP MPR No. XVIIMPR1998, serta Pasal 4 dan 37 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berkaitan dengan eutanasia, Indonesia melarang keras adanya tindakan tersebut. Hal ini diatur dalam KUHP. Tindakan eutanasia digolongkan sebagai kejahatan kriminal karena menghabisi nyawa seseorang. Tindakan ini juga dinilai sebagai usaha bunuh dii dan pihak- pihak yang terlibat akan mendapat sanksi hukum sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini diatur dalam Pasal 344 KUHP yang rumusannya adalah “Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Dari bunyi Pasal 344 KUHP ini, dapat dipahami bahwa seseorang tidak boleh merampas nyawa orang lain atau melakukan pembunuhan walaupun atas permintaan orang itu sendiri. 17 Rumusan kalimat yang perlu diperhatikan adalah “permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati”. Hal ini berkaitan dengan pembuktian. Permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati ini harus dapat dibuktikan. Karena jika tidak, akan masuk kepada unsur delik pembunuhan, baik pembunuhan biasa yang diatur dalam Pasal 338 KUHP maupun pembunuhan berencana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Seluruh instrumen hukum di Indonesia menyatakan bahwa secara hukum, tindakan eutanasia ditolak di Indoonesia. Hukum membela secara 17 Djoko Prakoso, dan Djaman Andhi Nirwanto, Euthanasia, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, hlm. 71. 12 tegas hidup manusia karena hidup manusia dipandang sebagai sesuatu yang luhur dan tidak boleh diganggu-gugat.

III. Kasus Posisi

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi di Desa Ujung Gading Kabupaten Labuhan Batu Selatan)

3 146 64

Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Perlindungan Relawan Kemanusiaan Dalam Kasus Blokade Jalur Gaza

3 51 84

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Penebangan Pohon pada Dinas Pertamanan Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2002

3 72 71

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pajak Hotel Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Sesuai PERDA No. 28 Tahun 2009 (Studi Kasus Di Tanah Karo-Kabanjahe)

11 90 108

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik

2 44 150

TINJAUAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERMOHONAN ITSBAT NIKAH TINJAUAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERMOHONAN ITSBAT NIKAH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta).

0 0 11

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK RENTAL MOBIL Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Rental Mobil (Studi Kasus Rental Mobil KOPMA UMS).

0 1 12

TAP.COM - TINJAUAN HUKUM DAN AKIBATNYA TERHADAP ... - JURNAL UNISSULA 1550 2976 1 SM

0 0 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Terorisme (Studi Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 167/Pid.B/2003/Pn.Dps)

0 0 11

ANALISIS STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA EUTANASIA DI INDONESIA DAN DI NEGERI BELANDA

0 0 66