Rumusan Masalah Landasan Teori

Selain itu, pemohon dari permohonan ini juga meminta agar Pemerintah membuat peraturan pelaksana dari suntik mati atau dengan kata lain, pemohon menginginkan suatu legislasi atas eutanasia. Permohonan ini sungguh menggemparkan dunia hukum dan kedokteran. Bahkan hal-hal yang tidak biasanya terjadi di dalam persidangan Mahkamah Konstitusi pun terjadi di dalam persidangan kasus ini. Makalah ini akan membahas mengenai eutanasia berdasarkan studi kasus dari permohonan pengujian Pasal 344 KUHP terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan Igantius Ryan Tumiwa terhadap Mahkamah Konstitusi. Pembahasan makalah ini akan dimulai dengan pembahasan hak hidup sebagai hak yang tidak dapat diderogasi, larangan eutanasia di Indonesia, pengaturan eutanasia di negara-negara lain khususnya Belanda, legislasi eutanasia, dan pro dan kontra terhadap eutanasia itu sendiri. Penulis berharap makalah ini akan memberikan manfaat yang besar terhadap dunia ilmu pengetahuan dan perkembangan riset baik untuk kalangan akademis maupun umum.

II. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengapa hak hidup harus dipertahankan dan tidak dapat diderogasi dalam keadaan apapun? 2. Mengapa eutanasia dilarang di Indonesia dan bertentangan dengan hak hidup? 3. Bagaimana analisis yuridis terhadap pengujian Pasal 344 KUHP yang diajukan oleh Iganatius Ryan Tumiwa tentang eutanasia ke Mahkamah Konstitusi?

III. Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut: 2 1. Untuk mengetahui bahwa hak hidup harus dipertahankan dan tidak dapat diderogasi dalam keadaan apapun. 2. Untuk mengetahui alasan dari larangan eutanasia di Indonesia dan pertentangannya dengan hak hidup.

3. Untuk mengetahui analisis yuridis terhadap pengujian Pasal 344 KUHP

yang diajukan oleh Iganatius Ryan Tumiwa tentang eutanasia ke Mahkamah Konstitusi. 3 BAB II PEMBAHASAN

I. Landasan Teori

Manusia memiliki hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa sejak lahir. Hak ini lazim disebut dengan hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang menjadi anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Asasi dapat dimaknai sebagai sebuah dasar. Maka hak-hak asasi ini adalah dasar bagi hak- hak dan kewajiban-kewajiban lainnya. Hak asasi manusia tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara mutlak, karena penuntutan pelaksanaan hak asasi secara mutlak akan melanggar hak- hak asasi yang sama dari orang lain. 1 Hal ini pun menuntut setiap manusia untuk saling bertoleransi dalam mewujudkan haknya. Maka dari itu untuk menjalankan hak asasi manusia harus terdapat perangkat normatif agar tidak menimbulkan kegoyahan dalam menjalankan sebuah sistem masyarakat. Dalam pengaturan mengenai hak asasi manusia, terdapat pemahaman dasar yang harus dipatuhi. Hal tersebut adalah pemahaman dimana terdapat hak asasi yang dapat dikurangi dan ada pula hak asasi yang tidak dapat dikurangi. Hal ini lazim dikenal dengan hak yang dapat diderogasi dan hak yang tidak dapat diderogasi. Pada dasarnya, derogasi atau pembatasan hak asasi manusia adalah salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia itu sendiri. Derogasi adalah pengecualian, yaitu suatu mekanisme dimana suatu negara menyimpangi tanggung jawabnya secara hukum dikarenakan adanya situasi yang darurat. 2 Derogasi hanya dapat digunakan untuk hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang telah ditentukan. 1 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Sekitar Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm.11 2 TT, “Prinsip-Prinsip Hak Asasi Mansia Dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional” http:pusham.uii.ac.idham8_Chapter2.pdf , diakses pada 15 Mei 2015. 4 Salah satu hak yang secara absolut tidak dapat diderogasi adalah hak hidup. Hak untuk hidup adalah hak yang memiliki nilai paling mendasar dari peradaban modern. Apabila tidak ada hak untuk hidup maka tidak akan ada persoalan hak asasi manusia lainnya. 3 Dalam perdebatan mengenai hak hidup, muncul pro dan konta yang berkaitan dengan kematian. Dimana terdapat suatu pendapat yang menyatakan bahwa apabila manusia memiliki hak untuk hidup maka kematian juga menjadi konsekuensi logis dari hak tersebut apabila seseorang menginginkannya. Terdapat tiga isu besar dalam diskursus mengenai hal ini yaitu hukuman mati, eutanasia, dan aborsi. Dalam makalah ini akan dibahas lebih khusus mengenai eutanasia. Eutanasia Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, yakni kata “eu” yang berarti baik dan “thanatos” yang berarti mati. Jadi eutanasia berarti kematian yang baik atau mati secara baik. 4 Orang Inggris menggunakan kata “Merry Killing untuk istilah ini. 5 Pada zaman Yunani dan Romawi, penekanan eutanasia terletak pada kehendak kematian seseorang yang mau melepaskan diri dari penderitaan, terutama mereka yang mengalami penyakit parah agar tidak membebani orang lain. 6 Pythagoras melawan tindakan ini, ia melihat bahwa hidup manusia mempunyai nilai keabadian. Sementara Plato melawan tindakan bunuh diri tapi simpati pada eutanasia pada kasus penderita yang berat. Aristoteles pun menolak eutanasia dengan alasan bahwa hidup manusia itu bernilai luhur. 7 Selain itu, dunia medis Yunani pun mempunyai perhatian yang besar terhadap pembelaan hidup manusia. Hippokrates mempunyai usaha yang gigih dalam memberikan pelayanan medis dan mengupayakan kesehatan manusia. Hasil 3 I Sriyanto dan Desiree Zuraida, Modul Instrumen HAM Nasional: Hak untuk Hidup, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan, serta Hak Mengembangkan Diri, Jakarta: Departemen Hukum dan HAM RI Direktorat Jenderal Perlindungan HAM, 2004, hlm.1. 4 Jojn Macquaries dan James Childress, Edit., A New Dictionary of Christian Ethics, London: SCM Press Ltd, 1998, hlm. 210-212. 5 F.A. Eka Yuantoro, Eutanasia, Jakarta: Obor, 2005, hlm. 32. 6 Ibid., 7 Michael Manning, M.D., Euthanasia And Physician-Assisted Suicide – Killing or Caring, New York: Paulist Press, 1998. Hlm. 6-7 5 dari usaha Hippokrates adalah sumpah jabatan bagi para dokter yang ada saat ini. 8 Selain itu juga terdapat tokoh-tokoh lain yang memiliki perhatian khusus terhadap eutanasia, yaitu Thomas More, David Hume, Alfred Hoche yang dapat dilihat dari karya-karya ilmiah mereka. Berikut ini akan dijelaskan bentuk-bentuk eutanasia, yaitu sebagai berikut: 9 a. Eutanasia Aktif Eutanasia aktif adalah tindakan medis atau pemberian obat yang dapat mempercepat kematian seseorang. Tindakan ini sama dengan tindakan pembunuhan yang menyebabkan kematian seseorang. Untuk menentukan moralitas dari tindakan eutanasia aktif ini, perlu lagi dilakukan pembedaan secara langsung dan tidak langsung. Eutanasia aktif secara langsung sama dengan tindakan pembunuhan hal ini dibedakan atas dua jenis, yaitu atas kehendak pasien dan tanpa kehendak pasien. Tindakan yang tanpa kehendak pasien ini secara mutlak tidak dapat dibenarkan. Eutanasia aktif tidak langsung adalah tindakan memberikan obat atau bantuan medis untuk mengurangi rasa sakit dengan efek samping dapat mempercepat proses kematian. Syaratnya adalah harus dengan persetujuan pasien yang bersangkutan dan pemberian obat atau tindakan medisnya harus dilakukan secara proposional. b. Eutanasia Pasif Eutanasia pasif adalah peniadaan pemberian obat-obatan atau tindakan medis yang dapat membantu pasien bertahan hidup dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dapat dibenarkan sejauh pemberian obat-obatan atau tindakan medis yang dapat diberikan pada orang yang bersangkutan adalah tindakan yang luar biasa. Eutanasia adalah pembunuhan yang dilakukan atas dasar belas kasihan kepada seorang individu dan atas permintaan individu itu sendiri. Kondisi ini 8 Ibid., hlm. 8-9. 9 F.A. Eka Yuantoro, Op.cit., hlm.38-40. 6 lahir akibat suatu keadaan tidak berdaya atau tak ada harapan untuk sembuh. 10 Namun yang menjadi persoalan adalah sejauh mana persetujuan korban dapat meniadakan kesalahan atas pelanggaran terhadap hak untuk hidup? Apakah pelepasan hak untuk hidup itu diizinkan? Selain mengenai hak hidup, dalam perspektif hak asasi manusia, eutanasia juga berkaitan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri. Sehingga ketika seseorang pada akhirnya memutuskan untuk meminta mengakhiri kehidupannya dengan cara eutanasia kemudian didasarkan pada hak seseorang untuk menentukan hidupnya sendiri. Hak ini juga merupakan salah satu unsur utama dari hak asasi manusia. Kemajuan-kemajuan cara berpikir masyarakat telah menimbulkan kesadaran-kesadaran baru mengenai hak-hak tersebut. Eutanasia menjadi masalah yang dilematis apabila dalam diri seseorang telah terjadi suatu penderitaan yang sangat berat dan tidak dapat disembuhan lagi. Di Indonesia, hak untuk melakukan eutanasia ini secara hukum tidak diakui. Di negara-negara Eropa secara khusus Belanda tindakan eutanasia telah diakui keberadaan dan legalitasnya. Belanda sendiri sudah mengenal eutanasia sejak tahun 1973. 11 Tentunya dalam melakukan tindakan eutanasia ini harus melalui prosedur dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar eutanasia bisa dilakukan. Persyaratan utama adalah berdasarkan permintaan pasien yang telah memenuhi syarat yang kompeten. Setiap dokter di Belanda dimungkinan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di Belanda asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultansi dengan rekan sejawat dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan. Di Belanda, eutanasia menjadi jalan menuju ke arah deskriminalisasi pada tahun 1973. Perkembangan tersebut diikuti dengan adanya jajak pendapat yang 10 I Sriyanto, Op.cit., hlm. 8 11 Pingkan K. Paulus, Kajian Euthanasia Menurut HAM Studi Bnding Hukum Nasional Belanda, http:download.portalgaruda.orgarticle.php?article=14999val=1002 , diakses pada 21 Mei 2015. 7 menunjukkan kenaikkan dari 40 pada tahun 1966 kemudian meningkat menjadi lebih dari 70 dukungan dan terus berlanjut sejak tahun 1990. 12 Di Indonesia sendiri, masalah eutanasia ini kembali mencuat karena adanya permintaan pengujian undang-undang yaitu atas Pasal 344 KUHP oleh Ignatius Ryan Tumiwa. Hal ini berhubungan dengan permintaan eutanasia yang diajukan olehnya. Kasus ini akan menjadi fokus analisis dari makalah ini.

II. Landasan Yuridis

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi di Desa Ujung Gading Kabupaten Labuhan Batu Selatan)

3 146 64

Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Perlindungan Relawan Kemanusiaan Dalam Kasus Blokade Jalur Gaza

3 51 84

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Penebangan Pohon pada Dinas Pertamanan Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2002

3 72 71

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pajak Hotel Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Sesuai PERDA No. 28 Tahun 2009 (Studi Kasus Di Tanah Karo-Kabanjahe)

11 90 108

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik

2 44 150

TINJAUAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERMOHONAN ITSBAT NIKAH TINJAUAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERMOHONAN ITSBAT NIKAH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta).

0 0 11

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK RENTAL MOBIL Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Rental Mobil (Studi Kasus Rental Mobil KOPMA UMS).

0 1 12

TAP.COM - TINJAUAN HUKUM DAN AKIBATNYA TERHADAP ... - JURNAL UNISSULA 1550 2976 1 SM

0 0 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Terorisme (Studi Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 167/Pid.B/2003/Pn.Dps)

0 0 11

ANALISIS STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA EUTANASIA DI INDONESIA DAN DI NEGERI BELANDA

0 0 66